Anda di halaman 1dari 4

PEMODELAN GENERALIZED SPACE TIME AUTOREGRESSIVE (GSTAR(p1)) (Penerapan pada Data Angka Kesakitan Penyakit ISPA di Kota Malang)

Silviana Anggun Puspita Rani, Heni Kusdarwati, Eni Sumarminingsih Jurusan Matematika, F.MIPA, Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia Email: anggun_puspitarani@yahoo.com Abstrak. Model Generalized Space Time Autoregressive (GSTAR) merupakan data deret waktu yang mempunyai keterkaitan antar lokasi (space time) dengan parameter yang tidak harus sama untuk dependensi waktu dan dependensi lokasi. Tujuan penelitian ini yaitu mendapatkan model GSTAR yang sesuai dengan data angka kesakitan penyakit ISPA di kota Malang dan peramalannya untuk satu bulan ke depan. Data yang digunakan adalah data bulanan angka kesakitan penyakit ISPA di kecamatan Klojen, Blimbing, Kedungkandang, Sukun dan Lowokwaru pada Januari 2007 sampai Desember 2011. Pendugaan parameter model GSTAR menggunakan metode kuadrat terkecil. Model GSTAR yang sesuai untuk data angka kesakitan penyakit ISPA di kota Malang adalah GSTAR(11). Hasil ramalan berdasarkan model GSTAR(11) dengan bobot normalisasi korelasi silang angka kesakitan penyakit ISPA untuk Kecamatan Klojen, Blimbing, Kedungkandang dan Sukun mengalami kenaikan pada satu bulan ke depan yaitu 2008, 3838, 2241 dan 3684 orang. Sedangkan untuk Kecamatan Lowokwaru mengalami penurunan yaitu 1295 orang.
Kata Kunci : GSTAR, space time, white noise

1. PENDAHULUAN Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai data yang mempunyai keterkaitan antara waktu dan lokasi.Salah satu model yang digunakan dalam mengatasi data deret waktu dan lokasi adalah model Space Time Autoregressive(STAR).Model STAR mempunyai kelemahan pada fleksibilitas parameter yangmengasumsikan bahwalokasi-lokasi yang diteliti memiliki karakteristik yang seragam (homogen), sehinggajika dihadapkan pada lokasi-lokasi yang memiliki karakteristik yang heterogen model kurang baik untuk digunakan.Kelemahan dari metode STAR telah direvisi dan dikembangkan oleh Ruchjana (2002) yang dikenal dengan modelGeneralized Space Time Autoregressive(GSTAR). Model ini menghasilkan model space time dengan parameter-parameter yang tidak harus sama untuk dependensi waktu maupun dependensi lokasi.Pada model GSTAR terdapat 3 pembobotan lokasi yaitu bobot lokasi seragam, bobot lokasi invers jarak dan bobot lokasi normalisasi inferensi korelasi silang. Menurut Suhartono (2007) penentuan bobot lokasi menggunakan normalisasi inferensia korelasi silang antar lokasi akan menghasilkan hasil yang optimal dibandingkan dengan pembobotan lokasi yang lain pada proses pemodelan GSTAR. Skripsi ini bertujuan untuk mendapatkan hasil peramalan dari model GSTAR(p1) dengan bobot normalisasi inferensi korelasi silang antar lokasi untuk meramalkanpenderita penyakit ISPA di masing-masing kecamatan di Kota Malang. 2. METODOLOGI Data yang digunakanadalah data sekunderhasil pendataanDinas kesehatanKota Malang. Data ini berupa data angka kesakitan penyakit ISPA di lima KecamatanKota Malangperiode 2007-2011. Langkah pertama mendeskripsikan pola data, mencari indeks gini untuk melihat keheterogenan data dan mencari korelasi antar kecamatan. Kemudian memeriksa kestasioneran data terhadap ragam dan rata-rata, mengindentifikasi lag MACF dan MPACF yang nyata, menguji kelayakan model VAR(p) yang terbentuk dan menghitung AIC kemudian memilih AIC terkecil untuk mendapatkan model VAR(p). Orde p pada VAR(p) digunakan sebagai orde p pada GSTAR(p1). Kemudian penerapan bobot lokasi pada GSTAR(p1) menggunakan normalisasi korelasi silang antar lokasi, menduga parameter model dengan metode kuadrat terkecil, menguji kelayakan model dengan uji Portmanteau dan uji normal multivariat. Selanjutnya meramalkan data deret waktu dengan GSTAR(p1) yang sesuai. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Indeks Gini dan Korelasi Penderita Penyakit ISPA antar Kecamatan Nilai indeks gini berkisar antara 0 sampai 1. Semakin tinggi nilai indeks gini, maka semakin heterogen antar lokasi. Nilai indeks gini untuk kelima kecamatan sebesar 0,639, hal ini menunjukkan

bahwa data bersifat heterogen.Secara umum data memiliki hubungan yang nyata karena memiliki korelasi dengan signifikansi kurang dari =0,05. Hanya korelasi antara Klojen dan Lowokwaru yang menunjukkan hubungan tidak nyata dengan signifikansi sebesar 0,061 dan nilai korelasi 0,243. Namun, variabel kecamatan Klojen dan Lowokwaru tidak harus menghilangkan dari analisis karena korelasi kedua kecamatan dengan kecamatan yang lain menunjukkan hubungan yang signifikan. 3.2 Pemeriksaan Stasionaritas Ragam dan Rata-Rata Pemeriksaan stasioneritas terhadap ragam dilihat dari transformasi Box-Cox, sedangkan pemeriksaan stasioneritas terhadap rata-rata dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF).Hasil pemeriksaan stasioneritas terhadap ragamdapat dilihat sebagai berikut : Tabel 1. Hasil Transformasi Box Cox pada kelima kecamatan
Variabel/ Lokasi
Klojen Blimbing Kedungkandang Sukun Lowokwaru

0,00 0,50 0,00 1,00* 0,50

Transformasi I Trans formasi Ln Y 2,68 1,00* . 10 Ln Y -0,92 1,00* . 10

Transformasi II Trans formasi , 1,00* . 10 1,00* , . 10 -

Transformasi sampai data stasioner


, . 10 . 10 , . 10 . 10

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa kecamatan Klojen dan Kedungkandang menghasilkan nilai sebesar 1,00 setelah transformasi Box-Cox 2 kali. Kecamatan Blimbing dang Lowokwaru sudah stasioner setelah transformasi Box-Cox 1 kali, sedangkan untuk kecamatan Sukun sudah stasioner tanpa dilakukan transformasi Box-Cox.P-valuedari uji (ADF)Augmented Dickey

Fulleruntuk kecamatan Klojen, Blimbing, Kedungkandang, Sukun dan Lowokwaru secara berturut-turut yaitu 0,0005; 0,0001; 0,0448; 0,0000 dan 0,0032. Data angka kesakitan penyakit
ISPA di kota Malang menghasilkan p-value<0,05 yang berarti datastasioner terhadap rata rata. 3.3 Identifikasi Model VAR(p) Identifikasi modeldapat dilakukan denganmelihat skema matriks korelasi dari MACF dan MPACF. Skema matrikskorelasidapat dilihat sebagai berikut:
Schematic Representation of Cross Correlations Variable/ Lag 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Klojen ++-+. +.-.. +.-.. +--.. .---- .-.-. +.-.. +.-.. .-... +.... .-... ..... ..... .-.-- ....- ..... ....Blimbing ++-++ .+.++ ....+ ..... -.+.. -.+.. -.... ..... -.+.. .......... ..... ..... ..... ..... ..... ..... Kdkd --+-- -.+.. -.+.. ..+.. .+.+. .+.+. ..... ..... ..... ..... ....+ ....+ ..... .+.++ ....+ ....+ ....+ Sukun ++-++ .+..+ ....+ ..... -.... -.... ..... ..... ..... .......... ..... ..... ..... ..... ..... ..... Lowokwaru .+-++ .+..+ ....+ -...+ -...+ -.... ..... ..... ..... .......... ..... .+... ..... ..... ..... .....

Gambar 1. MACF Data Penderita Penyakit ISPA di Kota Malang


Schematic Representation of Partial Cross Correlations Variable/ Lag 1 2 3 4 5 6 7 8 Klojen +-... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... Blimbing -+... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... Kdkd ..+.. ..... ..... ....+ +.... ..... ..... ..... Sukun ..... ..-.. ..... ..... ..... ..... ..... ..... Lowokwaru ....+ ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....

Gambar 2. MPACF Data Penderita Penyakit ISPA di Kota Malang Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan adanya simbol (+) dan (-) yang ada di beberapa lag tertentu. Hal ini menunjukkan adanya autokorelasi parsial angka kesakitan penyakit ISPA yang nyata. Pengujian kelayakan model dapat dilihat pada Portmanteau Test. Apabila nilai Portmanteau Test pada semua lag yang terbentukmempunyai nilaip>0,05 maka dapat dikatakan model layak untuk data.Hasil pengujian kelayakan model diringkas sebagai berikut : Tabel 2. Nilaip-valuePortmanteau TestData Penyakit ISPA di kota Malang
Model
VAR (1) VAR (2) VAR (3)

Lag16 0,0571 0,1184 0,0774

Lag17 0,0813 0,1344 0,1028

p-value Lag18 Lag19 0,1270 0,1013 0,1923 0,1575 0,1120 0,1166

Lag20 0,0538 0,1497 0,1146

Lag 21 0,0845 0,1262 0,0775

Kesimpulan
Layak Layak Layak

134

Berdasarkan pada Tabel 2 model VAR (1), VAR (2) dan VAR (3) memiliki p-value> 0,05 pada lag 16, 17 dan seterusnya sehingga menunjukkan bahwa ketiga model layak. Nilai AIC untuk VAR (1), VAR (2) dan VAR (3) adalah 42,67703; 43,00454 dan 43,315 sehingga nilai AIC terkecil adalah AIC model VAR (1). Apabila dilihat dari MACF menunjukkan adanya autokorelasi sampai lag tak hingga, hal ini mengidentifikasikan bahwa model yang terbentuk adalah model VAR (1). Dari melihat nilai AIC dan MACF telah didapatkan bahwa model VAR (1) yang layak digunakan untuk pemodelan angka kesakitan penyakit ISPA sehingga dimodelkan dengan model GSTAR(11). 3.4 Perhitungan Bobot Lokasi Berdasarkan Normalisasi Korelasi Silang Bobot lokasi normalisasi korelasi silang memungkinkan segala bentuk keterkaitan antar lokasi. Apabila antar lokasi memiliki nilai korelasi yang besar diduga mempunyai keterkaitan antar lokasi yang besar, begitu juga sebaliknya. Perhitungan bobot lokasi berdasarkan normalisasi korelasi silang pada yang lag yang bersesuaian dapat dilihat pada matriks berikut :
0 0,18432 0,69466 0,09377 0,18366 0,18773 0 0,15275 0,45227 0,40594 0,45232 1,104370,25559 0,11662 0,34726 0,35180 0,04966 0,10293 0 0 0,03779 0,41617 0,01555 0,39486 0

3.5 Pendugaan Parameter model GSTAR(11) berdasarkan Normalisasi Korelasi Silang Pendugaan parameter model GSTAR(11) pada bobot lokasi normalisasi korelasi silang dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil (MKT). Pendugaan parameter model GSTAR(11) dengan bobot korelasi silang ditampilkan pada Tabel 7 berikut : Tabel 3. Hasil Pendugaan Parameter model GSTAR(11) denganBobot Korelasi Silang Parameter

Nilai Taksiran 1,0575 1,5640 0,9987 -0,4357 1,3277 0,0388 -1,2862 0,0533 1,2982 -0,3986

Standar Error 0,2930 0,1399 0,0343 0,1644 0,2056 0,1945 0,3154 0,3793 0,1502 0,2439

thitung 3,61 11,18 29,08 -2,65 6,46 0,20 -4,08 0,14 8,64 -1,63

p-value 0,000* 0,000* 0,000* 0,008* 0,000* 0,842 0,000* 0,888 0,000* 0,103

Nilai parameter time derajat k=0 (kecamatan Klojen, Blimbing, Kedungkandang, Sukun dan Lowokwaru) dan dua nilai parameter time derajat k=1 (kecamatan Blimbing dan Sukun) signifikan. Sedangkan parameter, , dan memiliki p-value berturut-turut 0,842; 0,888 dan 0,103 yang menunjukkan bahwa ketiga parameter tersebut tidak signifikan.Kostenko(2008) menjelaskan bahwa variabel yang tidak signifikan dapat digunakan untuk melakukan peramalan.Sehingga dalam penelitian ini, parameter model GSTAR yang tidak signifikan akan tetap digunakan. Persamaan model GSTAR(11) dengan bobot normalisasi korelasi silang untuk angka kesakitan penyakit ISPA di kota Malang sebagai berikut :
t t

Dengan operasi matriks parameter dan bobot lokasi yang telah diketahui, model menjadi :

0,0388 0 0 0 0 0 0 0 0 1,0575 1,2862 0 0 0 0 0 0 0 1,5640 0 0 0 0 0 0 0 0,9987 0 0,0533 0 0 0 0 0,4357 1,2982 0 0 0 0 0 1,3277 0,3986 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,18773 0,45232 1,104370,25559 0,18432 0 0,11662 0,34726 0,35180 0 0,04966 0,10293 0,69466 0,15275 0,09377 0 0,45227 0,03779 0,41617 0,18366 0,40594 0,01555 0,39486 0

135

3.5 Pengujian Kelayakan untuk Model GSTAR(11) Model GSTAR dikatakan layak jika galat yang dihasilkan memenuhi 2 asumsi yaitumemiliki varian konstan (white noise)dan berdistribusi multivariate normal. Portmanteau menunjukkan bahwa pada lag ke-14 dan seterusnya memiliki p-value >0,05, hal ini mengidentifikasikan bahwa galat bersifat white noise.Pengujian statistikkenormalan galat diuji dengan menggunakan Chi-Square. Jika lebih dari 50% nilai-nilai galat berada di daerah penerimaan, dapat disimpulkan bahwa galat model telah memenuhi asumsi kenormalan.Hasil pengujian multinormal terhadap galat dari modelsebesar 0,63333 sehingga dapat disimpulkan bahwa galat dari tiap model GSTAR(11) telah memenuhi asumsi multivariate normal. 4.10Peramalan Model GSTAR(11)

Peramalanpenderita penyakit ISPA lima kecamatan di kota Malangdengan model GSTAR(11)sebagai berikut:

Gambar 3Hasil peramalanuntuk kecamatan Klojen, Blimbing, Kedungkandang, Sukun dan Lowokwaruberdasarkan bobot normalisasi korelasi silang Hasil pencocokan model untuk kecamatan Klojen, Blimbing, Kedungkandang dan Lowokwaru dengan data sebenarnya secara umum menunjukkan hasil yang sesuai.Sedangkan hanya hasil pencocokan model untuk kecamatan Sukun dengan data sebenarnya menunjukkan hasil yang kurang sesuai. Hal ini dapat dilihat secara visual pada plot bahwa data ramalan dapat mengikuti pola data sebenarnya, namun data ramalan memiliki varian terlalu kecil dibandingkan data sebenarnya. 4. KESIMPULAN Model GSTAR yang sesuai untuk data penderita penyakit ISPA di kota Malang adalah GSTAR(11) di mana orde time 1 dan orde space 1.Hasil ramalan berdasarkan model GSTAR(11) dengan bobot normalisasi korelasi silang layak digunakan untuk peramalan karena memenuhi asumsi white noise dan normal multivariat. Peramalan angka kesakitan penyakit ISPA untuk Kecamatan Klojen, Blimbing, Kedungkandang dan Sukun mengalami kenaikan pada satu bulan ke depan yaitu 2008, 3838, 2241 dan 3684 orang. Sedangkan untuk Kecamatan Lowokwaru mengalami penurunan yaitu 1295 orang. DAFTAR PUSTAKA

Pfeifer, P.E. dan Deutch S.J.,(1980a), A three stage iterative procedure for space-time modelling, Technometrics, 22(1), hal 35-47.
Ruchjana, B.N.,(2002),Pemodelan Kurva Produksi Minyak Bumi menggunakan Model Generalisasi STAR, Forum Statistika dan Komputasi, IPB, Bogor. Suhartono dan Subanar, (2006),The Optimal Determination of Space Weight in GSTAR Model by Using Cross-correlation Inference,Journal Of Quantitative Methods: Journal Devoted the Mathematical and Statistical Application in Various Field, 2(2), hal. 45-53.
136

Anda mungkin juga menyukai