Anda di halaman 1dari 35

MODULUS PATAH DAN KUAT DESAK BAHAN PADAT

I.

TUJUAN PERCOBAAN Percobaan ini bertujuan untuk: 1. Mengukur modulus patah dan kuat desak bahan padat berupa plester yang merupakan campuran semen dan pasir. 2. Mencari hubungan antara komposisi campuran dan kuat mekanik bahan.

II.

DASAR TEORI Plester adalah bahan padat yang terdiri dari campuran air, semen Portland,

dan agregat halus (pasir). Sedangkan beton adalah bahan padat yang dibuat dari air, semen Portland, agregat halus, dan agregat kasar, yang bersifat keras seperti batuan. Dengan kata lain, plester merupakan komponen terbesar dari beton. Beton merupakan material yang bersifat getas, kokoh dan keras. Karena sifat getasnya, beton sukar mengalami slip dan perubahan dimensi akibat pembebanan sangat kecil. Selain itu, beton tidak dapat berubah bentuk. Kuat tarik beton seharusnya tinggi, namun karena beberapa sebab (adanya pori-pori) terjadi konsentrasi tegangan. Sedangkan sifat-sifat kimia dari beton adalah beton stabil terhadap keadaan lingkungan, tahan terhadap perubahan kimia, penghantar listrik yang rendah. Beton merupakan suatu zat padat yang mempunyai ikatan ionik dan kovalen. Bahan ini bersifat isolator, koefisien memiliki thermal expansion yang rendah dan juga sangat stabil terhadap lingkungan. Pada dasarnya kekuatan beton tergantung pada 3 hal, yaitu (Tjokrodimuljo, 2007): Kekuatan pasta (air dan semen) Daya rekat antara pasta dan permukaan butir-butir agregat Kuat tekan agregat

Dari ketiga butir di atas, biasanya secara lebih rinci diuraikan bahwa kuat tekan beton dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : a. Umur beton

Kuat tekan beton bertambah tinggi dengan bertambahnya umur. Yang dimaksudkan umur disini dihitung sejak beton dicetak. Laju kenaikan kuat tekan beton mula-mula cepat, lama-lama laju kenaikan itu semakin lambat, dan laju kenaikan tersebut relatif sangat kecil setelah berumur 28 hari, sehingga secara umum dianggap tidak naik lagi setelah berumur 28 hari. Oleh karena itu, sebagai standar kuat tekan beton (jika tidak disebutkan umur secara khusus) ialah kuat tekan beton pada umur 28 hari (Tjokrodimuljo, 2007). b. Faktor air semen Faktor air semen (f.a.s) ialah perbandingan berat antara air dan semen Portland didalam campuran adukan beton. Dalam praktek, nilai f.a.s berkisar antara 0,40 dan 0,60. Hubungan antara f.a.s dan kuat tekan beton secara umum dapat ditulis sebagai berikut: (1) dengan, fc x : kuat tekan beton : perbandingan volume antara air dan semen (f.a.s)

A,B : konstanta (Tjokrodimuljo, 2007). c. Kepadatan Kekuatan beton berkurang jika kepadatan beton berkurang. Beton yang kurang padat berisi rongga sehingga kuat tekan beton berkurang (Tjokrodimuljo, 2007). d. Jumlah pasta semen Pasta semen dalam beton berfungsi untuk merekatkan butir-butir agregat. Pasta semen akan berfungsi secara maksimal jika seluruh pori antar butir-butir agregat terisi penuh dengan semen, jika pasta semen sedikit maka tidak cukup untuk mengisi pori-pori antar butir agregat sehingga rekatan antar butir kurang kuat, dan berakibat kuat tekan beton rendah. Akan tetapi, jika jumlah pasta semen terlalu banyak maka kuat tekan beton lebih didominasi oleh pasta semen, bukan agregat. Karena umumnya kuat tekan pasta semen lebih rendah daripada agregat, maka jika terlalu banyak pasta semen kuat tekan beton menjadi lebih rendah (Tjokrodimuljo, 2007).

e. Sifat agregat Agregat terdiri atas agregat halus (pasir) dan agregat kasar (kerikil atau batu pecah). Beberapa sifat agregat yang mempengaruhi kekuatan beton antara lain (Tjokrodimuljo, 2007): Kekerasan permukaan, karena permukaan agregat yang kasar membuat rekatan antara permukaan agregat dan pasta semen lebih kuat. Bentuk agregat, karena bentuk agregat yang bersudut misalnya pada batu pecah, membuat butir-butir agregat itu sendiri saling mengunci dan sulit digeserkan, berbeda dengan batu kerikil yang bulat. Oleh karena itu beton yang dibuat dari batu pecah lebih kuat daripada beton yang dibuat dari kerikil. Kuat tekan agregat, karena sekitar 70% volume beton terisi oleh agregat, sehingga kuat tekan beton didominasi oleh kuat tekan agregat. Jika agregat yang dipakai mempunyai kuat tekan rendah maka kekuatan beton tersebut rendah pula. A. Percobaan Modulus Patah Modulus patah merupakan tegangan lengkung maksimum yang mampu ditahan suatu benda agar tidak patah. Tegangan lengkung tersebut adalah hasil kali momen lengkung yang timbul akibat adanya gaya dengan jarak bidang netral ke titik yang memberikan harga tegangan lengkungan maksimum (Ymax) dibagi dengan momen inersia penampang benda uji. Hal tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

(2)

Dimana : b Ymax M I = Tegangan lengkung maksimum = Jarak = Momen lengkung = Momen inersia

F F/2 F/2

L/2

L/2

Gambar 1. Gaya-gaya yang bekerja pada padatan dan titik-titik yang menerima gaya Misal ditinjau resultan momen () disebelah kiri gaya F : (3)
F

Sumbu netral
W

t
W

Gambar 2. Luas penampang padatan yang menerima gaya F Dan, A= W.t Maka,
2 ( ) d(wt)

Persamaan (1) menjadi ,


( ( )( ) )

(4)

Untuk mendapatkan nilai F yang besar dari beban yang kecil dipakai sistem torsi : N = -F

Ff

R Sampel
W F

Engsel

Gambar 3. Resultan gaya-gaya yang bekerja saat pengukuran W.PR+N.PQ = 0 W.PR F.PQ = 0 F = Dengan : W F PQ PR = Gaya yang diberikan atau berat beban yang diberikan = Gaya yang bekerja pada sampel = Jarak engsel dan pisau pematah = Jarak engsel k e titik gantung beban

Prinsip kerja alat modulus patah adalah pemberian gaya terhadap benda uji(sampel) dengan cara memberi beban sedikit demi sedikit secara kontinyu hingga sampel mengalami patah dengan pemanfaatan prinsip gaya lengkung maksimum. Pada alat modulus patah, keadaan mula-mula seimbang lalu ditambahkan pasir sebagai beban secara sedikit demi sedikit sehingga sampel akan mengalami gaya tekan akibat dari beban pasir sehingga pada berat pasir tertentu sampel akan mengalami patah.

B. Percobaan Kuat Desak Kuat desak adalah gaya desak yang bekerja pada luas penampang benda uji. Kuat desak merupakan tegangan desak maksimum yang mampu ditahan suatu benda agar benda tidak mengalami keretakan. Dapat dinyatakan sebagai berikut
F

N = -F

Gambar 4. Gaya yang bekerja pada plester pada percobaan pengukuran kuat desak plester (5)

dengan: c F A = Tegangan desak = Gaya desak yang bekerja pada benda = Luas permukaan desak

Prinsip kerja alat uji percobaan kuat desak adalah memberikan tekanan atau gaya pada benda uji dengan cara memberikan beban hingga sampel mengalami retak. Permukaan sampel dipilih yang paling rata supaya distribusi gaya yang diterima permukaan sampel yang diukur akan merata disemua bagian. Beban total adalah jumlah paket beban ditambahkan sampai sampel retak.

III.

METODOLOGI PERCOBAAN A. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Sampel A (O:P = 1:3) Sampel B (O:P = 1:5) Sampel C (O:P = 1:7) Sampel D (O:P = 1:9 Sampel E (O:P = 1:10) Sampel F (O:P = 1:12) Sampel G (O:P = 1:14) Sampel H (O:P = 1:16) Botol beban

10. Pasir 11. Batu pemberat Semua bahan didapat dari Laboratorium Analisis Bahan Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. B. Rangkaian Alat Percobaan

Keterangan
Gambar 5 : 1. Beban penyeimbang 2. Engsel 3. Sampel 4. Pisau pematah

5. Lengan tuas
6. Penumpu 7. Titik gantung beban Gambar 5. Rangkaian Alat Penguji Modulus Patah 8. Beban

4 3 7 5

Keterangan Gambar 6 : 1. Beban

penyeimbang 2. Engsel

3. Sampel
4. Plat penekan atas 5. Plat penekan bawah 6. Lengan tuas 7. Titik gantung beban 8. Beban Gambar 6. Rangkaian Alat Penguji Kuat Desak

C. Cara Kerja 1. Modulus Patah Pertama, jarak antara kedua penumpu (L) diukur. Jarak antara engsel dan pisau pematah (PQ) diukur. Jarak antara engsel dan titik gantung beban (PR) diukur. Ember beban ditimbang dalam keadaan kosong. Lalu, ember beban dan ember penyeimbang dipasang. Pasir dimasukkan ke ember penyeimbang sampai pisau pematah diperkirakan hanya menempel pada sampel. Lebar sampel (w) dan tebal sampel (t) pada bidang patahan diukur dengan jangka sorong. Sampel A dipasang di atas kedua penumpu. Beban/ pasir dimasukkan ke dalam ember beban secara perlahan-lahan dan kontinyu sampai sampel A patah. Kemudian, berat beban (W) yang diperlukan ditimbang. Percobaan untuk sampel A dilakukan sebanyak 3 kali. Hal yang sama dilakukan untuk sampel B, C, dan D (masing-masing 3 kali).
8

2. Kuat Desak Pertama, jarak antara engsel dan plat penekan atas (PQ) diukur. Jarak antara engsel dan titik gantung beban (PR) diukur. Lalu, ember beban dan ember penyeimbang dipasang. Pasir dimasukkan ke dalam ember penyeimbang sampai plat penekan atas diperkirakan hanya menyentuh sampel. Sampel E diambil dan permukaan dari sampel E yang akan menerima gaya dipilih, pilihlah permukaan yang paling halus, paling datar dan bentuknya paling beraturan (persegi atau persegi panjang). Luas permukaan (A) tersebut dihitung, panjang sisi-sisinya diukur dengan jangka sorong. Kemudian sampel E dipasang pada plat penekan bawah. Botol beban dimasukkan ke dalam ember secara perlahan-lahan dan kontinyu dimulai dari botol beban dengan massa terkecil sampai sampel retak. Percobaan untuk sampel E dilakukan sebanyak 3 kali. Hal yang sama dilakukan untuk sampel F, G dan H (masing-masing 3 kali).

D. Analisis Data 1. Percobaan modulus patah a. Menghitung nilai modulus patah semua sampel (6) Keterangan : b W L w t PR PQ = modulus patah, (kg/cm2) = beban yang bekerja saat sampel patah, (kg) = jarak antara 2 pisau penumpu benda uji, (cm) = lebar benda uji, (cm) = tebal benda uji, (cm) = jarak antara engsel dengan titik gantung beban, (cm) = jarak antara engsel dengan pisau pematah, (cm)

) b. Menghitung nilai modulus patah rata-rata (

Keterangan : b 1 b 2 b 3 = nilai modulus 1 = nilai modulus 2 = nilai modulus 3

(7)

c. Persen (%) P dapat dihitung dengan persamaan : (8) Keterangan : P O = bagian komponen pasir = bagian komponen semen

d. Membuat persamaan pendekatan modulus patah sebagai fungsi komposisi P(x) dengan menggunakan metode regresi linier least square : (9)
( )

(10) (11)

Keterangan : y m,k x n = modulus patah rata-rata sampel, (kg/cm2) = konstanta = komposisi pasir dalam sampel, (%) = jumlah data

e. Menghitung kesalahan relatif modulus patah hasil persamaan regresi linier terhadap modulus patah hasil eksperimen : |

(12) (13)

f. Membuat persamaan pendekatan modulus patah sebagai fungsi komposisi P(x) dengan metode regresi eksponensial :

10

(14) (15) (16) Keterangan : y x a,b = modulus patah rata-rata, (kg/cm2) = komposisi pasir dalam sampel (%) = konstanta

Maka A dan B dapat dihitung dengan persamaan :


( )

(17) (18)

dengan, n = jumlah data

2.

Percobaan kuat desak

a. Pengukuran kuat desak dapat dihitung dengan persamaan : (19) Keterangan : = kuat desak, (kg/cm2) PR PQ A W = jarak engsel dan titikgantung beban, (cm) = jarak engsel dan pusat plat penekan, (cm) = luas penampang benda uji, (cm2) = beban yang bekerja saat benda uji retak, (kg)

b.

Menghitung kuat desak rata-rata ( ) Keterangan : = kuat desak 1 = kuat desak 2 (20)

11

= kuat desak 3 c. Persen (%) P dapat dihitung dengan persamaan : (8) Keterangan : P O = bagian komposisi pasir = bagian komposisi semen

d. Membuat persamaan hubungan antara kuat desak rata-rata dan %P dalam sampel dengan regresi linier least square : (9) Keterangan : y m,k x = modulus patah rata-rata sampel, (kg/cm2) = konstanta = komposisi pasir dalam sampel, (%)

Maka m dan k dapat dihitung dengan regresi linier :


( )

(10) (11)

Keterangan : y m,k x n = modulus patah rata-rata sampel, (kg/cm2) = konstanta = komposisi pasir dalam sampel, (%) = jumlah data

e. Menghitung kesalahan relatif |

(21) (13)

12

f. Membuat persamaan hubungan kuat desak dan %P dengan regresi eksponensial : (14) (15) (16) Keterangan : y x a,b = modulus patah rata-rata, (kg/cm2) = komposisi pasir dalam sampel (%) = konstanta

Maka A dan B dapat dihitung dengan persamaan :


( )

(17) (18)

Keterangan : y A,B x n = modulus patah rata-rata sampel, (kg/cm2) = konstanta = komposisi pasir dalam sampel, (%) = jumlah data

13

IV. A.

HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan Modulus Patah Percobaan modulus patah menggunakan 4 sampel berupa plester dengan

komposisi pasir berbeda-beda yang masing-masingnya ada 3 buah. Percobaan modulus patah menggunakan tuas. Sebelum sampel diletakkan di bawah pisau pematah, tuas diseimbangkan terlebih dahulu agar resultan gaya awal yang bekerja pada sampel adalah nol (tidak ada tekanan awal pada sampel). Kemudian secara perlahan dan konstan dimasukkan pasir ke ember beban sampai sampel patah. Dari hasil percobaan, dilakukan perhitungan data percobaan sehingga diperoleh nilai modulus patah untuk masing- masing sampel. Nilai modulus patah sampel A ( O : P = 1 : 3 ) adalah sebesar 6,4504 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel B ( O : P = 1 : 5 ) adalah sebesar 4,8791 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel C ( O : P = 1 : 7) adalah sebesar 1,8173 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel D ( O : P = 1 : 9 ) adalah sebesar 2,0484 kg/cm2. Menurut teorinya, semakin banyak komposisi pasir dalam sampel maka besarnya modulus patah semakin kecil. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya komposisi pasir maka komposisi semen dalam sampel semakin sedikit. Semen berfungsi sebagai bahan perekat yang menjadikan suatu sampel semakin kuat karena pori-pori di dalam sampel berkurang. Namun kenyataannya dalam percobaan tidak demikian. Ditemukan penyimpangan dimana semakin banyak komposisi pasir dalam suatu sampel, semakin besar pula nilai modulus patahnya. Hubungan antara nilai modulus patah dengan komposisi pasir dapat dinyatakan dengan untuk persamaan linier dan untuk persamaan ekponensial. Dari persamaanpersamaan tersebut dilakukan perhitungan sehingga diperoleh nilai modulus patah persamaan masing masing sampel. Untuk persamaan linier, nilai modulus patah sampel A ( O : P = 1 : 3 ) adalah sebesar 6,7015 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel B ( O : P = 1 : 5 ) adalah sebesar 4,0013 kg/cm2. Nilai modulus patah

14

sampel C ( O : P = 1 : 7) adalah sebesar 2,6512 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel D ( O : P = 1 : 9 ) adalah sebesar 1,8411 kg/cm2. Untuk persamaan eksponensial, nilai modulus patah sampel A ( O : P = 1 : 3 ) adalah sebesar 7,1525 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel B ( O : P = 1 : 5 ) adalah sebesar 3,4731 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel C ( O : P = 1 : 7) adalah sebesar 2,4202 kg/cm2. Nilai modulus patah sampel D ( O : P = 1 : 9 ) adalah sebesar 1,9486 kg/cm2. Adapun kesalahan relatif rata-rata untuk masing persamaan adalah 17,0988% untuk persamaan linier dan 20,0817% untuk persamaan eksponensial. Berikut grafik yang dihasilkan:

8 7 6 b (kg/cm2) 5 4 3 2 1 0 70 75 80 85 90 95 Komposisi pasir (%)

=0,3240+31,0037 Keterangan:
b percobaan b persamaan

Gambar 7. Grafik Hubungan antara Modulus Patah dan Komposisi Pasir dengan Persamaan Linier Grafik pada gambar 7 menunjukkan kecenderungan grafik b persamaan dan b percobaan adalah turun yang mana artinya semakin besar komposisi pasir dalam sampel maka nilai modulus patahnya semakin kecil atau bisa juga dikatakan kekuatannya semakin berkurang. Meskipun begitu didapati penyimpangan, dimana pada grafik b percobaan nilai modulus patah pada sampel dengan komposisi pasir sebesar 90% lebih besar dibandingkan dengan nilai modulus patah dengan komposisi pasir 83,3333%.

15

8 7 6 b (kg/cm2) 5 4 3 2 1 0 70 75 80 85 90 95 Komposisi pasir (%)

b=4765,3838(0,0867) Keterangan:
b percobaan b persamaan

Gambar 8. Grafik Hubungan antara Modulus Patah dan Komposisi Pasir dengan Persamaan Eksponensial Pada gambar 8 juga didapati kecenderungan kedua grafik ialah turun. Akan tetapi pada grafik b percobaan terjadi penyimpangan dimana nilai modulus patah dengan komposisi pasir sebesar 90% lebih besar dibandingkan dengan nilai modulus patah dengan komposisi pasir sebesar 83,3333%. Penyimpangan pada percobaan terjadi karena umur sampel yang tidak seragam. Semakin lama umur beton maka semakin kuat pula beton tersebut. Umur sampel dengan komposisi pasir sebesar 90% lebih lama dibandingkan sampel dengan komposisi pasir sebesar 83,3333%. Hal ini yang menyebabkan nilai modulus patahnya lebih besar. Ada beberapa asumsi yang digunakan dalam percobaan modulus patah ini. Pertama, pengukuran jarak dan dimensi sampel dilakukan dengan tepat sehingga angka-angka yang terdapat saat mengukur jarak dan dimensi sampel merupakan angka-angka yang valid dan benar. Kedua, penyeimbangan berlangsung dengan baik sehingga gaya-gaya yang mematahkan sampel benar-benar timbul akibat beban yang ditambahkan. Ketiga, gaya berat sampel diabaikan sehingga sampel patah hanya karena gaya dari beban, bukan gaya dari sampel pada pisau penumpu.

16

B.

Percobaan Kuat Desak Percobaan kuat desak pada dasarnya identik dengan percobaan modulus

patah, hanya saja dalam percobaan kuat desak menggunakan sampel berupa plaster yang ukurannya lebih besar dan sebagai pemberat menggunakan paketpaket beban. Dari hasil percobaan, dilakukan perhitungan data percobaan sehingga diperoleh nilai kuat desak untuk masing-masing sampel. Nilai kuat desak sampel E ( O : P = 1 : 10 ) adalah sebesar 2,9834 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel F ( O : P = 1 : 12 ) adalah sebesar 2,8127 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel G ( O : P = 1 : 14 ) adalah sebesar 2,6883 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel H ( O : P = 1 : 16) adalah sebesar 2,0746 kg/cm2. Sama halnya dengan modulus patah, pada kuat desak semakin besar komposisi pasir pada sampel maka nilai kuat desak bahan semakin kecil atau dengan kata lain kekuatan padatan tersebut berkurang. Hubungan antara nilai kuat desak dengan komposisi pasir dapat dinyatakan dengan untuk persamaan linier dan untuk persamaan eksponensial. Dengan persamaan persamaan tersebut dilakukan perhitungan sehingga diperoleh nilai kuat desak persamaan masing-masing sampel. Untuk persamaan linier, nilai kuat desak sampel E ( O : P = 1 : 10 ) adalah sebesar 2,8995 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel F ( O : P = 1 : 12 ) adalah sebesar 2,6890 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel G ( O : P = 1 : 14 ) adalah sebesar 2,5377 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel H ( O : P = 1 : 16) adalah sebesar 2,4219 kg/cm2. Untuk persamaan eksponensial, nilai kuat desak sampel E ( O : P = 1 : 10 ) adalah sebesar 3,1171 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel F ( O : P = 1 : 12 ) adalah sebesar 2,7110 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel G ( O : P = 1 : 14 ) adalah sebesar 2,4472 kg/cm2. Nilai kuat desak sampel H ( O : P = 1 : 16) adalah sebesar 2,2630 kg/cm2. Adapun kesalahan relatif rata-rata untuk masing-masing persamaan adalah 6,9776% untuk persamaan linier dan 6,5546% untuk persamaan eksponensial. Berikut grafik yang dihasilkan:

17

3.3 3 2.7 2.4 2.1 1.8 1.5 90 91 92 93 94 95 Komposisi pasir (%)

=0,1476+16,3137

c (kg/cm2)

Keterangan:
c percobaan c persamaan

Gambar 9. Grafik Hubungan antara Kuat Desak dan Komposisi Pasir dengan Persamaan Linier Gambar 9 menunjukkan grafik c persamaan dan c percobaan cenderung turun. Sesuai dengan teori, semakin banyak komposisi pasir pada sampel maka nilai kuat desaknya semakin kecil. Atau dengan kata lain nilai kuat desak berbanding terbalik dengan besar komposisi pasir dalam sampel.

3.3 3 c (kg/cm2) 2.7 2.4 2.1 1.8 1.5 90 91 92 93 94 95 Komposisi pasir (%)

=27163,6270(0,0998)

Keterangan:
c percobaan c persamaan

Gambar 10. Grafik Hubungan antara Kuat Desak dan Komposisi Pasir dengan Persamaan Eksponensial

18

Gambar 10 menunjukkan grafik c persamaan dan c percobaan cenderung turun. Sesuai dengan teori, semakin banyak komposisi pasir pada sampel maka nilai kuat desaknya semakin kecil. Atau dengan kata lain nilai kuat desak berbanding terbalik dengan besar komposisi pasir dalam sampel. Asumsi-asumsi yang digunakan pada percobaan ini adalah pertama, kondisi sampel ideal. Ideal disini adalah permukaan sampel benar-benar halus dan rata sehingga saat sampel mengalami keretakan, maka keretakan itu murni karena sampel sudah mencapai batas gayanya dan gaya tersebut terdistribusi secara merata bukan hanya di titik-titik tertentu saja. Kedua, tidak ada beban kejut sehingga gaya-gaya yang dialami sampel benar-benar gaya yang timbul dari paket-paket beban. Ketiga, penambahan beban berhenti tepat saat sampel retak. Untuk modulus patah, pendekatan yang lebih baik adalah pendekatan dengan persamaan linier ditinjau dari kesalahan relatifnya

yang lebih kecil yakni sebesar 17,0988%. Sedangkan untuk kuat desak, pendekatan yang lebih baik adalah pendekatan dengan persamaan ekponensial ditinjau dari kesalahan relatifnya yang kecil yakni sebesar 6,5546%.

19

V.

KESIMPULAN Kesimpulan yang bisa diambil dari percobaan ini: 1. Modulus patah dan kuat desak dapat diukur berdasarkan momen gaya yang bekerja pada plester dengan cara pemberian beban hingga terjadi patahan pada plester untuk menghitung modulus patah, dan pemberian beban hingga terjadi retakan pada plester untuk menghitung kuat desak. 2. Semakin tinggi kadar pasir dalam suatu plester maka modulus patah dan kuat desaknya semakin kecil. Hal ini karena volume pori-pori pada plester akan meningkat dan mengakibatkan plester semakin rapuh. 3. Hubungan komposisi pasir dalam plester dengan nilai modulus patah dapat didekati dengan persamaan relatif 17,0988%. 4. Hubungan komposisi pasir dalam plester dengan nilai kuat desak dapat didekati dengan persamaan relatif 6,5546%. dengan kesalahan dengan kesalahan

VI.

DAFTAR PUSTAKA Tjokrodimuljo, Kardiyono, Teknologi Beton,edisi pertama, hal. 71-75, Biro

Penerbit KMTS FT, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

20

VII.

LAMPIRAN

A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia 1. Hati-hati saat menggunakan alat modulus patah dan kuat desak karena jika tidak berhati-hati bisa terhimpit. 2. Hati-hati saat mengangkat paket beban karena jika tidak berhati-hati bisa menjatuhi kaki dan tangan. 3. Basahi pasir apabila banyak debu agar debunya tak berterbangan dan masuk ke mata atau hidung. 4. Jika debu atau pecahan masuk mata segera bersihkan dengan air. 5. Jika dada sesak karena menghirup debu segera keluar mencari udara bersih. B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri 1. Masker pernapasan. 2. Sarung tangan 3. Jas lab menempel. 4. Google serpihan padatan. C. Manajemen Limbah Pecahan atau patahan plester hasil praktikum dibersihkan dan dibuang ke tempat yang telah disediakan. D. Data Percobaan 1. Percobaan Modulus Patah L PR PQ : 0,030 m : 0,220 m : 1,070 m : untuk melindungi mata dari debu dan serpihan: agar tangan tidak kotor atau tergores. : menghindarkan baju dari debu yang bisa : untuk mencegah debu masuk ke saluran

21

Daftar I. Data Percobaan Modulus Patah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D (O:P =1:9) C (O:P = 1:7) A (O:P= 1:3) Sampel w,cm 3,008 2,824 2,922 2,800 2,802 2,874 3,068 2,982 3,000 2,962 2,900 3,020 t,cm 2,200 2,030 1,922 2,000 1,850 1,962 2,070 2,168 1,990 1,864 1,900 1,962 W,kg 3,3 2,8 4,5 3,2 2,2 1,7 0,6 1,2 1,4 1,1 1,1 0,8

B (O:P=1:5)

2. Percobaan Kuat Desak PQ PR : 0.360 m : 1.130 m

22

Daftar II. Data Percobaan Kuat Desak No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 H (O:P=1:16) G (O:P=1:14) E (O:P=1:10) Sampel A, cm2 33,9196 31,9377 30,7964 33,9480 35,3296 31,6544 34,2577 32,1760 30,2400 30,8550 30,6461 29,1312 W, kg 19,838 35,536 35,536 35,536 23,388 31,005 19,838 35,536 26,788 12,859 23,388 23,388

F (O:P=1:12)

E. Perhitungan E.1. Percobaan Modulus Patah 1. Menghitung nilai modulus patah (b) semua sampel dengan persamaan (6) Contoh perhitungan diambil pada data nomor 1 daftar I. L PQ PR w t W : 3 cm : 22 cm :107 cm : 3,008 cm : 2,200 cm : 3,3 kg

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar III.

23

Daftar III. Data Perhitungan Nilai Modulus Patah No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 D (O:P =1:9) C (O:P = 1:7) A (O:P= 1:3) Sampel w,cm 3,008 2,824 2,922 2,800 2,802 2,874 3,068 2,982 3,000 2,962 2,900 3,020 t,cm 2,200 2,030 1,922 2,000 1,850 1,962 2,070 2,168 1,990 1,864 1,900 1,962 W,kg 3,3 2,8 4,5 3,2 2,2 1,7 0,6 1,2 1,4 1,1 1,1 0,8 b , kg/cm2 4,9609 5,2659 9,1243 6,2532 5,0209 3,3631 0,9989 1,8738 2,5791 2,3393 2,2996 1,5061

B (O:P=1:5)

2. Menghitung nilai modulus patah rata-rata ( ) setiap sampel dengan menggunakan persamaan (7) Contoh perhitungan pada sampel A:

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar IV.

24

Daftar IV. Data Hasil Perhitungan Modulus Patah Rata-rata No. 1 2 3 4 Sampel A (O:P= 1:3) B (O:P=1:5) C (O:P = 1:7) D (O:P =1:9) b rata-rata , kg/cm2 6,4504 4,8791 1,8173 2,0484

3. Membuat persamaan pendekatan modulus patah sebagai fungsi komposisi P(x) dengan metode regresi linier least square. Contoh perhitungan komposisi P(x) diambil pada sampel A dengan O : P = 1 : 3

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar V. Daftar V. Data Perhitungan Komposisi Pasir (x) No. 1 2 3 4 Sampel A B C D X,% 75,0000 83,3333 87,5000 90,0000

Data

untuk

perhitungan

regresi

linier

ada

yaitu:

(XA,

),(XB, ),(XC ),(XD )

25

Daftar VI. Data Hasil Perhitungan Hubungan b dengan %P dalam Sampel dengan Metode Regresi Linier No. 1 2 3 4 Sampel A B C D b, kg/cm
2

X,% 75,0000 83,3333 87,5000 90,0000 335,8333

b.X 483,7791 406,5906 159,0130 184,3525 1233,7352

X2 5625,0000 6944,4389 7656,2500 8100,0000 28325,6889

6,4504 4,8791 1,8173 2,0484 15,1951

Nilai m dan k dapat dihitung dengan persamaan (10) dan (11)

Sehingga diperoleh persamaan

(22) 4. Menghitung b menurut persamaan regresi linier. Contoh perhitungan data sampel A pada daftar V: Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar VII. 5. Menghitung kesalahan relatif b hasil persamaan linier terhadap b hasil eksperimen menggunakan persamaan (12) Contoh perhitungan data nomor 1 pada daftar V:

26

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar VII.

Daftar VII. Data Hasil Perhitungan Modulus Patah Persamaan dan Kesalahan Relatif dengan Metode Regresi Linier , No. Sampel 1 2 3 4 A B C D X,% 75,0000 83,3333 87,5000 90,0000 kg/cm2 6,4504 4,8791 1,8173 2,0484 kg/cm2 6,7015 4,0013 2,6512 1,8411 , Kesalahan relatif, % 3,7476 21,9374 31,4535 11,2569 68,3953

6. Menghitung kesalahan relatif rata-rata

7. Membuat persamaan pendekatan modulus patah sebagai fungsi komposisi P(x) dengan metode regresi eksponensial. Contoh perhitungan data dari sampel A pada daftar V.

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar VIII.

27

Daftar VIII. Data Hasil Perhitungan Hubungan

dengan %P dalam

Sampel dengan Metode Regresi Eksponensial No. Sampel 1 2 3 4 A B C D b , kg/cm2 6,4504 4,8791 1,8173 2,0484 15,1951 y=ln b 1,8641 1,5850 0,5973 0,7170 4,7635 X,% 75,0000 83,3333 87,5000 90,0000 335,8333 X.y 139,8105 132,0798 52,2679 64,5336 388,6918 X2 5625,0000 6944,4389 7656,2500 8100,0000 28325,6889

Nilai A dan B dapat dihitung dengan persamaan (17) dan (18)

Sehingga diperoleh persamaan

(23) 8. Menghitung b menurut persamaan regresi eksponensial Contoh perhitungan data sampel A pada daftar V:

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar IX. 9. Menghitung kesalahan relatif b hasil persamaan eksponensial terhadap b hasil eksperimen menggunakan persamaan (12)

28

Contoh perhitungan data nomor 1 pada daftar V:

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar X. Daftar X. Data Hasil Perhitungan Modulus Patah Persamaan dan Kesalahan Relatif dengan Metode Regresi Eksponensial ,, No. Sampel 1 2 3 4 A B C D X,% 75,0000 83,3333 87,5000 90,0000 kg/cm2 6,4504 4,8791 1,8173 2,0484 kg/cm2 7,1525 3,4731 2,4202 1,9486 , Kesalahan relatif, % 9,8161 40,4813 24,9113 5,1182 80,3269

10. Menghitung kesalahan relatif rata-rata

E.2. Percobaan Kuat Desak 1. Menghitung nilai kuat desak (c) semua sampel dengan persamaan (19) Contoh perhitungan diambil pada data nomor 1 daftar II. L PQ PR A : 3 cm : 22 cm :107 cm : 33,9196 cm2
29

: 19,838 kg

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XI. Daftar XI. Data Hasil Perhitungan Nilai Kuat Desak No 1 E 2 (O:P=1:10) 3 4 F 5 (O:P=1:12) 6 7 G 8 (O:P=1:14) 9 10 H 11 (O:P=1:16) 12 29,1312 23,388 2,5201 30,6461 23,388 2,3954 30,2400 30,8550 26,788 12,859 2,7806 1,3082 32,1760 35,536 3,4667 31,6544 34,2577 31,005 19,838 3,0745 1,8177 35,3296 23,388 2,0779 30,7964 33,9480 35,536 35,536 3,6220 3,2857 31,9377 35,536 3,4925 Sampel A, cm2 33,9196 W, kg 19,838 c, kg/cm2 1,8358

2. Menghitung nilai kuat desak rata-rata ( ) setiap sampel dengan menggunakan persamaan (20) Contoh perhitungan pada sampel E:

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XI.

30

Daftar XII. Data Hasil Perhitungan Kuat Desak Rata-rata No 1 2 3 4 Sampel E (O:P=1:10) F (O:P=1:12) G (O:P=1:14) H (O:P=1:16) c rata-rata 2,9834 2,8127 2,6883 2,0746

3. Membuat persamaan pendekatan kuat desak sebagai fungsi komposisi P(x) dengan metode regresi linier least square. Contoh perhitungan komposisi P(x) diambil pada sampel E dengan O : P = 1 : 10

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XIII. Daftar XIII. Data Hasil Perhitungan Komposisi Pasir dalam Sampel (x) No 1 2 3 4 Sampel E F G H x, %P 90,9091 92,3077 93,3333 94,1176

Data

untuk

perhitungan

regresi

linier

ada

yaitu:

(XE,

),(XF, ),(XG ),(XH )

31

Daftar XIV. Data Hasil Perhitungan Hubungan c dengan %P dalam Sampel dengan Metode Regresi Linier No 1 2 3 4 Sampel E F G H y, c 2,9834 2,8127 2,6883 2,0746 10,5590 x, %P 90,9091 92,3077 93,3333 94,1176 370,6677 Xy 271,8208 259,6339 250,9079 195,2564 977,6190 x2 8264,4645 8520,7115 8711,1049 8858,1226 34354,4035

Nilai m dan k dapat dihitung dengan persamaan (10) dan (11)

Sehingga diperoleh persamaan

(24) 4. Menghitung c menurut persamaan regresi linier. Contoh perhitungan data sampel E pada daftar XIII: Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XV. 5. Menghitung kesalahan relatif c hasil persamaan linier terhadap c hasil eksperimen menggunakan persamaan (21) Contoh perhitungan data nomor 1 pada daftar XIII:

32

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XV.

Daftar XV. Data Hasil Perhitungan Modulus Patah Persamaan dan Kesalahan Relatif dengan Metode Regresi Linier No Sampel 1 2 3 4 E F G H x, %P 90,9091 92,3077 93,3333 94,1176 c percobaan, kg/cm2 2,9834 2,8127 2,6883 2,0746 c persamaan, kg/cm2 2,8955 2,6890 2,5377 2,4219 Kesalahan Relatif (%) 3,0357 4,6002 5,9345 14,3400 27,9104

6. Menghitung kesalahan relatif rata-rata

7. Membuat persamaan pendekatan kuat desak sebagai fungsi komposisi P(x) dengan metode regresi eksponensial. Contoh perhitungan data dari sampel E pada daftar XIII.

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XVI.

33

Daftar XVI. Data Hasil Perhitungan Hubungan

dengan %P dalam Sampel

dengan Metode Regresi Eksponensial No 1 2 3 4 Sampel E F G H c 2,9834 2,8127 2,6883 2,0746 10,5590 y, ln c 1,0931 1,0341 0,9889 0,7298 3,8459 x, %P 90,9091 92,3077 93,3333 94,1176 370,6677 xy 99,3727 95,4554 92,2973 68,6870 355,8124 x2 8264,4645 8520,7115 8711,1049 8858,1226 34354,4035

Nilai A dan B dapat dihitung dengan persamaan (17) dan (18)

Sehingga diperoleh persamaan

(25) 8. Menghitung c menurut persamaan regresi eksponensial. Contoh perhitungan data sampel A pada daftar V:

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XVII. 9. Menghitung kesalahan relatif c hasil persamaan eksponensial terhadap c hasil eksperimen menggunakan persamaan (21)

34

Contoh perhitungan data nomor 1 pada daftar V:

Dengan cara yang sama diperoleh data hasil perhitungan pada daftar XVII. Daftar XVII. Data Hasil Perhitungan Hubungan dengan %P dalam

Sampel dengan Metode Regresi Eksponensial No 1 2 3 4 Sampel E F G H x, %P 90,9091 92,3077 93,3333 94,1176 c percobaan, kg/cm2 2,9834 2,8127 2,6883 2,0746 c persamaan, kg/cm2 3,1171 2,7110 2,4472 2,2630 Kesalahan Relatif (%) 4,2892 3,7514 9,8520 8,3258 26,2184

10. Menghitung kesalahan relatif rata-rata

35

Anda mungkin juga menyukai