Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA 60 TAHUN DENGAN HIPERTENSI EMERGENSI PERBAIKAN, GAGAL JANTUNG KONGESTIF NYHA IV, HIPERGLIKEMIA
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan Klinik Senior di bagian Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing: dr. Arwedi Arwanto, Sp.PD-KGH

Disusun oleh: Sukma Melati Mahalia 22010112210127

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa NIM Bagian Judul kasus

: Sukma Melati Mahalia : 22010112210127 : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP : Seorang Wanita 60 Tahun dengan Hipertensi Emergensi Perbaikan, Gagal Jantung Kongestif NYHA IV, Hiperglikemia

Pembimbing

: dr. Arwedi Arwanto, Sp.PD-KGH

Semarang,

Agustus 2013

Pembimbing

dr. Arwedi Arwanto, Sp.PD-KGH

BAB I LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PENDERITA Nama Jenis kelamin Umur Alamat Agama Masuk RS Keluar RS No CM : Ny. Sadjiyem : Perempuan : 60 tahun : Jl. Kerapu VII RT 08 RW 02, Semarang : Islam : 11 Agustus 2013 : 14 Agustus 2013 : C433075

1.2 DAFTAR MASALAH No 1 Masalah Aktif Hipertensi emergensi perbaikan 2 Gagal Jantung Kongestif NYHA IV 4 Hiperglikemia 11/08/2013 11/08/2013 Tanggal 11/08/2013 No Masalah Pasif Tanggal

1.3

DATA DASAR

1.3.1 ANAMNESIS Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan anak pasien pada tanggal 11 Agustus 2013, pukul 14.00 WIB di Bangsal Penyakit Dalam C3B.

Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan utama : sesak nafas Onset dan Kronologi : 12 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh mendadak sesak nafas, tidak berbunyi mengi dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin. Pasien datang ke UGD RSDK karena keluhan sesak semakin memberat. Tekanan darah pasien saat itu 260/130 mmHg kemudian diberikan terapi furosemid 2 ampul dan cedocard titrasitum, terjadi penurunan darah menjadi 140/100. Pasien 3

disarankan untuk mondok dan dirawat di bagian penyakit dalam. Sesampai di bagian penyakit dalam diberikan lisinopril 1x10mg p.o dan clonidine 2x0,15mg p.o. Kualitas : Sesak nafas membuat pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehingga hanya bisa berbaring di tempat tidur terus menerus. Kuantitas : Sesak nafas dirasakan

Faktor memperberat : Tidur telentang Fakor memperingan : Tidur dengan tiga bantal Gejala penyerta : Nyeri dada (-), berdebar debar (-), demam (-), pusing (-), batuk (+) kadang kadang, dahak berwarna putih kental, mual (+), muntah (+) tidak menyemprot berisi makanan,

penglihatan kabur (-), kedua kaki bengkak (-), BAK jumlah cukup, nyeri saat kencing (-), BAB tidak ada kelainan

Riwayat Penyakit Dahulu : - Riwayat tekanan darah tinggi (+) sejak 20 tahun yang lalu, tidak kontrol teratur - Riwayat kencing manis (-) - Riwayat sakit jantung ( - ) - Riwayat sakit ginjal disangkal - Riwayat sakit paru paru berobat selama 6 bulan (-) - Riwayat sakit rematik (+) 10 tahun - Rowayat asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : - Riwayat tekanan darah tinggi (+) : ibu pasien - Riwayat kencing manis disangkal - Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi : Pasien tidak bekerja, memiliki 9 orang anak yang sudah mandiri. Biaya pengobatan ditanggung pribadi. Kesan sosial ekonomi kurang

1.3.2 PEMERIKSAAN FISIK Tanggal 11 Agustus 2013, pukul 14.30 WIB Keadaan umum : tampak lemah, dispneu (+), orthopneu (+), terpasang nasal kanul O2 3lpm Kesadaran Tanda vital : composmentis, GCS 15, E4V6M5 : Tekanan darah Nadi : 140 / 90 mmHg : 92x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup RR Suhu BB TB BMI Kesan Kepala : 52 kg : 154 cm : 21,94 kg/m2 : normoweight : mesosefal, nyeri tekan sinus maxillaris (-/-), nyeri tekan : 20 x/menit, reguler : 36,70C (aksiler)

sinus frontalis (-/-), kerutan dahi simetris, turgor dahi cukup. Kulit Mata : turgor kulit cukup : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+) normal, isokhor 3mm/3mm, edema palpebra (-/-) Hidung Telinga Tenggorok Mulut Leher : discharge (-), napas cuping hidung (-) : discharge (-), tinitus (-) : T1-1 hiperemis (-/-), faring hiperemis (-) : bibir kering (-), sianosis (-), pursed lip breathing (-) : JVP R+3 cm, trakea ditengah, pembesaran nnll (-), hipertrofi m. sternocleidomastoideus (-) Thoraks : Dinding dada Bentuk dada : venektasi (-), retraks (-/-) : simetris, bentuk dada normal

Cor : Inspeksi Palpasi : ictus cordis tak tampak : ictus cordis teraba di SIC VI 1 cm Linea Medio Clavicularis Sinistra, tidak melebar, kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-) Perkusi Batas atas Batas kiri : : SIC II Linea Parasternal Sinistra : SIC VI 1 cm Linea Medio Clavicularis Sinistra

Batas kanan : SIC V Linea Parasternal Dextra Pinggang jantung cekung Auskultasi : HR 98 x/menit, BJ I-II murni, bising (-), gallop (+)S3

Pulmo Anterior Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris saat statis dan dinamis : stem fremitus lapangan paru kiri = kanan : redup pada SIC IV ke bawah pada paru kiri dan kanan : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan ronkhi basah halus pada basal paru kanan dan kiri, wheezing (-/-)

Pulmo Posterior Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris saat statis dan dinamis : stem fremitus lapangan paru kiri = kanan : redup pada SIC IV ke bawah pada paru kiri dan kanan : suara dasar vesikuler +/+ Suara tambahan ronkhi basah halus di paru kanan dan paru kiri setinggi SIC IV ke bawah, wheezing (-) Abdomen Inspeksi Auskultasi Perkusi : cembung, venektasi (-) : bising usus (+) normal, bruit aorta abdominalis (-) : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area troube timpani 6

Palpasi

: supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)

Ekstremitas Sianosis Akral dingin Oedem

Superior -/-/-/-/-

Inferior -/-/-/-

Clubbing finger

1.3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Hematologi dan Kimia Klinik tanggal 11 Agustus 2013 Pemeriksaan Hematologi Paket Hemoglobin Hematokrit Eritrosit MCH MCV MCHC Leukosit Trombosit Kimia Klinik Glukosa sewaktu Ureum Creatinin Elektrolit Natrium Kalium Chlorida Calcium Magnesium Troponin I 155 4,4 102 2,24 1,26 <0,01 mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L mmol/L Ug/l 136-145 3,5-5,1 98-107 2,12-2,52 0,74-0,99 227 51 0,88 mg/dl mg/dl mg/dl 74-106 15-39 0,60-1,30 H H 14,24 42,5 5,01 28,41 81,73 33,53 10,65 290,4 gr% % juta/mmk Pg fL g/dL ribu/mmk ribu/mmk 12,00-15,00 35,0-47,0 3,90-5,60 27,00-32,00 76,00-96,00 29,00-36,00 4,00-11,00 150,0-400,0 Hasil Satuan Nilai Normal Ket.

Pemeriksaan Urin Rutin tanggal 11 Agustus 2013: Warna BJ pH Protein Reduksi : kuning jernih : 1, 025 : 6,00 : negatif : negatif

Urobilinogen : negatif Bilirubin Aseton Nitrit Sedimen : negatif : negatif : negatif : Epitel Leukosit Eritrosit Ca oksalat Asam urat Triple fosfat Silinder : negatif : negatif : negatif : hyalin : negatif ( N : negatif ) ( N : negatif ) : 8-9 LPK : 1-2 LPB : 3-4 LPB (N:1) ( N : 0-5 )

Granula halus : 0-2 LPK Bakteri Lain-lain : negatif : negatif ( N : negatif )

Pemeriksaan X FOTO THORAX (11 Agustus 2013)

Cor

- Apek jantung bergeser ke laterokaudal - Retrocardiac space menyempit dan retrosternal space tak menyempit

Pulmo :

- corakan vaskuler meningkat - tampak bercak pada kedua lapangan bawah paru kanan kiri

Tampak perselubungan homogen pada basal hemitorax kanan kiri Hemidiafragma dan sinus costofrenicus kanan kiri tertutup perselubungan homogen Kesan : Suspek Kardiomegali (LVH) Infiltrat pada lapangan bawah paru kanan kiri Efusi pleura dupleks

EKG tanggal 11 Agustus 2013: 9

Irama : sinus ritme Frekuensi : 94 x/menit Aksis : left axis deviasi Gelombang P : 0,08 detik PR interval : 0,12 detik Kompleks QRS : 0,04 detik. R patologis di whole anterior wall Q patologis : Segmen ST : isoelektrik Gelombang T : T inverted (-), T tall (-) Segmen QT : 0,32 detik Kriteria LVH/RVH : S di V1+Rdi V5/6<35; R/S di V1<1 10

Kesan : Old Miokard Infark anterior

Pemeriksaan Mata (Funduskopi) tanggal 11 Agustus 2013 : Kesan : ODS retinopati hipertensi Kw. III dengan arteriolosklerosis grade II.

1.4 DAFTAR ABNORMALITAS 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sesak nafas Mual Muntah Batuk berdahak putih kental Tidur dengan bantal tinggi Riwayat tekanan darah tinggi 20 tahun lalu, kontrol tidak teratur Riwayat sakit rematik 10 tahun lalu Lemah Dispneu

10. Ortopneu 11. TD saat datang di UGD = 260/130 mmHg, tekanan darah saat diperiksa 140/90 mmHg 12. Konfigurasi jantung bergeser ke lateral 13. Ronki basah halus di basal paru kanan dan kiri 14. Hiperglikemia 15. Hipernatremia 16. X foto thoraks 11 Agustus 2013: - Suspek kardiomegali (LVH) - Infiltrat pada lapangan bawah paru kanan dan kiri - Efusi pleura dupleks 17. OMI anterior 18. ODS retinopati hipertensi Kw. III dengan arteriolosklerosis grade II.

1.5 DAFTAR PROBLEM 11

1. 2. 3.

Hipertensi emergensi perbaikan (1,6,11,18) Gagal Jantung Kongestif NYHA IV (1,5,8,9,10,12,16) Hiperglikemi (15)

1.6 RENCANA PEMECAHAN MASALAH 1. Hipertensi emergensi perbaikan Assessment : - Etiologi : primer sekunder (renal, obat, endokrin, neurogenik, dan lainlain) - Komplikasi target organ yang lain Neurogenik : Ensefalopati hipertensi, infark serebral, perdarahan subarakhnoid, dan perdarahan intrakanial Kardiovaskular : penyakit jantung iskemik, dekompensasi cordis kiri, edema pulmo akut dan diseksi aorta Sistem organ lainnya: ginjal (acute kidney injury), mata (retinopati) - Faktor PJI yang lain: dislipidemia, diabetes mellitus Ip. Dx. : Tanda-tanda vital, kimia darah (profil lipid darah, elektrolit darah), urin rutin ulang, echokardiografi, EKG ulang. Ip. Rx. : - Infus RL 10 tetes/menit - O2 nasal kanul 3 liter/menit - Diet Lunak 1500 kkal, rendah garam - Posisi semi fowler - Lisinopril 1 x 10 mg p.o - Clonidin 2 x 0,15mg p.o - Inj. Furosemid 2x 20 mg i.v - Spironolakton 1 x 25 mg p.o Ip. Mx. Ip. Ex : KU & TV tiap 2 jam, Balance cairan /24 jam :Memberikan penjelasan pada pasien tentang penyakitnya Edukasi mengenai perubahan gaya hidup: (1) Mengurangi makanan berlemak & mengurangi makanan yang banyak mengandung garam (2) Olahraga sedang seperti jalan pagi atau senam 12

Edukasi untuk rutin kontrol ke dokter dan minum obat antihipertensi secara teratur

2. Gagal Jantung Kongestif NYHA IV Assessment : Diagnosis Anatomis : LVH, RVH Diagnosis Etiologis : Hypertension Heart Disease, PJI, PJK IP Dx IP Tx : EKG, x-foto thorax, darah rutin dan kimia klinik, echocardiografi. : Lisinopril 1 x 10 mg p.o Clonidine 2 x 0,15 mg Spironolakton 1x25mg p.o Inj. Furosemide 2x20 mg i.v Diet lunak rendah garam 1500kkal IP Mx : KUTV per 2 jam, EKG ulang, darah rutin dan kimia klinik ulang, echocardiografi. IP Ex : - Modifikasi gaya hidup - Hindari aktivitas berat, jangan terlalu lelah - Kontrol rutin untuk pemeriksaan jantung

3. Hiperglikemi Assessment: - DM - Hiperglikemi reaktif Ip. Dx Rx Mx Ex : GD I/II, HbA1C : : GDS pagi - sore : Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai kondisi

pasien dan penatalaksanaan lebih lanjut.

BAB II
13

PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

A. HIPERTENSI DEFINISI HIPERTENSI Hipertensi merupakan istilah yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi peningkatan tekanan darah dari normal. Kriteria hipertensi mengacu pada sistem klasifikasi yang ada saat ini yaitu JNC 7. Klasifikasi hipertensi penting adanya untuk penentuan diagnosis dan kebijakan praktisi dalam penanganan tekanan darah tinggi yang optimal mengingat komplikasi yang ditimbulkan. KLASIFIKASI HIPERTENSI Menurut JNC 7, tekanan darah dibagi dalam 4 klasifikasi yakni normal, prehipertensi, ,hipertensi stage 1, dan hipertensi stage 2 (Tabel 1). Klasifikasi ini berdasarkan pada nilai rata-rata dari dua atau lebih pengukuran tekanan darah yang baik, yang pemeriksaannya dilakukan pada posisi duduk dalam setiap kunjungan berobat. Tabel.1 Klasifikasi dan Penanganan Tekanan Darah Tinggi pada Orang Dewasa Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmhg) Normal <120 Pre Hipertensi 120 139 Tekanan Modifikasi Darah Gaya Obat Awal Tanpa indikasi Dengan Indikasi

Diastolik Hidup (mmhg) < 80 80 89 Anjuran Ya Tidak menggunakan anti hipertensi

perlu Gunakan obat yang

obat

spesifik

dengan indikasi (risiko)

Hipertensi Stage I

140 159

90 99

Ya

Untuk semua kasus Gunakan gunakan diuretik yang

obat

spesifik

jenis thiazide dengan dengan indikasi pertimbangan ACEi, (risiko). ARB, 160 100 BB, CCB, Kemudian tambahkan obat

atau kombinasikan Hipertensi Stage II Ya

Gunakan kombinasi dengan

2 obat ( biasanya anti hipertensi diuretik thiazide) 14 jenis (diuretik, dan ACEi, ARB,

ACEi/ARB/BB/CCB BB, seperti

CCB) yang

dibutuhkan

Pasien dengan pre-hipertensi memiliki resiko dua kali lipat untuk berkembang menjadi hipertensi. Dimana berdasarkan dari tabel tersebut, diakui perlu adanya peningkatan edukasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat mengenai modifikasi gaya hidup dalam rangka menurunkan dan mencegah perkembangan tekanan darah ke arah hipertensi. Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu strategi dalam pencapaian tekanan darah target, mengingat hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang disebabkan oleh perilaku gaya hidup yang salah. FAKTOR RISIKO HIPERTENSI Faktor risiko terjadinya hipertensi yaitu, sebagai berikut : Usia

Risiko terjadinya hipertensi meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Pada usia pertengahan, laki laki lebih berisiko untuk mengalami hipertensi sedangkan wanita lebih berisiko untuk mengalami hipertensi setelah menopause. Ras

Hipertensi lebih sering terjadi pada ras hitam, seringkali terjadi pada usia muda jika dibandingkan dengan ras kulit putih. Komplikasi serius, seperti stroke dan serangan jantung, lebih sering terjadi pada ras kulit hitam. Riwayat keluarga Overweight atau obesitas

Individu dengan overweight dan obesitas memiliki risiko untuk mengalami hipertensi. Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar pasokan darah yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Seiring dengan peningkatan volume yang melalui pembuluh darah, maka tekanan pada dinding kapiler pun meningkat. Kurang aktif bergerak.

Individu yang kurang aktif secara fisik memiliki kecenderungan memiliki denyut jantung lebih tinggi. Semakin tinggi detak jantung, semakin berat jantung harus bekerja di setiap kontraksi dan semakin kuat tekanan pada arteri. Selain itu, kurang aktivitas fisik meningkatkan risiko kegemukan. Merokok 15

Merokok tidak hanya akan meningkatkan tekanan darah sementara tetapi zat kimia yang terkandung di dalamnya akan merusak permukaan dinding arteri, hal ini akan menyebabkan arteri akan menyempit, dan tekanan darah akan meningkat. Diet tinggi garam ( sodium)

Diet tinggi garam dapat menyebabkan retensi cairan tubuh yang akan meningkatkan tekanan darah. Diet kurang potasium

Potasium membantu menyeimbangkan kadar sodium dalam sel. Diet kurang potasium akan menyebabkan akumulasi sodium dalam darah. Diet kurang vitamin D

Mekanisme defisiensi vitamin D dengan peningkatan tekanan darah belum sepenuhnya dimengerti. Vitamin D diduga berefek pada enzim yang diproduksi oleh ginjal yang akan mempengaruhi tekanan darah. Alkohol

Mengkonsumsi banyak alkohol dapat menyebabkan tubuh melepaskan hormon yang dapat meningkatkan tekanan darah dan detak jantung. Stres Penyakit kronik

Individu yang menderita kolesterol, diabetes, penyakit ginjal kronik dan sleep apneu berisiko untuk mengalami hipertensi

PATOFISIOLOGI HIPERTENSI Patogenesis hipertensi esensial multifaktorial dan sangat kompleks. Berbagai faktor mempengaruhi tekanan darah dalam tubuh dalam rangka mempertahankan perfusi jaringan, termasuk di dalamnya mediator humoral, reaktivitas vaskular, volume darah yang bersirkulasi, diameter pembuluh darah, viskositas darah, cardiac output, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Proses terjadinya hipertensi esensial dimulai dari suatu proses peningkatan tekanan darah yang asimptomatik yang berkembang menjadi hipertensi persisten dimana terjadi kerusakan pada aorta dan arteri arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan sistem saraf pusat. Progresivitas dimulai dari suatu kondisi prehipertensi pada individu sekitar usia 10 30 tahun yang berkembang menjadi awal hipertensi di usia 20 40 tahun, menjadi hipertensi yang nyata pada usia 30 40 tahun dan mulai muncul komplikasi pada usia 40 60 tahun. 16

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI Modifikasi gaya hidup Target tekanan darah tidak terpenuhi (<140/90 mmHg) atau (<130/80 mmHg pada pasien DM, penyakit ginjal kronik, 3 faktor risiko atau adanya penyakit)

Obat antihipertensi inisial

Dengan indikasi khusus

Tanpa indikasi khusus

Obat-obatan untuk indikasi khusus tersebut ditambah obat antihipertensi (diuretik ACEi,

Hipertensi tingkat I (sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99

Hipertensi tingkat II (sistolik 160 mmHg atau diastolik >100

BB, CCB)

mmHg)
Diuretik golongan Tiazide. Dapat dipertimbangkan pemberian ACEi, BB, CCB atau kombinasi)

mmHg)
Kombinasi dua obat. Biasanya diuretik dengan ACEi atau BB atau CCB

Target tekanan darah tidak

terpenuhi

Optimalkan dosis obat atau berikan tambahan obat antihipertensi lain. Pertimbangkan untuk konsultasi dengan dokter spesialis.

17

1. Modifikasi Gaya Hidup Modifikasi gaya hidup yang sehat oleh semua pasien hipertensi merupakan suatu cara pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak terabaikan dalam penanganan pasien tersebut. Modifikasi gaya hidup memperlihatkan dapat menurunkan tekanan darah yang meliputi penurunan berat badan pada pasien dengan overweight atau obesitas. Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension), perencanaan diet yang dilakukan berupa makanan yang tinggi kalium dan kalsium, rendah natrium, olahraga, dan mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah, mempertinggi khasiat obat anti hipertensi, dan menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Sebagai contohnya adalah konsumsi 1600 mg natrium memiliki efek yang sama dengan pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat memberikan hasil yang lebih baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup dalam rangka penanganan hipertensi (Tabel 2). Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup Modifikasi Rekomendasi Perkiraan Penurunan Tekanan Darah Sistolik (Skala) Menurunkan Badan Berat Memelihara Berat Badan Normal ( Indeks 5 20 mmhg/ 10 kg Massa Tubuh 18.5 24.9 kg/m2) penurunan badan Melakukan pola diet Mengkonsumsi makanan yang kaya 8 14 mmhg dengan buah buahan, sayuran, produk makanan yang rendah lemak, dengan kadar lemak total dan saturasi yang rendah Diet rendah natrium Menurunkan intake Garam sebesar 2 8 2 8 mmhg mmhg tidak lebih dari 100 mmol per hari (2.4 gram Na atau 6 gram garam) Olahraga Melakukan kegiatan aerobik fisik secara 4 9 mmhg teratur, seperti jalan cepat ( paling tidak 30 menit per hari, setiap hari dalam seminggu) Membatasi Penggunaan Membatasi konsumsi alkohol tidak lebih 2 4 mmhg alkohol dari 2 gelas ( 1 oz atau 30 ml ethanol ; 18 berat

berdasarkan DASH

misalnya 24 oz bir, 10 oz anggur atau 3 oz 80 whiski) per hari pada sebagian besar laki laki dan tidak lebih dari 1 gelas per hari pada wanita dan laki laki yang lebih kurus

2. Terapi Farmakologi Terdapat beberapa data hasil percobaan klinik yang membuktikan bahwa semua kelas obat antihipertensi, seperti angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI), angiotensin reseptor bloker (ARB), beta-bloker (BB), kalsium chanel bloker (CCB), dan diuretik jenis tiazide, dapat menurunkan komplikasi hipertensi yang berupa kerusakan organ target. Diuretik jenis tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada hampir semua hasil percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sesuai dengan percobaan yang telah dipublikasikan baru-baru ini oleh ALLHAT (Anti hipertensive and Lipid Lowering Treatment to Prevent Heart Attack Trial), yang juga memperlihatkan bahwa diuretik tidak dapat dibandingkan dengan kelas antihipertensi lainnya dalam pencegahan komplikasi kardiovaskuler. Selain itu, diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat antihipertensi kombinasi, yang dapat digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan lebih bermanfaat jika dibandingkan dengan agen obat antihipertensi lainnya. Obat diuretik jenis tiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada semua pasien dengan hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara kombinasi dengan satu kelas antihipertensi lainnya (ACEI, ARB, BB, CCB) yang memperlihatkan manfaat penggunaannya pada hasil percobaan random terkontrol. Jika salah satu obat tidak dapat ditoleransi atau kontraindikasi, sedangkan kelas lainnya memperlihatkan khasiat dapat menurunkan resiko kardiovaskuler, obat yang ditoleransi tersebut harus diganti dengan jenis obat dari kelas berkhasiat tersebut. Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang seharusnya. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis adekuat gagal mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10mmHg di atas tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua kelas obat, keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telah disatukan (tabel 3). Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan kemungkinan 19

pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat, namun harus tetap memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada pasien dengan diabetes, disfungsi autonom, dan pada beberapa orang yang berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat generik harus dipertimbangkan untuk mengurangi biaya pengobatan. Tabel 3. Daftar obat Anti hipertensi Kelas Obat (nama generik) Dosis Penggunaan (mg./ hari) Diuretik Thiazide Loop diuretic Diuretik hemat kalium Aldosteron blocker Beta blocker Reseptor Klortihiazide Chlortalidone Hidrochlorthiazide Polythiazide Indapamide Metalazone Bumetanide Furosemide Tosemid Amiloride Triamterene Eplerenone Spironolakton Atenolol Betaxolol Bisoprolol Metaprolol Metoprolol Nadolod Propanolol Propanolol long acting Timolol 125 500 12,5 25 12,5 50 24 1,25 2,5 0,5 0,1 0,5 1 20 80 2,5 10 5 10 50 100 50 100 25 50 25 100 5 20 2,5 10 50 100 50 100 40 120 40 160 60 180 20 40 Frekuensi penggunaan per hari 1-2 1 1 1 1 1 2 2 1 12 12 1 1 1 1 1 12 1 1 2 1 2

20

Beta blocker aktivitas simpatomimetik

Acebutolol Penbutolol Pindolol Carvedilol Labetalol Benazepril Captopril Enalapril Fosinopril Lisinopril Moexipril Perindopril Quinapril Ramipril Trandolapril Candesartan Eprosartan Irbesartan Losartan Olmesartan Telmisartan Valsartan Diltiazem release

200 800 10 40 10 40 12,5 50 200 800 10 40 25 100 5 40 10 40 10 40 7,5 30 48 10 80 2,5 20 14 8 32 400 -800 150 300 25 100 20 40 20 80 80 320 extended 180 240 immediate 80 320 120 480 120 360 2,5 10 2,5 20 2,5 10 sustained 60 120

2 1 2 2 2 1 2 12 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 12 1 1 12 1

Kombinasi Alfa dan Beta Blocker ACEi

Angiotensinogen Antagonis

II

CCB

Non

Dihidropiridin -

Verapamil release

2 12 1 1 1 2 2

CCB Dihidropiridin -

Verapamil long acting Verapamil Amlodipine Felodipine Isradipine Nicardipine release 21

Alpha 1 Bloker Alpha sentral 2 dan Agonis obat Vasodilator langsung -

Nifedipine long acting Nisoldipine Doxazosin Prazosin Terazosin Clonidine Clonidine patch Methyldopa Reserpin Guanfacine Hydralazine Minoxidil

30 60 10 40 1 16 2 20 1 20 0,1 0,8 0,1 0,3 250 1000 0,1 0,25 0,5 2 25 100 2,5 80

1 1 1 23 12 2 1 Minggu 2 1 1 2 12

lainnya yang bekerja sentral

Saat obat antihipertensi telah diberikan, pasien diharuskan kembali untuk follow up paling tidak dalam interval sebulan sekali sampai tekanan darah target tercapai. Kunjungan yang lebih sering dibutuhkan untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 2 atau jika disertai dengan komplikasi penyakit penyerta. Pemeriksaan kadar serum kalium dan kreatinin harus dilakukan paling tidak sebanyak 1-2 kali per tahun. Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, follow up dan kunjungan harus dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali. Penyakit penyerta seperti gagal jantung, dan diabetes dapat mempengaruhi frekuensi jumlah kunjungan. Faktor resiko penyakit kardiovaskuler lainnya harus diobati untuk mendapatkan nilai tekanan darah target, dan penghindaran penggunaan tembakau harus dilakukan. Penggunaan aspirin dosis rendah dilakukan hanya ketika tekanan darah terkontrol, oleh karena resiko stroke hemoragik yang meningkat pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol. KOMPLIKASI Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat sebelum berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard, penyakit jantung koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada kerusakan organ. Keadaan hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini membutuhkan obat antihipertensi yang tepat yang berdasarkan pada beragam hasil percobaan klinis. Penanganan dengan kombinasi obat kemungkinan dibutuhkan. Penentuannya disesuaikan dengan

22

penilaian pengobatan sebelumnya, tolerabilitas obat serta tekanan darah target yang harus dicapai.

23

KRISIS HIPERTENSI DEFINISI Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak ( sistol 180 mmhg dan atau diastol 120 mmhg), pada penderita hipertensi, yang membutuhkan penanggulangan segera. KLASIFIKASI 1. Hipertensi Emergensi Kenaikan tekanan darah mendadak yang disertai kerusakan organ target yang progresif disebut hipertensi emergensi. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan darah yang segera dalam kurun waktu menit/jam. 2. Hipertensi urgensi Kenaikan tekanan darah mendadak yang tidak disertai kerusakan organ target disebut hipertensi urgensi. Penurunan tekanan darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24 48 jam. Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut. Pendarahan intra pranial, ombotik CVA atau pendarahan subarakhnoid. Hipertensi ensefalopati. Aorta diseksi akut. Oedema paru akut. Eklampsi. Feokhromositoma. Funduskopi KW III atau IV. Insufisiensi ginjal akut. Infark miokard akut, angina unstable. Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain : - Sindrome withdrawal obat anti hipertensi. - Cedera kepala. - Luka bakar. - Interaksi obat. Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I. KW I atau II pada funduskopi. Hipertensi post operasi. Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

24

Kedua jenis krisis hipertensi ini perlu dibedakan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik, karena baik faktor risiko dan penanggulangannya berbeda. FAKTOR RISIKO Individu yang berisiko untuk mengalami krisi hipertensi adalah, sebagai berikut: Penderita hipertensi yg tidak meminum obat atau minum obat anti hipertensi Kehamilan Penggunaan NAPZA Penderita dengan rangsangan simpatis yg tinggi seperti luka bakar berat,

phaechromocytoma, penyakit kolagen, penyakit vaskuler, trauma kepala. Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal

TATALAKSANA KRISIS HIPERTENSI Penalatalaksanaan krisis hipertensi sebaiknya dilakukan di rumah sakit, namun dapat dilaksanakan di tempat pelayanan primer sebagai pelayanan pendahuluan dengan pemberian obat anti hipertensi oral. Tabel 4. Obat obat yang digunakan di Indonesia Obat ACE inhibitor Cara pemberian Sublingual, Farmakologi 6,25 mg/kali Dosis 50

Oral Mulai kerja : SL: 10 -15 menit Oral: 15 30 menit Efek Maksimal : SL : 60 menit Oral : 1 2 jam Lama kerja : 8 jam

(dikunyah, diisap)

Central Alpha Oral Agonis

Mulai kerja : 30 60 75 menit

150

g/kali/jam

Efek Maksimal : 2 Total 900 g 4 jam Lama kerja : 3 12 jam Calcium Channel Blocker Oral ( dikunyah, Mulai kerja : 5 20 Obat alternatif ditelan) menit bila obat lain ada. Efek maksimal : 30 tidak 25

60 menit

Kontraindikasi kasus

Lama kerja : 2 6 pada jam krisis hipertensi dengan

gangguan otak dan jantung iskemia

TATALAKSANA HIPERTENSI EMERGENSI 1. Penanggulangan hipertensi emergensi harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas pemantauan yang memadai 2. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin 3. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah, sebagai berikut : a. 5 menit s/d 120 menit pertama tekanan darah rata rata ( mean arterial blood pressure) diturunkan 20 25 % b. 2 s/d 6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai 160 / 100 mmhg c. 6 24 jam berikutnya diturunkan sampai < 140 / 90 mmhg bila tidak ada gejala iskemia organ. Tatalaksana hipertensi urgensi 1. Penurunan tekanan darah dalam waktu beberapa jam sampai 24 jam pertama dengan obat-obat hipertensi oral. 2. Beberapa obat oral dapat menurunkan tekanan darah dalam 30 menit sampai beberapa jam 3. Obat-obat yang menjadi pilihan utama dalam tatalaksana adalah : Clonidin jam, maksimal 0,6 mg Nifedipin/Amlodipin : 10 mg, dapat diulang 30 menit jika belum ada efek ( per oral, buccal, sub lingual ) Captopril : 25 - 50 mg : loading dose 0,1 - 0,2 mg dapat ditambah 0,1 mg tiap

26

1.

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) Congestive heart failure atau Gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau ada disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.(1,2,3) Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung kongenital). Faktor pencetus termasuk meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan menjalani terapi gagal jantung, infark miokard akut, serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan dan endokarditis infektif. Patofisiologi Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya di atas dan puncaknya di bawah. Puncaknya miring ke sebelah kiri. Berat jantung kirakira 300 gram. Agar jantung berfungsi sebagai pemompa yang efisien, otot-otot jantung, rongga atas dan rongga bawah harus berkontraksi secara bergantian. Laju denyut-denyut jantung atau kerja pompa ini dikendalikan secara alami oleh suatu pengatur irama. Ini terdiri dari sekelompok secara khusus, disebut nodus sinotrialis, yang terletak didalam dinding serambi kanan. Sebuah impuls listrik yang ditransmisikan dari nodus sinotrialis ke kedua serambi membuat keduanya berkontraksi secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di teruskan ke dinding-dinding bilik, yang pada gilirannya membuat bilikbilik berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini disebut systole. Produksi impulsimpuls ini juga dikendalikan oleh suatu bagian sistem syaraf yang disebut sistem syaraf otonom, yang bekerja diluar keinginan kita. Sistem listrik built-in inilah yang menghasilkan kontraksi-kontraksi otot jantung beirama yang disebut denyut jantung.3 Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu : 1) Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu : a. Beban tekanan b. Beban volume c. Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastol d. Obstruksi pengisian ventrikel e. Aneurisma ventrikel 27

f. Disinergi ventrikel g. Restriksi endokardial atu miokardial 2) Abnormalitas otot jantung a.Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika. b.Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal 3) Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

Beban pengisian (preload) dan beban tahanan (afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi dan hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokonstriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena ( venous return) ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolik dan menaikkan kembali curah jantung.4 Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi jantung tersebut diatas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam badan belum juga tepenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung.4 Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari vena - vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan akan terjadi juga dalam paru - paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda - tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan hambatan bagi ventrikel kanan yang 28

menjadi pompa darah untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri - kanan. Gagal jantung kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volum akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena -vena sistemik tersebut (bendungan pada vena jugularis dan bendungan dalam hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit atau tungkai bawah dan asites.4 Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan dan Gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda gagal jantung kanan : Anoreksia dan kembung Liver engorgement Tanda tanda penyakit paru kronik Bengkak pada kedua tungkai bawah Asites, hidrothoraks Hepatomegali Peningkatan tekanan vena Tekanan vena jugularis meningkat Pulsasi parasternal, pulsasi epigastrial, sternal lift Bising diastolik dan sistolik Bunyi jantung P2 mengeras Pembesaran atrium dan ventrikel kanan

29

Gejala dan tanda gagal jantung kiri : Dyspneu d effort Paroxysmal nocturnal dyspneu Orthopneu Fatigue Pernafasan Cheyne Stokes Batuk berdarah dan berbuih dengan hemoptoe (edema Pulmonum) Ronkhi basah halus Kongesti vena pulmonal Pulsus alternans Pembesaran ventrikel kiri Takikardi Bising diastolik dan sistolik Irama derap Echocardioagraphy sudah tampak hipertensi pulmonal. (1,2,3)

Pada Gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gaghal jantung kanan dan kiri. Pembagian fungsional menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi empat kelas : I. II. Paling ringan, bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan dan dengan istirahat keluhan berkurang. III. IV. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan. Biula pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun, dengan istirahat keluhan tetap ada.

Diagnosis awal Gagal jantung kongestif menurut kriteria Framingham meliputi kriteria mayor dan minor. Kriteria Mayor : Paroxysmal nocturnal dyspneu Peningkatan tekanan vena jugularis Ronkhi basah 30

Kardiomegali Edema paru akut Irama derap S3 Refluk hapatojuguler

Kriteria Minor : Edema pergelangan kaki Batuk malam hari Dyspneu d effort Hepatomegali Efusi pleura Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum Takikardi Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus pada saaat bersamaan. Dengan dasar diagnosis tersebut, pada pasien ini sudah dapat ditegakkan diagnosis Gagal jantung kongestif, karena dari anamnesis dan pemeriksan fisik ditemukan kriteria mayor berupa : paroxysmal nocturnal dyspneu, pningkatan tekanan vena jugularis dalam hal ini adalah JVP penuh, ronkhi basah, dan kardiomegali. Sedangkan untuk kriteria minor ditemukan : edema pergelangan kaki, batuk malam hari, dyspneu d effort dan hepatomegali. Prinsip pengelolaan pasien Gagal jantung kongestif adalah dengan mengurangi beban kerja jantung, yakni : Memberi istirahat pada penderita (fisik maupun psikis) namun tetap dimobilisasi dengan gerakan-gerakan sederhana seperti dorsofleksi kaki untuk mencegah terjadinya trombosis. Diberikan juga dulcolax agar pasien tidak mengejan sewaktu BAB. Diuresis. Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuh, diberikan kombinasi furosemid dan spironolakton (diuretik hemat kalium) agar tidak terjadi hipokalemi. ACE inhibitor. Sebagai vasodilator karena menurunkan resistensi vaskuler perifer yang tinggi dan menurunkan beban pengisian ventrikel yang tinggi. Diberikan Kaptopril dengan dosis bertahap dinaikkan, dimulai dari 3 x 6,25 mg perhari. Mitral Valve Replacement. Indikasinya yakni pada kerusakan katub yang sudah tidak mungkin untuk direpair. Diit rendah garam. Untuk memperlancar diuresis sehingga mengurangi edema. 31

Pada pasien ini gagal jantung yang diderita kemungkinan disebabkan oleh penyakit jantung hipertensif atau kardiomiopati alkoholik.

Penyakit Jantung Hipertensif Penyakit jantung hipertensif ditegakkan bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastolik. Pengaruh faktor genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis sekunder. Patofisiologi Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhirnya akibat terbatasnya aliran darah koroner, menjadi eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan volume jantung akibat peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi, peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung). Diperburuk lagi bila disertai dengan penyakit jantung koroner. Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan

hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung. Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu: 1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer.

32

2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini. Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri. Manifestasi Klinis Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik lama, iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke kiri bawah. Pada auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat ditemukan S4 dan bila sudah terjadi dilatasi jantung didapatkan tanda tanda insufisiensi mitral relatif. Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda tanda akibat rangsangan simpatis yang kronik. Jantung berdenyut cepat dan kuat. Terjadi hipersirkulasi yang mungkin diakibatkan peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai hipervolemia. Pada stadium selanjutnya, timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang masih difus dan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer. Gambaran klinis seperti sesak nafas adalah salah satu gejala gangguan fungsi diastolik, dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi sistolik masih normal. Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhirnya menjadi dilatasi ventrikel kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan sirkulasi pada cadangan aliran darah koroner dan akan memperburuk kelainan fungsi mekanik / pompa jantung yang selektif. Pemeriksaan Penunjang Pada foto toraks posisi posteroanterior pasien hipertrofi konsentrik, besar jantung dalam batas normal. Pembesaran jantung ke kiri terjadi bila sudah ada dilatasi ventrikel kiri. Terdapat elongasi aorta pada hipertensi yang kronik dan tanda tanda bendungan pembuluh paru pada stadium payah jantung hipertensi. Pemeriksaan laboratorium darah rutin yang diperlukan adalah ht serta ureum dan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal. Selain itu juga elektrolit untuk melihat

33

kemungkinan adanya kelainan hormonal aldosteron. Pemeriksaan laboratorium urinalisis juga diperlukan untuk melihat adanya kelainan pada ginjal. Pada EKG tampak tanda tanda hipertrofi ventrikel kiri dan strain. Ekokardiografi dapat mendeteksi hipertrofi ventrikel kiri secara dini mencakup kelainan anatomik dan fungsional jantung pasien hipertensi asimtomatik yang belum didapatkan kelaina pada EKG dan radiologi. Perubahan perubahan yang dapat terlihat adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Tanda tanda hipersirkulasi pada stadium dini, seperti hiperkinesis, hipervolemia Hipertrofi yang difus (konsentrik) atau yang iregular eksentrik. Dilatasi ventrikel yang dapat merupakan tanda tanda payah jantung, serta tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat. 4. Tanda tanda iskemia seperti hipokinesis dan pada stadium lanjut adanya diskinetik. Penatalaksanaan Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, mengobati payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular semaksimal mungkin. Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu, menurunkan isi cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari golongan antisimpatis, dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator. Kardiomiopati Kardiomiopati merupakan sekumpulan kelainan kardiologis dimana terjadi abnormalitas struktural pada miokardium. Kondisi ini bisa berujung pada sebuah gagal jantung. Kardiomiopati tergolongkan pada 3 tipe berdasarkan keadaan anatomis dan gangguan fisiologisdari ventrikel kiri. Kardiomiopati dilatasi ditandai pembesaran ruang ventrikel dan gangguan fungsi sistolik. Kardiomiopati hipertropik menunjukkan penebalan ventrikel secara abnormal dan gangguan relaksasi diastolik, namun fungsi sistolik masih baik. Kardiomiopati restriktif ditandai miokardium yang kaku karena fibrosis ataupun proses infiltratif, yang berujung pada gangguan relaksasi diastolik, sementara fungsi sistolik normal ataupun sedikit terganggi. 34

Kardiomiopati dilatasi (dilated cardiomiopathy/DCM) menyebabkan pelebaran jantung secara eksentrik, yaitu melalui pembesaran ventrikel, dan hanya disertai sedikit hipertropi. Berbagai spektrum faktor seperti genetik, proses inflamasi, racun, dan proses-proses metabolik menghasilkan kerusakan miosit. Penyebab DCM biasanya idiopatik. Beberapa kondisi yang dihubungkan dengan terjadinya DCM adalah miokarditis viral, toksisitas alkohol, dan mutasi gen spesifik. Miokarditis viral biasanya menyerang penduduk usia muda yang sehat. Penyebab tersering adalah coxsackevirus grup B dan adenovirus. Biasanya infeksi dari virus-virus tersebut bersifat self-limiting, namun bisa pula progresif dan menjadi DCM. Diperkirakan bahwa destruksi miokardium dan fibrosis terjadi akibat manifestasi virus. Penggunaan obat imunosupresif tidak menunjukkan perbaikan prognosis. Kardiomiopati alkoholik berkembang pada pasien dengan konsumsi alkohol kronis. Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, ethanol diperkirakan menyebabkan terganggunya fungsi seluler melalui penghambatan fosforilasi oksidatif mitokondria dan oksidasi asam lemak. Secara klinis dan histopatologis, dijumpai tanda-tanda dengan DCM yang sama dengan yang ditunjukkan penyebab lain. Penanda utama DCM adalah dilatasi ventrikel dan penurunan kontraktilitas. Biasanya, gangguan terjadi pada kedua ventrikel namun bisa saja hanya pada satu ventrikel. Gangguan kontraktilitas miosit menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output, sehingga terjadi 2 mekanisme kompensasi yaitu: 1. Mekanisme Frank-Starling, dimana peningkatan volume diastolik ventrikel menyebabkan peregangan miofibril, sehingga meningkatkan kemampuan pemompaan dan terjadi peningkatan stroke volume. 2. Aktivasi neurohormonal, biasanya dilakukan oleh sistem saraf simpatis. Pada akhirnya hal ini akan menyebabkan peningkatan kontraktilitas dan heart rate, yang memperbaiki kegagalan perfusi. Kedua mekanisme kompensasi ini menyebabkan pasien tampak tidak bergejala selama periode awal disfungsi ventrikel. Namun, disfungsi miosit yang progresif dan volume overload menyebabkan timbulnya gagal jantung. Penurunan curah jantung yang persisten menyebabkan gangguan fungsi ginjal sehingga akhirnya ginjal mensekresikan renin. Hal ini kemudian mengaktifkan mekanisme Renin-Angiostensin II- Aldosteron yang meningkatkan tahanan

periferpembuluh darah dan volume intravaskuler. 35

Kompensasi

neurohormonal

itu

sendiri

pada

akhirnya

menyebabkan

perkembangan yang buruk pula. Vasokonstriksi arteriolar dan peningkatan resistensi perifer menyebabkan semakin sulitnya darah diejeksikan dari ventrikel kiri. Sementara peningkatan volume intravaskular akan membebani kerja jantung (ventrikel kiri), dan menyebabkan kongesti sistemik dan paru. Selain itu,penignkatan kadar Angiostensin II dan aldosteron menyebabkan terjadinya remodelling miokardial dan fibrosis secara langsung. Perburukan dari pembesaran ruang-ruang jantung, katup mitral dan trikuspid dapat mengalami gangguan, terutama saat melakukan fungsi sistolik, yang lamakelamaan akan membentuk sebuah regurgitasi. Regurgitasi kedua katup ini dapat menimbulkan efek berupa: 1. Peningkatan volume dan tekanan pada atrium, yang berujung pada dilatasi atrium, dan pada akhirnya menyebabkan fibrilasi atrium. 2. Regurgitasi darah menuju atrium kiri akan menyebabkan penurunan stroke volume menuju aorta dan sirkulasi sistemik. 3. Pada saat darah regurgitan kembali ke ventrikel kiri pada saat diastol, terjadi peningkatan berkala volume ventrikel kiri dan memperparah dilatasi pada ventrikel kiri. Gejala klinis yang tampak pada pasien dengan DCM serupa dengan gejala gagal jantung. Antara lain mudah lelah, lemah, sesak pada saat aktivitas dan penurunan kapasitas olahraga. Apabila telah terjadi kongesti paru, bisa terjadi sesak napas, sesak karena perubahan posisi (ortopneu), sesak pada malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnoe). Selanjutnya bila terjadi kongesti sistemik kronik, bisa timbul asites dan edema perifer. Biasanya pasien datang dengan kondisi peningkatan berat badan (karena edema sistemik) dan sesak saat berolahraga/aktivitas.

36

BAB III PEMBAHASAN

Pasien seorang perempuan 60 tahun ini di diagnosis menderita Hipertensi emergensi, Gagal jantung kongestif NYHA IV, hiperglikemi, dan infiltrat paru. Hal ini didapatkan dari

kesimpulan anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang sebagai berikut : - Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai adanya mual, muntah serta batuk dengan dahak putih kental. Ada

riwayat tekanan darah tinggi 20 tahun yang lalu, tidak kontrol teratur. Saat masuk rumah sakit (11/08/2013 jam 01.30) tekanan darah 260/130 mmHg. Saat dilakukan pemeriksaan (11/8/2012 jam 14.30) tekanan darah 140/90 mmHg, ictus cordis teraba di SIC VI 1 cm linea axillaris medioclavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak ada gallop. Pada X-Foto Thoraks menunjukkan pembesaran apex jantung ke caudolateral dengan kesan kardiomegali (LV). Hasil funduskopi menunjukkan ODS retinopati hipertensi grade III dengan arteriolosklerosis grade II. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan di atas, pasien didiagnosis Hipertensi emergensi, karena terjadi kenaikan tekanan darah mendadak

disertai kerusakan organ target, dimana organ target pada jantung berupa gagal jantung, edema paru dan pada retina yaitu adanya perdarahan retina. Pasien diberikan penatalaksanaan awal hipertensi emergensi berupa cedocard selama 2 jam dan furosemide 2 ampul secara intra vena dengan target yang ingin dicapa adalah Mean Arterial Pressure (MAP) turun 20 25 %, pada pasien ini tekanan darah diharapkan dapat turun sampai mencapai 180/110 mmHg. Apabila MAP tercapai, dapat diberikan tambahan obat anti hipertensi per oral berupa Clonidine 2x0,15 mg dan lisinopril 1x10mg. Pasien diedukasi juga tentang penyakitnya, perubahan gaya hidup (mengurangi makanan berlemak dan banyak garam, olahraga ringan), rutin kontrol, dan minum obat teratur. - Pada pasien ini juga didiagnosis Gagal Jantung Kongestif NYHA IV, dimana dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan pasien merasakan sesak nafas meski saat istirahat sehingga pasien tidak dapat melakukan aktivitas apapun, tidur dengan bantal tinggi, takikardi, dispneu, ortopneu, peningkatan JVP, ronkhi basah halus pada kedua basal paru. Pada x-foto thorax didapatkan gambaran suspek LVH dan efusi pleura dupleks. Hasil ini sesuai dengan gagal jantung pada kriteria framingham (2 mayor, 2 minor), dan NYHA kategori IV. Pada pasien ini juga terdapat hipertensi, sehingga dapat juga di diagnosis sebagai Hypertension Heart Disease karena penyakit jantung yang disebabkan 37

karena peningkatan tekanan darah secara langsung maupun tidak, merupakan faktor risiko Gagal Jantung Kongestif dan mengalami LVH. Pasien diberikan lisinopril 1x 10 mg untuk menurunkan tekanan darah, spironolakton 1x25mg dan injeksi furosemide 2x20mg untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi edema paru, dan diet lunak rendah garam 1500kkal. Pasien diedukasi untuk diet makanan yang rendah garam, rendah lemak, tinggi protein, hindari aktivitas terlalu berat, dan kontrol rutin.

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. 2. Medscape. Azotemia [serial online]. 2010 [cited November 25, 2012]. Medscape Reference.Available from: http://emedicine.medscape.com/article/238545-clinical 3. Marulam M. Panggabean; Penyakit Jantung Hipertensi; Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi Keempat; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; 1639-1640 4. Adnil Basha; Penyakit Jantung Hipertensif; Buku Ajar Kardiologi; Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2003; 209-211 5. William Sanjaya, Starry Homenta Rampengan, Otte J Rachman. Mitral Regurgitasi Iskemik. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. 2007. 6. Manurung D. Gagal Jantung Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009;1586-1587 7. Chobanian AV, et al. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004 8. Riaz K. Hypertension. 2012 [cited : Jan 2, 2013]. Available at http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview 9. Indonesian Society of Hypertension. Konsensus Penanggulangan Krisis hipertensi. 2008. 10. Mayo Clinic. Hypertension. 2011 [ cited : Jan 2, 2013]. Available at : http://www.mayoclinic.com/health/high-blood-pressure/ds00100/dsection=riskfactors 11. Riaz,K. Hypertensive Heart Disease. 2012 [cited : Jan 2, 2013]. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/162449-overview

39

Anda mungkin juga menyukai