Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN CVA INFARK

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Neurologi Di RST Dr. Soedjono Magelang

Disusun oleh: Yulia Devina Suci Kusumastrini 01.209.6050

Pembimbing: Letkol CKM dr. Heriyanto, SpS

BAGIAN ILMU SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS CVA INFARK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Neurologi Rumah Sakit Tentara Tingkat II Dokter Soedjono

Disusun Oleh : Yulia Devina Suci 1120221152

Telah Diseteujui Dan Dipresentasikan Pada Tanggal :

November 2013

Magelang, November 2013 Dosen Pembimbing,

Letkol (CKM) dr. HERIYANTO, SpS

KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan pada Allah Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul CVA INFARK. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Neurologi Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono periode 28 Oktober 2013 23 November 2013. Dalam usaha penyelesaian tugas ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Letkol (CKM) dr. Heriyanto, SpS selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini, paramedik serta seluruh staf di SMF Neurologi dan semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan makalah ini, serta kepada teman teman yang selalu ada untuk berbagi dalam berbagai hal. Saya menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati saya menerima semua saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan tugas laporan ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Magelang, November 2013

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN
Stroke adalah istilah umum yang digunakan untuk gangguan serebrovaskuler, termasuk infark cerebral, perdarahan intracerebral dan perdarahan subarahnoid. Menurut WHO (World Health Organization), stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguang peredaran darah otak. Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Berdasarkan data WHO (2010), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang permanen. Stroke diderita oleh 200 orang per 100.000 penduduk per tahunnya. Stroke merupakan penyebab utama cacat menahun. Penggolongannya adalah 65-85% merupakan stroke non hemoragik ( 53% adalah stroke trombotik, dan 31% adalah stroke embolik) dengan angka kematian stroke trombotik 37%, dan stroke embolik 60%. Tahun 2005 dijumpai prevalensi stroke pada laki-laki 2,7% dan 2,5% pada perempuan dengan usia 18 tahun. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8 per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersama-sama dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya, juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian utama semua usia di Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Adapun faktor risiko yang memicu tingginya angka kejadian stroke iskemik adalah faktor yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable risk factors) seperti usia, ras, gender, genetik, dan riwayat Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable risk factors) berupa hipertensi, merokok, penyakit jantung, diabetes, obesitas, penggunaan oral kontrasepsi, alkohol, hiperkolesterolemia (PERDOSSI, 2004).

BAB II STATUS PASIEN

I.1

IDENTITAS PASIEN Nama Usia Tanggal Lahir Jenis Kelamin Alamat : Ny. Suwarsih : 65 tahun : 8 Juni 1943 : Perempuan : Pangangan RT 03 RW 012. Kel. Wates Kec. Mageang Utara, Magelang Agama Tanggal Masuk : Islam : 1 November 2013 pukul 08.00

I.2

ANAMNESIS Keluhan Utama : Pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan penurunan kesadaran setelah terjatuh di kamar mandi 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Sesampainya di IGD pasien mengalami kejang 1 menit. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun pasien tidak mengetahui secara pasti waktu pertama kali tekanan darahnya tinggi. Pasien mengatakan memiliki riwayat stroke kurang lebih 5 bulan terakhir. Pasien memiliki riwayat diabetes melitus. Riwayat Pengobatan : Pasien mengatakan bahwa berobat ke puskesmas Ngablak dan ketika disana pasien dipasang kateter, namun pasien dirawat di rumah saja. Keluarga pasien maupun pasien tidak mengetahui jenis obat-obat yang diberikan di puskesmas. Riwayat Penyakit Keluarga : Pasien tidak mengetahui adanya riwayat hipertensi dan stroke di keluarganya.

I.3

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Keadaan Umum Kesadaran/GCS Tanda Vital Tekanan darah Nadi Pernafasan Suhu Suhu Rectal : Tampak sakit berat. : SoporoComa, E4VxMx : : 180/100 : 108 kali/menit : 16 kali/menit : 36.50 C : 37.40 C

STATUS LOKALISATA Kepala Pupil Sianosis Dispneu Sklera ikterik Leher : : Dalam batas normal. Kelenjar Getah Bening Thoraks Bentuk Jantung o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi Paru o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi Abdomen : : Normochest, retraksi (-). : : Iktus kordis tidak tampak. : Iktus kordis tidak kuat angkat. : Redup. Batas jantung dalam batas normal. : Suara jantung I dan II reguler, murmur (-) : : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. : Vokal fremitus +/+. : Sonor +/+. : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. : : : Isokor, diameter 3 mm ::: -/: -/-

Konjungtiva anemis

Inspeksi Auskultasi Palpasi ada nyeri tekan. Perkusi Ekstremitas

: Datar. : Bising usus (+) 6 kali/menit. : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran, tidak

: Timpani. :

Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin.

Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin.

STATUS NEUROLOGI GCS TANDA MENINGEAL Kaku kuduk Kernig Brudzinski I Brudzinski II Brudzinski III Brudzinski IV ::::::: E4VxMx :

NERVUS CRANIALIS 1. N. Olfaktorius (N. I) a. Pemeriksaan bau 2. N. Optikus (N. II) a. Warna

: DBN

: Tidak dilakukan

b. Funduskopi : Tidak dilakukan c. Tajam penglihatan d. Lapang pandang (visual field) : DBN : DBN

3. N. Okulomotorius, N. Troklearis, N. Abducen (N. III, N. IV, N.VI) a. Kedudukan bola mata saat diam b. Gerakan bola mata c. Pupil : Bentuk, lebar, perbedaan lebar Reaksi cahaya langsung dan konsensuil Reaksi akomodasi dan konvergensi 4. N. Trigeminus (N. V) a. Sensorik b. Motorik : DBN : : DBN : DBN : DBN : +/+ : DBN : DBN : DBN

Merapatkan gigi Buka mulut

Menggerakkan rahang : DBN Menggigit tongue spatel kayu : Tidak dilakukan c. Refleks : Kornea : DBN Maseter/mandibula 5. N. Facialis (N. VII) a. Sensorik b. Motorik : DBN : : Simetris : : DBN : DBN : DBN : DBN : DBN : DBN : DBN : DBN : DBN : DBN :-

Kondisi diam

Kondisi bergerak a) Musculus frontalis

b) Musculus korugator supersili c) Musculus nasalis d) Musculus orbicularis oculi e) Musculus orbicularis oris f) Musculus zigomaticus g) Musculus risorius h) Musculus bucinator i) Musculus mentalis j) Musculus plysma Sensorik khusus a) Lakrimasi

: Tidak dilakukan

b) Refleks stapedius c) Pengecapan 2/3 anterior lidah 6. N. Stato-akustikus (N. VIII) a. Suara bisik b. Arloji c. Garpu tala d. Nistagmus e. Tes Kalori : DBN : DBN : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

: Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

7. N. Glosopharingeus, N. Vagus (N. IX, N. X) a. Inspeksi oropharing keadaan istirahat b. Inspeksi oropharing saat berfonasi c. Refleks d. Sensorik khusus : Tidak dilakukan : : Tidak dilakukan : Uvula simetris : Uvula simetris

Pengecapan 1/3 belakang lidah e. Suara serak atau parau f. Menelan : : (-)

Sulit menelan air atau cairan dibandingkan padat 8. N. Acesorius (N. XI) a. Kekuatan m. Trapezius b. Kekuatan m. Sternokleidomastoideus 9. N. Hipoglosus (N. XII) a. Keadaan diam b. Keadaan gerak : Lidah deviasi ke kiri : Lidah deviasi ke kanan : DBN : DBN

: (-)

PEMERIKSAAN MOTORIK 1) Observasi 2) Palpasi 3) Perkusi 4) Tonus 5) Kekuatan otot 5 5 0 0 : DBN : Konsistensi otot kenyal : DBN : DBN :

a. Ekstremitas atas

M. deltoid M. biceps brakii M. triceps M. brakioradialis M. pronator teres Genggaman tangan b. Ekstremitas bawah : M. iliopsoas M. hamstring M. tibialis anterior M. gastrocnemius M. soleus

: +5/ 0 : +5/ 0 : +5/ 0 : +5/ 0 : +5/ 0 : +5/ 0

: +5 / 0

M. kwadricep femoris : +5 / 0 : +5 / 0 : +5 / 0 : +5 / 0 : +5 / 0

PEMERIKSAAN SENSORIK 1) Eksteroseptik/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN 2) Proprioseptik (gerak/posisi, getar dan tekan) 3) Kombinasi : a. Stereognosis b. Barognosis c. Graphestesia d. Sensory extinction e. Loss of body image : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : DBN : DBN : (-) : DBN : DBN

f. Two point tactile discrimination

REFLEKS FISIOLOGIS 1) Refleks Superficial a. Dinding perut /BHR : Tidak dilakukan b. Cremaster :-

2) Refleks tendon/periostenum a. BPR / Biceps b. TPR / Triceps c. KPR / Patella d. APR / Achilles : +2 / +2 : +2 / +2 : +2 / +2 : +2 / +2

e. Klonus : Lutut/patella Kaki/ankle : -/: -/-

REFLEKS PATOLOGIS a. Babinski b. Chaddock c. Oppenheim d. Gordon e. Schaeffer f. Gonda g. Stransky h. Rossolimo i. Hoffman j. Tromner : -/:-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/:-/-

k. Mendel-Bechtrew : - / -

REFLEKS PRIMITIF a. Grasp refleks b. Palmo-mental refleks :-/:-/-

PEMERIKSAAN SEREBELLUM a. Koordinasi Asinergia /disinergia : (-) Diadokinesia Metria : (-) : (-)

Tes memelihara sikap Rebound phenomenon : Sulit dievaluasi Tes lengan lurus : Sulit dievaluasi

b. Keseimbangan Sikap duduk : Sulit dievaluasi Sikap berdiri : Wide base / broad base stance : Sulit dievaluasi Modifikasi Romberg : Sulit dievaluasi

c. Tonus d. Tremor

Dekomposisi sikap

: Sulit dievaluasi

Berjalan / gait : Tendem walking : Sulit dievaluasi

Berjalan memutari kursi / meja : Sulit dievaluasi Berjalan maju-mundur Lari ditempat : DBN : (-) : Sulit dievaluasi : Sulit dievaluasi

PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR 1. Aphasia 2. Alexia 3. Apraksia 4. Agraphia 5. Akalkulia 6. Fingeragnosia : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-)

7. Right-left disorientation : (-)

TES SENDI SACRO-ILIACA a. Patricks : -/b. Contra patricks : -/-

TES PROVOKASI NERVUS ISCHIADICUS a. Laseque : -/b. Sicards d. Minors e. Neris : -/c. Bragards : -/: Sulit dievaluasi : Sulit dievaluasi : -/: Sulit dievaluasi

f. Door bell sign g. Kemp test

PEMERIKSAAN DISARTRIA a. Labial b. Palata : DBN : DBN

c. Lingual

: DBN

I.4

RESUME Pasien Perempuan usia 70 tahun datang ke IGD tanggal 1 November 2013 pukul

08.00 dengan keluhan penurunan kesadaran setelah terjatuh di kamar mandi. Pasien mengatakan bahwa 3 hari SMRS pasien ke puskesmas dan dipasang kateter. Pasien mengeluh lemas pada bagian tubuh sebelah kanan kurang lebih 5 bulan terakhir dan aktivitas pasien hanya di tempat tidur. Pasien tidak mengeluhkan pusing, mual maupun muntah. Keluarga pasien dan pasien menyangkal adanya riwayat trauma sebelumnya. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan stroke. Namun pasien tidak mengetahui tentang riwayat diabetes melitus karena tidak pernah memeriksakan diri.

I.5

ASSESSMENT 1) Klinis : Hemiplegi sinistra, Kejang focal, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislpidemia 2) Topis : Hemisfer cerebri dextra

3) Siriraj Stroke Score (SSS) : -1 4) Etiologi DD : CVA infark. : CVA Bleeding Tumor kepala

I.6

PLANNING 1) Planning Diagnostik a. Pemeriksaan laboratorium darah Darah lengkap Fungsi ginjal Fungsi hati

Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 1 November 2013 Pemeriksaan WBC RBC HGB HCT Hasil 13,8 4.65 13,2 37.9 Batas Normal 3,5 10,0 x 103 /uL 3,50 5,50 x 106 /mm3 11,0 15,0 36,0 48,0 % Interpretasi N N N

MCV MCH MCHC PLT MPV PDW PCT RDW Pemeriksaan LYM% MON% GRAN% LYM# MON# GRAN# Pemeriksaan GLUKOSA KOLESTEROL TRIGLISERID UREUM KREATININ ASAM URAT SGOT SGPT

81 28.4 34,9 292 8.1 12.8 0,237 13.8 Hasil 30.8 4.9 64,3 4.2 0,6 9.0 Hasil 251 299 447 36 0.9 6.3 92 96

80,0 99,0 fL 26,5 32,0 Pg 32,0 36,0 g/dL 150-450 x 103 /uL 6,5 - 10,4 um3 10,0 15,0 Fl 0,10 0,28 % 11,5 15,0 % Batas Normal 20,0 40,0 % 4,0 10,0 L % 43,0 76,0 % 1,2 3,2 x 103 /uL 0,3 0,8 x 103 /uL 2,0 6,8 x 103 /uL Batas Normal 70 115 mg/dL 0 - 200 0 - 150 8 50 mg/dL 0 1,3 mg/dL 2.3 8.2 3 35 U/L 8 41 U/L

N N N N N N N Interpretasi N N N N Interpretasi N N N N N

b. Pemeriksaan penunjang

: CT Scan kepala tanpa kontras

Hasil Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras Tanggal 1 November 2013

Kesan : Lacunar infark cerebri ganglia basalis dan corona radiata sinistra Hygroma subdural (minimal) bifronto-parietalis : Suspek CVA Infark

Diagnosis Klinis

2) Planning Terapi Infus NS 14 tpm Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 10 menit Inj. Brainact 500 mg 4 x1 Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc Inj. Extrase 2 x 1 Bila kejang inj. Valium dalam 2 menit Inj. Neurotam 4 x 3 Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit Per oral : o Tonicard 3 x 1 o B6 o Vaceo 3x1 1x1

3) Planning Monitoring Observasi keadaan umum Observasi tanda vital Observasi kejang

4) Edukasi Menjelaskan penyakit yang diderita. Posisi berbaring 300 Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Follow Up Tanggal 1 -11 2013 S - Kejang - Ekstremitas sinistra tidak dapat digerakkan - Sakit kepala (-) - Muntah (-) - Makan/minum -/- BAB/BAK belum O A Klinis : Hemiplegia Keadaan Umum : sakit berat sinistra, Hipertensi, Kesadaran : SoporoComa, E4VxMx Diabetes Melitus, Tanda Vital Dislipedemia o TD : 180/100 mmHg o N : 106 x/menit Topis : Hemisfer o RR : 16 x/menit Cerebri Dextra o S rectal : 37.40 C Kepala dan leher o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Dispneu Etiologi : CVA Infark hari ke-1 (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanankiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : P Terapi Infus NS 14 tpm Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 10 menit Inj. Brainact 500 mg 4 x1 Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc Inj. Extrase 2 x 1 Bila kejang inj.

Valium dalam 2 menit Inj. Neurotam 4 x 3 Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit

o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+). o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral dingin. Motorik : 5 | 0 5|0 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/Chaddock +/Oppenheim -/-

Per oral : o Tonicard 3 x 1 o B6 o Vaceo 3x1 1x1

Monitoring Observasi keadaan umum. Observasi tanda vital. Observasi kejang Edukasi Posisi berbaring 300 Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Tanggal 2-11 2013

S Kejang (-) Ekstremitas sinistra lemah Panas (-) Pusing (-) Muntah (-) Makan/minum +/+ BAB (+) BAK (+)

Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. Kesadaran : CM, E4V5M6 Tanda Vital o TD : 170/70 mmHg o N : 90 x/menit Topis : Hemisfer o RR : 20 x/menit 0 Cerebri Dextra o S : 36,2 C Kepala dan leher Etiologi : CVA o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Infark hari ke-2 Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi : S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen :

A Klinis : Hemiplegia sinistra, Hipertensi, Diabetes Melitus, Dislipedemia

P Terapi Infus NS 14 tpm Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 10 menit Inj. Brainact 500 mg 4 x1 Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc Inj. Extrase 2 x 1 Bila kejang inj.

Valium dalam 2 menit Inj. Neurotam 4 x 3 Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit Per oral : o Tonicard 3 x 1

o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+). o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 | 0 5 |0 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/Chaddock +/Oppenheim -/-

o B6 o Vaceo

3x1 1x1

Monitoring Observasi keadaan umum. Observasi tanda vital. Observasi Kejang Edukasi Posisi berbaring 300 Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Tanggal 311 - 2013

S Kejang (-) Ekstremitas sinistra lemah Panas (-) Pusing (-) Muntah (-) Makan/minum +/+ BAB (+) BAK (+)

O A Klinis : Hemiplegia Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. sinistra, Hipertensi, Kesadaran : CM, E4V5M6 Diabetes Melitus, Tanda Vital Dislipedemia o TD : 130/70 mmHg o N : 84 x/menit Topis : Hemisfer o RR : 20 x/menit Cerebri Dextra o S : 36,20 C Kepala dan leher Etiologi : CVA o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Infark hari ke-3 Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+).

P Terapi Infus NS 14 tpm Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 10 menit Inj. Brainact 500 mg 4 x1 Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc Inj. Extrase 2 x 1 Bila kejang inj.

Valium dalam 2 menit Inj. Neurotam 4 x 3 Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit Per oral : o Tonicard 3 x 1

o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 | 4 5 |1 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/Chaddock +/Oppenheim -/-

o B6 o Vaceo

3x1 1x1

Monitoring Observasi keadaan umum. Observasi tanda vital. Edukasi Posisi berbaring 300 Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Tanggal 4 -11 2013

S Kejang (-) Ekstremitas sinistra lemah Panas (-) Pusing (-) Muntah (-) Makan/minum +/+ BAB (+) BAK (+)

O A Klinis : Hemiplegia Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. sinistra, Hipertensi, Kesadaran : CM, E4V5M6 Diabetes Melitus, Tanda Vital Dislipedemia o TD : 180/100 mmHg o N : 84 x/menit Topis : Hemisfer o RR : 20 x/menit Cerebri Dextra o S : 36,80 C Kepala dan leher Etiologi : CVA o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Infark hari ke-3 Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+).

P Terapi Infus NS 14 tpm Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 10 menit Inj. Brainact 500 mg 4 x1 Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc Inj. Extrase 2 x 1 Bila kejang inj.

Valium dalam 2 menit Inj. Neurotam 4 x 3 Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit Per oral : o Tonicard 3 x 1

o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 5 5 4 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/Chaddock +/Oppenheim -/-

o B6 o Vaceo

3x1 1x1

Monitoring Observasi keadaan umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang Edukasi Posisi berbaring 300 Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

Tanggal 5 -11 2013

S Kejang (-) Ekstremitas sinistra lemah Panas (-) Pusing (-) Muntah (-) Makan/minum +/+ BAB (+) BAK (+)

O A Klinis : Hemiplegia Keadaan Umum : sakit sedang, lemah. sinistra, Hipertensi, Kesadaran : CM, E4V5M6 Diabetes Melitus, Tanda Vital Dislipedemia o TD : 180/100 mmHg o N : 84 x/menit Topis : Hemisfer o RR : 20 x/menit Cerebri Dextra o S : 36,80 C Kepala dan leher Etiologi : CVA o Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-), Infark hari ke-35 Dispneu (-) Thoraks Jantung : o Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak. o Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat. o Perkusi : Batas jantung dalam batas normal. o Auskultasi: S1 > S2, reguler, murmur (-). Paru : o Inspeksi : Pergerakan dada simetris kanan-kiri. o Palpasi : Vokal fremitus +/+. o Perkusi : Sonor +/+. o Auskultasi: Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-. Abdomen : o Inspeksi : Datar. o Auskultasi : Bising usus (+).

P Terapi Infus NS 14 tpm Inj. Phenitoin 3 x 1 dalam NS 50 cc, 5 10 menit Inj. Brainact 500 mg 4 x1 Inj. Lapibal 1 amp dalam 9 cc Inj. Extrase 2 x 1 Bila kejang inj.

Valium dalam 2 menit Inj. Neurotam 4 x 3 Inj. Tamoliv 3 x 1 fl dalam 15 menit b/ panas Inj. Ciprofloxacin 2 x 1 fl dalam 15 menit Per oral : o Tonicard 3 x 1

o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba adanya pembesaran. o Perkusi : Timpani. Ekstremitas : Ekstremitas Superior o Tidak tampak adanya edema dari carpal sampai dorsum manus. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Ekstremitas Inferior o Tidak tampak adanya edema pada kedua pedis kanan dan kiri. o Capillary refill < 2 detik. o Akral hangat. Motorik : 5 5 5 5 Sensorik : dbn R. Fisiologis : BPR : +2 +2 TPR : +2 +2 KPR : +2 +2 R. Patologis : Babinski +/Chaddock +/Oppenheim -/-

o B6 o Vaceo

3x1 1x1

Monitoring Observasi keadaan umum. Observasi tanda vital Observasi Kejang Edukasi Posisi berbaring 300 Tidak memperbolehkan pasien duduk atau bangun dari tempat tidur dan tetap dalam keadaan berbaring. Tidak boleh terlalu banyak pengunjung.

BAB III DASAR TEORI

DEFINISI Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri Perdossi,1999). Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidaktidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu (WHO, 1989). Sedangkan definisi stroke menurut WHO Monica Project adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain dari pada gangguan vascular (cit. Lamsudin, 1998). Dari definisi diatas dapat kita simpulkan hal hal yang harus kita perhatikan dalam mendiagnosis suatu penyakit stroke ialah : 1. Adanya defisit neurologis yang sifatnya fokal atau global 2. Onset yang mendadak 3. Semata mata akibat terganggunya peredaran darah di otak karena ischemic atau perdarahan 4. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian Hal di atas sangat penting diperhatikan karena banyak sekali penyakit yang berhubungan dengan otak yang menimbulkan gejala yang serupa dengan stroke (stroke like syndrome).

EPIDEMOLOGI

Prevalensi stroke pada orang dewasa diatas 20 tahun pada tahun 2006 adalah 6.400.000 ( sekitar 2.500.000 pada jenis kelamin laki laki dan wanita 3.900.000 pada wanita). (NHANES 2003 06 dan NHLBI) Setiap tahun sekitar 795.00 orang mengalami stroke. Sekitar 610.000 merupakan serangan pertama dan 185.000 merupakan serangan ulang.(GCNKSS,NINDS,NHLBI) Jika dirata ratakan setiap 40 detik seseorang di Amerika Serikat terkena stroke.(AHA compution based dari data terakhir) Setiap tahun bertambah sekitar 55.000 wanita yang terkena stroke dibandingkan dengan pria.(GCNKSS, NINDS) Insidensi stroke pada pria lebih besar dari pada wanita saat usia muda namun tidak pada usia tua. Rasio insidensi stroke pria/wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25; pada usia 65 74 adalah 1,50; pada usia 75 84 adalah 1,07 dan pada usia diatas 85 tahun adalah 0,76. (ARIC dan CHS studies) Dari semua stroke, 87% merupakan stroke ischemic, 10% adalah perdarahan intracerebral, dan 3 % adalah perdarahan subarachnoid.(GCNKSS,NINDS) Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. Di Yogyakarta, dari hasil penelitian morbiditas di 5 rumah sakit dari 1 Januari 1991 sampai dengan 31 Desember 1991 dilaporkan sebagai berikut : (1) angka insidensi stroke adalah 84,68 per 10.000 penduduk, (2) angka insidensi stroke wantia adalah 62,10 per 100.000 penduduk, sedangkan laki-laki 110,25 per 100.000 penduduk, (3) angka insidensi kelompok umur 30 50 tahun adalah 27,36 per 100.000 penduduk, kelompok umur 51 70 tahun adalah 142,37 per 100.000 penduduk; kelompok umur > 70 tahun adalah 182,09 per 100.000 penduduk, (4) proporsi stroke menurut jenis patologis adalah 74% stroke infark, 24% stroke perdarahan intraserebral, dan 2% stroke perdarahan subarakhnoid (Lamsudin, 1998). Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999). Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, stroke menempati urutan pertama (52,5%) dari semua penderita yang masuk rumah sakit di Bagian Ilmu Penyakit Saraf, dan angka kematiannya 18,4% untuk stroke trombotik, serta 56,4% untuk perdarahan intraserebral (Widjaja, 1999). Sedangkan di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi mortalitas stroke yang tertinggi adalah stroke perdarahan intra-serebral. Mortalitas untuk stroke jenis ini

sebesar 51,2% dari seluruh penderita stroke jenis ini. Kemudian disusul oleh stroke perdarahan subarakhnoidal (46,7%) dan stroke iskemik akut atau infark (20,4%) dari jumlah masing- masing jenis stroke tersebut (Lamsudin, 1998).

VASKULARISASI OTAK 1. Peredaran Darah Arteri Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang mempunyai 3 cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis kiri dan arteri subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari bagian kanan arkus aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis komunis kanan dan arteri subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masingmasing bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan) dan arteri subklavia kiri dan kanan masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri dan kanan. Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabang-cabangnya disebut sistem vertebrobasiler, dan yang melalui arteri karotis interna beserta cabangcabangnya disebut sistem karotis.1,2 Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu arteri karotis komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.3

Berikut ini merupakan gambar dari peredaran darah arteri mulai dari aorta sampai ke arteri karotis interna.4

Gambar 1. Anatomi Peredaran Darah Arteri. 4

Gambar 2. Sistem Carotis. 5

Gambar 3. Vaskularisasi serebral 2 2. Anatomi Sistem Karotis Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan lobus frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum.6 Pada tingkat kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.7 Arteri Karotis Interna Batang arteri karotis interna terbagi menjadi empat bagian, yaitu: 7 1. Pars servikalis Berasal dari arteri karotis komunis dalam trigonum karotikum sampai ke dasar tengkorak. 2. Pars petrosa Terletak di dalam os petrosum bersama-sama dengan pleksus venosus karotikus internus. Setelah meninggalkan kanalis karotikus, di sisi depan ujung puncak piramid pars petrosa hanya dipisahkan dari ganglion trigeminal yang terletak disisi lateral oleh septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih. 3. Pars kavernosa Melintasi ujung sinus kavernosus, membentuk lintasan berliku menyerupai huruf "S" yang sangat melengkung, dinamakan Karotissphon. Di sisi medial, pars kavernosa

terletak berdekatan badan tulang baji di dalam suatu slur mendatar yang membentang sampai dengan dasar prosesus klinoidesus anterior. 4. Pars serebralis Dalam lamela duramater kranial arteri ini membentuk cabang arteri oftalmika, yang segera membelok ke rostral dan berjalan di bawah nervus optikus dan ke dalam orbita. Pembuluh darah ini berakhir pada cabang-cabang yang memberi darah kulit dari dahi, pangkal hidung dan kelopak mata dan beranastomosis dengan arteri fasialis serta arteri maksilaris interna, yang merupakan cabang dari arteri karotis eksterna.2

Cabang-cabang arteri karotis interna beserta fungsinya yaitu sebagai berikut:1,7 1. Pars petrosa Arteri karotikotimpani, memperdarahi bagian anterior dan medial dari telinga tengah. 2. Pars kavernosa Arteri kavernosa, memperdarahi hipofisis dan dinding sinus kavernosus. Arteri hipofise, memperdarahi hipofise. Arteri semilunaris, memperdarahi ganglion semilunaris. Arteri meningea anterior, memperdarahi duramater, fossa kranialis anterior.

3. Pars supraklinoid Arteri oftalmika, memperdarahi orbita, struktur wajah yang berdekatan. Arteri khoroidalis anterior, memperdarahi pleksus khoroideus, ventrikulus lateral dan bagian yang berdekatan. Arteri komunikans posterior, dengan cabang-cabang ke hipotalamus, talamus, hipofise, khiasma optika. Arteri ini merupakan arteri penghubung antara arteri karotis interna dan arteri serebri posterior. 4. Pada bagian akhir arteri karotis interna. Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks orbitalis, frontalis dan parietalis serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior yaitu : Arteri striate medial / arteri rekuren Heubner, mengurus bagian rostroventral nukleus kaudatus, putamen dan kapsula interna. Arteri komunikans anterior, yang menghubungkan arteri serebri anterior kedua

sisi satu dengan lain. Arteri frontopolaris, memperdarahi korpus kalosum, lobus frontalis pada permukaan median dan superior dan superior permukaan lateral. Arteri kallosomarginalis, Arteri perikallosal, memperdarahi permukaan dorsal korpus kalosum. Arteri parietalis, mengurus bagian permukaan medial lobus parietalis.

Arteri serebri media, memperdarahi korteks orbitalis, lobus frontalis, parietal dan temporal serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu. : Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis. Arteri orbitofrontalis lateralis, memperdarahi girus frontalis inferior dan bagian lateral girus orbitalis. Arteri pre-rolandika (arteri sulkus presentralis) arteri rolandika (arteri sulkus sentralis). Kedua arteri ini mangurus vaskularisasi girus frontalis inferior, girus frontalis medius, dan girus presentralis Arteri parietalis posterior, memperdarahi girus postsentralis, lobulus parietalis superior dan lobulus parietalis inferior. Arteri angularis, memperdarahi girus angularis. Arteri parietotemporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio parietal. Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortek permulaan lateral dari lobus temporalis.

Gambar 4. Aliran darah arteri pada bagian interior otak 2

Gambar 5. arteri carotis interna.4

Gambar 6. Arteri otak tampak medial dan basal. 4

3. sistem vertebrobasiler

Arteri vertebralis (VA) merupakan cabang pertama dari arteri subclavia. Setelah keluar dari sudut kanan arteri subclavia, VA berjalan beberapa cm sebelum masuk kedalam foramen intervertebralis dari C6. Setelah itu ia akan berjalan sepanjang foramen dari C6 hingga C1 dan melewati bagian superior dari arcus C1 dan menembus membran atlantooccipital dan masuk kedalam rongga kepala. Saat berjalan kearah ventral dan superior, ia memberikan cabang arteri cerebellar inferior posterior (PICA) sebelum akhirnya bersatu dengan VA dari arah yang berlawanan pada pertengahan bagian ventral dari pontomedulary junction untuk membentuk arteri basillaris (BA). BA akan bercabang membentuk dua arteri cerebral posterior pada pontomesencephalic junction. Hubungan menuju sirkulasi anterior melalui PCoA akan melengkapi sirkulus Willisi.

PICA merupakan cabang terbesar dari sirkulasi posterior (vertebrobasiller) dan mensuplai medulla vermis inferior, tonsil, dan bagian inferior hemisfer cerebellum. PICA juga sangat erat kaitannya dengan saraf kranial ke 9, 10, dan 11. Arteri cerebellar inferior anterior (AICA) biasanya bermula dari distal dari vertebrobasilary junction setinggi pontomedullary junction, mensuplai pons, pedunculus cerebellar media, dan bagian tambahan cerebellum. Selain itu AICA juga terkait erat dengan saraf kranial ke 7 dan 8. Arteri cerebellar superior (SCA) berasal dari proksimal percabangan basilaris, dan mensuplai otak tengah, pons sebelah atas, dan bagian atas cerebellum. Cabang dari SCA akan membentuk anastomose dengan cabang dari PICA dan IACA pada hemisfer cerebellum dan merupakan sumber potensial dari aliran kolateral. Arteri cerebralis posterior (PCA) dibentuk oleh percabangan BA dan mensuplai otak tengah bagian atas, thalamus posterior, bagian posteromedial lobus temporalis, dan lobus occipitalis. Sirkulus Willisi merupakan sirkulasi kolateral antara pembuluh darah intrakranial. Terpisah dari kolateral ophtalmicus, terdapat beberapa tempat anastomose lain antara pembuluh darah ekstra dan intrakranial, mencakup anastomose melalui arteri sphenopalatina, arteri dari foramen rotundum dan cabang kecil yang biasanya ada pada tulang petrosus. Arteri utama yang mensuplai dura adalah arteri meningea media dan cabang ascending arteri pharyngeal, cabang dari sirkulasi eksternal. Terkadang dapat terbentuk anastomose antara dura dan permukaan korteks. Sebagai tambahan, hubungan antara carotis dan vertebrobasillar dapat terjadi.

4. Sistem Anastomose Sirkulus arteri Willisi berasal dari karotis interna dan sistem arteri vertebralis. Pada putaran ini arteri mernberikan cabang arteri komunikans posterior. Yang bergabung dengan tunggul proksimal dari arteri serebri posterior dan membentuk bersama dengan arteri ini dan arteri basilaris rostral, arkus posterior dari sirkulus Willisi Karotis interna juga memberi cabang aa. Khoroidalis anterior sebelum karotis berakhir dan terbagi menjadi aa. Serebri anterior dan media. Tunggul dari aa. Serebri anterior segera mencembung ke garis tengah dan saling berhubungan melalui arteri komunikans anterior. Jadi, arkus anterior dari sirkulus Willisi tertutup.7

Gambar 7. Sirkulus Arteriosus Willisi Dan Cabang-Cabangnya. 4

A. karotis interna

A. Karotikotimpani : bagian anterior dan medial telinga tengah A. kavernosa : hipofise dan dinding sinus kavernosus A. hipofise : hipofise A. semilunaris : ganglion semilunaris A. meningea anterior : duramater, fosa kranialis anterior A. oftalmika : mata dan struktur wajah yang berdekatan. A. khoroidalis anterior : pleksus khoroideus, ventrikel lateral dan bagian yang berdekatan. A. komunikans posterior beserta cabang-cabangnya:

hipotalamus, talamus, hipofise, khiasma optikum A. serebri anterior beserta cabang-cabangnya: korteks orbitalis, lobus frontalis pada permukaan medial dan A. karotis komunis superior, dan superior permukaan lateral, korpus kalosum, dan lobus parietalis. A. serebri media: lobus frontalis bagian lateral dan inferior termasuk area motorik 4 dan 6, dan area motorik brocca; lobus parietal termasuk korteks sensorik dan supramarginal; lobus temporalis superior dan insula- termasuk area sensorik Wernicke A. karotis eksterna Skema 1. Percabangan arteri karotis interna. 7

KLASIFIKASI Dikenal bermacam- macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya (WHO, 1989; Ali, et al, 1996; Misbach, 1999; Widjaja, 1999). Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Ali, et al, 1996; Misbach, 1999). Adapun klasifikasi tersebut, antara lain : 1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik i. Perdarahan intra serebral

ii. Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) i. Stroke akibat trombosis serebri ii. Emboli serebri iii. Hipoperfusi sistemik

2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA) ,pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam. b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu. c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke, gejala neurologik yang makin lama makin berat. d. Completed stroke, gejala klinis sudah menetap. 3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler a. Sistem karotis Motorik : hemiparese kontralateral, disartria Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia

b. Sistem vertebrobasiler Motorik : hemiparese alternans, disartria Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia

PATOFISIOLOGI ATHEROTROMBOTIK Anatomi dan histologi pembuluh darah otak Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang A.corotis interna dan A. Vertobralis yang di daerah basis cranii akan membentuk circulus Wallisi. A. carotis interna masuk ke dalam rongga tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus akan bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna. Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen magnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris. Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang cerebrum.

Gambar. Suplai arteri ke otak

Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan belokan pembuluh darah, karena pada daerah-

daerah tersebut aliran darah mengalami peningkatan turbulensi danpenurunan shear stress sehingga endotel yang ada mudah terkoyak. Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang berturut-turut dari dalam ke luar dsb tunika intima, media dan adventisia. Bagian tunika intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang lebih besar, sel-sel endotel ini dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subendotel. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun konsentris dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika meda dipisahkan dari tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastica interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica externa. Kedua lamina ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara serabut-serabut tersebut dapat dilewati oelh zat-zat kimia dan sel darah. Tunika adventisia terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-sel lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos pembuluh darah tersusun melingkar konsentris di dalam tunika media dan masing-masing sel dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan proteoglikan. Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena yang setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun diameter vena pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat menyerupai vena dalam hal ketebalan dindingnya, namun mempunyai lamina elastica interna yang lebih tebal.

Gambar. Penampang Pembuluh Darah

Arteriosklerosis, Aterosklerosis, trombosis dan aterotrombosis Arterioklerosis dan aterosklerosis Arterioklerosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan adanya penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Secara patologi anatomi, terdapat 3 jenis arterioklerosis, yaitu: 1. Arterioklerosis, ditandai dengan pembentukan ateroma (palque di intima yang terdiri dari lemak dan jaringan ikat. 2. Monckebergs medial calcific sclerosis, yang ditandai dengan kalsifikasi tunika media, dan 3. Arterosklerosis, ditandai dengan adanya proliferasi atau penebalan dinding arteri kecil dan arteriol. Karena aterosklerosis merupakan bentuk arterioklerosis yang paling sering dijumpai dan paling penting, istilah arterioklerosis dan aterosklerosis sering digunakan secara bergantian untuk menggambarkan kelainan yang sama. Ada 3 proses biologis yang fundamentali yang berperan dalam pembentukan lesi aterosklerosis, yaitu: 1. proliferasi sel oto polos di tunika intima, pengumpulan makrofag dan limfosit 2. pembentukan matriks jaringan ikat yang terdiri dari kolagen, serat-serat elastin dan proteoglikan 3. akumulasi lemak terutama dalam bentuk kolesterol bebas dan esternya, baik dalam sel maupun dalam jaringan sekitarnya

Gambar . Proses Atherosklerosis

Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar, namun yang paling sering adalah aorta, pembuluh koroner dan pembuluh darah otak, sehingga Infark miokard dan Infark otak merupakan dua akibat utama proses ini. Proses aterosklerosis dimulai sejak usia muda berjalan perlahan dan jika tidak terdapat faktor resiko yang mempercepat proses ini, aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia pertengahan atau lebih. Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang pembuluh darah besar dan sedang. Lesi utamanya berbentuk plaque menonjol pada tunika intima yang mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan ditutupi oleh fibrous cap. Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak, yaitu penumpukan lemak pada daerah subintima. Lesi ini bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan dikatakan pada orang yang mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty streak sudah akan terbentuk sebelum usia 20 tahun. Secara mikroskopis, fatty streak tampak sebagai daerah berwarna kekuningan pada permukaan dalam arteri, pada umumnya berbentuk bulat dengan 1 mm atau berbentuk guratan dengan lebar 1-2 mm dan panjang sampai 1 cm. Secara mokroskopis, fatty streak ditandai dengan pengumpulan sel-sel besar yang disebut sel busa (foam cell) di daerah subintima. Sel busa ini pada mulanya adalah makrofag yang memakan lemak kemudian mengalami kematian inti sel. Lesi fatty sreak tidak mempunyai arti secara klinis namun dipercaya sebagai prekursor lesi aterosklerosis yang lebih lanjut yang disebut fibrous plaque. Fibrious plaque merupakan lesi aterosklerosis yang paling penting, karena merupakan sumber manifestasi klinis penyakit ini. Lesi ini paling sering dijumpai di aorta abdominalis, arteri coronaria, a. popitea, aorta descendens, a.karotis interna dan pembuluh darah yang menyusun circulus willisi. Secara makroskopis, lesi ini menonjol kedalam lumen, berwarna keabun/pucat. Secara mikroskofis terdiri dari kumpulan monosit, limfosit, sel busa dan jaringan ikat. Juga dapat dijumpai bagian tengah lesi yang nekrotik berisi debris sel dan kristal kolesterol. Pada lesi ini dapat juga dijumpai fibrous cap berupa kumpulan sel otot polos dalam matriks jaringan ikat. Manifestasi klinis yang dapat timbul mengikuti pembentukan fibrous plaque ini adalah: 1. kalsifikasi, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang lentur dan mudah pecah. 2. ulserasi pada permukaan plaque, yang dapat menyebabkan kaskade agregasi trombosit yang pada akhirnya dapat membentuk trombus yang akan menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan gangguan aliran darah.

3. pada pembuluh darah yang besar, bagian dari ateroma yang terlepas dapat menyebabkan emboli pada bagian distal pembuluh darah, 4. ruptur endotel atau kapiler yang memperdarahi plaque, yang dapat menyebabkan perdarahan didalam plaque, dan 5. penekanan plaque terhadap tunika media yang dapat meyebabkn terjadinya atropi dan berkurangnya jaringan elastis sehingga dapat mengakibatkan terbentuknya aneurisma.

Gambar. Manifestasi akibat plaque fibrosis pada pembuluh darah Trombosis, trombogenesis dan trombolisis. Trombosis adalah keadaan patologis dimana terjadi suatu pembekuan darah (hemostasis) abnormal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah ke daerah distal peyumbatan. Dalam keadaan normal, hemostasis hanya terjadi jika ada cedera pada pembuluh darah. Cedera pembuluh darah akan diikuti dengan pelepasan komponen-komponen darah kedalam matriks ekstraseluler yang kemudian akan menyebabkan trombosit mengalami agregasi dan akhirnya akan mengaktifkan proses pembekuan darah ditempat terjadinya cedera tersebut dan berakhir dengan pembentukan fibrin yang menstabilkan tempat cedera. Cedera endotel pada pembuluh darah yang normal akan menyebabkan terjadinya

pembentukan fibrin, kemudian terjadi proses penyembuhan sehingga endotel kembali utuh dan kembali bersifat non trombogenik.

Gambar. Mekanisme hemostasis

Pada plaque aterosklerosis, proses trombosis yang terjadi-karena sebab yang belum diketahui- tidak diikuti dengan proses perbaiakan endotel sehingga plaque aterosklerosis mempunyai kecendrungan yang tinggi untuk pembentukan trombus. Fibrin yang terbentuk di plaque tersebut menyebabkan ukuran trombus yang terbentuk menjadi lebih besar, sehingga lebih mempersempit lumen pembuluh darah. Ada beberapa kelainan dalam tubuh yang menyebabkan kecendrungan untuk terjadinya tombosis yitu kelainan genetis, aterosklerosis, kanker dan auto antibodi. Kelainana genetis yang menyebabkan seseorang jadi lebih mudah mengalami trombosis adalah antara lain defisiensi zat-zat inhibitor koagulasi intravskuler seperti antitrombin III, protein S dan protein C. Sedangkan pada aterosklerosis, kecendrungan untuk terjadinya trombosis diduga karena adanya ruptur atau visura pada plaque aterosklerosis yang dikuti dengan vasokontriksi. Faktor-fakto ryg diduga ikut berperan dalam kejadian ini adalah kadar kolestrol plasma. Faktor gesekan dalam pembuluh darah lokal, terpapaprnya permukaan trombogenik dan efek vasokontriksi. Trombogenesis terjadi pada tempat dimana terjadi kerusakan endotel yang mengakibatkan jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik dan diakhiri dengan pembentukan fibrin. Pada jalur intrinsik faktor XII (faktor Hageman) berubah mejadi faktor XIIa. Selanjutnya faktor XIIa mengubah faktor XI menjadi faktor XIa. Kejadian ini terjadi pada permukaan endotel.

Sedangkan proses berikut terjadi pada permukaan sel trombosit. Faktor Xia yang berbentuk akan mengubah faktor IX menjadi faktor IXa dan pada gilirannya faktor IXa mengubah faktor X menjadi faktor Xa. Perubahan faktor X menjadi Xa dapat diaktifkan melalui jalur ekstrinsik. Jalur ini teraktifkan jika terjadi kerusakan jaringan. Pelepasan tromboplastin jaringan (faktor III) dari jaringan yang rusak bersama-sama dengan faktor VII dan ion Ca- 2 mengaktifkan faktor X. aktivasi faktor X melalui jalur ekstrinsik membutuhkan waktu beberapa detik; sedangkan yang melalui jalur intrinsik membutuhkan waktu beberapa menit. Faktor Xa bersama-sama dengan faktor V, ion Ca-2 fospolipid yang ada pada sel trombosit mengaktifkan faktor II (prottombin) dan mengubahnya menjadi trombin. Trombin yang berbentuk dilepaskan dari sel trombosit dan kemudian mengubah faktor I (fibrinogen) menjadi fibrin. Fibrin yang terbentuk kemudian mengalami stabilisasi secara kimia sehingga relatif tidak dapat dipengaruhi aksi proteolisis yang dilakukan oleh plasmin.

Gambar. Proses pembekuan darah

Dalam tubuh terdapat beberapa jenis antikoagulan alami yang akan menghambat proses trombogenesis ini, misalnya trombomodulin dan heparan sulfat yang terdapat pada permukaan sel endotel yang utuh. Trombomodulin mengubah trombin menjadi protein C

yang mengaktofkan sistim fibrinolisis dengan faktor V dan VIII serta merangsang aktifator plasminogen dari sel endotel. Sedangkan herparan sulfat yang terdapat dipermukaan sel endotel yang utuh mencegah trombogenesis dengan caramengikat antitrombin III (ATEIII) yang beredar dalam darah.

Pengahancuran trombus membutuhkan beberapa enzim yaitu: 1. plasminogen yang beredar dalam darah 2. aktifator plasminogen dalam jaringan (tissue type plasminogen activator, tPA), 3. mengahambat palsmin dan tPA tPA dihasikan oleh trauma lokal, dan faktor-faktor neurohumoral yang pada akhirnya menyebabkan penghancuran fibirn menjadi fibrin degenaration produc (FDP). FDP ini akan menghambat perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Plasmin juga menghidrolisis protrombin, faktor V, VIII dan XII. Aktivitas plasmin dihambat secara alami oleh anti plasmin yang terdapat dalam darah.

Aterogenesis Sel sel yang berperan dalam aterogenesis Endotel Endotel merupakan jaringan terluas dalam tubuh karena menutupi seluruh jaringan pembuluh darah. Di arteri, endotel membentuk selapis sel yang kontinu dan tak terputus dan merupakan barrier utama antara elemen darah dengan dinding pembuluh darah. Hubungan antar selnya melalui tight junction & gap junction. Transportasi zat melalui mekanisme endositosis. Pada endotel kapiler dijumpai adanya terowongan transendotelial namun fungsinya dalam transport makromolekul belum jelas. Diduga celah antar sel merupakan tempat potensi untuk transportasi zat, terutama saat sel endotel mengalami cedera. Sifat-sifat endotel antara lain: Sangat selektif permiebel Bersifat nontrombogenik Metaboliemenya sangat aktif Dapat membentuk beberapa macam zat vasoaktif yang bersifat vasokolato seperti prostasiklin dan EDRF,maupun yang bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, faktor VW danlain lain, faktor VIII.

Sel endotel bertumpu pada membran basalis yang tersusun terutama oleh kolagen tipe 4 dan molekul proteoglikan. Zat-zat ini diproduksi sendiri oleh sel endotel dan mungkin berfungsi sebagai filter. Pada permukaan endotel terdapat reseptor- reseptor untuk berbagai macam molekul, diantaranya untuk LDL, GF, dan mungkin untuk beberapa jenis zat lain. Kemampuan khusus sel endotel yang berhubungan dengan aterogenesis adalah kemampuan memodifikasi lipoprotein. LDL yang ditangkap oleh reseptor LDL endotel mengalami oksidasi, masuk ke dalam sel endotel dan dikirim ke subintima. LDL yang telah teroksidasi tersebut akan ditangkap oleh reseptor khusus di permukaan makrofag yang disebut scavenger redeptor. LDL tersebut kemudian ditelan oleh makrofag dan membentuk sel busa (foam cell). Dalam keadaan normal, permukaan sel endotel mempunyai sifat anti trombotik sehingga menghambat adhesi trombosit dan tidak mengaktifkan kaskade koagulasi. Namun pada saat terjadinya inflamasi atau kerusakan sel endotel, sel sel ini akan mensintesis danmensekresikan faktor-faktor yang bersifat protrombotik. Sitikon merupakan zat yang dihasilkan pada reaksi inflamasi,yang merangsang pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan menarik leukosit yang beredar dalam darah untuk mendekati tempat inflamasi seperti interleukin-8, ICAM-1 dan 2, VCAM-1, yang merupakan regulator pengumpulan sel-sel leukosit ke permukaan pembuluh darah yang mengalami gangguan. Efek non trombogenik pada sel endotel terjadi karena: Permukaan licin dilapisi oleh heparin sulfat Kemampuannya menghasilkan derivat-derivat prostaglandin, terutama PGI2

(prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat yang efektif menghambat agregsi trombosit Juga menghasilkan vasodilator lain yang dikenal sabagai vasodilator terjuat yang pernah ditemukan, yaitu EDRF (Endothelial Derived Relaxing Factor) Menghasilkan zat fibrinolotik, termasuk plasminogen

Sedangkan efek trombogeniknya terjadi karena: Faktor von Wilebrand yang dihasilkan oleh sel endotel yang cedera/rusak Zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi seperti endotelin, angiotensin converting enzyme dan pDGF

Dalam tubuh, kedua efek ini berinteraksi dansecara dinamis menjaga homeostosis pembuluh darah, sehingga secara normal pembuluh darah terjaga keutuhannya. Sel otot polos Merupakan sel yang berproliferasi pada lesi intermedial dan lanjut pada aterosklerosis. Sel ini disebut sel mesenkin yang multi fungsi. Dulu diduga hanya berfungsi untuk berkontraksi saja, umum belakangan diketahui bahwa sel ini mempunyai fungsi lain yaitu: Mempertahankan tonus arteri dengan berkontraksi. Kontraksi ini dipengaruhi oleh epinefrin dan angiotensin (vasokonstriktor) serta prostasiklin dan EDRF (vasodilator) Mensintesa dan mensekresi beberapa jenis kolagen dan proteoglikan Mengandung reseptor berafinitas tinggi terhadap ligan-ligan tertentu, antara lain LDL, insulin, stimulator pertumbuhan seperti PDGF dan inhibitor pertumbuhan seperti transforming growth factor beta (TFG-) Bila dibiakkan dalam kultur jaringan, dapat dijumpai dua fenotip sel otot polos, yaitu fenotipe kontraktif dan sintetik. Fenotipe kontraktil mengandung miofibril yang terdiri dari aktin dan miosin dalam jumlah banyak. Tipe ini tak bereaksi terhadap zat-zat mitogen seperti PDGF. Sedangkan fenotipe sintetik terjadi jika sel otot polos distimulasi terus. Sel-sel tersebut akan kehilangan miofibrilnya dan membentuk retikulum endoplasma kasar danbadan golgi dalam jumlahbanyak. Sel otot polos fenotipe sintetik berkemampuan untuk membentuk protein - protein, termasuk makromolekul pembentuk matriks jaringan ikat. Ke-2 fenotipe Ini terdapat di kultur jaringan dan juga di dinding arteri invivo Untuk terjadinya perubahan fenotip dari tipe kontraktil ke sintetik, sel otot polos harus bermigrasi ke tunika intima. Sel otot polos yang sudah bermigrasi dan berubah fenotipe bukan hanya bereaksi terhadap zat mitogen (PDGF dan lain - lain) , tetapi juga dapat menstimulasi dirinya sendiri dan sel-sel lain disekelilingya. Trombosit Merupakan sel yang berperan penting dalam kaskade pembekuan darah. Sel ini berdiameter 1-5 mikron, jumlah 150-400 ribu/ml,usianya 10 hari. Dalam keadaan normal, selama beredar trombosit tidak saling menempel satu sama lain dan juga tidak akan menempel pada permukaan sel endotel. Namun jika terdapat kerusakan sel endotel, trombosit akan segera beragregasi.

Agregasi ini menyebabkan trombosit mengeluarkan kandungannya, antara lain PDGF, sitokin, enzim proteolitik, ADP, serotin, histamin, anti heparin, -trombomodulin danepinefrin. Agregasi trombosit Akan mengaktifkan fosfolipase A2, yang akan bekerja pada permukaan trombosit untuk mengkatalisis pelepasan asam arakidonat, yang oleh endoperoksidase akan diubah menjadi prostaglandin peroksida siklik (PGG2 dan PGH2). PGG2 oleh tromboksian sintetase diubah menjadi tromboksan (TxA2), sedangkan PGH2 menjadi PGE2. selain itu dari asam arakidonat dibentuk juga leukotrien yang dapat mengikatkan respon inflamasi.

Sel Makrofag Saat terjadi cedera endotel, monosit yang beredar dalam pembuluh dara tertarik oleh zat kemotraktan yang dihasilkan oleh endotel sehingga monosit terangsang ke lapisan yang selanjutnay bertindak sebagai scavenger cell (sel pengangkut sampah) untuk membuang zat yang tidak berguna dengan cara fagositosis dan hidrolisis sintaseluler. Selain itu makrofag dapat mensintesis dan mensekresi bermacam zat di antaranya interleukin, leukotrien dan anion superoksida yang dapat berefek toksik terhadap sel lain. Sel ini juga dapat mensintesis sedikitnya 6 macam faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, interleukin, fibroblast growth factor (FGF), epidermal growth factor (EGF), TGF- dan M-CSF. Akibat dari kemampuan sel ini, makrofag dianggap sebagai sel yang memegang kunci untuk pembentukan jaringan ikat yang terbentuk pada proses inflamasi kronis dan juga menjadi sumber sel busa yang banyak dijumpai pada lesi aterosklerosis. Limfosit T Limfosit T jenis CD8+ dan CD4+ ditemukan pada semua stadium lesi aterosklerosis. Karena sel-sel tersebut merupakan sel yang biasa dijumpai pada respon imun seluler, diduga pembentukan lesi aterosklerosis merupakan proses inflamasi, atau malah diduga merupakan respon atoimun. Antigen yang berperan dalam aterogenesis sampai saat ini belum dapat diidentifikasi. Ross (1999) mengemukakan bahwa kemungkinan besar antigen tersebut adalah LDL teroksidasi (ox-LDL).

Hipotesis Aterogenesis Terdapat 3 hipotesis aterogenesis, yaitu hipotesis respon terhadap cedera (respon to injury hypotehsis), hipotesis lipoprotein (lipogenik) dan hipotesis monoklonal. Yang banyak dianut saat ini adalah hipotesis yang pertama.

Menurut hipotesis ini, proses aterosklerosis berawal dari kerusakan / cedera (injury) sel endotel. Cedera sel endotel ini dapat disebabkan oleh sebab mekanik (tekanan darah dalam pembuluh dara), metabolik (hiperhomosisteinemi), imunologis (aterogenesis setelah pencangkokan ginjal) atau akibat adanya zat-zat baig yang datang dari luar seperti LDL, atau zat-zat yang disekresikan oleh endotel sendiri, makrofag dan/atau trombosit. Manifestasi cedera sel endotel dapat bermacam-macam,antara lain disfungsi sel yang menyebabkan gangguan permeabilitas endotel serta pelepasan zat vasoaktif danfaktor pertumbuhan atau berkurangnya sifat nontrombogenik permukaan endotel. Hiperlipidemi kronik dapat menyebabkan cedera toksik pada sel endotel karena peningkatan LDL yang teroksidasi dan kolesterol. Keadaan hiperlipidemi kronik ini juga menyebabkan perubahan sel endotel, leukosit yang beredar dalam darah dan juga mungkin trombosit. Keadaan hiperkolesterolemi menyebabkan meningkatnya adhesi monosit ke dinding endotel. Monosit yang menempel pada sel endotel ini kemudian menyusup di antara sel endotel dan mengambil tempat di daerah subendotel untuk kemudian berubah menjadi scavenger celi dan berubah bentuk menjadi makrofag. Makrofag berfungsi menelan dan membersihkan lemak terutama LDL yang sudah teroksidasi tersebut melalui reseptor khusus yang disebut reseptor scavenger. Sel scavenger ini kemudian menjadi sel busa yang merupakan cikal bakal fatty streak. Berkumpulnya makrofag di daerah subintima menyebabkan kerusakan endotel bertambah. Sel-sel ini menghasilkan dan mensekresikan zat-zat yang bersifat toksik dan juga metabolit yang bersifat oksidatif seperti LDL teroksidasi dan anion superoksida. Semuanya ini dapat menyebabkan kerusakan / gangguan fungsi endotel berrtambah Makrofag dapat mensintesis dan mensekresi paling tidak 4 jenis faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, PGF, EGFlike factor dan TGF . Keempat faktor pertumbuhan merupakan zat mitogen yang kuat dan dapat merangsang migrasi dan proliferasi fibroblas serta sel otot polos yang pada akhirnya dapat menyebabkan pembentukan jaringan ikat baru. Dari ke empat faktor tersebut, PDGF memegang peranan yang paling penting karena efek kemotaktik dan mitogeniknya terhadap sel otot polos. Selain itu sitokin ygdihasilkan juga merangsang rangkaian reaksi yang menyebabkan trombosit dan monosit menempel pada tempat cedera. Jika sel endotel rusak, dan jaringan ikat subendotel terpapar, trombosit yang beredar dalam pembuluh dara akan terangsang untuk beragregasi membentuk satu trombus mural. Selanjutnya hal ini akan merangsang trombosit yang beragregasi tersebut untuk

mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan seperti yang diproduksi dan disekresikan oleh makrofag. Sebagai tambahan, sel-sel otot polos yang bermigrasi dan berubah fenotipe dari kontraktil menjadi sekrotik akan juga mengeluarkan sejenis PDGF jika dibiakkan di kultur jaringan. Jika hal ini terjadi juga secara in vivo, sel-sel otot polos yang ada juga berperan serta dalam pengembangan lesi aterosklerosis Sesuai teori ini, jika proses cedera yang dialami sel endotel berhenti, maka sel endotel dapat memperbaiki dirinya sendiri, dan lesi yang sudah terbentuk dapat mengalami regresi. Sebaliknya jika cedera itu terjadi berulang-ulang atau terus menerus selama beberapa tahun. Lesi awal yang terbentuk akan terus berkembang dan dapat menimbulkan gangguan klinis. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa kontrol faktor resiko menjadi sangat penting untuk pencegahan kejadian aterosklerosis. Faktor resiko aterosklerosis Dari studi yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat di Framingham, Massachusets yang dilakukan selama lebih dari 24 tahun, didapatkan beberapa faktor resiko mayor untuk terjadinya aterosklerosis, yang terbagi atas faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga. Selain itu dikenal juga faktor resiko minor seperti obesitas, gaya hidup bermalas malasan (sedentary life style) dan stres. Dari studi yang sama juga didapatkan bahwa 5 faktor mayor untuk penyakit jantung koroner (PJK) juga merupakan faktor resiko untuk terjadinya stroke, yaitu hipertensi, adanya gejala klinis PJK, gagal jantung, adanya bukti PJK secara EKG atau radiologis dan atrial fibrilasi. Sedangkan kenaikkan kadar LDL dan rendahnya kadar LDL, walaupun secara statistik sangat bermakna untuk kejadian PJK ternyata kurang bermakna untuk kejadian stroke aterombotik. Dalam pembahasan mengenai faktor resiko stroke yang digolongkan ke dalam faktor resiko pasti adalah merokok, konsumsi alkohol, hipertensi, DM dan kenaikan kadar fibrinogen darah. Berikut akan diterangkan bagaimana faktor resiko yang menyebabkan aterosklerosis: Hipertensi Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak diketahui dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah secara nyata menurunkan

resiko terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi merusak endotel dan emnaikkan permeabilitas dinding pembuluh dara terhadap lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler yang menyebabkan aterogenesis. Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri sendiri, namun meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah sindroma hipertensi yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menjadi faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma hipertensi adalah gangguan profil lipid, resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran aliran darah arterial. Hiperlipidemi Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa hiperlipidemi berhubungan dengan aterogenesis. Orang yang menderita kelainan genetis yang menyebabkan tingginya kadar kolesterol dalam darah biasanya akan mengalami aterosklerosis prematur bahkan tanpa adanya faktor resiko lain pada orang tersebut. Selain itu kolesterol terbukti merupakan komponen utama dalam plak aterosklerosis. Jenis kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL, sedangkan HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung aterosklerosis karena HDL berfungsi memfasilitasi pembuangan kolesterol. Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar kolesterol total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih besar daripada orang orang dengan kadar kolesteral total <220 mg%. Namun demikian, hiperlipidemi tidak berhubungan dengan peningkatan resiko stroke Infark. Merokok Mengapa rokok dapat menyebabkan aterosklerosis masih belum diketahui dengan pasti. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa secara statistik merokok lebih berhubungan dengan kejadian perdarahan subarakhnoid dari pada dengan stroke Infark aterombotik. Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan aterogenesis karena merokok adalah: 1. stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin 2. penggeseran O2 yang terikat dalam hemoglobin oleh CO2 3. reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh dara 4. meningkatnya adhesi trombosit, dan

5. meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang terkandung di dalam rokok. Selain itu, pada percobaan pada binatang ditemukan bahwa hipoksia merangsang proliferasi sel otot polos, hal yang sama diduga terjadi pula pada orang yang merokok. Peneliti lain menghubungkan merokok dengan kenaikan tekanan darah secara akut, kenaikan reaktivitas trombosit dan penghambatan pembentukan prostasiklin serta kenaikan kadar fibrinogen dalam plasma. Jumlah nikotin dan zat kimia yang dihisap oleh perokok bervariasi sehingga sulit untuk menentukan secara langsung hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan resiko aterosklerosis, namun dipercaya bahwa semakin banyak rokok yang dihisap, semakin tinggi resiko terkena penyakit aterosklerosis. Studi statistik menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan proses aterogenesis ekstra dan intrakranial. Pada studi Framingham didapatkan bahwa merokok merupakan faktoryang signifikan untuk kejadian stroke Infark aterombotik pada laki-laki berusia dibawah 65 tahun. Penelitian lain di Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai resiko terkena stroke 1,6 kali lebih banyak dari bukan perokok. Sedangkan dari penelitian Framingham perokok berat (>40 batang sehari) mempunyai resiko terkena stroke 2 x lipat dari perokok ringan (<10 batabg sehari). Beberapa peneliti menyebutkan hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan resiko aterosklerosis, antara lain wanita yang merokok lebih dari 25 batang rokok resiko relatif terkena semua jenis stroke adalah 3,7 sedangkan untuk terkena perdarahan subarakhnoid resiko relatifnya lebih besar yaitu 9,8 dan tidak tergantung pada faktor resiko lain seperti penggunaan kontrasepsi oral, hipertensi danalkohol. Dari Honolulu Heart study dan the Nurses Health Study didapatkan resiko relatif merokok pada lelaki 2,5 x dari orang normal dan pada wanita 3,1 x lipat. Dikatakan juga bahwa penghentian kebiasaan merokok menurunkan resiko stroke secara signifikan dari tahun ke tahun, bahkan setelah 5 tahun berhenti merokok, tingkat resiko terkena strokenya menjadi hampir sama dengan yang bukan perokok. Diabetes mellitus DM telah terbukti sebagai faktor resiko yang kuat untuk semua manifestasi klinik penyakit vaskuler aterosklerosis. Mekanisme peningkatan aterogenesis pada penderita DM meliputi gangguan pada profil lipid, gangguan metabolisme asam arakidonat, peningkatan agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel, glikosilasi protein dan adanya resistensi insulin hiperinsulinemi.

Fibrinogen Peningkatan kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan peningkatan resiko stroke, namun masih belum jelas apakah peningkatan kadar fibrinogen ini merupakan faktor resiko ataukah merupakan refleksi adanya aterosklerosis atau indikator adanya suatu reaksi inflamasi, mengingat fibrinogen juga merupakan reaktan yang akan dikeluarkan dalam fase akut suatu reaksi inflamasi. Dari penelitian terakhir didapatkan beberapa faktor resiko tambahan seperti: Lipoprotein (a) / Lp(a) Lp(a) adalah suatu lipoprotein plasma yang kaya kolesterol (seperti LDL) dan ditandai dengan adanya apo(a) yang dikontrol secara genetis. Lp(a) telah terbukti merupakan faktor resiko independen untuk PJK dan stroke permatur. Lp(a) mempunyai struktur yang homolog dengan plasminogen dengan proses trombosis. Lp(a) mempunyai struktur yang homolog dengan plasminogen sehingga lp(a) dapat menghambat fibrinolisis karena adanya kompetisi dengan plasminogen di reseptor plasminogen di permukaan sel endotel. Lp(a) juga ternyata dapat mengatur ekspresi PAI-1 pada sel endotel sehingga menyebabkan terhambatnya pembentukan plasmin karena aktivasi tPA terhambat. Penelitian lain juga menemukan Lp(a) menghambat produksi dan sekresi tPA dari sel endotel sehingga aktivasi plasminogen terhambat yang mengakibatkan terganggunya fibrinogen. Lp(a) juga dianggap merangsang pertumbuhan plaque aterosklerosis dengan menghambat aktivasi TGF sehingga merangsang proliferasi sel otot polos. Selain itu dinyatakan pula bahwa pembentukan kompleks yang tak larut antara Lp(a) dengan kalsium pada lesi aterosklerosis dapat menambah pertumbuhan plaque. Juga dilaporkan Lp(a) merangsang ekspresi molekul adhesi pada sel endotel. Hipotesis terakhir menyebutkan bahwa kadar Lp(a) yang tinggi tidak bersifat aterogenik jika kadar LDL tidak meningkat, sehingga Lp(a) bukan merupakan penyebab primer anterogenesis. Uji saring Lp(a) untuk menentukan faktor resiko dianjurkan untuk penderita dengan riwayat keluarga PJK, MI, stroke atau penderita hiperkolesterolemi familial dan disfungsi ginjal dengan mikroalbuminemi, dan penderita dengan obesitas sentral.

LDL yang teroksidasi Menurut hipotesis respon terhadap cedera LDL yang bersifat aterogenik adalah LDL yang teroksidasi (ox-LDL). Fungsi utama LDL adalah mengangkut asam lemak tak jenuh, vitamin yang larut dalam lemak dan kolestrol ke sel yang membutuhkannya. Selama perjalanannya, LDL mengalami oksidasa dengan hasil metabolik yang bermacam-macam. Jika LDL ada dalam jumlah yang banyak dalam pembuluh darah, ox-LDL ini akan dijumpai dalam jumlah banyak pula dalam darah. Ox-LDL berbahaya bagi endotel dan sel otot polos. Terhadap endotel, ox-LDL merangsang pengeluaran molekul adhesi dan zat kemoktratan sehingga menyebabkan disfungsi endotel. Ox-LDL sendiri bersifat kemotaktik terhadap monosit dan dapat menyebabkan pembentukan M-CSF (macrophage colony stimulating factro). Ox-LDL ditemukan secara imunohistokimia dalam makrofag yang ada pada lesi aterosklerosis. Tubuh manusia memiliki mekanisme perlindungan terhadap oksidasi ini antara lain melalui enzim-enzim SOD (superoksida dismutase) GPx (glutation peroksidase) selain juga adanya zat-zat antioksidan dari makanan baik berupa vitamin E, flavonoid (dikandung oleh sayuran, buah-buahan, the hijau), -tokoferol, -karoten dan lain-lain. Inflamasi dan infeksi Inflamasi dan infeksi berkaitan dengan aterogenesis, khususnya melalui aktivasi dan proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah. Inflamasi dan infeksi ditandai dengan dikeluarkannya berbagai macam protein plasma ke dalam darah, antara lain CRP (C-reaactive protein) yang melipatgandakan sinyal sitokin. Kadar CRP berkolerasi langsung dengan tingkat keparahan aterosklerosis koroner, serebral, dan arteri prifer. Dari 2 penelitan yang indipenden, disimpulkan bahwa kadar CRP dapat memprediksikan resiko Infark miokard dan stroke dikemudian hari. Selain CRP, zat lain yang meningkat pada inflamasi adalah molekul adhesi seperti slCAM-1, sVCAM-1 dan s-selektum. Zat-zat ini merangsang penempelan monosit pada dinding endotel, dimana hal ini merupakan tahap awal dari proses aterogenesis. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa molekul adhesi ini dapat menajdi faktor resiko yang berdiri sendiri untuk penyakit kardiovaskuler dan stroke, dan yang secara statistik paling bermakna menunjukkan hubungan dengan derajat aterosklerosis adalah kadar sVCAM-1.

Infeksi kronis dari beberapa virus danbakteri diduga berhubungan dengan proses aterosklerosis. Hal ini ditunjang dengan ditemukannya virus dan bakteri seperti Cytomegalovirus, Chlamydia pneumoniae, dan helicobacter pylori pada plak aterosklerosis. Hiperhomosisteinemi Merupakan faktor resiko indipenden untuk terjadinta Infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler prifer. Dasar peningkatan resiko aterogenesis pada hyperhomosteinemia masih belum jelas. Ada beberapa mekanisme yang diduga berhubungan, yaitu: 1. homosistein mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap endotel karena zat ini dapat mengkatalisir produksi hidrogen peroksida, 2. homosistein meningkatkan oksidasi LDL, 3. homosistein meningkatkan proliperasi sel otot polos dan produksi kolagen, 4. homosistein meningkatkan resiko trombosis dengan cara menurunkan aktifitas AT-III , menurunkan kadar faktor V dan VII, inhibisi aktivasi protein C, penurunan ikatan tPA. Homosistein juga diketahui dapat menrunkan sintesis NO. Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1) Resiko trombosis meningkat jika faktor-faktor koagulasi dan inhibitor fibrinolisis meningkat. Gangguan fibrinolisis dapat meningkatkan proses aterogenesis dengan deposisi fibrin dan trombosis pada lesi aterosklerosis. PAI-1 merupakan salah satu inhibitor fibrinolisis yang penting. Zat ini bekerja sebagai inhibitor primer terhadap tPA dan aktivator plasminogen type urokinase. Peningkatan aktivitas PAI-1 merupakan prediktor indipenden untuk terjadinya Infark miokard ulang dalam waktu 3 tahun kedepan. Banyak penelitian cross sectional menemukan hubungan antara kadar PAI-1 dengan kadar fibrinogen, dan berkaitan juga dengan sejumlah variabel sindroma resistensi insulin. Ditemukan juga bahwa kenaikan kadar PAI-1 ini mempunyai dasar genetis.

ATEROSKLEROSIS PADA PEMBULUH DARAH OTAK Proses aterosklerosis pada pembuluh darah otak sering kali mengakibatkan penyumbatan yang berakibat terjadinya stroke Infark. Terdapat dua kemungkinan mekanisme terjadinya stroke Iskemik. Tipe yang paling sering adalah lepasnya sebagian dari trombus yang terbentuk di pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis.

Tombus ini menyumbat arteri yang terdapat disebelah distal lesi. Penyebab lain yang mungkin adalah hipoperfusi jaringan disebelah distal pembuluh darah yang terkena proses aterosklerosis yang dicetuskan oleh hipotensi dan jeleknya sirkulasi kolateral ke daerah distal lesi aterosklerosis tersebut. Karena sumbatan yang terjadi biasanya berhubungan dengan proses trombosis dan embolisme, stroke Infark karena proses aterosklerosis biasa disebut stroke Infark aterombotik dan embolisme karena lepasnya bagian plque aterosklerosis dikenal dengan istilah tromboemboli.

Gambar. Mekanise atherosklerotik, thrombus, dan tromboemboli

Tempat yang paling sering mengalami proses aterosklerosis adalah ostia A. vertebralis, segmen proksimal dan distal A. basilaris serta pangkal pars syphon dan supraclinoid A.karotis interna. Plak aterosklerosis yang mengalami ulserasi akan menyebabkan pembentukan trombosis inta mural sehingga dapat menyebabkan stenosis. Aliran darah ke otak akan menurun jika stenosis mencapai 80% dari diameter lumen.

Gambar. Lokasi tersering terjadinya oklusi di arteri

Sebagaimana diketahui plak ateromatossa merupakan lesi yang menonjol yang ditutupi oleh fibrous cap. Sering juga dijumpai perdarahan kecil dan /atau pembentukan trombus dipermukaannya yang meungkin akan makin mempersempit lumen pembuluh darah yang terkena proses tersebut. Namun aterogenesis tidak selalu menyebabkan penurunan aliran darh, karena pada kenyataannya sampai tahap tertentu lumen pembuluh darah berdilatasi pada daerah yang mengalami obstruksi sebagai mekanisme kompensasi dari pembuluh darah itu sendir terhadap berkurangnya aliran darah. Fenomena ini disebut premodeling. Penyumbatan pembuluh darah otak menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak. Jika pengurangan tersebut sampai dibawah ambang batasnya akan terjadinya satu serial proses iskemik di otak yang dapat berakhir dengan kematian sel-sel saraf. Bila aliran darah ke otak terputus dalam waktu 6 detik, metabolisme neuronal terganggu, lebhi dari 30 detik gambaran EEG mendatar, dlam 2 menitaktivitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit kerusakan jaringan otak dimulai,dan lebih dari 9 menit manusia akan meninggal. Sintesa protein terhambat pada nilai ambang glikolisis

anaerob < 0,35 ml/gr/meningitis, rusaknya metabolisme energi 0,20 ml/gr/meningitis, disertai kenaikan osmolalitas sel yang menyebabkan masuknya air dari ekstra ke intra seluler

(sehingga terbentuk edema sitotoksik yang kelak diikuti oleh edema pasogenik) dan gangguan fungsi berupa penekanan aktivitas EEG. Depolarisasi anoksik dari membran sel < 0,15 ml/gr/mrn. Dengan gangguan fungsi cetusan potensial yang menghilang. Sedangkan kaskade iskemik yang menyebabkan terjadinya kerusakan sel nueron dapat dilihat pada bagan dibawah ini:

Gambar. Cascade neuronal injury akibat ischemic otak

II.1

STROKE / CEREBRAL VASKULAR ACCIDENT (CVA) INFARK

1) DEFINISI Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh atau organ distal. Trombus yang terlepas dapat menjadi embolus. Pada kasus : Pada pasien ini terjadi kelemahan pada ekstremitas kanan yang berlangsung lebih dari 24 jam serta dari hasil CT Scan kepala tanpa kontras menunjukan bahwa CVA infark. Sehingga keadaan pasien ini mengarah ke CVA infark atau stroke hemoragik.

2) FAKTOR RISIKO Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetik. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi: a. Hipertensi Hipertensi berperan penting untuk terjadinya infark dan perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat arteriosklerosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh darah besar. Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor risiko terjadinya stroke. Menurut The seventh report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, dand treatment of high blood pressure (JNC 7), klasifikasi

tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II. Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prahipertensi Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II Sistolik (mmhg) <120 120 139 140 159 160 dan atau atau atau Diastolik (mmhg) <80 80 89 90 99 100

b. Penyakit jantung Pada penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa gangguan fungsi jantung secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa tergantung derajat tekanan darah.3 Penyakit jantung tersebut antara lain: Penyakit katup jantung Atrial fibrilasi Aritmia Hipertrofi jantung kiri (Left Ventrikel Hypertrophy) Kelainan EKG Dalam hal ini, perlu diingat bahwa stroke sendiri dapat menimbulkan beberapa kelainan jantung berupa: Edema pulmonal neurogenik Penurunan curah jantung Aritmia dan gangguan repolarisasi c. Diabetes mellitus Diabetes mellitus merupakan faktor risiko untuk terjadinya infark serebri. Diduga diabetes mellitus mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar, dan mulai lebih dini. Infark serebri terjadi 2.5 kali lebih banyak pada penderita diabetes mellitus pria dan empat kali lebih banyak pada penderita wanita dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus pada umur dan jenis kelamin yang sama. d. Merokok

Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat. Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu, atau pipa) dan untuk semua tipe stroke terutama stroke infark dan perdarahan subarachnoid. Merokok mendorong terjadinya aterosklerosis yang selanjutnya memprovokasi terjadinya thrombosis arteri. e. Faktor risiko lainnya, seperti tingginya kadar kolesterol dan asam urat, serta kurang olahraga. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi: a. Riwayat keluarga Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung, tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah menderita stroke pada usia 65 tahun. b. Lain-lain: usia, jenis kelamin, dan ras/suku. Faktor risiko yang belum terbukti adalah penyakit jantung, ruptur katup mitral, ateroma arkus aorta, inaktivitas fisik, pola diet buruk, lipoprotein (a), konsumsi alkohol berlebihan, antibodi antifosfolipid, hiperhomosisteinemia, kondisi hiperkoagulasi, terapi hormon, kontrasepsi oral, hiperfibrinogenemia, penyalahgunaan narkoba, migrain, dan displasia fibromuskuler. Pada kasus : Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah usia dan jenis kelamin. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah hipertensi.

3) PATOGENESIS Infark serebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti. Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Nilai kritis Cerebral Blood Flow (CBF) adalah 23 ml/100 gram per menit (normal 55ml). Penurunan CBF di bawah 10-12 ml/100 gram per menit dapat menyebabkan infark.

Nilai kritis CBF yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan adalah diantara 12 sampai 23 ml/100 gram per menit. Stroke Trombolitik Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis. Penyakit trombo-oklusif merupakan penyebab stroke yang paling sering.

Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama thrombosis serebral. Tanda-tanda thrombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang, dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum, thrombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh darah sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempattempat khusus tersebut. Pembuluh-pembuluh darah yang mempunyai risiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna, vertebralis bagian atas, dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim adenosine difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna. Stroke Emboli

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan menyumbat bagian-bagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteria serebri media, terutama bagian atas.

Gambar. Perbedaan stroke trombosis dan emboli

4) MANIFESTASI KLINIS Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :

5) DIAGNOSIS Untuk menegakkan diagnosis stroke, pencitraan dengan CT-scan yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard). Akronim dari FAST adalah cara mudah untuk mengingat tanda-tanda stroke : (F) ACE : minta pasien untuk tersenyum. Lihat sisi wajah yang turun. (A) RMS : minta pasien untuk mengangkat kedua tangan. Lihat jika satu tangan turun dengan cepat. (S) PEECH: minta pasien untuk mengulangi kalimat yang mudah. Lihat jika ternyata pasien menjadi cadel dan kalimat yang diulang tidak benar. (T) IME: jika pasien menunjukkan tanda-tanda tersebut, waktu sangat penting. Sangat penting untuk ke rumah sakit secepat mungkin. Anamnesis Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak. Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke. Gejala Onset atau awitan Saat onset Peringatan (warning) Nyeri kepala Kejang Muntah Penurunan kesadaran Stroke hemoragik Mendadak Sedang beraktivitas +++ + + +++ Stroke non hemoragik Mendadak Istirahat +

Pemeriksaan Fisik Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium) Pemeriksaan Neuro-radiologik o Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu diagnosis
dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada fase akut. Pada CT Scan dapat memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.

Gambar. CT Scan kepala stroke akut dan kronik

o Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk mendapatkan gambaran yang


jelas tentang pembuluh darah yang terganggu, atau bila scan tak jelas. Angiografi serebral dapat membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

o Pemeriksaan likuor serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan


infark, perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun perdarahan subarakhnoid (PSA).

o MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark atau hemoragik.

Gambar. MRI kepala stroke akut

Gambar. MRI kepala stroke kronik

o EEG : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. o Ultrasonografi Dopler : mengidentifikasi penyakit arteriovena. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit, Doppler, Elektrokardiografi (EKG).

Siriraj Stroke Score (SSS)

Cara penghitungan : SSS = (2,5x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) - (3 x atheroma) 12 Nilai SSS >1 < -1 -1 < SSS < 1 Skor Gajah Mada Diagnosis Perdarahan otak Infark otak Diagnosis meragukan (gunakan kurva atau CT Scan)

6) DIAGNOSIS BANDING 1. Stroke perdarahan intra serebral 2. Encephalopathy hypertensive 3. Trauma kepala 4. Tumor otak 5. Encephalopathy metabolic

PENATALAKSANAAN STROKE ISKEMIK Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007): Penatalaksanaan Umum Stroke Akut A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat f. Evaluasi cepat dan diagnosis Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi: Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen. g. Terapi Umum

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring. Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen b. Stabilisasi hemodinamik Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik) Optimalisasi tekanan darah Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor. Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama. Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi. c. Pemeriksaan awal fisik umum Tekanan darah Pemeriksaan jantung Pemeriksaan neurologi umum awal

Derajat kesadaran Pemeriksaaan pupil dan okulomotor Keparahan hemiparesis

d. Pengendalian peninggian TIK Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke

Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran

Sasaran terapi TIK < 20 mmHg Elevasi kepala 20-30. Hindari penekanan vena jugulare Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik Hindari hipertermia Jaga normovolemia Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi.

Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar

e. Pengendalian Kejang

Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.

Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.

f. Pengendalian suhu tubuh

Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.

Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5C

g. Pemeriksaan penunjang

EKG Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.

Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada

B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap 1. Cairan


Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12 mmHg. Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.

Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.

Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA. Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.

2. Nutrisi

Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam. Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun.

Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.

3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi

Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)

Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman. Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.

4. Penatalaksanaan medik yang lain


Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia. Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya. Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi. Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil. Rehabilitasi Edukasi keluarga. Discharge planning.

TERAPI STROKE ISKEMIK Terapi Umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.

Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi Khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen

Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

Obat Parenteral untuk Terapi Emergensi Hipertensi pada Stroke Akut Mula kerja 5-10 menit Lama kerja 3-6 jam Efek samping Nausea, vomitus, hipotensi, blok atau gagal jantung, kerusakan hati, bronkospasme takikardi

Obat Labetolol

Dosis 20-80 mg iv bolus setiap 10 menit atau 2 mg/menit infus kontinyu 5-15 mg/jam infus kontinyu

Keterangan Terutama untuk kegawatdaruratan hipertensi, kecuali pada gagal jantung akut

Nikardipin

5-15 menit

Sepan jang infus berja lan

Larut dalam air, tidak sensitif terhadap cahaya, vasodilatasi perifer dengan tanpa menurunkan aktivitas pompa jantung Krisis hipertensi

Diltiazem

5-40 g/kg/menit infus kontinyu

5-10 menit

4 jam

Blok nodus A-V, denyut prematur atrium, terutama usia lanjut

Obat Oral untuk Terapi Urgensi Hipertensi pada Stroke Akut

Jenis Obat Nifedipin

Rute

Mula kerja 1520 menit 5-10 menit

Lama kerja 3-6 jam 3-6 jam

Dosis dewasa 10 mg

Frekuensi Pemberian 6 jam

Efek samping Hipotensi, nyeri kepala, takikardia, pusing, muka merah

Oral

Bukal

10 mg

20-30 menit

Captopril

Oral

1530 menit 5 menit

4-6 jam 2-3 jam

6,25-25 mg 6,26-25 mg

30 menit

SL

30 menit

Hiperkalemia, insufisiensi ginjal, hipotensi dosis awal

Clonidin

Oral

30 menit 1530 menit

8-12 jam 8 jam

0,1-0,2 mg 1-2 mg

12 jam

Sedasi

Prazosin

Oral

8 jam

Sakit kepala, fatique, drowsiness, weakness

7) KOMPLIKASI Banyak pasien mendapat kelemahan fisik yang tersisa dan disertai dengan nyeri dan spastisitas. Tergantung dari tingkat keparahan gejala dan seberapa banyak bagian tubuh yang terlibat, kelemahan tersebut dapat mempengaruhi kemampuan untuk berjalan, untuk berdiri dari kursi, untuk makan sendiri, untuk menulis atau menggunakan computer, untuk menyetir, dan aktivitas lainnya.

PENCEGAHAN Pasien yang telah terserang stroke untuk pertama kali, memiliki risiko yang tinggi untuk mendapat serangan stroke berulang. Cara untuk mecegah rekurensi dari stroke yakni:

Perubahan gaya hidup Berhenti merokok Makan makanan sehat: diet kaya buah dan sayuran, tinggi kalium, dan rendah lemah jenuh, masukan natrium (garam) kurang dari 2300 mg/hari. Berolah raga (30 menit, minimal satu kali seminggu) Menjaga berat badan ideal Membatasi asupan alkohol.

Terapi antiplatelet dan antikoagulan untuk pencegahan stroke: Pencegahan primer (jika terapi yang diberikan sebelum terjadinya stroke): Untuk laki-laki atau perempuan yang tidak memiliki faktor risiko stroke, tidak ada bukti bahwa aspirin dapat membantu pencegahan. Perempuan usia 55 79 tahun dapat meminum aspirin harian jika memiliki risiko stroke atau serangan jantung. Laki-laki usia 45 79 tahun dapat meminum aspirin harian jika memiliki risiko stroke atau serangan jantung. Untuk perempuan dan laki-laki usia 80 tahun atau lebih, tidak diketahui apakah meminum aspirin untuk pencegahan stroke memilik keuntungan yang lebih besar daripada risiko perdarahan traktus digestivus atau perdarahan otak. Pencegahan sekunder (jika terapi yang diberikan untuk pencegahan stroke ulang): Dapat diberikan aspirin saja atau aspirin disertai obat-obatan anti-clotting seperti dipyridamole (Persantine, atau aggrenox) dua kali sehari. Dapat digunakan klopidogrel sebagai pengganti aspirin, untuk pasien dengan arteri koroner yang menyempit atau telah memiliki stent. Mengkombinasi aspirin dengan klopidogrel bersama-sama tidak memiliki efek yang menguntungkan tetapi meningkatkan risiko terjadinya

perdarahan. Obat antikoagulan (warfarin) dapat digunakan sebagai pencegahan stroke pada pasien dengan fibrilasi atrial. Pemberian warfarin memiliki risiko terjadinya perdarahan, tetapi keuntungan yang didapatkan lebih besar daripada risikonya. Risiko terjadinya perdarahan lebih tinggi jika terapi warfarin dimulai dengan dosis yang tinggi dan dengan periode terapi yang lama. Pemeriksaan protrombin

time (PT) dan international normalized ratio (INR) dapat digunakan untuk memonitor koagulasi darah. Kontrol diabetes Pasien dengan diabetes harus mencapai kadar gula darah puasa kurang dari 110 mg/dl dan HbA1C kurang dari 7%. Kontrol tekanan darah Pasien dengan diabetes, chronic kidney disease, atau aterosklerosis harus mencapai tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Kolesterol LDL yang rendah American Heart Association merekomendasikan pasien yang memiliki stroke iskemik atau TIA untuk meminum obat statin untuk menurunkan kadar kolesterol. Kebanyakan pasien harus mencapai kadar LDL kurang dari 100 mg/dl. Pasien dengan faktor risiko multipel harus mencapai kadar LDL kurang dari 70 mg/dl.

PROGNOSIS Lebih dari 75% pasien dapat bertahan hidup pada serangan stroke pertama selama tahun pertama, dan lebih dari separuh bertahan di bawah 5 tahun. Banyak penderita pasca stroke dapat kembali ke fungsi mereka sebelumnya, tetapi 25% lainnya memiliki disability ringan dan 40% memiliki disability sedang-berat. Risiko untuk rekurensi dari stroke ini sendiri sangat tinggi pada minggu-minggu pertama dan bulan pertama setelah stroke. Tetapi sekitar 25% pasien yang memiliki serangan stroke pertama kali, akan mendapat serangan kembali dalam 5 tahun kemudian. Faktor risiko untuk terjadi rekurensi stroke: Usia yang tua Adanya bukti arteri yang terblok (riwayat penyakit jantung koroner, penyakit arteri carotid, penyakit arteri perifer, stroke iskemik, atau TIA). Stroke hemoragik atau embolik Diabetes Alkoholisme Penyakit katup jantung Fibrilasi atrial

DAFTAR PUSTAKA

1. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007. 2. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007. 3. Departemen Saraf. Pengenalan dan Penatalaksanaan Kasus-kasus Neurologi. Edisi Kedua. Jakarta: Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. 2007. 4. Ginsberg, Lionel. Lecture Notes Neurologi. Edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga Medical Series. 2007. 5. MIMS. Edisi ke-121. 2012. 6. Adams HP Jr, del Zoppo G, Alberts MJ, Bhatt DL, Brass L, Furlan A, et al. guidelines for The Early Management Adults With Ischemic Stroke: a Guideline From The American Heart Association. Circulation. 2007 May 22; 115 (20): e478 - 534

Anda mungkin juga menyukai