Anda di halaman 1dari 14

1 Analisis Ketimpangan Ekonomi Sektoral di Propinsi Bengkulu (Suatu Tinjauan terhadap Dampak Perubahan Struktur Perekonomian dari Pertanian

ke Non Pertanian) Oleh : NYAYU NETI ARIANTI MUSRIYADI NABIU Staf Pengajaf Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian FP UNIB

ABSTRACT The aims of this research were to analyze the sectoral economic unequality among agriculture, industries and services sector in Bengkulu Province and to know how the economic growth related to sectoral economic unequality rate. The data of this research were the time series data of relative and absolute share of those sectors to total Gross Regional Domestic Products (GRDP) from year 1987 to 2008 and total employment from 1987-2004 becouse of available data. The Williamson Unequality Index (IW) was used to know the sectoral economic unequality among agriculture, industries and services sector, whereas to know the relation between the economic (GRDP) growth and the IW of those three sectors was used the Correlation Coefficient of Pearson. The research results showed that the Williamson Sectoral Unequality Index in Bengkulu Province increased over time 1987- 2004. The highest IW occured among those three sectors (0,53), then between agriculture and industries (0,50), between agriculture and services (0,46) and the lowest IW was between industries and services (0,17). The economic (GRDP) growth had negative relationship with the IW of those three sector with Pearson Correlation Coefficient -0,159. Keywords : sectoral unequality, economic transformation I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi di suatu negara dalam periode jangka panjang akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi negara tersebut, yang semula lebih bersifat subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian yang lebih modern yang didominasi oleh sektor-sektor non pertanian khususnya sektor industri dan jasa. Penelitian empiris yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin (1975) tentang transformasi struktur ekonomi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita, perekonomian suatu negara akan

2 bergeser dari yang semula mengandalkan sektor pertanian menuju sektor non primer industri dan sektor jasa (Tambunan, 2001). Berdasarkan teori modernisasi, pembangunan ekonomi diarahkan untuk

mencapai kamatangan struktur perekonomian nasional. Kematangan ekonomi dicirikan oleh semakin menurunnya pangsa relatif sektor pertanian (pertanian dan

pertambangan) serta semakin meningkatnya pangsa relatif sektor sekunder dan tersier (industri dan jasa) (Winoto, 1996). Perubahan struktur ekonomi terjadi hampir di semua negara, walaupun pola dan prosesnya dapat berbeda antarnegara atau kelompok negara. Transformasi struktural suatu wilayah dapat dilihat melalui pangsa relatif Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) dan distribusi kesempatan kerja atau TK (TK) menurut sektor (Tambunan, 2003). Sektor yang umum diamati dalam perubahan struktur ekonomi adalah sektor pertanian, industri dan jasa. Data distribusi PDRB Propinsi Bengkulu pada Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tahun 1987 sampai 2008 pangsa 37,7%, sektor pertanian rata-rata

Selama tahun 1987-2008 pangsa relatif sektor pertanian terus menurun. Selama

periode 1987-1992 sebesar 42,46% menurun menjadi 39,49% rata-rata pada tahun 20002008. Sementara itu pangsa sektor industri hanya 2,57% selama tahun 1987-1992 dan terus meningkat menjadi rata-rata 4,11% pada periode tahun 2000-2008. Pangsa sektor jasa juga relatif kecil dibanding sektor pertanian namun lebih tinggi dari sektor industri dan perannya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pada kurun waktu 1987-1992 pangsa relatif PDRB sektor jasa rata-rata 11,95% meningkat menjadi 16,24% pada periode waktu 2000-2008. Peningkatan ini disebabkan oleh semakin meningkatnya peran sektor jasa informal dalam menampung TK pertanian yang melakukan urbanisasi tidak terserap oleh sektor industri.yang umumnya berkembang di perkotaan. Urbanisasi adalah salah satu

3 dampak perubahan struktur perekonomian. Sumbangan yang relatif kecil menujukkan bahwa sektor industri dan jasa belum bisa berperan banyak dalam perekonomian. Perkembangan pangsa relatif PDRB sektor pertanian, industri dan jasa di Propinsi Bengkulu dapat pula dilihat pada Gambar 1, dimana bahwa pangsa relatif PDRB sektor pertanian semakin menurun sementara sektor industri dan jasa semakin meningkat. Hal tersebut mengidentifikasikan bahwa di Propinsi Bengkulu telah terjadi transformasi struktur perekonomian dari pertanian ke non pertanian dalam hal ini industri dan jasa.
50.00 45.00 40.00 35.00 Pangsa 30.00 Relatif 25.00 (%) 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 1985 1990 1995 Tahun 2000 2005 2010 Pertanian Industri Jasa

Gambar 1. Perkembangan Pangsa Relatif PDRB Sektor Pertanian, Industri dan Jasa terhadap Total PDRB atas Harga Konstan di Propinsi Bengkulu Tahun 1987-2008 Pembangunan ekonomi akan dinyatakan berhasil bila transformasi struktural

terjadi secara matang dan seimbang. Artinya penurunan pangsa relatif sektor pertanian harus diimbangi oleh penurunan pangsa TKnya dan semakin tingginya pangsa relatif sektor industri dan jasa harus pula diikuti oleh pangsa TK nya. Bila tidak, pembangunan sektor ekonomi di suatu wilayah akan mengalami ketimpangan atau kesenjangan yang diakibatkan oleh menumpuknya tenaga kerja di salah satu sektor dan langkanya tenaga kerja di sektor ekonomi lainnya, maka salah satu sektor ekonomi akan menanggung beban kerja yang berlebihan. Sementara itu, sektor-sektor lain

4 yang telah berkembang akan mengalami kelangkaan tenaga kerja (Winoto, 1996). Menurut Todaro dan Smith (2004) Teori Perubahan Struktural memfokuskan perhatian kepada mekanisme yang memungkinkan negara-negara terbelakang

mentransformasikan perekonomian dari ekonomi pertanian tradisional ke pertanian yang lebih modern, yang berorientasi ke kehidupan perkotaan, serta memiliki sektor industri manufaktur yang tangguh. Sementara menurut Winoto (1996) secara teoritis diketahui bahwa sektor industri tidak akan mampu berkembang bila tidak didukung oleh sektor pertanian yang kuat. Oleh karenanya pembangunan ekonomi diarahkan untuk bisa mendistribusikan TK ke dalam sektor-sektor perekonomian sesuai dengan pangsa relatif terhadap perekonomian suatu wilayah. Tabel 1. Rata-rata Pangsa Relatif Sektor terhadap Total PDRB atas Harga Konstan dan Pangsa TK terhadap Total TK di Propinsi Bengkulu Tahun 1987-2008 (dalam %)
PDRB TK (TK) Periode Pertanian Industri Jasa Pertanian Industri Jasa 1987-1992 42,46 2,57 11,95 75,41 1,84 8,97 1993-1999 31,32 3,97 18,94 64,86 3,07 12,41 2000-2008 39,49 4,11 16,24 69,15 2,06 10,58 1987-2008 37,70 3,65 15,93 69,49 2,32 10,72 Sumber : BPS dan Dinas TK Propinsi Bengkulu, Berbagai Tahun Publikasi. Diolah.

Pada Tabel 1 disajikan data rata-rata pangsa relatif PDRB dan TK Propinsi Bengkulu untuk periode tahun 1987-1992, 1993-1999 dan 2000-2004, serta seluruh data penelitian 1987-2004. Selama tahun 1987 sampai 2008 rata-rata pangsa relatif PDRB

untuk sektor pertanian 37,70% lebih kecil dibanding pangsa TK nya yang rata-rata sebesar 69,49%. Sementara sektor industri dan jasa memiliki pangsa relatif PDRB yang lebih besar dibanding pangsa TK nya. Selama tahun 1987-2008 rata-rata pangsa relatif PDRB sektor industri adalah 3,65% sedang pangsa TK nya 2,32% dari total TK propinsi. Untuk sektor jasa, rata-rata pangsa relatif PDRBnya terhadap total PDRB propinsi sebesar 25,93 % sedang pangsa TKnya hanya 10,72 %.

5
90.00 80.00 70.00 60.00 Pangsa (%) 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1985 1990 1995 2000 Tahun 2005 2010 PDRB TK

Gambar 2. Perkembangan Pangsa Relatif PDRB atas Harga Konstan dan Pangsa Relatif TK Sektor Pertanian di Propinsi Bengkulu Tahun 1987 2008
6.00 5.00 4.00 Pangsa (%) 3.00 2.00 1.00 0.00 1985 PDRB TK

1990

1995 2000 Tahun

2005

2010

Gambar 3. Perkembangan Pangsa Relatif PDRB atas Harga Konstan dan Pangsa Relatif TK Sektor Industri di Propinsi Bengkulu Tahun 1987 2008

Kurva-kurva pangsa relatif PDRB dan TK pada Gambar 2 juga menunjukkan bahwa pangsa relatif PDRB sektor pertanian cenderung menurun tetapi kurvanya lebih rendah dibanding kurva pangsa TKnya. Sementara pada sektor industri dan jasa terjadi sebaliknya, kurva pangsa relatif PDRB dan kurva pangsa TKnya cenderung menaik dan kurva pangsa PDRB lebih tinggi dibanding kurva pangsa TKnya seiring berjalannya waktu. Pangsa relatif PDRB untuk sektor industri dan jasa cenderung mengalami

6 peningkatan lebih tinggi dibanding peningkatan pangsa TKnya (Gambar 3 dan 4).
25.00 20.00 15.00 Pangsa (%) 10.00 5.00 0.00 1985 PDRB TK

1990

1995 2000 Tahun

2005

2010

Gambar 4. Perkembangan Pangsa Relatif PDRB atas Harga Berlaku dan Pangsa Relatif TK Sektor Jasa di Propinsi Bengkulu Tahun 1987 2008 Struktur perekonomian dikatakan berimbang jika perubahan struktur perekonomian diiringi dengan perubahan struktur TK yang terserap dalam sektor-sektor ekonomi secara proporsional. Jika tidak, pembangunan sektor-sektor ekonomi akan mengalami

ketimpangan yang diakibatkan oleh menumpuknya tenaga kerja disalah satu sektor perekonomian dan langkanya tenaga kerja di sektor ekonomi lainnya (Winoto, 1996). Selanjutnya, kesenjangan struktural yang terjadi antara sektor-sektor

perekonomian dan TK pendukungnya akan berakibat luas khususnya di dalam perbedaan pola earning masyarakat dan tingkat wage rate tenaga kerja yang berada di berbagai sektor ekonomi. Konsekuensi lebih lanjut dari keadaan ini adalah terjadinya ketimpangan pendapatan masyarakat di berbagai sektor perekonomian atau disebut juga ketimpangan sektoral (Winoto, 1996). Menurut Kuncoro (2003) ada banyak teori yang mengatakan ada trade off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan. Salah satu teori tersebut adalah rumusan

Hipotesis Kuznets berbunyi seiring dengan semakin meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka ketimpangan atau ketidakmerataan ekonomi akan menurun. Kurva Kuznets

7 berbentuk U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun pada suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi semakin merata atau ketimpangan semakin menurun. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan berikut: 1. Bagaimana ketimpangan ekonomi antara sektor pertanian, industri dan jasa di Propinsi Bengkulu sebagai dampak dari perubahan struktur perekonomian yang terjadi, dan 2. Bagaimana hubungan pertumbuhan PDRB di Propinsi Bengkulu dengan ketimpangan sektoral yang terjadi. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalis : 1. Ketimpangan ekonomi antara Bengkulu, dan 3. Hubungan pertumbuhan PDRB di Propinsi Bengkulu dengan ketimpangan sektoral yang terjadi. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai sektor pertanian, industri dan jasa di Propinsi

ketimpangan ekonomi yang terjadi antara sektor pertanian, industri dan jasa di Propinsi Bengkulu dan dapat digunakan sebagai informasi serta bahan masukan untuk kebijakan pembangunan berikutnya. II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Propinsi Bengkulu, dengan pertimbangan bahwa setiap wilayah melakukan pembangunan terhadap berbagai sektor demi meningkatkan

8 struktur perekonomiannya, termasuk Propinsi Bengkulu. Namun perlu diketahui dampak transformasi struktur perekonomian (yang digambarkan oleh kinerja sektor pertanian, industri dan jasa) tersebut terhadap distribusi kesejahteraan dalam masyarakat terutama pada ketiga sektor tersebut. 2.1. Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berurut waktu (time series) meliputi data PDRB serta data ketenagakerjaan sektor pertanian, industri dan jasa dengan pertimbangan bahwa untuk melihat transformasi struktur perekonomian dapat

diwakilkan melalui tiga sektor tersebut. Data PDRB atas dasar harga konstan digunakan tahun 1987 sampai 2008 dengan tahun dasar 1983, 1993 dan 2000, sedangkan data jumlah TK digunakan data dari tahun 1987 sampai dengan tahun 2004 dengan pertimbangan data tersedia. Selain itu dipergunakan pula data yang bersumber dari literatur dan referensi lainnya yang berkaitan dan mendukung penelitian ini. 2.3. Analisis Data 2.3.1. Ketimpangan antara Sektor Pertanian, Industri dan Jasa Untuk mengukur ketimpangan ekonomi antara sektor pertanian, industri dan jasa digunakan nilai Indeks Ketimpangan Williamson (IW). Nilai IW berkisar antara 0 sampai 1 yang memiliki arti semakin tinggi nilai IW maka ketimpangan semakin tinggi dan sebaliknya jika semakin mendekati 0 (nol) maka semakin merata. Menurut Kuncoro (2003), IW dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana, Yi Y fi n : : : : PDRB per TK sektor ke-i PDRB per TK rata-rata total sektor Jumlah TK sektor ke-i Jumlah TK total sektor-sektor

9 2.3.2. Hubungan antara Pertumbuhan dengan Ketimpangan Sektoral Untuk mengetahui hubungan pertumbuhan PDRB dengan ketimpangan antara ketiga sektor digunakan Koefisien Korelasi Product Moment Pearson. Korelasi Pearson bernilai -1 sampai 1 yang berarti semakin mendekati -1 atau 1 maka hubungan semakin erat dengan arah yang berbeda. Jika bernilai negatif artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan ketimpangan ekonomi sektoral, dan sebaliknya. Jika bernilai positif berarti pertumbuhan ekonomi justru memperbesar ketimpangan yang terjadi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Ketimpangan antara Sektor Pertanian, Industri dan Jasa Hasil penghitungan nilai Indeks Ketimpangan Williamson (IW) antara sektor pertanian dan industri, antara pertanian dan jasa, antara industri dan jasa serta ketimpangan antara pertanian, industri dan jasa disajikan pada Tabel 2, Gambar 5 dan Gambar 6. Tabel 2. Rata-rata Indeks Ketimpangan Williamson (IW) di Propinsi Bengkulu
Periode 1987-1992 1993-1999 2000-2004 1987-2004 Perta-Ind 0,46 0,46 0,61 0,50 Perta-Jasa 0,41 0,52 0,43 0,46 Ind-Jasa 0,18 0,11 0,24 0,17 Pert-Ind-Jasa 0,49 0,54 0,56 0,53

Sumber : Data Diolah. Nilai-nilai IW pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jika membandingkan antara 2 sektor dari 3 yang diamati, pada semua periode tahun data penelitian antara sektor pertanian dan industri ketimpangan ekonomi paling tinggi dan yang paling rendah adalah ketimpangan antara industri dan jasa. dimana selama tahun 1987-2004 rata-rata 0,50, disusul ketimpangan antara sektor pertanian dan jasa (0,46) dan yang paling rendah adalah ketimpangan antara sektor industri dan jasa. Namun jika dilakukan untuk ketiga sector sekaligus, maka ketimpangan antara semua sektor yang diteliti memiliki nilai ketimpangan paling tinggi (0,53).

10 Gambar 5 menunjukkan bahwa ketimpangan antara pertanian dan industri serta antara industri dan jasa cenderung meningkat selama tahun 1987-2004. Hal ini disebabkan oleh sektor industri yang umumnya bersifat padat modal sehingga membutuhkan TK yang relatif lebih sedikit sementara PDRB yang dihasilkan tinggi. Sedangkan sektor pertanian masih bersifat padat karya dan sektor jasa yang berkembang adalah sektor jasa informal. Di sisi lain ketimpangan antara sektor pertanian dan jasa cenderung semakin menurun karena tingkat kesejahteraan TK di kedua sektor yang sama-sama meningkat. Gambar 6 menunjukkan bahwa ketimpangan antara ketiga sektor sekaligus yang cenderung terus meningkat.
Perbandingan rata-rata PDRB untuk masing-masing TK yang bekerja di sektor

pertanian, industri dan jasa disajikan pada Tabel 3 dan Gambar 7. Untuk tiap periode tahun pengamatan, diketahui bahwa setiap sektor mengalami peningkatan PDRB per TK, artinya kesejahteraan TK masing-masing sektor meningkat. Pada setiap periode pula, sektor pertanian memiliki tingkat pendapatan atau kesejahtaraan paling rendah, dan yang tertinggi adalah sektor industri, kecuali untuk periode 1993-1999 sektor jasa memiliki tingkat pendapatan lebih tinggi dibanding industri. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena pada tahun 1998 terjadi krisis moneter sehingga sektor jasa terutama jasa informal dapat menampung TK yang keluar dari sektor industri. Sektor jasa informal memang memiliki karakter memberikan nilai tambah yang rendah, dan hanya sebagai katup penyelamat sementara bagi TK yang berpindah dari sektor lain. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama karena untuk periode 2000-2004 sektor industri kembali mempunyai rata-rata pendapatan per TK tertinggi. Secara umum dari seluruh tahun data (1987-2004) TK yang bekerja di sektor industri memiliki tingkat pendapatan tertinggi, disusul sektor jasa dan yang terendah adalah sektor pertanian Ini dapat dipahami karena sektor industri dapat memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibanding sektor-sektor lain. Sektor

11 industri didominasi oleh subsektor makanan, minuman dan tembakau dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di antara subsektor lain.
0.90 0.80 0.70 0.60 IW 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 1985 1990 1995 Tahun 2000 2005 Perta-Ind Perta-Jasa Ind-Jasa

Gambar 5. Perkembangan Indeks Ketimpangan Williamson (IW) antara Sektor Pertanian, Industri dan Jasa di Ppropinsi Bengkulu Tahun 1987-2004

0.90 0.80 0.70 0.60 IW 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 1985 1990 1995 Tahun 2000 2005

Gambar 6. Perkembangan Indeks Ketimpangan Williamson (IW) Ketiga Sektor (Pertanian, Industri dan Jasa) di Propinsi Bengkulu Tahun 1987-2004 Sektor jasa didominasi oleh subsektor jasa informal (swasta) yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibanding subsektor jasa formal (pemerintahan). Sedangkan sektor pertanian yang memiliki tingkat pendapatan terendah didominasi oleh subsektor tanaman pangan (46%) yang mengalami pertumbuhan negatif, sementara jumlah TK yang bekerja di sektor pertanian (rata-rata 428336 orang) jauh lebih banyak dibanding sektor

12 industri (14323 orang) dan jasa (68541 orang). Perbandingan rata-rata PDRB per TK ketiga sektor dapat dilihat pula pada Gambar7. Tabel 3. Rata-rata PDRB per TK Sektor Pertanian, Industri dan Jasa di Propinsi Bengkulu (dalam Rp)
Pertanian Industri Jasa Periode per Thn per Bln per Thn per Bln per Thn per Bln 1987-1992 491247,28 40937,27 1831645,77 152637,15 1230910,81 102575,90 1993-1999 1213586,40 101132,20 3443727,07 286977,26 3876412,23 323034,35 2000-2004 4220066,40 351672,20 17547943,10 1462328,59 10555613,00 879634,41 1987-2004 1807939,50 150661,62 6824204,50 568683,70 4849911,96 404159,33 Sumber: BPS dan Dinas TK Propinsi Bengkulu, Berbagai Tahun Publikasi. Diolah.

1600000.00 1400000.00 1200000.00 1000000.00 PDRB/TK 800000.00 (Rp/Bln) 600000.00 400000.00 200000.00 0.00
1987-1992 1993-1999 2000-2004 1987-2004

Pertanian Industri Jasa

Periode tahun

Gambar 7. Perbandingan Rata-rata PBRB per TK Sektor Pertanian, Industri dan Jasa di Propinsi Bengkulu Gambar 7 menunjukkan perbandingan antara PDRB/TK atau kesejahteraan TK pada tiap tahap periode tahun data penelitian. PDRB/TK setiap sektor semakin meningkat dan yang tertinggi tingkat kesejahteraannya adalah sektor industri, dan yang terendah adalah sektor pertanian. 3.2. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Ekonomi Sektoral Analisis korelasi Product Moment Pearson menunjukkan Koefisien Korelasi Pearson adalah -0,159. bahwa besarnya

Pertumbuhan ekonomi yang diindikasikan

dengan pertumbuhan PDRB berhubungan negatif dengan ketimpangan ekonomi sektoral dan nyata pada taraf kapercayaan 95%. Peningkatan PDRB akan menurunkan tingkat

13 ketimpangan sektoral yang terjadi. Artinya upaya-upaya untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi misalnya akumulasi modal, pengembangan teknologi dan peningkatan kemampuan sumberdaya manusia akan berdampak pada pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pada Gambar 8 terlihat bahwa Kurva Kuznets yang terbentuk berbentuk U terbalik, artinya Hipotesis Kusnets juga berlaku di Propinsi Bengkulu.
0.70 0.60 0.50 0.40 IW 0.30 0.20 0.10 0.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 Pertumbuhan PDRB (%/tahun)

Gambar 8. Hubungan antara Pertumbuhan PDRB dengan Indeks Ketimpangan Sektoral Williamson di Propinsi Bengkulu Tahun 1987-2004

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1. Ketimpangan antara sektor pertanian, industri dan jasa di Propinsi Bengkulu dari tahun 1987 sampai 2004 cenderung meningkat. Ketimpangan paling tinggi terjadi antara ketiga sektor (0,53), lalu antara pertanian dan industri (0,50), kemudian antara pertanian dan jasa (0,46), serta yang paling rendah adalah antara sektor industri dan jasa (0,17), dan 2. Pertumbuhan PDRB berhubungan negatif dengan ketimpangan antara ketiga sektor ekonomi yang ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi Pearson sebesar 0,159.

14 4.2. Saran 1. Perlu penciptaan dan peningkatan peluang-peluang agroindustri dan agribisnis dalam pembangunan pertanian di Propinsi Bengkulu sehingga dampak negatif dari transformasi struktur perekonomian yang tidak berimbang berupa ketimpangan ekonomi sektoral yang terutama melibatkan sektor pertanian, tidak semakin memburuk, dan 2. Perlu upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan ketimpangan sektoral yang terjadi, antara lain dengan akumulasi modal dan penerapan inovasi dan teknologi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan lain-lain terutama di bidang pertanian. DAFTAR PUSTAKA Badan Statistik Propinsi Bengkulu. Berbagai Tahun Publikasi. Propinsi Bengkulu dalam Angka. BPS Propinsi Bengkulu. Bengkulu Kuncoro, Mudrajad. 2003. Ekonomi Pembangunan. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Nazir. M. 1988. Metode Penelitian. BPFE UGM. Yogyakarta. Saragih, B dan Krisnamurthi. 1995. Agribisnis dan Transformasi Struktur Ekonomi Pedesaan. Prosiding Seminar Nasional PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia). Jakarta. Tambunan, Tulus. 2003. Perekonomian Indonesia teori dan Temuan Empiris. Ghalia Indonesia. Jakarta. Todaro M dan Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta. Winoto, Joyo. 1996. Bahan Ajaran Transformasi Struktur Perekonomian dan Ketenagakerjaan Nasional. Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaa Institut Pertanian Bogor. Bogor

Anda mungkin juga menyukai