Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM SPEKTROFOTOMETRI

PENENTUAN KADAR KALIUM (K) dan ALUMINIMUM (Al) MENGGUNAKAN AAS Dosen Pembimbing : : Drs. Budi Santoso, MT

Kelompok 6 Nevy Puspitasari Nur Fauziyyah Ambar Nurul Latipah Oktaviani Ratanasari NIM 111431020 NIM 111431021 NIM 111431022 NIM 111431023

Tanggal Percobaan : 20 November 2012 Tanggal Penyerahan : 27 November 2012

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG TEKNIK KIMIA - D3 ANALIS KIMIA Tahun Ajaran 2011-2012

Tanggal Percobaan Judul Percobaan

: 20 November 2012 : Penentuan Kadar Kalium (K) dan Aluminimum (Al) Menggunakan AAS

Pembimbing Tujuan Percobaan

: Drs. Budi Santoso, MT :

1. Untuk menentukan konsentrasi Kalium dalam sampel 2. Untuk menentukan konsentrasi Aluminium dalam sampel 3. Dapat menggunakan dan mengoprasikan AAS dengan benar

A.

Teori Dasar :
Spektrometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada

metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metalloid yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et al., 2000). Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode spektroskopi emisi

konvensional. Sebenarnya selain dengan metode serapan atom, unsur-unsur dengan energi eksitasi rendah dapat juga dianalisis dengan fotometri nyala, akan tetapi fotometri nyala tidak cocok untuk unsur-unsur dengan energy eksitasi tinggi. Fotometri nyala memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 400-800 nm, sedangkan AAS memiliki range ukur optimum pada panjang gelombang 200300 nm (Skoog et al., 2000). Untuk analisis kualitatif, metode fotometri nyala lebih disukai dari AAS, karena AAS memerlukan lampu katoda spesifik (hallow cathode). Kemonokromatisan dalam AAS merupakan syarat utama. Suatu perubahan temperature nyala akan mengganggu proses eksitasi sehingga analisis dari fotometri nyala berfilter. Dapat dikatakan bahwa metode fotometri nyala dan AAS merupakan komplementer satu sama lainnya. Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan

banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari: Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monkromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi. Hukum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan:

Dimana: lo = intensitas sumber sinar lt = intensitas sinar yang diteruskan = absortivitas molar b = panjang medium c = konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar A = absorbansi Dengan

T = transmitan Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989). AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip

Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan. Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Setiap alat AAS terdiri atas tiga komponen yaitu:
-

Unit atomisasi (atomisasi dengan nyala dan tanpa nyala) Sumber radiasi Sistem pengukur fotometri

Bagian-bagian di dalam AAS, yaitu : Lampu katoda Tabung gas Ducting Kompresor Burner Buangan pada AAS Monokromator Detector

B.

Alat dan Bahan 1. Alat :

Labu takar 250 mL Labu takar 50 mL Pipet tetes Gelas kimia 100 mL Gelas kimia 600 mL Corong kecil Pipet ukur Hot plate

2. Bahan -

Larutan Asam Nitrat pekat Larutan Asam Klorida pekat Alumunium Aquadest

C.

Prosedur
1. Prosedur Pengoperasian AAS 1. Menyalakan komputer dan menyalakan AAS, kemudian tekan tombol power on 2. Membuka vulve pada kompresor 3. Membuka saluran udara tekan sampai tanda batas searah jarum jam 4. Membuka valve utama pada tabung asetilen 5. Mengklik icon GBC savanta, Menunggu sampai instrumention ready ( dilihat pada bagian bawah layar yang panjang ) 6. Menyalakan exhousepan 7. Mengklik menu method, kemudian mengklik submenu deskription. Tekan enter. Memilih unsur yang dianalisis, memilih nomor lampu 8. Mengklik submenu instrumen memasukan panjang gelombang dan slit width pada pengukuran I, panjang gelombnag = 766.5 nm, sift width = 0.5 nm, Pengukuran II panjang gelombnag = 769.9 nm. Sift width = 0.5 nm 9. Mengklik submenu measurment ---) measurment mode ---) integration 10. Mengklik standar, masukkan konsentrasi larutan standar 11. Mengklik submenu quality ---) tidak ada yang diubah 12. Mengklik submenu flame control air-aseylen, mengatur api turunkan asetylen sesuai kebutuhan 13. Menekan ignite dan menekan start ( tombol hijau) 14. Memasukkan selang kedalam blanko ( aquadest ) --) ok 15. Membilas dengan cara memasukkan ke dalam larutan aquades

2.

Prosedur Penetapan Aluminium (Al) 1. Memotong lempengan logam Aluminium menjadi potongan kecil dan menimbang sebanyak 0,25 gram 2. Menambahkan HCl pekat kedalamnya sebanyak 15 mL serta menambahkan kedalamnya HNO3 pekat sebanyak 2 mL 3. 4. 5. 6. Menambahkan aquadest sebanyak 50 mL kedalamnya Mengaduk dan memanaskan larutan hingga semua logam Al larut Mendinginkan larutan yang telah dipanaskan hingga suhu kamar Memindahkan larutan kedalam labu takar dan menandabataskan dengan aquadest 7. Menghomogenkan larutan dan larutan induk Alumunium 1000 ppm siap digunakan 8. Untuk membuat larutan deret standar, pipet larutan induk kedalam masing-masing labu takar sebanyak 1,25 mL, 2,5 mL, 3,75 mL, 5 mL, 6,25 mL 9. Menandabataskan masing-masing labu takar dengan aquadest

10. Mengukur masing-masing larutan deret standar menggunakan AAS 3. Prosedur Penetapan Kalium (K) 3. Menimbang 1,9067 gram KCl dan melarutkannya dalam aquadest kemudian memindahkannya kedalam labu takar 1L 4. Menandabataskan dengan aquadest hingga tepat 1 L sehingga larutan induk Kalium (K) 1000 ppm siap digunakan 5. Menyiapkan 7 labu takar 50 mL 6. Membuat larutan deret standar 0 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, dan 8 ppm dengan memipet dari larutan induk dan masukan kedalam masing-masing labu takar 50 mL 7. Menandabataskan masing-masing labu takar dengan aquadest 8. Mengukur masing-masing larutan deret standar menggunakan AAS

D. Data pengamatan
1. Penggunaan AAS Menyalakan AAS Ketika AAS dijalankan sesuai prosedur, terlihat pada bagian atomizer terdapat api yang menyala menjadi biru. Warna nyala biru ini yang diapakai untuk pengukuran/analisis Ketika AAS dimatikan sesuai prosedur, terlihat pada bagian atomizer setelah dimatikan api biru padam dan menghilang.

Mematikan AAS

2.

Penetapan Al Persiapan Sampel Pelarutan logam Al dengan HCl Ketika Al dalam bentuk potongan lempengan kecil dilarutkan dengan HCl, logam Al belum terlarut,masih terlihat potongan-potongan logam Al. Penambahan dengan HNO3 Ketika ditambahkan dengan HNO3, logam masih belum terlarut. Masih terlihat potongan-potongan logam Al. Larutan terlihat berwarna kuning Pemanasan Ketika larutan dipanaskan, logam Al menjadi larut dalam larutan. Terlihat ada gelembung-gelembung gas dari logam Al, dan lama-kelamaan logam menjadi hilang karena larut. Larutan tetap berwarna kuning. Pelarutan dan penandabatasan Ketika larutan ditambahkan aquadest, dengan aquadest larutan menjadi bening, jernih. Pengukuran dengan AAS Pengukuran larutan deret standar Al Ketika larutan diukur menggunakan AAS, terlihat absorbansi memiliki nilai minus (-) dan 0.

3.

Penetapan Kalium Persiapan Larutan Pembuatan Larutan deret standar Dalam pembuatan larutan deret, karena KCl apabila dilarutkan dalam aquadest, larutan menjadi bening maka didapat larutan KCl yang berwana bening dan

jernih. Sehingga dalam pembuatan deret standar, larutan bening dan jernih. Pengukuran dengan AAS Pengukuran larutan deret standar Ketika larutan diukur menggunakan KCl AAS, terlihat absorbansi memiliki nilai yang semakin naik semakin tinggi diukurnya larutan deret standar tersebut

E. Data Percobaan dan Perhitungan


1. Penetapan Aluminium (Al) a. Pembuatan larutan 1000 ppm Berat logam Al yang seharusnya ditimbang : 0,25 gram Berat logam Al hasil penimbangan : 0,2552 gram

Pembuatan Larutan Deret Standar Al Untuk konsentrasi Al 0 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1 . 1000 = N2 . 50 V1 = 0 mL Untuk konsentrasi Al 50 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1. 1000 = 50 . 50 V1 = 2,5 mL Untuk konsentrasi Al 100 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1. 1000 = 100 . 50 V1 = 5 mL N1 . V1 Untuk konsentrasi Al 25 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1 = 1,25 mL Untuk konsentrasi Al 75 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1 = 3,75 mL Untuk konsentrasi Al 125 ppm = N2 . V2 V1 = 6,25 mL

V1 . 1000 = 25 . 50

V1. 1000 = 75 . 50

V1. 1000 = 125 . 50

b. Pengukuran Larutan Deret Standar Alumunium (Al) Panjang gelombang : 309,3 nm Konsentrasi larutan (ppm) 0 25 50 75 100 125 Absorbansi -0.0028 0.0032 -0.0059 -0.0033 -0.0190 -0.0131

(*Data percobaan selengkapnya terlampir)

Dari data tersebut, karena absorbansi bernilai minus sehingga larutan tidak terbaca serapannya sehingga tidak dapat dibuat kurva garis linear. Dikarenakan tidak dapat dibuat kurva garis linear larutan standar maka tidak dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel.

2. Penetapan Kalium Konsentrasi Larutan Induk : 1000 ppm

Pembuatan Larutan Induk 100 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1 . 1000 = 100 . 50 V1 = 5 mL a. Pembuatan Larutan Deret Standar KCl Untuk konsentrasi KCl 0 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1 . 100 = 0 . 50 V1 = 0 mL Untuk konsentrasi KCl 1 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1. 100 = 1 . 50 V1 = 0,5 mL N1 . V1 Untuk konsentrasi KCl 0,5 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1 = 0,25 mL Untuk konsentrasi KCl 2 ppm = N2 . V2

V1 . 100 = 0,5 . 50

V1. 100 = 2 . 50 V1 = 1 mL

Untuk konsentrasi KCl 4 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1. 100 = 4 . 50 V1 = 2 mL

Untuk konsentrasi KCl 8 ppm N1 . V1 = N2 . V2 V1 = 4 mL

V1. 100 = 8 . 50

b. Pengukuran Larutan Deret Standar KCl Panjang gelombang : 766,50 nm Sample label Blanko Standard 1 Standard 2 Standard 3 Standard 4 Standard 5 Sampel 1 Sampel 2 Konsentrasi (ug/ml) -----------0.500 1.000 2.000 4.000 8.000 -0.139 4.910 Absorbansi -0.0076 0.1678 0.2318 0.4506 0.7303 1.0415 -0.0203 0.7182

(*Data percobaan selengkapnya terlampir)

Dari data tersebut dapat dibuat kurva

Kurva Kalibrasi larutan standar Kalium pada =766,5 nm


1.2 1 0.8 Absorbansi 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 0 0.5 1 2 4 8 Konsentrasi (ppm) Linear (Series 1) y = 0,139x R = 0,838 R= 0,9154

Perhitungan penentuan kadar Kalium pada sampel pada =766,5 nm berdasarkan kurva Persamaan garis dari grafik: y = 0,139 x 1. Kadar sampel 1 : Abs sampel = -0,0203 y = ax -0,0203 = 0,139 x x = -0,0203 = 0,15 ppm 0,139 2. Kadar sampel 2 : Abs sampel = 0,7182 y = ax 0,7182 = 0,139 x x = 0,7182 = 5,17 ppm 0,139

c.

Pengukuran Larutan Deret Standar KCl Panjang gelombang : 769,90 nm

Sample label

Konsentrasi (ug/ml)

Absorbansi

Blanko -----------0.0029 Standard 1 0.500 0.1032 Standard 2 1.000 0.1437 Standard 3 2.000 0.3105 Standard 4 4.000 0.5419 Standard 5 8.000 0.9829 Sampel 1 5.792 0.7369 Sampel 2 4.784 0.6087 (*Data percobaan dan hasil pengukuran selengkapnya terlampir)

F.

Pembahasan
Prinsip kerja Spektrofotometri Serapan Atom adalah absorpsi cahaya oleh

atom. Mekanisme yang terjadi untuk penentapan Kalium dan penetapan Aluminium menggunakan AAS adalah larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Pada praktikum penentuan Al pertama-tama sampel Al dipotong-potong kecil agar lebih cepat larut. Kemudian dilarutkan oleh larutan Asam Nitrat pekat dan Asam klorida pekat. Hal ini bertujuan agar potongan-potongan Al dapat larut, dimana larutan HNO3 dan HCl ini dapat mengoksidasi Al sehingga dapat larut dalam larutan. Logam Al mengalami oksidasi menjadi ion Al3+ yang larut dalam larutan. Pada Al yang sudah ditambahkan Asam Nitrat dan Asam Klorida dilakukan pemanasan yang bertujuan agar mempercepat proses kelarutan dari Al. Al Al3+ + 3

Ketika larutan di tandabataskan dengan aquadest, larutan menjadi bening. Hal ini dikarenakan larutan HCl dan HNO3 serta Al larut dalam aquadest, sehingga lama kelamaan warna larutan yang kuning menjadi hilang, dan larutan menjadi bening. Setiap sampel mempunyai variasi nyala yang berbeda-beda. Pada praktikum kali ini dilakukan menggunakan nyala udara-asetilen. Nyala udara-asetilen digunakan pada praktikum penentuan kadar Pottasium. Nyala udara-asitilen digunakan

karena Potasium merupakan unsur temperatur nyala-nya yang lebih rendah sehingga mendorong terbentuknya atom netral dan dengan l dan HNO3nyala yang kaya bahan bakar dan pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan. Sedangkan pada saat penentuan kadar Alumunium dengan menggunakan nyala udara-asetilen mengakibatkan sampel Alumunium tidak terbaca. Hal ini dikarenakan Al merupakan unsur yang mempunyai nyala yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Pottasium dan Alumunium juga merupakan unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Sehingga, Alumunium seharusnya menggunakan nyala Nitrous oksida-asetilen. Dikarenakan tidak terbacanya absorbsi pada analisis Aluminium dikarenakan tidak tepatnya pemakaian lampu yang digunakan, maka tidak dapat digunakan untuk membuat kurva linear. Kurva yang tidak dapat dibuat ini tidak dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi Aluminium pada sampel. Sehingga pada analisis ini tidak dilakukan pengukuran Aluminium pada sampel, dikarenakan tidak terbacanya pada larutan deret standar oleh AAS. Analisa kadar logam K dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA) dengan dua kali pengukuran dengan dua panjang gelombang yang berbeda pada larutan yang sama. Pengukuran pertama dilakukan pada panjang gelombang 766,6nm dan pengukuran kedua pada panjang gelombang 769,9 nm. Dari hasil pengukuran kedua panjang gelombang ini, menurut teori seharusnya pada panjang gelombang maksimum ini akan diperoleh serapan maksimum, dimana konsentrasi juga maksimum sehingga menghasilkan kepekaan dan keakuratan lebih tinggi. Daya serap yang dihasilkan pada panjang gelombang maksimum relatif lebih konstan sehingga diperoleh kurva kalibrasi yang linier. Pada panjang gelombang maksimum ini juga bentuk serapan landai sehingga kesalahan penempatan atau pembacaan panjang gelombang dapat diabaikan (Evi, 2004). Hal ini terbukti berdasarkan hasil pengukuran yang didapat panjang gelombang 766,5 nm ini memiliki nilai regeresi yang lebih kecil dibanding regeresi pada panjang gelombang 769,9 nm. Hal ini terbukti pada panjang gelombang 766,5 memiliki regeresi sebesar 0,9224 (berdasarkan pengukuran AAS) dan pada panjang gelombang 769,9 nm memiliki regeresi 0,9930. Dilihat dari

nilai regersi ini maka dapat menunjukan linearitas dari kurva. Nilai regeresi ini menunjukan koefisien korelasi antara absorbansi dengan konsentrasi besar sehingga linearitas dari kurva pengukuran pada 769,9nm adalah baik, dimana grafik memenuhi syarat sebagai garis linear untuk penentuan konsentrasi sampel. Pengukuran panjang gelombang pada pengukuran 769,9 nm otomatis memiliki kurva yang lebih linear dibanding dengan pada pengukuran 769,9 nm. Sehingga kurva kalibrasi lebih baik dilakukan pada panjang gelombang 769,9 nm. Sebelum dilakukan penetapan dan penganalisaan, alat spektrofotometer serapan atom harus terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan blanko yang berisi pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel. Pengkalibrasian dengan blanko bertujuan agar pada konsentrasi standar nol tidak terjadi penyerapan sinar sehingga pembacaan standar atau sampel lebih tepat dan akurat. Perlu diingat bahwa untuk AAS, pelarut yang digunakan harus menggunakan air demine (air demineral) yaitu air yang tidak mengandung mineral atau logam yang dapat mengganggu larutan yang akan dibuat sehingga akan mempengaruhi hasilnya itu sendiri (tidak akurat). Dari pengukuran larutan deret standar menggunakan AAS dapat dilihat bahwa nilai serapan semakin tinggi dengan semakin tingginya konsentrasi. Dari hasil pengukuran sampel pada 766,5 nm, didapat konsentrasi sampel 1 adalah sebesar 0,139 ppm dan konsentrasi sampel 2 adalah sebesar 4,910 ppm.

Konsentrasi ini adalah yang terukur pada AAS, sedangkan pada perhitungan dilakukan perhitungan konsentrasi sampel berdasarkan persamaan grafik. Perbedaan hasil yang didapat dikarenakan perbedaan pembulatan, dikarenakan perbedaannya kecil dan hasil yang diperoleh hampir mendekati nilai konsentrasi yang terukur pada AAS. Sedangkan pada pengukuran 769,9 nm konsentrasi sampel 1 adalah sebesar 5,792 ppm sedangkan pada sampel 2 konsentrasinya sebesar 4,784 ppm.

G. Kesimpulan
Jadi, pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pada percobaan penetapan Aluminium (Al) tidak dapat dilakukan dikarenakan serapan larutan deret standar tidak terbaca pada alat sehingga tidak dapat menentukan konsentrasi Kalium pada sampel. Sedangkan pada percobaan penetapan Kalium secara pengukuran AAS, didapat konsentrasi Kalium pada pengukuran 766,5 nm sampel 1 adalah sebesar 0,139 ppm dan konsentrasi Kalium pada sampel 2 adalah sebesar 4,910 ppm. Sedangkan pada pengukuran 769,9 nm sampel 1 adalah sebesar 5,792 ppm dan pada sampel 2 konsentrasinya sebesar 4,784 ppm.

DAFTAR PUSTAKA

Alex,

2012.

AAS

(Athomic

Absroption

Spectrophotometer,

(online),

(http://alexschemistry.blogspot.com/2012/09/aasatomic-absorptionspectrophotometer.html diunduh 24 November 2012 pkl.20.19) Itatri. 2012. Laporan Kimia Analitik

http://itatrie.blogspot.com/2012/10/laporan-kimia-analitik-aas.html diunduh pada tanggal 25 November 2012 Pukul 18.30 Putri, Anastasia. 2012. Laporan Praktikum Kimia Dasar

http://rinsosya.blogspot.com/2012/laporan-praktikum-kimia-dasar.html diunduh pada tanggal 25 November 2012 pukul 18.50 Sapinatul, Evi. 2011. Penentuan Kadar Logam Cd Pada Batang Kangkung Menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS),(online), (http://evisapinatulbahriah.wordpress.com/2012/06/04/penentuan-kadarlogam-cd-pada-batang-kangkung-menggunakan-atomic-absorptionspectrophotometry-aas/ diunduh 24 November 2012 pkl. 20.15)

LAMPIRAN
1. Instrument Parameters System type Element Matrix Lamp Curent Wavelength Slit width Slit height Instrument mode Flame Al 10.00 mA 309.30 nm 0,50 nm Normal Abs.BC off

2. Sample Measurment Parameters Measurment mode integration Sample introsuction manual Reas time ug/ml Time constant 0.00 Replicates 3 3. Calibration parameters Calibration mode Overrange sample action Conc.unit Conc.secimal places Calibration failure on Calibration failure action Measure sample blank after cal Auto save method after cal 4. Quality parameters Second fail action Range checking Check sample conc Check sample lower range Check sample upper range Check sample fail action Check sample plag 5. Flame control parameters Flame type

linear LS through Zero None ug/ml 3 none STOP no no

stop off 1.0000 ug/ml 80.00% 120.00% stop *

air-acetylene

Fuel flow Oxidant flow Burner angle Calibration mode Full calibration

1.210 l/ml 12.40 l/ml 0.00 Linear LS through zero max error: .63.2109 R2:0.5875 R: 0.7664 error

Sample label Cal blank Standard 1 Standard 2 Standard 3 Standard 4 Standard 5

Conc. (ug/ml) -----------25.000 50.000 75.000 100.000 125.000

%RSD HIGH HIGH 10.99 19.81 5.43 2.70

Mean Abs -0.0028 0.0032 -0.0059 -0.0033 -0.0190 -0.0131

1. Instrument Parameters System type Element Matrix Lamp Curent Wavelength Slit width Slit height Instrument mode Flame K 6.00 mA 766,50 nm 0,50 nm Normal Abs.BC off

2. Sample Measurment Parameters Measurment mode integration Sample introsuction manual Reas time ug/ml Time constant 0.00 Replicates 3 3. Calibration parameters Calibration mode Overrange sample action Conc.unit Conc.secimal places Calibration failure on Calibration failure action Measure sample blank after cal Auto save method after cal 4. Quality parameters Second fail action Range checking Check sample conc Check sample lower range Check sample upper range Check sample fail action Check sample plag 5. Flame control parameters Flame type Fuel flow Oxidant flow Burner angle

linear LS through Zero None ug/ml 3 none STOP no no

stop off 1.0000 ug/ml 80.00% 120.00% stop *

air-acetylene 0.900 l/ml 12.10 l/ml 0.00

Workhead height Full calibration Calibration mode

15.00 mm Linear LS through zero max error: .0790 R2:0.8508 R: 0.9224 conc=6.8364*Abs

Sample label Cal blank Standard 1 Standard 2 Standard 3 Standard 4 Standard 5 Sampel 1 Sampel 2

Conc. (ug/ml) -----------0.500 1.000 2.000 4.000 8.000 -0.139 4.910

%RSD HIGH 2.12 2.01 0.09 0.41 0.2 high 0.35

Mean Abs -0.0076 0.1678 0.2318 0.4506 0.7303 1.0415 -0.0203 0.7182

1. Instrument Parameters System type Element Matrix Lamp Curent Wavelength Slit width Slit height Instrument mode Flame K 6.00 mA 769,90 nm 0,50 nm Normal Abs.BC off

2. Sample Measurment Parameters Measurment mode integration Sample introsuction manual Reas time ug/ml Time constant 0.00 Replicates 3 3. Calibration parameters Calibration mode Overrange sample action Conc.unit Conc.secimal places Calibration failure on Calibration failure action Measure sample blank after cal Auto save method after cal 4. Quality parameters Second fail action Range checking Check sample conc Check sample lower range Check sample upper range Check sample fail action Check sample plag 5. Flame control parameters Flame type Fuel flow Oxidant flow Burner angle

linear LS through Zero None ug/ml 3 none STOP no no

stop off 1.0000 ug/ml 80.00% 120.00% stop *

air-acetylene 0.760 l/ml 11.30 l/ml 0.00

Workhead height Full calibration Calibration mode

15.00 mm Linear LS through zero max error: .0.4406 R2:0.9860 R: 0.9930 conc=7.8591*Abs

Sample label Cal blank Standard 1 Standard 2 Standard 3 Standard 4 Standard 5 Sampel 1 Sampel 2

Conc. (ug/ml) -----------0.500 1.000 2.000 4.000 8.000 5.792 4.784

%RSD HIGH 0.68 3.25 1.44 1.02 0.83 0.87 1.01

Mean Abs 0.0029 0.1032 0.1437 0.3105 0.5419 0.9829 0.7369 0.6087

Anda mungkin juga menyukai