Pengantar
Indonesia sekarang berada dalam situasi ekonomi yang
paling buruk dalam sejarahnya. Pemerintahan
Abdurrahman Wahid, yang disebut sebagai pemerintahan
demokratis pertama dalam puluhan tahun terakhir, belum
mampu memperbaiki situasi porak-poranda yang
diwariskan oleh rezim Orde Baru. Dengan nasehat dan
tekanan dari lembaga keuangan internasional serta para
`pakar ekonomi', pemerintah justru mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang jelas tidak menguntungkan
rakyat. Misalnya saja Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau APBN. Tidak perlu menjadi ahli atau `pakar
ekonomi' untuk tahu bahwa APBN yang disusun oleh
pemerintah sekarang tidak adil. Salah satu sumber
pendapatan negara adalah pajak yang dibayar rakyat.
Dalam tahun anggaran 2001 pajak penghasilan
diperkirakan jumlahnya mencapai Rp 54,22 trilyun atau
53% dari total pendapatan pajak. Apakah adil jika
kemudian sebagian besar dana itu digunakan untuk
pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan
kepentingan rakyat? Dalam RAPBN itu dikatakan bahwa
pembayaran hutang luar negeri akan sebesar Rp 54,62
trilyun. Artinya seluruh dana yang dikumpulkan susah
payah dengan cara banting tulang oleh rakyat akan
habis dalam sekejap untuk membayar hutang-hutang yang
dibuat oleh rezim Soeharto, perusahaan keluarga dan
kroninya di masa lalu. Sementara sektor pendidikan
hanya akan menerima dana Rp 11,22 trilyun, yang hanya
cukup untuk membayar gaji guru dan memperbaiki
sebagian gedung sekolah yang rusak parah. Itulah
gambaran nyata ekonomi kita sekarang.
Website
Multinational Monitor
(www.essential.org/monitor/monitor.html)
Sebuah majalah yang mengangkat akibat dari kekuasaan
perusahaan multinasional di seluruh dunia.
ZNET (www.lbbs.org)
Sebuah jaringan Internet yang menyediakan bermacam
bahan, artikel dan laporan dari seluruh dunia
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~