Anda di halaman 1dari 20

Menggigil disertai demam WRAP UP

Disusun oleh: B17


Ketua: Sekertaris: Syabrina Pratiwi Noer Dhamalia Tjut Fiora Tsania Oebit Maulidya Annisa Sabilla M. Gilang Gumilar Mira Kurnia Redo Alif Iszar Sri Wahyuningsih Yenny Agustina Wan Asmaul Atmam Yogie Nahara Saputra FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2011-2012 1102011269 1102011283 1102011156 1102011176 1102011164 1102011225 1102011265 1102011295 1102010285 1102010297

SKENARIO 3
Menggigil disertai demam Tuan c, laki-laki 35 tahun datang ke Poliklinik dengan keluhan utama demam sejak satu minggu lalu. Demam dirasakan tiap dua hari sekali. Setiap kali demam didahului menggigil dan diakhiri berkeringat. Setelah itu demam akan pulih seperti biasa. Beliau baru kembali dari melakukan studi lapangan di Sumatera Selatan selama dua minggu. Setelah melakukan pemeriksaan sediaan hapus darah tepi, dokter mengatakan beliau terinfeksi Plasmodium vivax.

SASARAN BELAJAR LI.1. Memahami dan Menjelaskan Plasmodium penyebab Malaria


LO.1.1. Morfologi LO.1.2. Daur Hidup

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Malaria vivax


LO.2.1. Definisi LO.2.2. Etiologi LO.2.3. Patogenesis LO.2.4. Manifestasi Klinis LO.2.5. Diagnosis & Pemeriksaan LO.2.6. Komplikasi LO.2.7. Penatalaksanaan LO.2.8. Prognosis LO.2.9. Pencegahan

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Vektor Malaria


LO.3.1. Morfologi LO.3.2. Tempat Perindukan LO.3.3. Perilaku

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Obat Anti Malaria LI.5 Memahami dan Menjelaskan Gebrak Malaria

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Plasmodium penyebab Malaria


LO.1.1. Morfologi Phase Vivax Trofozoid muda Bentuk cincin, eritrosi membesar, sitoplasma biru, inti merah, vakuola besar Trofozoid matang Sitoplasma amoeboid, pigmen nyata dan berwarna kuning, titik schuffner jelas 4-8 skizon matang >8 merozoit Falciparum Eritrosit tidak membesar, terdapat titik maurer Malariae Mirip vivax, sitoplasma lebih tebal, terdapat titik Zieman Ovale Titik Schuffner jelas, bulat, kompak dengan granula pigmen yg kasar, eritrosit agak membesar

Bentuk cincin menghilang, titik kasar eritrosit jelas

Pigmen besar, kasar, gelap; berbentuk pita pada potongan melintang 70 mikron

Skizon muda Skizon matang

Makrogamet

Bulat, sitoplasma biru, inti kecil padat berwarna merah,

Mikrogamet

Bulat, sitoplasma pucat, inti difus

30 mikron, inti 55 mikron 2-6 8-24 merozoit 8 merozoit, mengisi seluruh eritrosit, sususan merozoit teratur (bunga daisy) Bentuk pisang Sitoplasma biru agak lonjong, tua, inti kecil plasma biru, padat inti padat kecil, pigmen sekitar inti Bentuk sosis, Sitoplasma biru plasma pucat, pucat, inti difus inti tidak padat, lebih besar pigmen tersebar

Bulat, inti kecil, sitoplasma warna biru

Bulat, inti difus, sitoplasma berwarna pucat kemerahan

LO.1.2. Daur Hidup Manusia (asexual) Dalam hati (eksoeritrositer) Anopheles betina (sexual) Kelenjar liur Sporozoit

Hipnozoit Skizon Merozoit Dalam darah

skizon

Trofozoit muda Trofozoit tua Skizon pecah Skizon muda Skizon matang

Ookista pecah dengan sporozoit

Merozoit Sel darah + gametosit makrogametosit sel darah merah + gametosit mikrogametosit

ookista stadium tumbuh

ookinet

fertilisasi

Gametosit dihisap nyamuk

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Malaria vivax


LO.2.1. Definisi Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. LO.2.2. Etiologi Malaria vivax disebabkan karena terinfeksi Plsmodium vivax yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.

LO.2.3. Patogenesis Infeksi parasite malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk itu akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah, dimana dalam waktu 45menit akan menuju ke hati sebagian besar dan sebagian kecil akan mati dalam darah. Di dalam sel parenkim hati, perkembang biakan aseksual dimulai. Pada Plasmodium vivax, sebagian besar parasite dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama dan bentuk ini yang akan menyebabkan relaps pada malaria. Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melaluireseptor permukaan eritrosit. Pada Plasmodium vivax, reseptor ini akan berhubungan dengan factor antigen. Setelah 36jam invasi ke dalam eritrosit, parasite berubah menjadi skizon yang akan pecah dan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus aseksual pada Plasmodium vivax adalah 48jam. Di dalam darah sebagian parasite akan membentuk gamet jantan dan betina, bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus sexual dalam tubuh nyamuk. Pathogenesis malaria lebih ditekankan pada terjadinya permeabilitas pembuluh darah. Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa dan mengeluarkan parasite. Faktor lain tang menyebabkan anemia terjadi karena terbentuknya antibody terhadap eritrosit. Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasite dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak. Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel kupffer yang terlibat dalam respon fagositosis, sebagai akibatnya hati menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu agtau kehitaman. Organ lain yang sering diserang adalah otak dan ginjal. Pada pemeriksaan mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh darah kecil dan menengah dapat terisi eritrosit yang telah mengandung parasite dan dapat dijumpai bekuan fibrin, dan terdapat reaksi seluler pada ruang perivaskuler luas. Pada ginjal terjadi pewarnaan pigmen malaria pada satu atau dua proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut. LO.2.4. Manifestasi Klinis Sebelum demam biasanya pasien merasa lemah, nyeri kepala, tidak nafsu makan, mual atau muntah. Pasien dengan infeksi majemuk/campuran maka serangan demam akan terjadi terus menerus. Periode paroksisme biasanya terdiri dari 3 stadium yang berurutan. Periodisitas demam berhubungan dengan waktu pecahnya sejumlah skizon matang dan keluarnya merozoit yang masuk aliran darah. Pada malaria vivax, skizon matang dalam 48jam. 1. Stadium menggigil, yang dimulai dengan perasaan dingin sekali sehingga menggigil, nadinya cepat tetapi lemah, bibir dan jari tangan menjadi biru. Stadium ini berlangsung selama 15-60menit. 2. Stadium puncak demem dimulai pada saat rasa dingin sekali berubah menjadi panas sekali. Suhu naik sampai 41C atau lebih. Stadium ini berlangsung selama 2-6jam. 3. Stadium berkeringat dimulai dengan penderita berkeringat banyak. Stadium ini berlangsung selama 2-4jam. 6

Demam yang khas biasanya pada siang hari. Dilanjutkan stadium apireksia, kemudian demam semakin berkurang karena tubuh menyesuaikan diri dengan adanya parasit dalam badan dan karena respon imun hospes. Infeksi yang timbul kembali setelah serangan pertama disebut rekrudesensi, timbul karena parasite dalam eritrosit jumlahnya meningkat kembali akibat pemakaian obat dengan dosis yang tidak adekuat atau karena parasite telah bersifat resisten.

LO.2.5. Diagnosis & Pemeriksaan Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. A. Anamnesis Yang diperhatikan: 1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat 2. Riwayat berkunjung dan bermalam di daerah endemik 3. Riwayat tinggal di daerah endemic 4. Riwayat sakit malaria 5. Riwayat minum obat anti malaria 1bulan terakhir 6. Riwayat mendapat transfusi darah B. Pemeriksaan Fisik 1. Demam >37C 2. Konjungtiva 3. Splenomegaly 4. Hapatomegali C. Pemeriksaan Laboratorium 1. Pemeriksaan tetes darah untuk manusia Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasite malaria, sangat penting untuk menegakkan diagnose. Pemeriksaan pertama dengan hasil negative tidak mengesampingkan diagnose malaria, pada pemeriksaan ketiga dan bila hasil tetap negative makan pasien bias didiagnosa tidak terinfeksi malaria. Kepadatan parasite terbagi dua, yaitu: 1.1.Semi kuantitatif (-) tidak ada parasite (+) ada 1-10 parasit/100 lapangan (++) ada 11-100 parasit/100 lapangan (+++) ada 1-10 parasit/1 lapangan (++++) ada >10 parasit / 1 lapangan 1.2.Kuantitatif Pasarit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal atau tipis

2. Tes antigen : P-f test Untuk mendeteksi antigen dari Plasmodium falciparum. Deteksi ini sangat cepat, tidak perlu mempunyai keahlian khusus, sensitivitas baik, tidak memerlukan alat khusus. Tes ini sekarang dikenal sebagai Rapid test. 3. Tes serologi Untuk mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasite sangat minimal. 4. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) Peka terhadap teknologi amplifikasi DNA. Pemeriksaan cenderung cepat, sensitifitas tinggi. D. Pemeriksaan Penunjang 1. Hemoglobin & Hematokrit 2. Hitung jumlah leukosit & trombosit 3. Kimia darah, EKG, foto thorax 4. Biakan darah, uji serologi LO.2.6. Komplikasi A. Malaria Serebral Kejang pada anak dengan malaria dapat merupakan permulaan seragam malaria serebral. Tanda neurologic yang penting pada malaria serebral adalah gangguan upper motor neuron yang simetris dan batang otak. Kadang-kadang jumlah parasitemia di dalam darah tepi rendah yang mungkin disebabkan oleh pengobatan anti malaria yang tidak adekuat atau parasitnya berada di dalam kapiler organ dalam. Malaria serebral adalah malaria falciparum yang disertai kejang dan koma, tanpa penyebab lain dari koma. Gejala paling dini malaria serebral pada anak-anak umumnya adalah hiperpireksia, tidak bisa makan minum, mual dan batuk. B. Anemia Serangan malaria yang berulang yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan anemia normokrom sebagai akibat perubahan eritropoetik di dalam sumsum tulang. Anemia dapat pula terjadi akibat penghancuran eritrosit yang mengandung parasite. C. Hipoglikemia Berat Hipoglikemia dapat terjadi pada malaria berat, terutama pada anak kecil dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan kesadaran atau dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit teraba dingin dan lembab serta napas yang tidak teratur. Hipoglikemia berhubungan dengan hiperinsulinemia yang diinduksi oleh malaria dan kina. Gejala klasiknya adalah rasa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, sesak napas, oliguria, kedinginan, takikardia, dan sakit kepala.

D. Gagal ginjal Kadar ureum serum sedikit meningkat kira-kira 10% pada anak lebih dari 5tahun, seringkali gagal ginjal disebabkan oleh dehidrasi yang tidak diobati dengan tepat. Pada orang dewasa kadang disertai pula dengan nekrosis tubular akut. E. Edema Paru Akut Pada kasus malaria serebral dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia berat. Frekuensi napas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang menyebar. Gejala edema paru terjadi bersamaan dengan hiperparasitemia, gagal ginjal, hipoglikemia, dan asidosis. Sebagai akibat dari edema paru dapat terjadi hipoksia yang mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran serta kematian. LO.2.7. Penatalaksanaan Prinsip dasar pengobatan malaria vivax adalah pengobatan radikal yang ditujukan terhadap stadium hipnozoit di sel hati dan stadium lain yang berada di eritrosit. Pengobatan malaria tanpa komplikasi: A. Lini pertama Menggunakan ACT (antemisinin combination therapy) : artesunat + amodiakuin B. Lini kedua 1. Kina tablet Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200mg kina fosfat/sulfat. Diberikan per oral 3x sehari dengan dosis 10mg/kgBB/kal selama 7hari. Dosis kina adalah 30mg/kgBB/hari. Pemberian kina pada anak usia dibawah 1tahun dihitung berdasarkan berat badan. 2. Primakuin Dosisnya 0,25mg/kgBB/hari yang diberikan selama 14hari. Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi dibawah 1tahun, penderita defisiensi G6PD. Lini kedua merupakan alternative terhadap ACT. C. Pengobatan malaria vivax relaps Prinsip pengobatan sama dengan atas, hanya saja dosis primakuin ditambah, diberikan selama 14hari dengan dosis 0,5mg/kgBB/hari. D. Pengobatan malaria vivax dengan defisiensi G6PD Diketahui melalui anamnesa dengan adanya keluhan/riwayat urin berwarna coklat kehitaman setelah minum obat golongan sulfat, primakuin, kina & klorokuin. Jadi pengobatan diberikan secara mingguan, klorokuin diberikan 1x per minggu selama 812minggu dengan dosis 10mg klorokuin basa/kgBB/kali dan primakuin dengan dosis 0,75mg/kgBB/kali. LO.2.8. Prognosis 1. Prognosis berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan 2. Prognosis malaria yang tidak ditanggulangi maka akan meningkatkan angka kematian yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20%, dan kehamilan 50%

LO.2.9. Pencegahan Obat 1. Pendatang ke daerah endemis: dosis klorokuin 300mg/minggu, seminggu sebelum berangkat dan 4 minggu sesudah kembali. 2. Penduduk daerah endimis: dosis klorokuin 300mg/minggu selama 12minggu 3. Penderita daerah endemis: dosis tunggal klorokuin 600mg dan primakuin 3 tablet 1. 2. 3. 4. 5. 6. Non Obat Menggunakan kelambu Mengoleskan obat anti nyamuk Menggunakan pembasmi nyamuk Memberantas sarang nyamuk Membunuh jentik nyamuk Memberi vaksin

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Vektor Malaria


LO.3.1. Morfologi Nyamuk anophelini yang berperan sebagai vector malaria hanyalah genus anopheles. Telur anophelini diletakkan satu persatu diatas permukaan air, seperti perahu yang bagian bawahnya konveks, bagian atas konkaf, dan mempunyai pelampung disebelah lateral. Larva anophelini mengapung sejajar dengan permukaan air. Larva anophelini mempunyai spirakel pada bagian posterior abdomen, tergal plate pada tengah sebelah dorsal abdomen, dan sepasang bulu palma pada bagian lateral abdomen. Pupa anophelini mempunyai tabung pernapasan untuk mengambil oksigen. Palpus nyamuk dewasa jantan dan betina mempunyai panjang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaan pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apical berbentuk gada, sedangkan yang betina ruas palpus mengecil. Sayapnya ditumbuhi sisik sayap berkelompok membentuk gambaran belang hitam putih. Bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan tidak setumpul nyamuk Mansonia tetapi sedikit melancip. LO.3.2. Tempat Perindukan & Perilaku Aktivitas nyamuk anophelini sangat dipengaruhi oleh kelembapan udara dan suhu. Nyamuk anophelini aktif menghisap darah hospes pada malam hari atau sejak senja sampai dini hari. Jarak terbang anophelini 0.5-3KM. Umur nyamuk dewasa di alam bebas 1-2minggu tetapi bila di laboratorium 3-5minggu.

10

11

LI.4 Memahami dan Menjelaskan Obat Anti Malaria 1. Golongan 4-aminokuinolin 1.1. Klorokuin
1.1. Asal dan Kimia 1.2. Farmakodinamik Efek antimalaria Merupakan turunan 4-aminokuinolin

Resistensi

Sangat efektif terhadap skizon darah melawan spesies parasit malaria Bersifat gametosidal immature (muda) P.vivax, P. Ovale, P.malariae, P.falciparum (stadium 1-3) Tidak efektif bentuk intra hepatik pengobatan radikal P.vivax, dan P.ovale Penelitian verapamil, desipramin dan klorfeniramin memulihkan sensitivitas plasmodium yang resisten terhadap klorokuin. Secara oral absorbsi lengkap dan cepat makanan mempercepat absorbsi klorokuin. Obat mengandung kalsium atau magnesium (Ex: kolin dan antasid) tidak diberikan bersamaan dapat mengganggu 12

1.3. Farmakokinetik

absobsi klorokuin. 1.4. Farmakoterapi Dosis Dosis harian 300 mg kadar mantap kira-kira 125g/l dosis oral 0,5 gr tiap minggu kadar plasma antara 150250g/l dngan kadar lembah antara 20-40 g/l. Jumlah ini berada dalam batas kadar terapi untuk P.Falciparum yang sensitif dan P. Vivax 30 dan 15 g/l. Dosis yang dianjurkan untuk dewasa dan anak 25 mg klorokuin (untuk 3 hari) Hari 1-2 10 mg basa/kg Hari 3 5 mg/kg 1.5. Efek samping sakit keparingan, gangguan pencernaan, gangguan penglihatan dan gatal-gatal. pengobatan supresi sakit kepala, penglihatan kabur, diplopia, erupsi kulit likenoid, rambut putih dan perubakan gambaran EKG. 1.6. Kontraindikasi Pasien defisiensi G6PD menyebabkan hemolisis. Pada pasien dengan penyakit hati atau pada pasien dengan gangguan cerna neurologik dan darah yang berat klorokuin harus digunakan secara hati-hati. (Inge, 2009) dan ( Sulistya, 2009)

1.2. Amodiakuin
1.1.Asal dan Kimia Merupakan obat yang mempunyai struktur dan aktivitas yang menyerupai klorokuin, termasuk efek antipretik dan antiinflamasi. Dapat menimbulkan reaksi fatal pengunaan sebagai profilaksis Secara per oral amodiakuin dimetabolisir metabolit dicemetilamodiakuin ( terdeteksi < 8 jam ) terkonsentrasi dalam sel darah merah waktu paruh sampai 18 hari. 1.4. Farmakoterapi Dosis Amodiakuin basa : 10mg/kgbb/hari selama 3 hari. (Total dosis tunggal 30 mg/kg bb)

1.2. Farmakodinamik Efek antimalaria 1.3. Farmakokinetik

1.5. Efek samping 13

mual, muntah nyeri perut,diare dan gatal-gatal Pada profilaksis hepatitis toksik dan agranulositosis yang fatal. Keracunan akut amodiakuin pingsan, kaku otot, kejang dan gerakan yang tidak terkontrol. 1.6. Kontraindikasi pada penderita kelainan hati Pasien dengan hipersensitif terhadap amodiakuin tidak boleh digunakan untuk profilaksis. ( Rianto, 2008)

2. Golongan obat antifolat


2.1. Sulfadoksin-pirimetamin 1.1.Asal dan Kimia Turunan pirimidin berbentuk bubuk putih, tidak berasa, tidak larut air dan hanya sedikit larut dalam asam klorida 1.2. Farmakodinamik Merupakan skizontosid darah kerjanya lambat Untuk profilaksis dan supresi malaria P.falciparum yang resisten klorokuin diberikan seminggu sekali Mencegah pembentukan asam folinat (asam tetrahidrofolat) dari PABA pada plasmodia. Pirimetamin menghambat enzim dehidrofolat reduktase sehingga tidak terjadi asam folat. Sulfadoksin memiliki sifat kompetitif inhibition, akan menghalangi asam folat. Secara oral disaluran cerna berlangsung lambat kadar puncak plasma (4-6jam) obat ditimbun terutama di ginjal, paru, hati, dan limfa waktu paruh (4hari) diekskresi melalui urin 1.4. Farmakoterapi Dosis Sulfadoksin pirimetamin bentuk tablet : 25 mg sulfadoksin dan 1.25 mg pirimetamin

Mekanisme Kerja

1.3. Farmakokinetik

1.5. Efek samping Hipersensitifitas sulfat kelainan kulit (contoh: eritema multiforme, sindroma Steven Johnson / nekrolisis epidermal toksik) dan mukosa, trobositopenia anemia megaloblastik dan leukopenia. Mual, muntah, nyeri kepala, insomnia, 1.6. Kontraindikasi Ibu menyusui, Anak berusia anak < 2 bulan 14

Pasien hipersensitif sulfanamid, Penderita disfungsi hepar dan renal ( Rianto, 2008) dan (Inge, 2009)

3. Golongan 4 quinoline-methanol 3.1 Kina


1.7. Asal dan Kimia Mengandung gugus kuinolin yang terikat pada cincin kuinuklidin melalui ikatan alkohol sekunder rantai samping metoksi dan vinil

1.8. Farmakodinamik Efek anti malaria

Kina berefek skizontosid darah dan gametositosid terhadap P. Vivax dan P. Malariae, tetapi tidak untuk P. Falciparum Kina tidak digunakan untuk profilaksis malaria Obat ini bekerja dalam organel penghambatan aktivitas heme polimerase penumpukan substrat yang bersifat toksik yaitu heme Penyerapan melalui usus cepat dan sempurna 70 % beredar dalam bentuk basa terikat protein plasma ( cepat melewati barrier plasenta dan ditemukan dalam cairan serebrospinal ) dimetabolisir hati (10-12jam) diekskresi melalui urin (bentuk hidrosilated)

1.9. Farmakokinetik

1.10. Farmakoterapi

Konsentrasi puncak dalam plasma 1-3 jam Konsentrasi dalam eritrosit 1/5 konsentrasi plasma.

Kina diberikan per oral/perdrip secara i.v diberikan dalam infus larutan isotonik dalam 5 % dextrose Jika tidak i.v digunakan i.m (obat dilarutkan konsentrasi 60 mg/l 1. Tablet (lapis gula) : 200 mg basa /tablet setara 20 mg bentuk garam 2. Injeksi : 1 ampul 2 cc Kina HCL 25 % 500 mg basa ( per 1 cc berisi 250 mg basa ). Tinitus/telinga berdenging, gangguan pendengaran, vertogo gejala timbul bila konsentrasi plasma 5 mg/l Hipotensi berat injeksi terlalu cepat Pada ibu hamil (infus kina) obat menstimuli sekresi insulin dari -pankreas

Dosis

1.11. Efek samping Sindrom Cinchonism Cardiovascular Hipoglikemia 1.12. Kontraindikasi

15

Ibu hamil (Inge, 2009) dan (WHO, 2001)

4. Artemisin dan derivatnya 4.1Artemeter


1.1. Asal dan Kimia 1.2. Farmakodinamik Efek anti malaria Merupakan metil eter aritmisin yang larut dalam lemak

Merupakan golongan sesquiterpene lactone ikatan peroksida Mempunyai efek skizontisida darah dapat digunakan pada malaria berat maupun malaria tanpa komplikasi Tidak mempunyai efek hipnozoitisida efek gametositosida Digunakan untuk pasien P.falciparum dengan komplikasi yang resisten dengan berbagai obat malaria

1.3. Farmakokinetik Sama dengan Artemisin (farmakokinetik oral) puncak konsentrasi plasma (1-2jam) dan waktu paruh (2-3jam) Aktifitas antimalaria dalam plasma lebih besar melalui injeksi daripada oral 1.4. Farmakoterapi Dosis 1. Ampul/ Injeksi i.m mengandung 80 mg dalam 1 ml 2. 40 mgdalam 1 ml untuk anak Malaria berat/dengan komplikasi : Hari 1 dosis awal 3,2 mg/Kg BB secara i.m Diikuti 1,6 mg/KgBB sehari (min 3hr) sampai pasien biasa minu per oral (pengobatan hingga 7 hr) 1.5. Efek samping Fatal neurotoksik injeksi artemeter dosis tinggi Mual, muntah, nyeri perut, gatal, demam, pendarahan abnormal, warna urin menjadi gelap 1.6. Kontraindikasi Ibu hamil trimester 1 ( Inge, 2009)

4.2Artesunat
1.1.Asal dan Kimia Merupakan garam suksinil natrium artemisin yang larut dalam air, tidak stabil dalam larutan

1.2.Farmakodinamik 16

Efek anti malaria

Merupakan golongan sesquiterpene lactone ikatan peroksida Mempunyai efek skizontisida darah dapat digunakan pada malaria berat maupun malaria tanpa komplikasi Tidak mempunyai efek hipnozoitisida efek gametositosida Digunakan untuk pasien P.falciparum dengan komplikasi yang resisten dengan berbagai obat malaria Obat dikombinasikan dengan amodiakuin atau sulfadoksinpirimetamin atau meflokuin

1.3. Farmakokinetik Artesunat secara oral metabolisir dihidroartemisin puncak konsentrasi (1-2jam) dan waktu paruh (2-5jam) 1.4. Farmakoterapi 1. Tablet mengandung 50 mg sodium artesunat 2. Ampul i.m / i.v injeksi mengandung 60 mg sodium artesunat dalam 1 ml lautan injeksi Injeksi sebagai asam artesunik ( tidak stabil dalam larutan netral ) Malaria tanpa komplikasi : Kombinasi : 4 mg/KgBB/hr + amodiakuin 10 mg/KgBB/hr (selama 3 hari) Malaria berat : 1. 12 jam pertama 2.4 mg/kg BB secara i.v dosis selanjutnya sama untuk 12 jam berikutnya. 2. Hari 2-5 2.4 mg/kgBB/hr ( sampai penderita mampu minum obat )

Dosis

1.5. Efek samping Mual, muntah, nyeri perut, gatal, demam, pendarahan abnormal, warna urin menjadi gelap, kurang pendegaran, perubahansyaraf/ neurologikal 1.6. Kontraindikasi Ibu hamil trimester 1 (Sumarmo, 2010)

5. Primakuin
1.7. Asal dan Kimia 1.8. Farmakodinamik Efek anti malaria Turunan 8-aminokuinolin dengan

Mekanisme Antimalaria

Penyembuhan radikal malaria P.vivax dan P.ovale Memperlihatkan efek gametosidal terhadap ke-4 jenis plasmodium terutama P.falciparum Obat aktif terhadap skizon darah P.falciparum, P. Vivax - 17

hati-hati dalam dosis tinggi 1.9. Farmakokinetik pemberian secra orak puncak konsentrasi (1-3jam), waktu paruh (5jam) metabilisme di hati diekskresi melalui urin. Metabolisme mayor : 5 hidroksiprimakuin dan 5 hidroksi demetilprimakuin menyebabkan formasi methemoglobin 1.10. Farmakoterapi Dosis Anti relaps primakuin 0.25 mg/kg untuk 14hr Dosis tunggal efek gametosidal (P.falciparum) : 0.75 mg basa/kg

1.11. Efek samping 1.12. Kontraindikasi Wanita hamil dan anak < 1 tahun Penderita defisiensi G6PD Penderita dengan aktif reumatoid eritematosus Anoreksia, mual, muntah, sakit perut an kram Kejang-kejang/gangguan kesadaran Gangguan sistem hemopoitik Penderita defisiensi G6PD hemolisis

atritis

dan

lupus

LI.5 Memahami dan Menjelaskan Gebrak Malaria


Gebrak malaria adalah suatu gerakan untuk meningkatkan kemampuan tiap orang serta masyarakat dalam mengatasi penyakit malaria untuk mewujudkan lingkungan yang terbebas dari penularan malaria melalui peanggulangan yang bermutu untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat malaria. (Depkes RI, 2006) Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada bulan April 2000, melalui Gebrak Malaria dihaparkan dapat mengurangi resiko serta penularan akibat malaria dengan cara pencegahan melaui pengobatan massal, survei demam, penyemprotan rumah, penyelidikan vektor dan lainnya, seperti pengeringan tempat berkembang biak potensial telah diterapkan dengan baik untuk menanggapi masalah Malaria. (Sumarmo, 2010)

Hijau : (almost) malaria free Kuning : low risk area Merah : High risk area 18

Kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk pengendalian malaria 1. 2. 3. 4. 5. Diagnosa Malaria harus terkonfirmasi atau Rapid Diagnostic Test. Pengobatan Menggunakan Combination Therapy/ ACT Pencegahan penularan malaria dengan kelambu ( Long Lasting Insekticidal Net ) Kerjasama lintas sektor dalam forum gebrak malaria dan lintas program Memperkuat Desa Siaga dengan pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes )

Upaya pemberantasan lain yang telah dilaksanakan berupa penemuan penderita, dengan cara : 1. Penacarian penderita secara aktif (Active Case Detection) pencarian penderita dengan gejala klinis malaria dari rumah ke rumah. Pencarian penderita secara aktif dilaksanakan di desa-desa endemis malaria. 2. Pencarian penderita secara pasif ( Passive Case Detection) penemuan penderita di Unit Pelayanan Kesehatan, dilaksanakan oleh petugas pada unit pelayanna kesehatan dengan cara tersangka malaria yang datang ke UPK. 3. Kontak survey bagian dari kegiatan penyelidikan epidemiologi, dengan cara mengunjungi penderita (+) yang ditemukan pada ACD dan melakukan pemeriksaan pada kontak serumah ( keluarga) penderita serta tetangga yang rumahnya berdekatan. Pemerikasaan dilakukan petugas puskesmas untuk mengetahui apakah penderita tersebut telah menularkan penyakit disekitarnya. 4. Survey penderita demam ( Mass Fever Survey ) metode penemuan penderita dengan cara penderita demam di daerah endemis malaria pada waktu tertentu. Survey ini bertujuan menurunkan jumlah penderita dengan cara mengobati penderita yang ditemuka agar tidak menular kepada orang lain. 5. Migrasi survey salah satu metode penemuan penderita untuk menjaring penderita yang berasal dari luar endemis. Dilakukan dengan cara mengambil sedian darah dari pendatang yang non endemis, bertujuan sebagai tindakan antisipasi.

19

Daftar Pustaka
Harjanto, P.N. et al. 2009. Malaria dalam Sudoyo, Aru W. et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Setyabudi, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Poorwo, Sumarmo, et al. 2010. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi 2. Jakarta: EGC. Susanto, Inge. 2009. Parasitologi Kedokteran edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai