Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Garam Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar Natrium Chlorida (>80 %) serta senyawa lainnya seperti Magnesium Chlorida, Magnesium Sulfat, Calsium Chlorida dan lain-lain. Garam mempunyai sifat/karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density (tingkat kepadatan) sebesar 0,8 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 801oC (Burhanuddin, 2001). Pembuatan garam di Indonesia adalah dengan sistem penguapan air laut menggunakan sinar matahari (solar energy) diatas lahan tanah, namun ada beberapa daerah memproduksi garam dengan cara memasak karena kondisi tanah yang berpori yaitu propinsi Aceh dan Bali (Burhanuddin, 2001). Penggunaan garam secara garis besar dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu (Burhanuddin, 2001) : 1. Garam untuk konsumsi manusia. 2. Garam untuk pengasinan aneka pangan 3. Garam untuk industri

2.2 Teknologi Pembuatan Garam dan Persyaratan Faktor Sumber Daya Alam Dominan yang Berpengaruh Dalam Proses Pembuatan Garam di Indonesia Hampir keseluruhan garam di Indonesia diperoleh dengan Teknologi Penguapan air laut dengan Tenaga Sinar Matahari (Solar Evaporation). Dalam

Universitas Sumatera Utara

jumlah yang sangat kecil diperoleh dari sumber air dalam tanah (bleng) seperti yang terdapat di Purwodadi Grobongan, Jawa Tengah (Burhanuddin, 2001). Dalam proses pembuatan garam yang berasal dari air laut, maka faktor sumber daya alam dominan, yang berpengaruh baik kualitas maupun kuantitas garam yang dihasilkan adalah sebagai berikut : 1. Air Laut - Kandungan garam relatif tinggi dan tidak tercampur aliran muara sungai tawar. - Jernih, tidak tercampur dengan lumpur, sampah (limbah buangan lainnya). - Mudah masuk kedalam areal/lading garam (pasang surut mencapai areal/daratan pembikinan garam). Faktor lokasi berpengaruh secara langsung terhadap kualitas maupun kuantitas penyediaan air laut. Lokasi yang sangat bagus untuk dipilih adalah yang jauh dari air tawar atau muara sungai besar. Tempat yang berdekatan dengan muara-muara sungai akan memberikan air laut dengan mutu rendah (konsentrasi rendah). Adapun lokasi di teluk yang tertutup akan memberikan air laut dengan mutu yang relatif baik (konsentrasi tinggi) (Burhanuddin, 2001). Guna menjamin kontinuitas ketersediaan bahan baku sebaiknya dipilih lokasi yang aliran lautnya tidak terganggu oleh selat sempit, sehingga pasang surut air laut berjalan dengan normal. Pasang surut air laut bagi lahan- lahan penggaraman, untuk antisipasi dapat dibuat waduk-waduk penampungan air laut tersebut (Burhanuddin, 2001).

2. Lahan/Areal/Tanah

Universitas Sumatera Utara

a. Topografi Tanah Kondisi topografi tanah sangat berpengaruh terhadap pengaturan pengeluaran maupun sirkulasi air di penggaraman. Topografi tanah yang ideal adalah yang permukaannya landai dengan tingkat kemiringan yang kecil. Ketinggian tanah maksimal 3 meter diatas permukaan air laut dengan luas minimal 1 Ha. b. Sifat fisis Tanah Tanah harus kedap air sehingga air yang ditampung tidak bocor kedalam tanah. Tanah liat memiliki tingkat permeabilitas yang kecil tetapi pada kondisi tingkat kelembapan yang rendah akan mudah retak/pecah sehingga tingkat kebocorannya tinggi. c. Kehidupan Lahan/areal yang digunakan sebagai penggaraman sebaiknya tak terdapat kehidupan. Terdapatnya binatang yang hidup ditanah akan merusak penggaraman, sedangkan tumbuh-tumbuhan akan menghalangi sinar matahari. Dengan demikian kedua hal tersebut sangat mempengaruhi produktifitas areal (Burhanuddin, 2001).

2.3 Kegunaan dan Jenis Garam Pengelompokkan tersebut khususnya di Indonesia sebagai berikut : A. Garam konsumsi Garam dengan kadar NaCl = 97% atas dasar persen berat kering (dry basis), kandungan impuritis (Sulfat, Magnesium dan Kalsium) = 2%, dan kotoran lainnya (lumpur, pasir) = 1% serta kadar air maksimal = 7%. Kelompok dengan spesifikasi

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan Garam konsumsi antara lain untuk konsumsi rumah tangga, industri makanan, industri minyak goreng, industri pengasinan dan pengawetan ikan. B. Garam Industri Garam dengan kadar NaCl = 97,5 % dengan kandungan impuritis (Sulfat, Magnesium dan Kalsium serta kotoran lainnya) yang sangat kecil. Kelompok kebutuhan Garam industri antara lain untuk : a) Industri perminyakan, tekstil dan penyamakan kulit. NaCl Sulfat kalsium Magnesium Kadar air maksimal maksimal maksimal maksimal 97,5% 0,5% 0,2% 0,3% 3 5%

b) CAP (Chlor Alkali Plant) Industri garam yang digunakan untuk proses kimia dasar pembuatan soda dan chlor. NaCL Sulfat kalsium Magnesium maksimal maksimal maksimal 98,5% (dry basis) 0,2% 0,1% 0,06%

c) Garam dibidang farmasi NaCL Impur itis mendekati 99,5% (dry basis) 0 (Burhanuddin, 2001).

2.4 Kegunaan Timbal

Universitas Sumatera Utara

Timbal merupakan salah satu logam yang populer dan banyak dikenal oleh orang awam. Hal ini dikarenakan timbal banyak digunakan dipabrik-pabrik baik dalam bentuk murni maupun dalam bentuk campurannya dengan logam lain (Darmono, 1995). 2.4.1 Toksisitas Timbal Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb ke dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara dan perembesan atau penetrasi melalui selaput atau lapisan kulit (Palar, 2004). Meskipun jumlah Pb yang diserap oleh tubuh hanya sedikit, logam ini ternyata menjadi sangat berbahaya. Hal ini disebabkan karena Timbal (Pb) adalah logam toksik yang bersifat kumulatif dan bentuk senyawanya dapat memberikan efek racun terhadap fungsi organ yang terdapat dalam tubuh (Suharto, 2005). Gejala yang khas dari keracunan Pb antara lain (Darmono, 1995) : 1. Anemia: Pb dapat menghambat pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia. Selain itu, lebih dari 95% Pb yang terbawa dalam aliran darah dapat berikatan dengan eritrosit yang menyebabkan mudah pecahnya eritrosit tersebut. 2. Aminociduria: terjadinya kelebihan asam amino dalam urin disebabkan ikut sertanya senyawa Pb yang terlarut dalam darah lalu menuju ke sistem urinaria (ginjal) yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal. 3. Gastroenteritis: keadaan ini disebabkan reaksi rangsangan garam Pb pada mukosa saluran pencernaan, sehingga menyebabkan pembengkakan, gerak

Universitas Sumatera Utara

kontraksi saluran lumen dan usus terhenti, peristaltik menurun sehingga terjadi konstipasi.

2.5 Kegunaan Tembaga Beberapa jenis enzim yang sangat bergantung pada Cu seperti seruplasmin, superoksid-dismutase dan sitokrom-C-oksidase. Dari saluran pencernaan, Cu diabsorpsi dan diangkut melalui darah (berikatan dengan protein albumin dan transkuperin) kedalam hati lewat sistem darah porta hepatis (Darmono, 1995). Dalam hati, hampir semua Cu berikatan dengan enzim, terutama enzim seruloplasmin yang mengandung 90-94% Cu dari total Cu dalam tubuh. Nama kimia dari seruplasmin adalah alfa2-glikoprotein yang mengandung 6 atom Cu dan terikat dengan erat. Pada janin biasanya Cu disimpan didalam hati, kemudian digunakan lagi pada waktu akan dilahirkan (Darmono, 1995). 2.5.1 Toksisitas Tembaga Pemberian Cu dalam waktu yang lama walaupun dalam dosis rendah, dapat merusak kemampuan sel kebal untuk berpoliferasi (memperbanyak diri) baik sel T ataupun sel B poliklonal mitogen. (Darmono, 2001).

2.6 Pencemaran Logam Berat Pencemaran logam berat dapat terjadi pada daerah lingkungan yang bermacam-macam dan ini dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu udara, tanah/daratan, dan air/lautan. Pencemaran udara oleh logam berat sangat erat hubungannya dengan sifat-sifat logam itu sendiri. Pencemaran udara biasanya

Universitas Sumatera Utara

terjadi pada proses-proses industri yang menggunakan suhu tinggi, sedangkan logam seperti As, Cd, Hg dan Pb, adalah logam yang biasanya relatif mudah menguap (Darmono, 1995). Pencemaran daratan dan air (air sungai/laut) biasanya terjadi karena pembuangan limbah dari industri penggunaan logam yang bersangkutan secara tidak terkontrol(pabrik aki/baterai) atau penggunaan bahan yang mengandung logam itu sendiri (pestisida dan insektisida) (Darmono, 1995). Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam dalam tanaman yang tumbuh di atasnya, sehingga kandungan logam yang kurang atau berlebihan dalam jaringan tanaman akan mencerminkan kandungan logam dalam tanah. Tetapi ada kekecualian, yaitu dengan adanya suatu interaksi di antara logam itu sendiri, sehingga terjadi suatu hambatan penyerapan kandungan logam tersebut dalam tanaman (Darmono, 1995) Dalam menyimpulkan dan menginterpretasikan suatu hasil analisis kandungan logam tersebut dalam sampel, perlu diketahui kandungan normal dari logam tersebut. Konsentrasi logam dalam alam lingkungan (tanah, air dan udara) adalah sangat rendah, sehingga kenaikan kadar logam dalam alam lingkungan tersebut perlu dicurigai adanya suatu pencemaran. Dalam sistem jaringan biologi, kandungan logam juga mempunyai konsentrasi tertentu, baik logam esensial maupun nonesensial (Darmono,1995). Jika diketahui kandungan yang sangat rendah pada logam esensial, maka perlu dicurigai adanya suatu gejala defisiensi. Pada logam nonesensial, kandungannya yang melebihi normal perlu dicurigai adanya gejala toksisitas. Kandungan logam tersebut biasanya bervariasi menurut lokasi, sehingga didapat

Universitas Sumatera Utara

nilai ambang batas konsentrasi menjadi relatif sangat berbeda untuk keperluannya (Darmono, 1995).

2.7 Logam dalam Tubuh Makhluk Hidup Pada tubuh makhluk hidup termasuk manusia logam dan mineral mengalami proses biokimiawi dalam membantu proses fisiologis atau sebaliknya menyebabkan toksisitas. Dalam sistem fisiologis manusia, unsur tersebut juga dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen, yang ditemukan dalam jumlah relatif besar (lebih dari 0,005% dari berat badan) dan mikroelemen yang ditemukan dalam jumlah relatif kecil (kurang dari 0,005% dari berat badan) (Darmono, 2001). Pada manusia jumlah makroelemen dari yang terbesar ke terkecil berturutturut adalah: kalsium (Ca), fosfor (P), potassium/ kalium (K), sulfur/ belerang (S), sodium/natrium (Na), klor (Cl) dan magnesium (Mg). Sedangkan yang mikroelemen berturut-turut: besi (Fe), iodium (I), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), dan kobal (Co) (Darmono, 2001). Logam atau mineral tersebut ada yang berikatan dengan protein dan ada yang bersifat katalisator dalam cairan jaringan seperti menjaga pH darah maupun membantu transfer sistem saraf motorik. Beberapa mineral yang sangat sedikit terlibat dalam ikatan protein ialah: ion Na+, K+, Mg dan Co. Di lain pihak, logam berbahaya (Cd, Pb, Hg, As) yang dapat menyebabkan toksik biasanya terikat dengan protein sebagai metalotionein (Darmono, 2001). Proses biokimiawi dalam tubuh makhluk hidup hampir selalu melibatkan unsur-unsur logam di dalamnya. Pada suatu proses fisiologi yang normal, ion

Universitas Sumatera Utara

logam esensial sangat berperan aktivitasnya, baik dalam ikatannya dengan protein, enzim maupun dalam bentuk lainnya (Darmono, 2001). Manusia yang sehat dalam jaringan tubuhnya selalu ditemukan ion logam yang normal. Sedangkan ion logam yang ditemukan terlalu rendah pada jaringan tertentu, misalnya darah (Fe), hati (Cu), dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya kelainan pada orang yang bersangkutan, yang kemungkinan menderita defisiensi atau penyakit lainnya (Darmono, 2001).

2.8 Spektrofotometri Serapan Atom 2.8.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini seringkali

mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atomatom logam berbentuk gas yang digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel (Bender, 1987). Spektroskopi serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsurunsur logam dalam jumlah sekelumit (trace) dan sangat kelumit (ultratrace). Cara analisis memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut (Rohman, 2007). Cara ini cocok untuk analisis sekelumit logam karena mempunyai kepekaan tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaan relatif sederhana, dan interferensi sedikit. Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral dalam bentuk gas. Proses yang terjadi ketika dilakukan analisis dengan menggunakan metode spektrofotometri

Universitas Sumatera Utara

serapan atom dengan cara absorbsi yaitu penyerapan energi radiasi oleh atomatom yang berada pada tingkat dasar. Atom-atom tersebut menyerap radiasi pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat atom tersebut (Rohman, 2007). Sebagai contoh Timbal menyerap radiasi pada panjang gelombang 283 nm, dan Tembaga menyerap radiasi pada panjang gelombang 324 nm. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh energi sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan menjadi ke tingkat eksitasi. Secara eksperimental akan diperoleh puncak-puncak serapan sinar oleh atom-atom yang dianalisis (Rohman, 2007). Garis-garis spektrum serapan atom yang timbul karena serapan sinar yang menyebabkan eksitasi atom dari keadaaan azas ke salah satu tingkat energi yang lebih tinggi disebut garis-garis resonansi (Resonance line). Garis-garis ini akan dibaca dalam bentuk angka oleh Readout. Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Rohman, 2007). Kelemahan spektrofotometri serapan atom adalah sampel harus dalam bentuk larutan dan tidak mudah menguap dan satu lampu katoda hanya digunakan untuk satu unsur saja (Fifield, 1983). Adapun instrumentasi spektrofotometer serapan atom adalah sebagai berikut:

a. Sumber Radiasi

Universitas Sumatera Utara

Sumber radiasi yang digunakan adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang dilapisi dengan logam tertentu (Rohman, 2007). b. Tempat Sampel Dalam analisis dengan spektrofotometer serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan azas. Ada berbagai macam alat yang digunakan untuk mengubah sampel menjadi uap atom-atomnya, yaitu: 1. Dengan nyala (Flame) Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa cairan menjadi bentuk uap atomnya dan untuk proses atomisasi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas yang digunakan, misalnya untuk gas asetilen-udara suhunya sebesar 22000C. Sumber nyala asetilen-udara ini merupakan sumber nyala yang paling banyak digunakan. Pada sumber nyala ini asetilen sebagai bahan pembakar, sedangkan udara sebagai bahan pengoksidasi (Rohman, 2007). 2. Tanpa nyala (Flameless) Pengatoman dilakukan dalam tungku dari grafit. Sejumlah sampel diambil sedikit (hanya beberapa L), lalu diletakkan dalam tabung grafit, kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara melewatkan arus listrik pada grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan dianalisis berubah menjadi atom-atom netral dan pada fraksi atom ini dilewatkan suatu sinar yang berasal dari lampu katoda berongga sehingga terjadilah proses penyerapan energi sinar yang memenuhi kaidah analisis kuantitatif (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Mesin AAS model ini sangat sensitif untuk mendeteksi logam-logam dalam konsentrasi yang sangat kecil dalam sampel (ppb). Biasanya larutan yang diperlukan hanya 1-100 uL dan dengan temperatur pembakaran dapat mencapai 3000oC (pembakaran secara elektrik) (Darmono, 1995). Proses atomisasi dengan temperatur tinggi tersebut dapat

menyempurnakan proses pengatoman dari suatu larutan sampel. Logam yang dapat dideteksi dengan mesin ini ialah Cd, Cu, Co, Zn, Pb, Mn, yang jumlahnya relatif sedikit dalam jaringan biologi (Darmono, 1995). Sistem kerja dari mesin ini melalui tiga tahap, yaitu pengeringan, pengabuan, dan pembakaran cairan sampel, yaitu masing-masing dengan temperature 500, 700, dan 3000oC. Tetapi temperatur dari tiga proses tahapan tersebut dapat diatur dan disesuaikan dengan logam yang diukur secara komputerisasi. Semua proses tahapan tersebut berjalan secara elektrik dan otomatik yang dikontrol dengan komputer (Darmono,1995) 3. Monokromator Monokromator merupakan alat untuk memisahkan dan memilih spektrum sesuai dengan panjang gelombang yang digunakan dalam analisis dari sekian banyak spektrum yang dihasilkan lampu katoda berongga (Rohman, 2007). 4. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007).

5. Amplifier

Universitas Sumatera Utara

Amplifier merupakan suatu alat untuk memperkuat signal yang diterima dari detektor sehingga dapat dibaca alat pencatat hasil (Readout) (Rohman, 2007). 6. Readout Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan biasa dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).

Gambar 1. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom 2.8.2 Bahan Bakar dan Bahan Pengoksidasi Umumnya bahan bakar yang digunakan adalah hidrogen, asetilen, dan propan, sedangkan oksidatornya adalah udara, oksigen, dan NO2. Gangguan-gangguan dapat terjadi pada saat dilakukan analisis dengan alat spektrofotometer serapan atom, gangguan itu antara lain adalah: a. Gangguan oleh penyerapan non-atomik Gangguan ini terjadi akibat penyerapan cahaya dari sumber sinar yang bukan berasal dari atom-atom yang akan dianalisis. Penyerapan non-atomic dapat disebabkan adanya penyerapan cahaya oleh partikel-partikel pengganggu yang berada di dalam nyala. Cara mengatasi penyerapan non-atomik ini adalah bekerja pada panjang gelombang yang lebih besar (Rohman, 2007).

Universitas Sumatera Utara

b. Gangguan spektrum Gangguan spektrum dalam spektrofotometer serapan atom timbul akibat terjadinya tumpang tindih antara frekuensi-frekuensi garis resonansi unsur yang dianalisis dengan garis-garis yang dipancarkan oleh unsur lain. Hal ini disebabkan karena rendahnya resolusi monokromator (Mulja, 1995). c. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom di dalam nyala. Pembentukan atom-atom netral dalam keadaan azas di dalam nyala sering terganggu oleh dua peristiwa kimia, yaitu: Disosiasi senyawa-senyawa yang tidak sempurna disebabkan terbentuknya senyawa refraktorik (sukar diuraikan dalam api), sehingga akan mengurangi jumlah atom netral yang ada di dalam nyala. Ionisasi atom-atom di dalam nyala akibat suhu yang digunakan terlalu tinggi. Prinsip analisis dengan spektrofotometer serapan atom adalah mengukur absorbansi atom-atom netral yang berada dalam keadaan azas. Jika terbentuk ion maka akan mengganggu pengukuran absorbansi atom-atom yang mengalami ionisasi tidak sama dengan spektrum atom dalam keadaan netral (Rohman, 2007).

2.9 Validasi Metode Analisis Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a. Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara, yaitu: Metode Simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004). Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Hasilnya dibandingkan dengan sampel yang dianalisis tanpa penambahan sejumlah analit. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan ke dalam sampel dapat ditemukan kembali (Harmita, 2004). Menurut Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai recoverynya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi. b. Keseksamaan (presisi)

Universitas Sumatera Utara

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang dapat menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004). c. Selektivitas (Spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). d. Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). e. Batas deteksi dan batas kuantitasi Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).

BAB III METODE PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai