Anda di halaman 1dari 8

Definisi kematian batang otak Kematian batang otak didefinisikan sebagai hilangnya seluruh fungsi otak, termasuk fungsi

batang otak, secara ireversibel. Tiga tanda utama manifestasi kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh refleks batang otak, dan apnea. Seorang pasien yang telah ditetapkan mengalami kematian batang otak berarti secara klinis dan legal-formal telah meninggal dunia. Hal ini seperti dituangkan dalam pernyataan IDI tentang mati, yaitu dalam Surat Keputusan PB IDI No.336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusulkan dengan Surat Keputusan PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seorang dikatakan mati, bila fungsi pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible, atau terbukti telah terjadi kematian batang otak. Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis (termasuk pemeriksaan refleks batang otak dan tes apnea) dapat dilaksanakan secara adekuat. Apabila temuan klinis yang sesuai dengan kriteria kematian batang otak atau pemeriksaan konfirmatif yang mendukung diagnosis kematian batang otak tidak dapat diperoleh, diagnosis kematian batang otak tidak dapat ditegakkan

4. Ginsberg L. lecture notes. Edisi ke-8. Jakarta: EMS; 2005.h.9-10.


DIAGNOSIS MATI BATANG OTAK Diagnosis MBO Diagnosis MBO barangkali merupakan diagnosis paling penting yang pernah dibuat oleh dokter, karena bila telah dipastikan, normalnya ventilator akan dilepaskan dari pasien dan henti jantung akan terjadi tidak lama kemudian. Jadi, diagnosis ini merupakan ramalan yang terlaksana dengan sendirinya (self-ful filling prophecy). Kebanyakan dokter yang merawat dapat membenarkan dilepaskannya ventilator dari pasien, karena meneruskan ventilasi mekanis memberikan stres bagi famili pasien dan staf perawatan. Selain itu, terapi yang diteruskan secara tidak langsung menyatakan bahwa pemulihan masih dimungkinkan dan memberi famili pasien harapan palsu. Namun ventilasi yang diteruskan selama periode yang singkat sesudah

diagnosis MBO memungkinkan perolehan organ kualitas bagus untuk tujuan transplantasi dan seringkali dilakukan. Penerimaan batang otak sebagai sumber kehidupan dan penghentian ventilasi sebagai akibat diagnosis MBO potensial sulit bagi orang awam untuk menerimanya. Tidaklah mudah untuk memberitahu famili pasien, yang berwarna merah, hangat dan kelihatannya bernafas dengan nyaman pada ventilator, mati. Bahkan lebih sulit lagi jika famili pasien melihat gerakan pasien yang dinyatakan dokter timbul pada tingkat spinal dan tidak mengindikasikan fungsi otak. Masyarakat di negara maju seperti Inggris sangat mempercayai dokter dan biasanya tidak dijumpai kesulitan tatkala dibuat diagnosis MBO. Sekarang ini sudah dapat diterima bahwa batang otak, dan bukan seluruh otak, pengatur respirasi dan stabilitas kardiovaskular. Diyakini bahwa untuk mendapatkan kesadaran harus ada kontinyuitas neuronal antara sistem saraf periferal dan korteks. Bila batang otak yang menghubungkan keduanya mati, kontinyuitas sistem yang diaktifkan oleh retikular terganggu dan tidak dapat timbul kesadaran. Diagnosis MBO dan petunjuknya dapat dilihat pada fatwa IDI tentang MBO. Diagnosis MBO mempunyai dua komponen utama. Komponen pertama terdiri dari pemenuhan prasyaratprasyarat dan komponen kedua adalah tes klinik fungsi batang otak. Prasyarat. Prasyarat-prasyarat dapat dilihat pada tabel 1. Pada hakekatnya sebelum melakukan tes klinis, dokter harus menetapkan tanpa keraguan bahwa pasien komatous dan bergantung pada ventilator dan mempunyai kondisi yang konsisten dengan koma ireversibel dan hilangnya fungsi batang otak. Pasien dengan MBO tidak dapat bernafas. Dokter-dokter yang tidak familiar dengan diagnosis MBO kadang-kadang menyarankan dokter seniornya untuk melakukan testing pada pasien yang tidak bergantung pada ventilator dengan cedera berat. Fenomena ini menonjolkan tiga hal. Pertama dokter-dokter yang bekerja di ICU perlu lebih dahulu mengkaji langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis MBO sesuai fatwa IDI yang memang belum tersosialisasikan dengan baik, agar jangan sampai melewatkan langkah-langkah yang harus dijalani sebelum melakukan testing arefleksia batang otak. Kedua adalah adanya kenyataan bahwa beberapa pasien menderita cedera otak berat yang akhirnya inkompatibel dengan kehidupan yang lama, namun kausa kematiannya bukanlah MBO. Beratnya cedera otak pada

pasien-pasien ini dapat mengindikasikan keputusan untuk menghentikan terapi aktif atau membatasi terapi aktif. Keputusan penghentian atau limitasi terapi individual untuk tiap pasien dan sangat kontras dengan diagnosis MBO yang identik bagi semua pasien. Hal ketiga adalah perlunya tanpa keraguan memantapkan diagnosis cedera otak ireversibel yang cukup untuk menyebabkan koma apneik. Diagnosis yang kompatibel adalah cedera kepala, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraserebral, tenggelam dan henti jantung. Penegakan diagnosis memerlukan anamnesis yang cukup dan pemeriksaan klinis serta investigasi (biasanya CT Scan).

Elektrolit, gula darah dan gas darah arterial hendaknya diperiksa dan gangguan yang cukup untuk menyebabkan koma hendaknya diatasi. Selain itu, upaya yang sungguh-sungguh harus sudah dikerjakan untuk mengatasi efek-efek edema serebri, hipoksia dan syok. Sebagai konsekuensi, untuk memenuhi prasyarat-prasyarat, diperlukan waktu dan tidaklah biasa untuk menegakkan diagnosis MBO sebelum 24 jam perawatan di rumah sakit. Seringkali pasien sudah dirawat di rumah sakit jauh lebih lama. CT Scan bermanfaat tidak saja untuk mengetahui kausa MBO, tetapi juga untuk memperlihatkan efek herniasi lewat tentorium dan foramina magnum. Kompresi arteri dan vena mengakibatkan edema sitotoksik dan tekanan intrakranial dapat meningkat akibat terhalangnya drainase cairan serebrospinal oleh sumbatan aquaduktus atau ruang subarakhnoid. Perubahanperubahan ini menyebabkan herniasi berlanjut dan posisi otak menurun. Penurunan ini begitu besar sehingga cabang-cabang arteri basilaris (yang mendarahi batang otak) teregang dan mengakibatkan perdarahan intraparenkimal dan memperparah edema (2,3). Tes klinis. Sebelum melakukan tes formal, kita harus memastikan bahwa pasien tidak menunjukkan postur abnormal (deserebrasi dan dekortikasi) dan tidak mempunyai refleks okulo-sefal aktif (fenomena mata kepala boneka) atau aktivitas kejang. Bila ada salah satu gejala tersebut, pasti terjadi hantaran impuls saraf lewat batang otak dan selanjutnya tes tidak diperlukan dan tidak tepat untuk dilakukan. Batang otak berarti masih hidup. Tes formal fungsi batang otak dilaksanakan di samping tempat tidur dan memerlukan demonstrasi apnea dalam keadaan hiperkarbia dan tidak adanya refleks batang otak. Peralatan

canggih tidak diperlukan selain analisis gas darah. Tes ini sendiri mudah dilakukan, hanya memerlukan waktu beberapa menit dan hasilnya jelas. Bila memang tanda-tanda fungsi batang otak yang hilang di atas ada semua, maka hendaknya secara sistematis diperiksa 5 refleks batang otak (lihat tabel 3). Kelima refleks harus negatif sebelum diagnosis MBO ditegakkan. Tes terhadap refleks-refleks batang otak dapat menilai integritas fungsional batang otak dengan cara yang unik. Tidak ada daerah otak lainnya yang dapat diperiksa sepenuhnya seperti ini. Tes ini mencari ada atau tidak ada respons, dan bukan gradasi fungsi. Ini mudah dilakukan dan dapat dimengerti oleh setiap dokter atau perawat yang terlatih. Ini tidak bergantung pada mesin, atau super spesialis.

Sunatrio,S.Penentuan Mati,Pengakhiran Resusitasi Darurat dan Jangka Panjang.Bag Anastesiologi FKUI/RSCM. diunduh: 9 november 2013. MATI OTAK BATASAN Mati Otak (MO) atau Brain Death adalah suatu keadaan dimana fungsi otak secara seluruhan termasuk batang otak telah hilang. Seseorang yang sudah dinyatakan MO pada dasarnya dikatakan sudah meninggal. Kepentingan merumuskan konsep MO adalah: 1. Etikal: MO merupakan keadaan klinis yang definitif. Penderita dengan MO akan mengalami kondisi asistolik dalam seminggu dengan tanpa memandang terapi apa yang sudah diberikan. Pada 20.000 lebih kasus MO yang didokumentasikan, tidak ada yang hidup kembali. 2. Kemanusiaan: setiap manusia memiliki hak untuk dihormati termasuk pada saat kematian, keputusan untuk menentukan kematian sebaiknya tidak perlu terlalu ditunda. 3. Manfaat: perawatan penderita di Ruang Perawatan Intensif (ICU) membutuhkan dana yang tinggi. Secara moral dan ekonomis tidak dapat

dibenarkan tetap melakukan ventilasi pada keadaan MO, jadi fasilitas tersebut sebaiknya diberikan pada penderita lain yang mempunyai prognosis lebih baik. 4. Transplantasi organ: menerima keaadaan MO akan merupakan bagian yang penting bagi program transplantasi organ.

PRA KONDISI: 1. Penderita dengan koma dalam, apnea dan menggunakan ventilator setidaknya selama 12 jam. 2. Penyebab koma telah ditegakkan dan sudah cukup untuk menjelaskan keadaan penderita. 3. Terdapat kerusakan struktur otak yang sudah tidak dapat disembuhkan. KRITERIA EKSKLUSI: 1. Koma yang disebabkan oleh kelainan metabolik atau endokrin, intoksikasi obat dan hipotermia primer (ditetapkan jika temperatur tubuh < 320 C). 2. Penyakit neurologis tertentu misalnya Sindroma Guillain Barre, Sindroma Miller Fisher dan Sindroma Lock-in. 3. Koma yang belum diketahui sebabnya. 4. Neonatus prematur KRITERIA DIAGNOSTIK: (harus dipenuhi )

1. Koma dalam, tidak responsif dan tidak reseptif, GCS 3/15 2. Apnea, dikonfirmasi dengan tes apnea 3. Refleks batang otak tidak ada dan dikonfirmasikan dari serangkaian tes:
a. Refleks cahaya pupil b. Refleks okulo-sefalik c. Respon motorik dari saraf kranialis d. Refleks kornea e. Refleks vestibulo-okular (tes kalori) f. Refleks oro-faringeal g. Refleks trakeo-bronkial h.

Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Book Company; 1985.p.258-9.

Patofisiologi
Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat tekanan intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat mendekati tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral (TPS) mendekati nol, maka perfusi serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi.(3) Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50 sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya 1200 1400 gram terdapat 700 sampai 840 ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara total akan menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian langsung menghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang

terhenti untuk tiga menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversibel. Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalah konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida maupun ion hidrogen akan meningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatkan aliran.(7,14) Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran oksigen ke otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itu secara reversible dan ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan aliran darah otak dikatakan kritis apabila aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal 55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat aliran darah otak ditambahkan di atas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki. Pengurangan aliran darah otak di bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark, tergantung lamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 dan 23 ml/100 mg/menit.(6) Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat secara parsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekurangan oksigen. Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1) tekanan perfusi yang rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun. Autoregulasi dan kelola vasomotor dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu dengan mengadakan vasodilatasi maksimal. Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisa dihasilkan vasodilatasi kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapat diselamatkan dari kematian. Tetapi pusat dari daerah iskemik tersebut tidak dapat teratasi oleh mekanisme autoregulasi dan kelola vasomotor. Di situ akan berkembang proses degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah dibagian pusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaan vasoparalisis. Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polos pembuluh darah bisa bertahan dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapi sel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan lama. Pembengkakan sel dengan pembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri) merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan leukosit. Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama

adalah gambaran yang sesuai dengan keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.(10) Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum. Hipoglikemia jangka panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagai mekanisme dikatakan terlibat dalam patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamat dan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi spesies oksigen reaktif, pelepasan Zinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan transisi permeabilitas mitokondria.(12)

Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004.hal.280.

Anda mungkin juga menyukai