Anda di halaman 1dari 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stroke A.1.

Definisi Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun infeksi. 4,11 Kelompok umur lebih dari 40 tahun merupakan faktor risiko tinggi terjadinya stroke. A.2. Klasifikasi Setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif, dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi modifikasi marshall, diantaranya : 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya a. Stroke iskemik (sekitar 80% sampai 85% stroke terjadi). 1. Transient Ischemic Attack (TIA). 2. Trombosis serebri. 3. Embolia serebri. b. Stroke haemoragik (sekitar 15% sampai 20% stroke terjadi). 1. Perdarahan intra serebral. 2. Perdarahan subarachnoid. 2. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu. a. Transient Ischemic Attack. b. Stroke ~ in ~ evolution. c. Completed stroke. 3. Berdasarkan sistem pembuluh darah. a. Sistem karotis. b. Sistem vertebra-basilar.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

A.3. Etiologi Beberapa penyebab stroke11, diantaranya : 1. Trombosis. a. Aterosklerosis (tersering). b. Vaskulitis : arteritis temporalis, poliarteritis nodosa. c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis (spontan atau traumatik). d. Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit). 2. Embolisme. a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit jantung reumatik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati iskemik. b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri vertrebralis distal. c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepsi oral, karsinoma. 3. Vasokonstriksi. a. Vasospasma serebrum setelah peradarahan subaraknoid. A.4. Epidemiologi Stroke menduduki posisi ketiga di Indonesia setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28.5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total hanya lima belas persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau kecacatan. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan bahwa 63,52 per 100.000 penduduk indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir menderita stroke. A.5. Gambaran klinis Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinis yang spesifik :11

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

1. Timbul mendadak. Timbulnya gejala mendadak dan jarang didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya. 2. Menunjukkan gejala neurologis kontraleteral terhadap pembuluh yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebrabasilar meskipun prinsipnya sama. 3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran. A.6. Patogenesis A.6.1. Patogenesis umum Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri - arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteri karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang - cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa, (1) keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti aterosklerosis dan thrombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.11 Berdasarkan patogenesis stroke, maka perjalanan sakit akan dijabarkan dibawah ini menjadi:12

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

1. Stadium prapatogenesis, yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium ini umumnya penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya hidup yang mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif. 2. Stadium patogenesis, yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik sampai saat lesi tersebut menetap. Gangguan fungsi otak disini adalah akibat adanya lesi pada otak. Lesi ini umumnya mengalami pemulihan sampai akhirnya terdapat lesi yang menetap. Secara klinis defisit neurologik yang terjadi juga mengalami pemulihan sampai taraf tertentu. 3. Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan defisit neurologik yang cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan atau sedapat mungkin lingkungan beradaptasi dengan keadaan penderita. Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu : 12 1. Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0 - 3 / 12 jam pasca onset. Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk menegakkan diagnosis dan usaha untuk membatasi lesi patologik yang terbentuk. 2. Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam - 14 hari pasca onset. Penatalaksanaan pada fase ini ditujukkan untuk prevensi terjadinya komplikasi, usaha yang sangat fokus pada restorasi/rehabilitasi dini dan usaha preventif sekunder. 3. Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari - kurang dari 180 hari pasca onset dan kebanyakan penderita sudah tidak dirawat di rumah sakit serta penatalaksanaan lebih ditujukkan untuk usaha preventif sekunder serta usaha yang fokus pada neuro restorasi menghindari komplikasi. / rehabilitasi dan usaha

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

A.6.2. Patogenesis stroke iskemik Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan disatu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk didalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal kemudian bekuan dapat terlepas pada trombus vaskular distal, atau mungkin terbentuk didalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus.11 Pangkal arteria karotis interna (tempat arteria karotis komunis bercabang merupakan menjadi arteria karotis tempat tersering interna dan eksterna) arteriosklerosis.

terbentuknya

Sumbatan aliran di arteria karotis interna sering merupakan penyebab stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak arteriosklerosis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.11 A.6.3. Patogenesis stroke haemoragik Stroke haemoragik terjadi akibat tekanan darah yang sangat tinggi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan peredaran darah otak atau stroke haemoragik yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu,
6

perdarahan subarachnoid dan perdarahan

intraserebral.

1. Perdarahan subaraknoid Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.6

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

2. Perdarahan intraserebral Patogenesis perdarahan intraserebral adalah akibat rusaknya struktur vaskular yang sudah lemah akibat aneurisma yang disebabkan oleh kenaikan darah atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah, atau pecahnya pembuluh darah otak akibat tekanan darah yang melebihi toleransi (Yatsu dkk). Menurut Tole dan Utterback, penyebab perdarahan Charcot-

intraserebral adalah pecahnya

mikroaneurisma

Bouchard akibat kenaikan tekanan darah.6 A.7. Diagnosis A.7.2. Anamnesis Proses anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut mencong atau bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, sedang bekerja, ataupun sewaktu istirahat. A.7.3. Pemeriksaan fisik Penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran menurun, tentukan skor dengan skala koma glasglow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai pemeriksaan saraf - saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah disfasia. Jika kesadaran menurun dan nilai skala koma glasglow telah ditentukan, setelah itu lakukan pemeriksaan refleks - refleks batang otak yaitu : 1. Reaksi pupil terhadap cahaya. 2. Refleks kornea. 3. Refleks okulosefalik.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

4. Keadaan (refleks) respirasi, apakah terdapat pernafasan Cheyne Stoke, hiperventilasi neurogen, kluster, apneustik dan ataksik. Setelah itu tentukan kelumpuhan yang terjadi pada saraf - saraf otak dan anggota gerak. Kegawatan kehidupan sangat erat hubungannya dengan kesadaran menurun, karena makin dalam penurunan kesadaran, makin kurang baik prognosis neurologis maupun kehidupan. Kemungkinan perdarahan intra serebral dapat luas sekali jika terjadi perdarahan - perdarahan retina pemeriksaan funduskopi. A.7.4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan cek laboratorium, pemeriksaan neurokardiologi, pemeriksaan radiologi, atau preretina pada

penjelasanya adalah sebagai berikut : 1. Laboratorium. a. Pemeriksaan darah rutin. b. Pemeriksaan kimia darah lengkap. 1. Gula darah sewaktu. Stroke akut terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur - angsur kembali turun. 2. Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta total lipid). c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap). 1. Waktu protrombin. 2. Kadar fibrinogen. 3. Viskositas plasma. d. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi Homosistein.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

2. Pemeriksaan neurokardiologi Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung, atau pada stroke dapat terjadi perubahan - perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahan otak yang menyerupai suatu infark miokard. Pemeriksaan khusus atas indikasi misalnya CK-MB follow up nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan EKG dan pemeriksaan fisik mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiografi terutama transesofagial echocardiografi (TEE) dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial. 3. Pemeriksaan radiologi a. CT-scan otak Perdarahan pemeriksaan intraserebral ini sangat dapat terlihat karena segera dan

penting

perbedaan

manajemen perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan otak mungkin tidak

memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.

Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak. b. Pemeriksaan foto thoraks. 1. Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

2. Dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.

B. Hipertensi B.1. Definisi Menurut The Sixth Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, adan Treatment of High Blood Pressure (1997) hipertensi merupakan tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau sedang dalam pengobatan anti hipertensi.6 B.2. Klasifikasi Klasifikasi hipertensi, yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah tinggi pada orang dewasa 18 tahun ke atas BP Classification Normal Prehypertension Stage 1 hypertension Stage 2 hypertension Sumber : (7) Systolic BP 120 and 120 - 139 or 140 - 159 or 160 or Diastolic BP (mmHg) < 80 80 - 90 90 - 99 100

B.3. Etiologi Hipertensi belum dapat diketahui secara pasti penyebabnya. Bila hipertensi yang benar - benar tidak diketahui penyebabnya, maka di namakan hipertensi essensial atau hipertensi primer, karena untuk membedakan dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab - sebab yang diketahui.7 B.4. Epidemiologi Prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat Prevalensi hipertensi di Jawa Barat sebesar 29,4%.3 (20,1%).

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

B.5. Patogenesis Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah.6 Tekanan darah membutuhkan aliran darah melalui pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance), sedangkan cardiac output dan tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor faktor yang saling berinteraksi (asupan natrium, stress, obesitas, genetik, dan lain - lain). Hipertensi terjadi jika terdapat abnormalitas faktor faktor tersebut. Awalnya kombinasi faktor herediter dan faktor lingkungan menyebabkan perubahan homeostasis kardiovaskular (prehypertension), namun belum cukup meningkatkan tekanan darah sampai tingkat abnormal walaupun cukup untuk memulai kaskade yang beberapa tahun kemudian menyebabkan tekanan darah biasanya meningkat (early hypertension). Sebagian orang dengan perubahan gaya (pola) hidup dapat menghentikan kaskade (proses) tersebut dan kembali ke normotensi. Sebagian lainnya akhirnya berubah menjadi estabelished hypertension (hipertensi menetap), yang jika berlangsung lama dapat menyebabkan komplikasi pada target organ.2 B.6. Gambaran klinis Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu - satunya gejala pada hipertensi essensial. Kadang - kadang hipertensi essensial berjalan tanpa gejala dan baru timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung. Gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, migrain sering ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi essensial. Survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala gejala sebagai berikut :pusing, mudah marah, telinga berdengung, mimisan (jarangan), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang - kunang.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

B.7. Diagnosis B.7.1. Anamnesis Diagnosis krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat serta tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data - data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosis suatu krisis hipertensi.13 Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesis singkat. Hal yang penting ditanyakan13: 1. Riwayat hipertensi : lama dan beratnya. 2. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya. 3. Usia : sering pada usia 40 - 60 tahun. 4. Gejala sistem syaraf (sakit kepala, perubahan mental,anxietas) 5. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang). 6. Gejala sistem kardiovaskular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ). 7. Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis. 8. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi. B.7.2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah (baring dan berdiri) mencari kerusakan organ sasaran (retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif). Komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru perlu dibedakan perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. B.7.3. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu : 13 1. Pemeriksaan yang segera seperti : a. Darah : rutin, kreatinin, elektrolik. b. Urin : urinalisa dan kultur urin. c. EKG : 12 lead, melihat tanda iskemi.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

d. Foto thorax : untuk menentukan ada oedem paru atau tidak 2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama) : a. Sangkaan kelainan renal : IVP, renald angiography ( kasus tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ). b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab, CT Scan. B.8. Hubungan hipertensi dengan kejadian stroke Pola sirkadian tekanan darah merupakan tekanan darah meningkat pada pagi hari (peningkatan tertinggi terjadi pada pertengahan pagi hari sampai tengah hari). Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme (vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh serebral akan menjadi vasodilatasi sehingga aliran darah ke otak tetap konstan walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg, autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke otak tetap normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh autoregulasi ialah 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan 110 - 120 mmHg untuk tekanan diastolik.14 Tekanan darah sistemik meningkat membuat pembuluh serebral akan berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan - bulan atau bertahun - tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral yang mengakibatkan diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak adekuat sehingga akan mengakibatkan iskemik

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

serebral. Sebaliknya, bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler menjadi tinggi yang mengakibatkan terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan perdarahan pada otak.14 Hipertensi kronis dapat terjadi mikroaneurisma dengan diameter 1 mm. Mikroaneurisma ini dikenal dengan aneurisma dari CharcotBouchard dan terutama terjadi pada arteria lentikulostriata. Pada lonjakan tekanan darah sistemik, sewaktu orang marah atau mengejan, aneurisma bisa pecah. Hipertensi yang kronis merupakan salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotelial dari pembuluh darah.14 Endotel menunjukkan fungsi dualistikdalam keadaan normal. Sifat ini secara simultan mengekspresikan dan melepaskan zat-zat

vasokonstriktor (angiotensin II, endotelin-I, tromboksan A-2, dan radikal superoksida) serta vasodilator (prostaglandin dan nitrit oksida). Faktorfaktor ini menyebabkan dan mencegah proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah secara seimbang. Keseimbangan antara sistem antagonis ini dapat mengontrol secara optimal fungsi dinding pembuluh darah. Akibat disfungsi endotel, terjadi vasokonstriksi, proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah, agregasi trombosit, adhesi lekosit, dan peningkatan permeabilitas untuk makromolekul, seperti lipoprotein, fibrinogen, dan imunoglobulin. Kondisi ini akan mempercepat terjadinya aterosklerosis yang memegang peranan yang penting untuk terjadinya stroke infark.14 Peningkatan tekanan darah menyebabkan peningkatan intraplaque hemorrhage, sehingga akan memperberat stenosis pembuluh darah yang mengalamiaterosklerosis. Peningkatan agregasi platelet terjadi pada pagi hari. Viskositas darah mencapai puncaknya pada pagi hari. Aktivitas endogenous tissue plasminogen activator sangat rendah pada pagi hari. Hal ini akan mengubah keseimbangan antara trombosis dan fibrinolisis sehingga thrombosis menjadi lebih dominan.14

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

C. Diabetes melitus C.1. Definisi Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya.8,9 C.2. Klasifikasi
Tabel 2.2 klasifikasi etiologis diabetes melitus I. Diabetes melitus tipe i (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defesiensi insulin absolute) A. Melalui proses imunologik B. Idiopatik II. Diabetes melitus tipe ii (Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) III. Diabetes melitus tipe lain A. Defek genetic fungsi sel beta : 1. Kromosom 12, HNF - 1 (dahulu mody 3) 2. Kromosom 7, glukokinase (dahulu mody 2) 3. Kromosom 20, HNF - 4 (dahulu mody 1) 4. Kromosom 12, insulin promoter factor - 1 (IPF - 1, dahulu mody 4) 5. Kromosom 17, HNF- (dahulu mody 5) 6. Kromosom 2, Neuro D1 (Dahulu Mody 6) 7. DNA Mitokondria 8. Lainnya B. Defek genetic kerja insulin : resistensi isulin tipe A, leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall, diabetes lipoatropik, lainnya C. Penyakit Eksokrin Pankreas : pancreatitis, trauma/pankeaktomi, neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopik fibro kalkulus, lainnya. D. Endokrinopati : akromegali, sindrom cushing, feokromositoma, hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya. E. Karena obat / Zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, lainnya. F. Infeksi : rubella konginetal, CMV, lainnya G. Imunologi (jarang) : sindrom stiff-man, antibody anti reseptor insulin, lainnya. H. Sindrom genetic lain : Sindrom Down, sindrom klinefelter, sindrom turner, sindrom wolframs, ataksia friedreichs, chorea Huntington, sindrom Laurence-Moon-Biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom Prader, lainnya.

IV. Diabetes kehamilan Sumber : (9)

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

C.3. Epidemiologi Prevalensi penyakit diabetes melitus di Indonesia, oleh tenaga kesehatan mencapai 63,6%, lebih tinggi dibandingkan cakupan penyakit asma maupun penyakit jantung. Prevalensi DM menurut provinsi, berkisar antara 0,4% di Lampung hingga 2,6% di DKI Jakarta.3 C.4. Etiologi Faktor keturunan berperan dalan kejadian penyakit ini dan didukung oleh faktor - faktor pencetus antara lain, kegemukan, kurang olahraga, makan terlalu banyak, sering mengalami stres, dan dapat pula dipicu oleh konsumsi jangka panjang obat - obatan yang dapat menaikkan kadar glukosa darah, misalnya obat - obat anti alergi yang mengandung hormon kortikosteroid. C.5. Faktor risiko Menurut panduan PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi

Indonesia), skrining untuk mengidentifikasi kasus - kasus tanpa gejala DM tetapi mempunyai risiko untuk sakit DM, yaitu :8 a. Usia > 45 tahun. b. Kelebihan berat badan yang dinyatakan dengan tolak ukur baku yaitu Indeks Masa Tubuh atau IMT > 23 Kg/m2. c. Hipertensi > 140/90 mmHg. d. Riwayat diabetes dalam garis keturunan. e. Riwayat persalinan tidak normal yaitu abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau bayi dengan berat badan lahir > 4000 gram. f. Trigliserid > 250 mg/dl. C.6. Patogenesis Ada 3 faktor penting yang perlu diperhatikan pada patogenesis DM tipe 2, yaitu:11 1. Faktor individu atau genetik etnis yang membuat rawan DM.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

2. Kerusakan fungsi sel beta pankreas. 3. Berkurangnya kerja insulin didalam jaringan yang sensitive insulin (resistensi insulin, termasuk otot skeletal, hati dan jaringan adiposa). Sebenarnya belum sepenuhnya diketahui patogenesis DM tipe 2, tapi pada dasarnya terjadi disfungsi sel-beta dan didalamnya terjadi peningkatan resistensi insulin di jaringan. Resistensi insulin adalah suatu keadaan yang terjadi resistensi terhadap kerja insulin, yaitu keadaan dimana suatu sel, jaringan atau organ membutuhkan sejumlah insulin yang lebih banyak untuk mendapatkan secara kuantitatif repons normal, antara lain terpakainya atau masuknya glukosa ke dalam sel tersebut. Agar insulin dapat bekerja, insulin harus berikatan dengan reseptor insulin pada dinding sel. Setelah berikatan, akan terjadi serangkaian proses rumit, melalui berbagai sel dan proses antara, menyebabkan dicapainya efek kerja insulin yang dikehendaki dalam sel tersebut. Insulin mempunyai beragam perandidalam sel, mulai dari peranannya dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, hingga pengaruhnya untuk proses pembentukan DNA dan RNA dan berbagai proses pertumbuhan di dalam sel beta pankreas pada DM tipe 2. Banyak proses yang dapat menimbulkan resistensi insulin, di antaranya faktor genetik, berbagai faktor lingkungan seperti kegemukan, inaktifitas fisik, masukan makanan yang berlebihan, beberapa macam obat dan juga proses menua.11 Apabila didapatkan resistensi insulin dalam keadaan normal, maka tubuh akan merespons dengan meningkatkan produksi atau fungsi insulin untuk mengembalikan kadar glukosa pada keadaan normal. Apabila proses kompensasi ini menurun, maka kapasitas

menyeimbangkan tersebut kurang, sehingga tubuh tidak dapat mengembalikan keseimbangan dan terjadilah hiperglikemia, kemudian DM.11

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

C.7. Gambaran klinis Manifestasi klinis yang sering terjadi adalah kerusakan mata, otak jantung, ginjal, dan pembusukan kaki. Gejala khasnya adalah merasa sangat haus, poliuri, pruritus dan kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.11 C.8. Diagnosis Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dengan memperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena.11
Tabel 2.3 kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan dan diagnosis DM Bukan DM Kadar Glukosa darah Sewaktu (mg/dl) Kadar Glukosa darah puasa (mg/dl) Sumber : (9) plasma vena darah kapiler plasma vena darah kapiler < 110 < 90 < 110 < 90 Belum Pasti DM 110 - 199 90 - 199 110 - 125 90 - 109 DM 200 200 126 110

Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut WHO (1994), adalah11,15 1. Normo-glikemia, bila GDP < 110 mg/dl atau GD2JPP < 140 mg/dl 2. IFG atau IGT, bila FPG > 110 mg/dl dan IFG < 126 mg/dl atau GD2JPP >140 dan IGT < 200 mg/dl 3. Diabetes, bila FPG > 126 mg/dl atau GD2JPP > 200 mg/dl atau ditemukannya gejala - gejala diabetes dengan konsentrasi glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl Kriteria diagnosis DM menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2001 adalah sebagai berikut :11,15 1. Gejala diabetes ditambah kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Sewaktu didefinisikan sebagai waktu kapanpun pada suatu hari tanpa menghiraukan waktu sejak makan terakhir. Gejala klasik

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

diabetes meliputi poliuri, polidipsi, dan polifagia serta kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, atau 2. GDP > 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Puasa didefinisikan sebagai tak adanya masukan kalori sesedikitnya dalam jangka waktu 8 (delapan) jam, atau 3. PG 2 jam > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama OGTT. Tes harus dilakukan sebagaimana dijelaskan oleh WHO, menggunakan pembebanan glukosa yang setara dengan 75 gram anhidrous, dilarutkan dalam 250 air. C.9. Hubungan diabetes melitus dengan kejadian stroke Penelitian mengenai penyakit ini sudah cukup banyak yang membuktikan bahwa kasus diabetes melitus yang tidak terdiagnosis, memiliki risiko lebih tinggi akan mengalami stroke, penyakit jantung koroner, dan penyempitan pembuluh darah perifer dibandingkan dengan orang non - diabetes. Ada 2 macam komplikasi pada diabetes melitus, yaitu komplikasi akut dan kronik. Komplikasi kronik terbagi menjadi 2, yaitu komplikasi vaskuler dan non vaskuler. Komplikasi vaskuler dibagi menjadi 2, yaitu komplikasi mikrovaskuler (retinopati diabetika,

nefropati & neuropati) dan komplikasi makrovaskuler didasari aterosklerosis (PJK, penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer & penyakit serebrovaskuler).10 Diabetes tipe 2 sangat terkait dengan penyakit makrovaskular. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular ini. Gangguan - gangguan ini berupa penimbunan sarbitol dalam intima vaskular, hiperlipoproteinemia, dan kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya, makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vascular. Jika mengenai arteri - arteri perifer, maka dapat

mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

intermiten dan gangren pada ekstrimitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Jika terkena adalah arteria koronaria dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.11 D. Kerangka teori Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

1. Umur 2. Jenis kelamin

1. Merokok 2. Diabetes melitus 3. Hipertensi 4. Hiperkoleterolemia

Hipertensi Hialinisasi lapisan otot pembuluh serebral Diameter pembuluh lumen jadi menetap

Diabetes melitus

Insufisiensi insulin

Penimbunan sarbitol dalam intima vaskular

Hiperlipo proteinemia

Tekanan darah sistemik Tekanan perfusi dinding kapiler manjadi tinggi

Tekanan darah sistemik Perfusi jaringan otak tidak adekuat

Aterosklerosis

Stroke haemoragik Gambar 2.1

Stroke iskemik

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

E. Kerangka konsep Umur Hipertensi Diabetes Millitus Gambar 2.2 Kejadian Stroke

F. Hipotesis 1. Ada hubungan umur dengan kejadian stroke. 2. Ada hubungan hipertensi dengan kejadian stroke. 3. Ada hubungan diabetes melitusdengan kejadian stroke.

http://digilib.unimus.ac.id

PDF Creator - PDF4Free v3.0

http://www.pdf4free.com

Anda mungkin juga menyukai