Anda di halaman 1dari 14

Multidetector Computed Tomography dari Cidera Thorax : Indikasi, Teknik, dan Interpretasi

Abstrak
Latar Belakang : Trauma Thorax merupakan penyebab paling utama dari kematian dan kecacatan, khususnya pada kelompok populasi usia muda Metode : Diagnostik Imaging memainkan peran yang penting pada penatalaksanaan penyakit. Multi Detector Computed Tomography (MDCT) adalah metode imaging terpenting di masa ini. Metode Imaging ini memiliki salah satu keuntungan yaitu kecepatan yang tinggi dan tingginya resolusi geometric di berbagai bidang. Hasil : Metode ini memperbolehkan kita melihat bagian-bagian yang besar dari tubuh dengan pergerakan alat-alat yang lebih minimal dan dapat menghasilkan reformasi 3 dimensi dan multibidang yang akurat. Oleh karena beberapa keunggulannya, MDCT telah menjadi pilihan utama dalam tiap kejadian trauma dengan kecepatan tinggi. Kesimpulan : Artikel ini menyimpulkan posisi-posisi dari MDCT ini dalam algoritma penegakan diagnostik dari trauma thorax, aspek-aspek teknisnya dari pemeriksaan, serta temuan-temuan gambaran dari tiap trauma pada masing-masing kompartmen thorax. Poin Pembelajaran : Diagnostic Imaging memainkan peran penting pada penatalaksanaan penyakit. MDCT merupakan metode imaging yang paling penting pada cidera jenis ini, sebagai penjelasan lebih rinci dapat diperoleh di waktu berikutnya. Multiplanar dan reformasi 3 dimensi secara signifikan membuat diagnosis lebih akurat.

Keywords : Multidetector Computed Tomography, Thorax, Luka dan Cidera, Trauma


Tumpul, Trauma Tajam

Pendahuluan
Pada Negara-negara industry cidera yang berbanding lurus mewakili sebuah problema sosioekonomi. Injuri/cidera ini sering terjadi pada kelompok populasi usia muda dan sering menyebabkan kematian tiba-tiba pada kelompok usia 25-44 tahun. Trauma Thorax terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus kejadian trauma. Lebih dari 80% kasus trauma thorax berhubungan

dengan cidera pada bagian tubuh yang lain seperti kepala (69%), abdomen dan pelvis (43%), dan ekstremitas (52%) [1,2]. Diagnostik Imaging memainkan peran utama dalam menentukan prosedur terapi dan penetapan prognosis [3]. MDCT perlu dipertimbangkan untuk menjadi metode imaging yang paling efektif di bidang ini dan oleh karena itu seharusnya MDCT dapat menjadi bagian yang utuh dari departemen emergensi [4]. Artikel ini menyimpulkan posisi dari MDCT di dalam algoritma penegakan diagnosis, teknik pemeriksaan dan temuan cidera-cidera dari masing-masing bagian thorax.

Mekanisme Cidera, Klasifikasi


Trauma Thorax biasanya terjadi pada tabrakan/kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cidera olahraga, dan korban kekerasan. Bagian-bagian thorax yang paling sering mengalami kerusakan adalah dinding thorax (70%), pleura (50%), dan paru-paru (30-70%). Selain itu termasuk jarang tetapi paling sering memburuk adalah pada cidera jalan napas/airway (2,8-5,4%), diafragma (0,4-1,5%), pembuluh darah besar ( 1,1-2,2 % ) serta jantung (10%) [3,5]. Sesuai dengan penyebabnya, cidera dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu cidera tumpul (90%) dan cidera tajam (10%). Cidera tumpul disebabkan oleh 3 mekanisme dasar yang mana biasanya dapat terjadi secara bersamaan dari kombinasi ketiga mekanisme tersebut. Mekanismenya antara lain, tubrukan langsung (Direct Impact), kompresi (Compression), dan deselerasi (Deceleration) [4]. Tubrukan langsung pada thorax menyebabkan sebuah cidera terlokalisasi pada dinding thorax tepat pada titik traumanya. Ketika terpapar oleh tekanan yang besar, energinya dapat merusak struktur-struktur lebih dalam dari lintasan cidera, seperti paruparu, jantung, pembuluh darah, mediastinum, hati, dan limpa. Cidera kompresi dapat menyebabkan kontusio atau ruptur. Jaringan parenkim paru, pleura, diafragma, dan cabang trakeobronkial sering mengalami kerusakan pada cidera kompresi. Sedangkan cidera deselerasi menyebabkan pergeseran dari organ-organ serta tekanan robekan pada daerah dimana organorgan tersebut terfiksasi. Cidera jenis ini secara umum terjadi pada cabang trakeobronkial, aorta, jantung, dan diafragma (gambar 1). Penyebab dari cidera tajam biasanya sering dikarenakan luka tusukan dan tembakan dari para korban kekerasan atau perang. Mengacu pada angka kejadian yang lebih tinggi dari cidera jantung dan pembuluh darah, maka sebuah cidera tajam menyebabkan kematian lebih tinggi apabila dibandingkan dengan trauma tumpul [6].

Gambar 1 Kombinasi dari dua mekanisme cidera, seorang pejalan kaki tertabrak mobil. Patah tulang iga, hemotoraks, dan pneumotoraks di sisi kiri gambar adalah hasil dari tubrukan langsung (Direct Impact) (panah putih). Aortic pseudoaneurysm merupakan akibat dari deselerasi (panah hitam).

Metode-Metode Imaging
Gejala-gejala klinis dari cidera thorax sangat beragam dan sering tidak berkorelasi dengan tingkat keparahan cidera. Ini menjadikan alasan bahwa diagnostic imaging telah menjadi prosedur utama yang ditampilkan setelah masuk ke dalam sebuah fasilitas medik. Metode yang paling sederhana dan paling cepat dilakukan dengan mudah termasuk metode radiografi thorax dan ultrasound. Kedua metode ini bisa , terlebih pada pasien yang tidak stabil, menyediakan informasi penting mengenai tampilan dari cidera serius yang memerlukan tindakan emergensi, seperti kejadian tension pneumotoraks, hemotoraks luas, hemoperikardium, hemiperitoneum, dan cidera organ-organ abdomen dibawah diafragma. Hanya saja metode-metode ini kurang sensitif untuk beberapa jenis trauma, dan oleh karenanya, terutama pada cidera karena energi tinggi metode-metode ini tidak dapat dipertimbangkan sebagai sebuah kepastian. Radiografi thorax dilakukan pada cidera berat dengan posisi supine, yang mana akan mengurangi kontribusinya. Deteksi kontusio dan laserasi dari jaringan parenkim hati serta sebuah hemotoraks dan pneumotoraks yang lebih kecil, juga merupakan persoalan. Radiografi thorax juga tidak memungkinkan untuk mendeteksi cidera pada jantung atau pembuluh darah [7,11]. Sebagai tambahan, dari rendahnya sensitifitas dari metode ini pada beberapa cidera, selain itu rendahnya

spesifitasnya juga menjadi masalah. Sebuah gejala pelebaran pada mediastinum, yang mana bisa menjadi sebuah tanda dari sebuah cidera pada pembuluh darah besar dan jantung, bisa menjadi sebuah contoh. Walau bagaimanapun, hal ini hanya terdapat pada sekitar 20% dari kasus keseluruhan. Temuan sisanya diakibatkan oleh perdarahan tanpa trauma dari pembuluh darah besar atau juga sebab non-traumatik seperti lipomatosis mediastinal, kelainan konginetal, perbesaran limfa nodul atau bahkan tumor [5,12]. Dibandingkan dengan ini semua, MDCT memungkinkan pemeriksaan yang cukup akurat pada seluruh bagian thorax serta dapat mengemukakan perubahan-perubahan yang tidak terdeteksi oleh metode-metode lainnya ( Gambar 2). Temuan-temuan lainnya juga biasa ditemukan oleh MDCT (mencapai 83% dari kasus), tetapi nyatanya hanya beberapa dari kasus-kasus itu yang bisa mengubah proses terapi (714%) [10,13-15].

Gambar 2 a,b Pasien dengan laserasi aorta. a. Topogram (analogi dari radiografi thorax) menunjukkan kenormalan pada lebarnya mediastinum. b. MDCT menunjukkan ruptur dari isthmus aorta dengan hematom kecil periaorta (panah)

MDCT
Pelaksanaan dari MDCT telah meningkatkan secara signifikan ketepatan diagnosis dari cidera, tidak hanya di area thorax, dan sekarang dipertimbangkan sebagai metode dasar dalam radiologi cidera. Hal ini memungkinkan untuk memeriksa secara komprehensif seluruh struktur dari thorax dengan sensitifitas dan spesifitas mendekati 100%. Resolusi spasial dan temporal yang baik sekali adalah keuntungan utama. Oleh karena bidang data yang isotrop, MDCT memungkinkan pertunjukan reformasi 2 dimensi dan 3 dimensi di berbagai bidang dan sudut pandang tanpa kehilangan resolusi geometric dan untuk menilai struktur anatomi yang terletak secara terbalik dari bidang axial. Sebuah pemeriksaan-berkecepatan tinggi dibutuhkan untuk melihat seluruh area pemeriksaan dalam tahap perputaran post-kontras yang benar serta untuk meminimalisasi gambaran artefak (Gambar 3) [4,16,17].

Gambar 3 a,b Efek dari penambahan kecepatan terlihat pada kualitas gambaran 3 dimensi a.6-row MDCT, tambahan waktu 20 detik ; terlihat secara signifikan gambaran artefak pada jantung dan aorta b. 64-row MDCT, waktu tambahan 7 detik ; jantung dan aorta berih dari artefak

Algoritma Diagnosis Pilihan prosedur diagnostik bergantung pada kondisi pasien dan mekanisme cidera. Pada cidera berenergi rendah (terjatuh dari ketinggian mencapai 3m dan kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan mencapai 50 km/h), metode standar termasuk X-Ray dan pemeriksaan ultrasound. Pemeriksaan MDCT thorax sebaiknya dilakukan hanya pada kasus dengan temuan-temuan kurang jelas atau jika penilaian lebih rinci diperlukan. Pada pasien dengan cidera berenergi tinggi (jatuh dari ketinggian diatas 3 m dan kecelakaan lalu lintas pada kecepatan melebihi 50km/h) serta trauma yang tidak diketahui mekanismenya, MDCT pada thorax perlu dilakukan sebagai skrining. Pemeriksaan ini biasanya merupakan bagian dari keseluruhan CT badan. Pada pasien yang stabil tanpa kelihatan perlu tindakan emergensi, pemeriksaan MDCT dapat dilakukan secara langsung setelah masuknya pasien pada fasilitas perawatan kesehatan dan pemeriksaan klinis utama. Pada kasus sirkulasi tidak stabil atau di saat farmakologikal sirkulasi dibutuhkan, maka X-ray thorax posisi supine biasanya dilakukan hampir sama seperti pemeriksaan ultrasound untuk mengeksklusikan temuan-temuan yang membutuhkan tindakan emergensi. Pemeriksaan MDCT seharusnya dilakukan hanya setelah metode-metode penting ini selesai dilakukan [18]. Pada masa dimana MDCT merupakan bagian dari departemen emergensi dan pemeriksaan segera yang dapat dilakukan dengan resusitasi, maka langkah tadi bisa dihapuskan, serta MDCT dapat digunakan di situasi ini sebagai metode imaging yang utama (Gambar 4). Penggunaan secara rutin MDCT pada kasus-kasus cidera berenergi tinggi dihubungkan dengan biaya yang lebih tinggi pula, beban radiasi dan beberapa temuan kecil lainnya. Meskipun begitu, prosedur ini tidak bisa diacuhkan begitu saja karena ada resiko apabila ada penghilangan pada jenis penyakit yang sukar terdeteksi, meski dapat diobati seperti cidera aorta [10].

Gambar 4 Algoritma Diagnostik yang digunakan pada Departemen Emergensi pada RS.Universitas Charles di Pilson, Republik Ceko

Teknik Pemeriksaan Protokol pemeriksaan beragam bagi berbagai peralatan sesuai dengan parameter teknisnya. Secara umum, untuk meminimalisasi gambaran artefak, maka kecepatan tinggi pemeriksaan harus digunakan pada kasus cidera, serta karenakebutuhan untuk melakukan reformasi di bagian bidang yang lain maka resolusi tertinggi pada sumbu Z pun bisa digunakan. Thorax merupakan area dengan penyerapan yang rendah terhadap radiasi dan memiliki kontras yang lebih tinggi diantara tiap-tiap strukturnya, bagaimanapun, dalam pemeriksaan difokuskan pada thorax, sebuah parameter pencahayaan bisa digunakan dibandingkan dengan pemeriksaan seluruh tubuh yang mana area abdomen termasuk harus diambil pemeriksaannya. Ini sangat cocok untuk mengaplikasikan pengaturan sistem pemberian dosis dari voltase dan nilai yang cocok sesuai dengan kebiasaan pasien serta luas penyerapan radiasi pada daerah yang akan diperiksa [19]. Perawatan yang memperhatikan dosis radiasi sangat penting pada pasien anak-anak, dimana kita dapat mengurangi beban radiasi dari 5 ke 10 kali dibandingkan pada pasien dewasa dengan menggunakan parameter pencahayaan yang sesuai. Pengurangan dosis dicapai tidak hanya dengan pengaturan dosis otomatis, tetapi juga dengan pengurangan dari nilai penyinaran sesuai dengan berat badan pasien. Besar nilai Kilovolt dapat dikurangi menjadi 80-100, dan besar mAs dapat diturunkan menjadi 30-80 (Gambar 5) [10]. Jika dicurigai cidera jantung dan aorta thoracis

(arteri ascendens), kita dapat menggunakan sinkronisasi ECG untuk mengeliminasi gambaran artefak [21]. Dan jika memungkinkan dengan penghargaan terhadap kondisi pasien, pemeriksaan seharusnya selalu ditampilkan dengan elevasi bagian tungkai atas.

Gambar 5 a,b pemeriksaan dengan dosis rendah pada anak usia 6 tahun. Pentingnya pengurangan dosis dicapai setelah pengaturan kualitas penegakan diagnostik yang dapat diterima (80kV, 40efektif mAs, dosis panjang 37 mGy8cm). a Potongan axial, algoritma rekonstruksi yang halus b Reformasi Koronal, algoritma rekonstruksi pelebaran sudut.

Aplikasi dari media kontras penting untuk pemeriksaan dari struktur pembuluh darah serta jaringan parenkim tiap organ serta untuk mendeteksi adanya perdarahan aktif. Walau bagaimanapun dianjurkan untuk menyiapkan sebuah penundaan pemindaian lebih lama (30-40 detik) apabila dibandingkan dengan pemeriksaan thorax standar (Gambar 6) [22,23]. Pemeriksaan pada trauma thorax biasanya dilakukan tanpa penggunaan kontras oral. Sejumlah besar dari bahan kontras bisa dipakai pada kasus suspect Ruptur Esofagus, biasanya sebagai tambahan untuk menyetarakan pemeriksaan temuan-temuan yang tidak jelas. Pada kasus ini, media kontras-iodin-water soluble harus digunakan, yang mana tidak akan menyebabkan komplikasi serta tidak mempengaruhi pengobatan pembedahan berikutnya. Pemeriksaan tanpa menggunakan kontras dalam diagnosis primer tidaklah terlalu penting, tetapi dapat dimanfaatkan untuk follow up yang difokuskan pada paru-paru, cabang bronkus, bahkan tulang.

Gambar 6 a,b Perdarahan aktif dalam hematoma ekstrapleural, pentingnya pemanjangan lama penundaan pemindaian setelah injeksi kontras. a pemindaian ditunda 20 detik : tidak ada bukti dari ekstravasasi bahan kontras b pemindaian ditunda 40 detik : ekstravasasi bahan kontras dari arteri interkostalis (panah)

Potongan demi potongan disusun dalam tiga bidang utama (axial, coronal, dan sagital) atau susunan tambahan pada bidang lainnya serta gambaran 3D seharusnya dapat digunakan untuk evaluasi. Saat melihat jaringan-jaringan lunak, diperlukan susunan potongan dengan lebar 3-5 mm menggunakan sebuah resolusi inti yang halus yang biasa digunakan. Sebuah jenis potongan denga lebar 0,6-1,5 mm dengan bersamaan sekitar 1/3 atau bagian bisa digunakan untuk reformasi 2D dan 3D lainnya. Penggunaan perangkat lunak yang canggih dan perangkat keras berkekuatan reformasi 3D bukanlan merupakan penghabisan waktu. Kegunaan utamanya adalah menunjukkan lesi cidera dari tulang, pembuluh darah, atau percabangan bronkus. Faktanya, metode-metode ini tidak dapat mendiagnosis sendirian, bisa menyederhanakan hubungan anatomi dengan komunikasi pada ahli klinis. Protokol pencitraan untuk cidera thorax di simpulkan pada tabel 1 dan 2. Tabel 1 menunjukkan protocol dari berbagai perlengkapan yang mungkin terdapat pada pemeriksaan MDCT. Tabel 2 menyederhanakan modifikasi dari protocol standar bergantung pada tampilan klinis serta tujuan dari pemeriksaan itu sendiri.

Cidera Dinding Dada


Cidera dinding dada merupakan hal biasa yang terjadi. Fraktur merefleksikan intensitas serta arah daripada tekanan saat cidera. Meskipun demikian, luasnya kerusakan pada dinding dada tidak berkorelasi dengan cidera pada organ-organ intratorakal. Bukti ini terdapat pada anak-anak atau dewasa muda dengan struktur tulang yang fleksibel sehingga cidera berat visceral bisa saja terjadi walau tidak ditemukan fraktur disana. Tulang Iga Fraktur tulang iga merupakan cidera dinding dada yang paling sering terjadi. Terjadi hampir pada 50% pasien dan pada kenyataannya tidak selalu sesuai secara klinisnya. Walau bagaimanapun, kerusakannya pada perbatasan antara organ intratorakal dan intraabdominal bisa sangat parah. Pada kasus fraktur multiple yang meliputi sedikitnya 3 tulang iga yang berurutan, ketidakstabilan dinding dad bisa terjadi yang berhubungan dengan gagalnya mekanisme ventilasi dan peningkatan resiko atelektasis (flail chest). Ketiga tulang iga pertama dilindungi oleh tulang klavikula, punggung serta otot-otot. Oleh karenanya, fraktur-fraktur yang terjadi adalah fraktur jenis energy tinggi. Fraktur-fraktur tersebut bisa dihubungkan dengan cidera pembuluh darah yang berdekatan atau pun pleksus brakialis. Sedangkan pada fraktur tulang iga tiga terbawah, sangatlah penting untuk memperhatikan adanya cidera heparnya, limpa, serta cidera ginjal. MDCT dapat menunjukkan jumlah fraktur yang terjadi, lokasinya, serta derajat dislokasi lebih akurat dibandingkan X-Ray. Berkebalikan dengan X-ray, MDCT juga dapat mendeteksifraktur pada kartilago kosta (Gambar 7) [3,8].
Gambar 7 Fraktur Multipel Tulang Iga. Proyeksi Koronal dengan Intensitas Maximum.

Skapula Fraktur skapula biasanya termasuk ke dalam cidera yang jarang terjadi. Biasanya disebabkan oleh tubrukan langsung yang kuat atau pun akibat dari tubrukan axial. Hampir 40% dari kasus, berhubungan dengan kontusio pulmo, pneumotoraks atau hematotoraks [24,25]. Paling sering area pada daerah skapula serta leher yang terkena cidera (Gambar 8).
Gambar 8 Tampilan Synoptik dari thorax dengan menggunakan sebuah gambaran ubahan volum. Fraktur pecahan pada skapula kanan serta fraktur multipel pada kanan

Sternum Fraktur pada sternum terjadi dalam 8-10 % kasus pada cidera tumpul dada. Biasanya disebakna oleh tubrukan langsung pada dinding dada bagian anterior (tersering biasanya tibrukan dengan stir mobil). Serta bisa diikuti dengan hematom retrosternal. Kontusio jantung pun terjadi pada sekitar 20-40 kasus. Cidera pada pembuluh darah mediastinum pun bisa terjadi. Hematom retrosternal biasanya terpisah dari aorta oleh kepingan atau pun lemak. Gejala ini membuat perbedaan dengan hematom dari aorta itu sendiri. Sebuah fraktur non-dislokasi tulang sterna bisa terlewat pada pemindaian axial, oleh karenanya diperlukan reformasi sagital yang merupakan hal paling penting untuk menegakkan diagnosis (Gambar 9) [3,16,26].

Gambar9

Klavikula Fraktur klavikula biasanya terlihat dari pemeriksaan klinik. MDCT berguna, khususnya pada penegakan diagnosis dari dislokasi sternoklavikular, yang paling banyak disebabkan oleh mekanisme indirek. Dislokasi anterior paling sering terjadi dan jarang berat secara klinis. Dislokasi posterior bisa dihubungkan dengan cidera vascular [27]. Tulang Belakang Fraktur tulang belakang mewakili 16-30 % dari keseluruhan cidera spinal. Sering susah dideteksi menggunakan pemeriksaan X-ray karena super posisi daripada struktur-struktur lainnya pada dada. Mekanisme cidera yang paling sering termasuk tekanan fleksi dan axial. Mekanisme rotasi terbatas pada rongga iga. Dislokasi serta fraktur tidak stabil, terjadi hampir 50% kasus berhubungan dengan defisit neurologis pada cidera di area ini. Fraktur dikategorikan dalam dua kelompok : minor dan mayor. Fraktur minor (processus spinosus, tranversa, dan artikularis, dan rongga intraartikularis) sendiri jarang dihubungkan dengan ketidakstabilan spinalis atau defeist neurologis. Menurut klasifikasi AO, fraktur mayor dibagi menjadi (A) fraktur kompresi, (B) fraktur distraksi, dan (C) cidera multi-arah dengan patahan dan atau translasi. penilaian terhadap kestabilan fraktur sangatlah krusial dalam menentukan pendekatan terapeutiknya. Fraktur tidak

stabil-lah yang dapat meningkatkan deformitas atau bahkan meningkatkan defisit neurologis, dan kebutuhan akan stabilisasi tindakan bedah. Menurut teori tiga kolumna Denis, fraktur yang melibatkan middle-columna serta melibatkan dua atau lebih columna dikatakan sebagai fraktur tidak stabil. Ct merupakan pilihan metode utama untuk fraktur spinal. Seperti pada fraktur tulang sternal, reformasi sagital sangat berperan penting di bidang ini (Gambar 9) [3,28,29]. Hematom Ekstrapleural Saat hematom ekstrapleural disebabkan oleh cidera arteri interkostalis, yang berpotensi sebagai kondisi yang mengancam [30]. Hal initerjadi jarang dihubungkan sebagai hasil dari cidera dinding dada atau sebuah komplikasi dari tindakan intervensi (drainase, insersio dari pemasangan kateter vena sentral) [31,33]. Akumulasi darah berada diantara pleura parietalis dengan fasia endotorakalis. Temuan X-ray jarang spesifik. Pada pemeriksaan MDCT kita dapat menemukan kumpulan darah terpisahkan dari paru-paru dengan kavitas pleura oleh lapisan tipis lemak(Gambar 10)[33]. Hematom yang lebih luas memilki bentukan bikonveks [32]. Perdarahan aktif dari arteri interkostalis dapat dilihat dalan ekstravasasi bahan kontras (Gambar 6).
Gambar10

Cidera Pleura
Pneumotoraks Pada pneumotoraks sering bersamaan antara cidera tajam dan tumpul pada dada. Pada kasus cidera tumpul, merupakan kedua tersering terjadi setelah fraktur tulang iga. Pneumotoraks tidak hanya disebabkan oleh cidera langsung pada pleura, tetapi juga oleh rupturnya alveoli maupun

bronkus bersamaan dengan meningkatnya tekanan pada jalan napas (airway). Bisa juga merupakan komplikasi dari prosedur medikal. Pada CT pneumotoraks bermanifestasi sebagai kumpulan gas dalam rongga pleura sampai ke bagian belakang dinding ventral thorax. Pada pemeriksaan X-ray Thorax dengan posisi supine, pneumotoraks sering bermanifestasi dengan sangat berbeda, dan dalam 30-55% kasus bahkan tidak dapat dilihat sama sekali (Gambar 11) [34,35]. Kepentingan klinis dari pneumotoraks bergantung tidak hanya pada ukurannya pada saat pemeriksaan awal, melainkan juga pada tiap perkembangannya dari waktu ke waktu serta secara keseluruhan kondisi pasien. Pada pasien yang ventilasinya baik, sebuah pneumotoraks ringan yang terlewat bisa berkembang secara cepat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik dan ventilasi [35]. Tension pneumotoraks merupakan kondisi mengancam yang serius, membutuhkan drainase secepatnya. Hal ini merupakan hasil dari peningkatan tekanan intratorakal pada sisi yang terkena dengan selanjutnya tekanan pada struktur mediastinum serta pengurangan pengisian diastolik jantung [36]. Tension pneumotorkas sering dapat terdiagnosa sebelum menggunakan MDCT. Gejala dasarnya antara lain peningkatan volum pada hemitoraks yang terkena, pergeseran mediastinum ke arah yang sehat, dan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah mediastinum (kebanyakan pada vena), serta depresi pada arkus difragmatika (Gambar 12) [16]. Hemotoraks Perdarah pada rongga pleura biasanya paling sering disebabkan oleh laserasi pada jaringan parenkim paru serta cidera lapisan pleura sendiri. Pada kasus ini, perdarahan biasanya perlahanlahan meningkat serta terbatas. Pada kasus perdarahan arteri (biasanya interkostalis), perdarahan cepat meningkat dan memerlukan terapi pembedahan. Perdarahan yang tidak cukup luas tidak harus terdeteksi pada pemeriksaan X-ray posisi supine. MDCT adalah metode yang belum tertandingi untuk mendiagnosis cairan pada pleura. Darah memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air. Nilainya bergantung pada derajat koagulasinya. Nilai densitas cairan darah antara 30 dan 50 HU, serta densitas keping darah antara 50-90 HU. Hematoma terkadang bisa memiliki struktur lapisan (disebut sebagai hematocrit sign) (Gambar 13). Pada kasus perdarahan aktif karena cidera arteri, kita dapat menunjukkan kebocoran bahan kontras ke dalam hematoma [3,16].

Anda mungkin juga menyukai