Dewaki Kramadibrata
University of Indonesia
Abstract:
This paper discusses Malay manuscripts entitled with womens’ names and characters. The
heroine, for example Siti Zawiyah and Siti Hasanah, were described as beautiful ladies,
kind hearted, and very obedient to God. Meanwhile, Siti Zuhrah (disguised as a man) was
described as an ideal hero.
1. Introduction
Makalah ini ditulis untuk menunjukkan adanya naskah Melayu yang berjudul
dengan nama perempuan dan sekaligus menjadi tokoh utama cerita. Jumlah naskah
semacam itu tidak banyak, lebih kurang 17 judul saja. Beberapa naskah sudah disunting
sehingga dapat dibaca dan dikaji isinya. Ada naskah yang belum disunting sehingga
membuka peluang untuk dijadikan objek penelitian selanjutnya.
Makalah ini masih merupakan sebuah kajian awal dan disajikan secara deskriptif
tanpa menggunakan pendekatan teori apa pun. Metode penelitian yang dilakukan adalah
analisis pustaka. Yang hendak ditunjukkan dalam makalah ini adalah bagaimana
penggambaran tokoh wanita dalam naskah Melayu.
Di antara khazanah naskah Melayu yang ribuan jumlahnya, ada beberapa yang
berjudul dengan nama perempuan yang sekaligus menjadi tokoh utamanya. Setelah
menelusuri berbagai katalog Melayu (van Ronkel, 1909; Sutaarga dkk., 1972; Ricklefs dan
Voorhoeve, 1977; Perpustakaan Negara Malaysia, 1991 dan 1992; Behrend, 1998;
Wieringa, 1998; serta Iskandar, 1999), ditemukan beberapa judul yang dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni syair dan hikayat. Ada syair yang telah tertelusuri,
yakni Syair Ken Tambuhan, Syair Bidasari, Syair Siti Zawiyah, Syair Putri Akal, Syair
Siti Zuhra, Syair Ratu Juita, Syair Siti Kubah, Syair Perempuan Bujang, dan Syair Siti
Zubaidah Perang China. Selanjutnya, tiap-tiap syair tersebut dapat diuraikan sekadarnya
sebagai berikut.
1. Hikayat Fatima.
Hikayat Fatimah Dinikahkan Allah atau Hikayat Fatimah Bersuami dan Hikayat
Fatimah Berkata-kata dengan Zulfakar atau Hikayat Zulfakar. Cerita tentang
Fatima ini biasanya termasuk dalam satu himpunan koleksi naskah, antara lain
dalam koleksi Klinkert (Kl. 3) bersama dengan Hikayat Amir Hamzah (Iskandar,
1999: 703) atau dalam naskah koleksi KITLV (KITLV Or. 146) bersama dengan
Hikayat Nabi Mikraj, Hikayat Wasiat Nabi (Iskandar, 1999: 790). Sampai saat ini,
belum ditemukan edisi teks. Liaw Yock Fang tidak membicarakan isi teks Fatima
ini, tetapi ia menyebutnya sebagai bagian cerita Nabi bersama keluarganya (Liaw,
1993: 237).
2. Hikayat Putri Salamah (dikenal juga dengan nama Hikayat Fartana Islam).
Edisi teks telah dibuat oleh Dian Partiningsih (?). Hikayat ini berisi petunjuk bagi
kaum wanita untuk menjadi istri yang baik.
3. Hikayat Siti Zubaidah.
Tidak ada keterangan tentang isi teks. Naskah ini disimpan di School of Oriental
and African Studies di London dalam kumpulan naskah bernomor MS37082
(Ricklefs dan Voorhoeve, 1977: 162).
4. Hikayat Siti Abasah.
Tidak ada keterangan tentang isi teks. Naskah ini disimpan di Royal Asiatic
Society di London, dalam kumpulan naskah koleksi Raffles Malay 76 (Ricklefs dan
Voorhoeve, 1977: 142)
5. Hikayat Siti Marwah.
Naskah ini disimpan di Bibliotheque Nationale Paris di Perancis dengan nomor
kode Mal.-pol 69. Teks berisi cerita tentang Siti Marwah yang ditinggal suaminya
berdagang. Ia dititipkan kepada adik iparnya, Khoja Ali. Khoja Ali jatuh cinta
kepada Siti Marwah, tetapi Siti Marwah menolak. Ia difitnah, lalu diusir. Siti
Marwah sampai ke sebuah negeri. Ia diterima oleh sultan negeri itu dan menjadi
tabib yang termasyhur. Khoja Ali menjadi buta karena berdusta. Ia dibawa berobat
ke Siti Marwah. Siti Marwah hanya menyuruh Khoja Ali berbicara jujur. Setelah
Khoja Ali menceritakan segala perbuatan jahatnya, lalu menjadi sembuh. Siti
Marwah bertemu kembali dengan suaminya (Perpustakaan Negara Malaysia, 1991:
65).
6. Hikayat Bibi Sabariah dan Hikayat Siti Hasanah yang terdapat dalam
kumpulan cerita Hikayat Bayan Budiman.
Edisi teks dibuat oleh Balai Pustaka (1993, cetakan ke-5). Isi cerita Hikayat Siti
Hasanah dapat dilihat pada Ringkasan Cerita.
7. Hikayat Galuh Digantung.
Belum ada edisi teks. Naskah ini disimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta
dengan nomor kode Ml. 513 (Behrend, 1998: 292). Isinya mengisahkan Galuh,
yang karena diguna-guna, berbuat dosa dengan mengusir Panji, suaminya. Cerita
selanjutnya mengisahkan usaha Galuh untuk mendapatkan suaminya kembali.
Ketika bertemu kembali dengan suaminya, Galuh digantung di pohon randu oleh
Panji. Panji kemudian meninggalkannya. Karena pertolongan Batara Kala, Galuh
diturunkan dan dijadikan laki-laki. Dengan status sebagai laki-laki, ia dapat
mengalahkan tanah Jawa. Ia kemudian menjadi dendam kepada suaminya dan tidak
mau bertemu dengan Panji meskipun Panji berusaha menemuinya. Setelah dibantu
dengan tapa Sukma Ludira, hati Galuh mencair dan ia mau menerima suaminya
kembali (Ikram, 1997: 206-208).
8. Hikayat Putri Johar Manikam (sering juga disebut Hikayat Johar Manikam).
Edisi teks telah diterbitkan De Hollander (1845) dan Juynboll (1899). Isinya
mengisahkan seorang putri raja Harun al-Rasyid yang dirayu oleh seorang kadi.
Karena menolak cinta, putri tersebut difitnah dan dihukum mati. Sebelum hukuman
dilaksanakan, ia bertemu dengan Syah Johan, raja Damaskus. Putri menikah
dengan Syah Johan, mempunyai tiga orang anak. Ia kembali hendak menengok
ayahnya, tetapi difitnah. Ia kemudian menyamar menjadi laki-laki dan berpetualang
ke Etiopia dan Roma. Setelah mengalami berbagai peristiwa, akhirnya ia kembali
bertemu dengan suami dan ayahnya (Iskandar, 1999: 21).
2. Ringkasan Cerita
a. Syair Siti Zawiyah
Di negeri Basrah ada seorang saudagar kaya dan termasyhur. Ia mempunyai istri
dan seorang anak perempuan bernama Siti Zawiyah. Selain cantik, Siti Zawiyah
mempunyai akhlak yang baik. Suatu saat, orang tua Siti Zawiyah meninggal dunia.
Sebelum meninggal, ayahnya berpesan agar ia taat pada perintah Allah, mempelajari ilmu
akhirat, berhati-hati memilih suami, dan berhati mulia kepada setiap orang. Siti Zawiyah
berusaha mencari ilmu akhirat, tetapi ia terperosok mempelajari ilmu hitam sehingga
banyak laki-laki yang melamarnya. Setelah menyadari kekeliruannya, Siti Zawiyah
meninggalkan ilmu hitamnya. Setelah itu, ia bertemu dengan seorang kakek yang mengajar
ilmu yang dicarinya.
Sementara itu, Sultan Basrah mempunyai seorang anak laki-laki bernama Haris
Fadilah. Haris Fadilah berwajah tampan, hidup bermewah-mewah, suka menunggang kuda
dan berfoya-foya. Karena ketampanannya, ia disukai banyak wanita, termasuk empat
orang wanita. Mereka mengguna-gunai Haris Fadilah sehingga Haris Fadilah tinggal
bersama mereka. Perbuatan ini diketahui Sultan Basrah. Ia kemudian menikahkan Haris
Fadilah dengan Siti Zawiyah.
Meskipun telah menikah, perilaku Haris Fadilah tidak berubah. Ia tetap
berhubungan dengan keempat wanita tersebut. Siti Zawiyah mengetahui perbuatan
suaminya, tetapi ia tidak memberitahukan Sultan Basrah. Akhirnya, Sultan Basrah
mengetahui perbuatan anaknya. Sebagai pengajaran terakhir, Sultan Basrah menyuruh
Haris Fadilah berdagang. Haris Fadilah pergi berdagang dengan membawa pesanan dari
keempat wanita berupa barang mahal, sementara Siti Zawiyah hanya meminta dibelikan
akal.
Usaha dagang Haris Fadilah berhasil. Ia mampu membeli semua pesanan keempat
wanita, kecuali pesanan Siti Zawiyah. Di sebuah kampung, ia bertemu dengan seorang tua
yang dapat memberi jawaban atas “teka-teki” pesanan Siti Zawiyah. Dari orang tua itu
pula ia mendapat “akal” untuk menghadapi empat wanita simpanannya.
Haris Fadilah kembali ke negeri Basrah. Ia meninggalkan harta dan keuntungannya
di kapal. Ia pergi ke rumah empat wanita simpanannya dengan pakaian kotor. Mereka
mengusir Haris Fadilah. Haris Fadilah sadar bahwa Siti Zawiyah adalah istri setia dan
mencintainya dengan tulus. Setelah itu, Haris Fadilah diangkat menjadi Sultan Basrah dan
Siti Zawiyah menjadi permaisurinya.
a. Siti Zawiyah
b. Siti Hasanah
a. Siti Zawiyah
b. Siti Hasanah
Siti Zawiyah wanita bijaksana, sabar, dan tidak mau menjelekkan suaminya,
mengurus segala keperluan suaminya. Ia juga beriman dan taat pada perintah agama. Siti
Zawiyah memahami perasaan suaminya yang tidak mencintainya dan hanya mengingat
keempat gundiknya.
….
Demikian pikir Siti mengindra
Iman tauhid sangat sempurna
Itulah tandanya perempuan bijaksana
Memandang laku diartikan makna (Hanizah, 1992: 105)
…
Berbalik pikir Siti bestari
Karena ilmu sudah dipelajari
Ayahku juga suru mencari
Baik juga aku sabari
…
Siti menyuruhkan segala sahaya
Berbuat bekal Haris mulia
Tikar dan bantal suda sedia
Tanpa adat orang kaya (Hanizah, 1992: 164)
Siti Hasanah wanita yang tabah dan senantiasa menyerahkan segala nasibnya
kepada Tuhan. Ia taat pada peraturan agama dan selalu melaksanakan kewajiban sebagai
umat beragama. Siti Hasanah pasrah dalam menghadapi masalah, antara lain ketika akan
menghadap kadi yang mengadilinya, ketika akan menghadapi hukum rajam, dan ketika
menghadapi godaan dari saudagar kaya di kapal.
Maka Hasanah pun segera berbangkit, lalu turunlah ia dari rumah seorang
dirinya seraya menyerahkan dirinya kepada Tuhan Yang Mahabesar dengan
yakinnya minta doa kepada Allah subhana wa taala menunjukkan kebesaran
hatinya. (Balai Pustaka, 1993: 175)
Maka Hasanah pun berteriak menangis minta tolong kepada orang kapal
itu. Maka seorang pun tiada mau menolong dia, masing-masing berdiam
dirinya. Maka Hasanah pun tiada berdaya lagi. Maka ia pun minta doa akan
Allah subhana wa taala dengan tulus hatinya.
(Balai Pustaka, 1993: 185)
Setelah menjadi raja, Siti Hasanah menjadi raja yang adil dan murah hati.
Maka duduklah Hasanah di atas tahta kerajaan dengan adil dan
murahnya. Apabila hari Jumat, ia sendiri membaca khotbah di mesjid
negeri itu, terlalu nyaring suaranya dan fasih lidahnya. Maka sidang jumat
pun heranlah mendengarnya.
Setelah sudah sembahyang, maka duduklah ia seketika di luar
mesjid seraya memberi sedekah kepada segala fakir dan miskin seraya
menyuruh membaiki mesjid itu mana-mana yang rusak. Setelah sudah,
maka raja pun berangkat kembali ke istananya. Demikianlah adatnya
selama ia kerajaan. Maka doanya pun terlalu mustajab dan barang
pintanya pun dikabulkan Allah subhana wa taala dengan berkat safaat
Nabi sallallahu alaihi wassallam. (Balai Pustaka, 1993: 188)
Berbeda dengan Siti Zawiyah dan Siti Hasanah, penggambaran Siti Zuhrah sebagai
wanita cantik hanya dijelaskan dalam satu bait saja.
Setelah menjadi Sultan Syarif, Siti Zuhrah digambarkan sebagai raja yang tampan,
bahkan sebanding dengan ketampanan Raden Inu Kertapati dari Pulau Jawa. Tutur
sapanya lemah lembut dan sikapnya rendah hati.
Setelah menjadi raja, Siti Zuhrah membawa kemakmuran bagi negeri Yaman.
Keamanan bertambah. Siti Zuhrah juga menghormati menteri dan bendaharanya.
Siti Zuhrah raja yang perwira. Ia membebaskan perempuan yang menjadi tawanan
perang. Ia sendiri yang mengobati Raja Sahristan dengan penuh kasih.
4. Penutup
Dari pemaparan sekilas terlihat bahwa secara umum gambaran wanita ideal yang
tercermin dalam naskah Melayu adalah wanita yang cantik, baik hati, sabar, setia, dan taat
menjalankan perintah agama. Ini yang terlihat dalam Syair Siti Zawiyah dan Hikayat Siti
Hasanah. Meskipun demikian, perempuan pun dapat menjadi wanita “perkasa” seperti
yang terlihat dalam Syair Siti Zuhrah. Ada hal yang menarik dari cerita yang telah
disajikan di atas. Tokoh Siti Hasanah dan Siti Zuhrah menyamar menjadi laki-laki untuk
menyembunyikan identitas mereka sebagai perempuan. Fenomena ini menarik juga untuk
dikaji lebih lanjut, mungkin dengan menggunakan pendekatan berperspektif gender.
Acuan
Balai Pustaka. 1993. Hikayat Kalilah dan Daminah. Cetakan ke-5. Jakarta: Balai Pustaka.
Behrend, T.E. (ed.). 1998. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Seri Katalog
Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan
EFEO.
Ghani, Abdul Mutalib Abdul. 1983. Syair Siti Zubaidah Perang China. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Hanizah Bt. Hj. Hanizah. 1992. “Syair Siti Zawiyah: Suntingan Teks dan Analisis Isi”.
Skripsi Sarjana Sastra Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Depok.
Ikram, Achadiati. 1997. “Galuh Berperasaan Perempuan: Suatu Usaha Membaca
Perempuan” dalam Filologia Nusantara. Titik Pudjiastuti ed. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Iskandar, T. 1996. Kesusastraan Klasik Melayu Sepanjang Abad. Jakarta: Penerbit Libra.
_____. 1999. Catalogue of Malay, Minangkabau, and Sumatran Manuscripts in the
Netherlands. Vol. 1 dan 2. Leiden: Universiteit Leiden.
Liaw Yock Fang. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik Jilid 1 dan 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Munawar, Tuti. 1978. Syair Bidasari. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Partiningsih, Dian. (?). “Hikayat Fartana Islam.
Perpustakaan Negara Malaysia. 1991. Katalog Manuskrip Melayu di Prancis. Siri
Bibliografi Manuskrip No. 9. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia.
_____. 1992. Katalog Manuskrip Melayu di Jerman Barat. Siri Bibliografi Manuskrip
No. 8. Kuala Lumpur: Perpustakaan Negara Malaysia.
Ricklefs, M.C. dan P. Voorhoeve. 1977. Indonesian Manuscripts in Great Britain. A
Catalogue of Indonesian Manuscripts in Indonesian Languages in British Public
Collections. Oxford: Oxford University Press.
Sutaarga, Amir dkk. 1972. Katalogus Koleksi Naskah Melayu Museum Pusat Dep. P &
K. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Nasional Direktur
Jenderal Kebudayaan.
Van Ronkel, Ph. S. 1909. Catalogus der Maleische Handschriften in Het Museum van het
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia: Albrecht &
Co.
Wieringa, E.P. 1997. Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts in the Library
of Leiden University and Other Collections in the Netherlands. Leiden: Legatum
Warnerium in Leiden University Library.
Yundiafi, Siti Zahra. 1996. “Syair Siti Zuhrah: Suntingan Teks dan Analisis Struktur”.
Tesis Magister Program Studi Ilmu Susastra Fakultas Pascasarjana Universitas
Indonesia. Depok.