Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahun. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap tahun akibat luka bakar dan cedera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar daripada yang diperkirakan lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi di rumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan alat-alat listrik merupakan kejadian yang lazim terjadi dalam peristiwa ini. Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh, dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi, di dalamnya terdapat ujung saraf peraba, membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh dan mempunyai sedikit kemampuan ekskresi, sekresi dan absorpsi. Luka bakar adalah bentuk kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar dapat terjadi pada kulit, selaput lendir, saluran pernafasan dan saluran cerna. Gejalanya berupa sakit, bengkak, merah, melepuh karena permeabilitas pembuluh darah meningkat.

Selama ini cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) lebih sering digunakan sebagai penghias halaman rumah. Namun ternyata tanaman ini berkhasiat obat, di antaranya untuk mengatasi bisul, korengan, pembengkakan payudara, memar, tulang patah, rematik, wasir, buang air kecil kurang lancar, datang haid tidak teratur, diare, peluruh dahak, penurun panas, radang amandel, radang telinga tengah, batuk darah, muntah darah, luka berdarah, terbakar dan tersiram air panas.

B. Tujuan menentukan konsentrasi dari ekstrak daun cocor bebek yang paling efektif dalam penyembuhan luka bakar pada kelinci.

C. Rumusan Masalah Apakah Formulasi Gel Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe Pinnata L.) Efektif Pada Kelinci (Oryctolagus Cuniculus) yang mengalami luka bakar.

D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah mengetahui efektivitas dan konsentrasi terbaik ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe Pinnata L.) sebagai obat luka bakar.

BAB II ISI

A. Tanaman Cocor Bebek


Kingdom Divisio Class Family Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Crassulaceae : Kalanchoe : Kalanchoepinnata (L.)

Cocor

Bebek

atau

yang

dikenal

pula

sebagai

Suru

Bebek

(Kalanchoepinnata) adalah tumbuhan yang berasal dari Madagaskar dan terkenal karena metode reproduksinya yang melalui tunas daun (tunas/adventif). Selama ini tanaman Cocor Bebek banyak digunakan masyarakat sebagai tanaman hias di rumah, namun juga dapat ditemukan dengan mudah karena tumbuh liar di kebun dan pinggiranparit yang tanahnya berbatu. Cocor Bebek termasuk tanaman herbal dengan tinggi 0,3 2 meter yang memiliki batang lunak dan beruas. Selain sebagai tanaman hias, ternyata Cocor Bebek juga dapat dimanfaatkan sebagai obat diantaranya sebagai obat bisul, koreng, memar, rematik, wasir, peluruhbuang air kecil, pelancarhaid, diare, peluruh dahak, penurun panas, radang, batuk berdarah, luka bakar dan luka karena air panas.

Helai daunnya tebal berdaging karena mengandung banyak air (tumbuhan skulen) dan berwarna hijau muda. Bentuk daunnya memanjang atau bulat telur dengan ujung tumpul dan tepi beringgit. Melalui daun inilah Cocor Bebek dapat dikembangkan menjadi tanaman atau bibit baru. Hingga kini banyak dilakukan penelitian seputar tanaman Cocor Bebek karena khasiat pengobatannya. Khasiat pengobatan ini ada karena dalam tanaman Cocor Bebek terdapat kandungan metabolit sekunder diantaranya alkaloid, flavonoid, quercetin-3-diarabinoside, kaempferol-3-glucoside, damar dan tannin.

B. Metode Ekstraksi Maserasi


Maserasi adalah metode ekstraksi simplisia yang sederhana, dilakukan dengan merendam simplisia dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak menngandung benzoin tiraksdanlilin. Prinsip penyarian dengan maserasi adalah dengan merendam serbuk simplisia dalam pelarut yang sesuai pada temperature kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (prosesdifusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

Dalam proses penyarian simplisia Daun Cocor Bebek yang telah dipotong kecil, diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 96% dengan perbandingan 10 bagian simplisia dalam 75 bagian pelarut selama 5 hari. Metode maserasi dipilih karena metabolit sekunder yang ada dalam simplisia Daun Cocor Bebek ini bersifat mudah larut (alkaloid, flavonoid, quercetin-3diarabinoside, kaempferol-3-glucoside). Pemilihan etanol sebagai pelarut didasarkan pada sifatnya yang semi-polar sehingga dapat menyari kandungan senyawa dalam simplisia yang bersifat semipolar dan non-polar (flavonoid, alkaloid). Selain itu apabila dikehendaki hasil akhir berupa ekstrak kering, maka pemilihan pelarut yang mudah menguap seperti etanol 96% sangatlah tepat, sehingga dalam proses penguapannya dapat berjalan cepat dan tidak memerlukan suhu yang tinggi (kemungkinan merusak ekstrak). Proses penyarian berlangsung selama 5 hari dengan maksud agar ekstraksi berjalan dengan optimal dan semua zat aktif telah tersari. Ekstrak cair selanjutnya diuapkan dengan rotary evaporator hingga kental kemudian dipanaskan sehingga didapatkan ekstrak kering. Tujuan pengeringan ekstrak diantaranya adalah untuk mempermudah penanganan dan penyimpanan, menghindari tumbuhnya bakteri dan kapang serta mempermudah proses formulasi.

C. Formula
Formula danKomposisi (% b/v) No NamaBahan F1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. EkstrakCocorBebek Carbopol Trietanolamin Gliserol Propilenglikol Metilparaben Etanol 70% Air 0,6 0,81 25 5 0,18 0,5 Ad 100 F2 2,5 0,6 0,81 25 5 0,18 0,5 Ad 100 F3 5 0,6 0,81 25 5 0,18 0,5 Ad 100 F4 10 0,6 0,81 25 5 0,18 0,5 Ad 100

Sediaan gel yang mengandung ekstrak daun cocor bebek dibuat dalam 4 formula dengan variasi konsentrasi bahan aktif yang berbeda mulai dari 2,5%, 5%, dan 10% serta kontrol negatif yaitu gel tanpa zat aktif ekstrak daun cocor bebek. Komponen dalam formulasi ini terdiri dari bahan aktif dan bahan tambahan lainnya. Gel ini mengandung bahan aktif yang dapat mengobati luka bakar yaitu ekstrak cocor bebek. Carbopol atau carbomer dalam formula ini berfungsi sebagai gelling agent dimana carbopol bertindak sebagai gelling agent berada dalam rentang konsentrasi 0,5-2,0% dari total formula sehingga carbopol yang digunakan dalam formula sudah sesuai. Trietanolamin berfungsi sebagai emulsifying agent atau zat pengemulsi dimana trietanolamin yang digunakan sebanyak 0,81%. Penggunaan gliserol sebanyak 25% dari total formula berfungsi

sebagai emolien. Emolien merupakan pelembab yang memberikan rasa lembut dan halus di kulit. Propilenglikol berfungsi sebagai humektan, bahan ini digunakan dalam sediaan gel agar gel tetap lembab apabila terjadi penguapan air. Propilenglikol yang digunakan sebanyak 5%. Metil paraben atau yang biasa disebut nipagin sebanyak 0,18% dalam formula ini berfungsi sebagai bahan pengawet dalam gel, bahan pengawet berfungsi untuk menjaga struktur fisik, kimiawi dan biologi gel. Bahan pengawet yang digunakan haruslah tidak bersifat toksik karena kalau bersifat toksik dapat membahayakan sediaan farmasetik. Etanol 70% sebanyak 0,5% berfungsi untuk memberikan sensasi dingin ketika gel dioleskan pada kulit. Sedangkan air digunakan sebagai pelarut untuk melarutkan bahan-bahan yang lainnya hingga didapatkan sediaan gel yang homogen. Air ditambahkan hingga mencapai 100%.

D. Evaluasi Sediaan Gel


Evaluasi organoleptis Pada sediaan yang telah diformulasi dilakukan pengamatan penampilan sediaan meliputi bau, warna dan tekstur sediaan secara langsung. Evaluasi ukuran partikel Kalibrasi dilakukan pada kaca objek, kemudian diletakkan pada papan objek mikroskop, lalu dilakukan pengamatan ukuran partikel. Ukuran partikel sediaan koloid berkisar antara 1 milimikron (m) sampai kira-kira 500 m atau 0,5 .

Pengukuran viskositas Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya. Nilai viskositas sangat dipengaruhi oleh zat pengental (gelling agent), proporsi fase terdispersi dan pendispersi serta ukuran partikel. Pengukuran viskositas dilakukan terhadap sediaan gel dengan

menggunakan alat viscometer Brookfield tipe RV dengan kecepatan 50 rpm, spindle 7 dan 6. Penentuan nilai pH Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pHmeter yang sebelumnya dinetralkan terlebih dahulu pHnya dengan menggunakan larutan

dapar. Nilai pH sediaan gel harus berkisar pada pH netral karena stabilitas karbomer dalam wadah tube logam adalah 7,7. Penentuan nilai daya sebar Pengukuran daya sebar sediaan berdasarkan luas lingkaran yang telah dilakukan. Daya sebar dilakukan dengan meletakkan 1 gram gel pada lempeng kaca kemudiaan diberi beban dari ukuran terkecil sampai ukuran terbesar (1 g, 5 g dan 10 g), lalu diukur besarnya diameter penyebaran yang terbentuk.

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis secara statistik maka dapat disimpulkan bahwa : 1) Pemberian sediaan gel ekstrak daun cocor bebek dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 10% memberikan efek terhadap

penyembuhan luka bakar. 2) Sediaan gel yang paling efektif dalam menyembuhkan luka bakar adalah konsentrasi 2,5% dan sebanding dengan kontrol positif. B. Saran Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap efek penyembuhan gel luka bakar menggunakan ekstrak daun Cocor bebek dengan variasi basis gel dan uji sensitifitas, uji difusi zat aktif serta uji stabilitas antibakteri

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed. 4. Jakarta: UI Press. Raina. 2011. Ensiklopedi Tanaman Obat untuk kesehatan. Jogjakarta: Absolute Jogja. Rowe, C.R. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London:

Pharmaceutical Press. Voight, R. 1973. Buku Pelajaran Tekhnologi Farmasi. Jogjakarta: UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai