Anda di halaman 1dari 52

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Anatomi Appendiks Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu

memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.2

Dasar usus buntu cukup konstan dan terletak di dinding posteromedial dari sekum sekitar 2,5 cm di bawah katup ileocecal. Ini juga di mana taeniae yang menyatu. 4 Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin.(2) Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial

Appendisitis

Page 2

caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). 5 Appendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc.Burney.6,7 Garis Monroe Titik Mc Burney Titik Lanz Garis Munro : : : : Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra

1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe 1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS sinistra Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan SIAS dekstra dengan simfisis

Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik appendicitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum), pelvic (panggul, subcaecal (di bawah sekum), preileal (di depan usus halus), dan postileal (di belakang usus halus).

Appendisitis

Page 3

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendicitis bermula di sekitar umbilikus. 2 Appendiks divaskularisasi oleh arteri apendikularis yang merupakan cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Arteri appendiks termasuk end arteri. Bila terjadi penyumbatan pada arteri ini, maka appendiks mengalami ganggren. 2

Appendisitis

Page 4

Appendisitis

Page 5

Untuk venanya yaitu v. Appendikularis yang dialirkan ke v. Ileocolica, terus ke v. Messenterica superior.

Pembuluh limfe appendix vermiformis di alirkan menuju nodus lymphaticus pada mesoappendix dan selanjutnya dialirkan ke nodi lymphatici, terus ke nodi lymphatici mesenterici superiores.7 Lumen appendiks dilapisi oleh epitel toraks berjenis kolon. Folikel limfoid ada di dalam tela submukosa saat lahir dan secara bertahap meningkat jumlahnya menjadi 200 folikel saat pubertas. Setelah itu ada pengurangan progresif dalm jaringan limfoid sampai hilang dalam dasawarsa kelima atau keenam dari kehidupan. Ada dua lapisan otot di dalam dinding appendiks. Lapisan dalam (sirkularis) merupakan penerusan otot sekum yang sama. Lapisan luar (longitudinalis) dari penyatuan tiga taenia sekum. Sstratum sirkularis dan Appendisitis Page 6

longitudinalis tunika muskularis sering tak ada dalam sejumlah area, yang memungkinkan kesinambungan tela submukosa dan serosa, suatu fakta penting dalam apendiditis akuta.8 B. Fisiologi Appendiks Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Pada keadaan normal tekanan appendiks antara 15-25 cmH2O dan meningkat menjadi 30-50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal tekanan pada lumen sekum antara 3-4 cmH2O, seningga terjadi perbedaan tekanan berakibat cairan di dalam lumen terdorong masuk ke sekum. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).8 Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.2 C. Histologi Appendiks Secara histologi, appendiks mempunyai basis yang sama seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa muskularis. Bagian luar submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoappendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maaka appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa. Mukosa appendiks terdiri atas seel-sel dari gastrointestinal endokrin sistem. Sekresi dari mukosa ini adalah serotonin dan terkenal dengan nama sel argentaffin.5

Appendisitis

Page 7

D.

Definisi Appendisitis Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks

vermiformis,dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan dimasyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah s e k u m . Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi appendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan.2 E. Etiologi Appendisitis Appendisitis adalah peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ tersebut. Patogenesis utamanya diduga disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat).6 Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus. Di samping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor appendiks, dan cacing ascariasis dapat

Appendisitis

Page 8

pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis adalah erosi mukosa appendiks akibat parasait seperti E. Histolytica. Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya: 10 1. Faktor Obstruksi Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma, stress psikologis, dan herediter. 2. Faktor bakteri Penyebab lain yang diduga menimbulkan appendisitis adalah ulserasi mukosa appendiks oleh parasit E. Histolytica. Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari appendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding appendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding appendiks. Infeksi enterogen merupakan faktor primer pada appendisitis akut. Adanya fekolith dalam

Appendisitis

Page 9

lumen appendiks yang telah terinfeksi dapat memperburuk dan meperberat infeksi karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen appendiks 3. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun, sekarang terjadinya sebaliknya. Bangsa kulit putih justru merubah kebiasaan makannya ke pola makan tinggi serat. Negara berkembang yang dulu mempunyai kebiasaan makan tinggi serat, kini beralih ke pola makan rendah serat, sehingga memiliki resiko. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terehadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya appendisitis akut.2 F. Patofisiologi appendisitis Secara patogenesis faktor penting terjadinya appendisitis adalah adanya obstruksi lumen appendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi lumen appendiks merupakan faktor penyebab dominan pada appendisitis akut. Peradangan pada appendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam. Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan stasis bagian distal appendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminal meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi peningkatan jumlah kuman didalam lumen appendiks. Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem. Kondisi ini memudahkan invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan menyebabkan ulserasi mukosa appendiks maka terjadi keaaan yang disebut appendisitis fokal.5 Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada

Appendisitis

Page 10

Appendix normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samarsamar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium.10 Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke RLQ. Obstruksi yang terus menerus menyebabkan tekanan intraluminer semakin tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Keadaan ini akan menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemia, dan invasi bakteri semakin berat sehingga terjadi pnumpukan nanah pada dinding appendiks atau disebut dengan appendisitis akut supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut, dimana tekanan intraluminer semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini menyebabkan terjadi gangren. Gangren biasanya di tengah-tengah appendiks dan berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut appendisitis gangrenosa. Bila tekanan terus meningkat, maka akan terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa appendiks akan tercurah ke rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis local. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar appendiks disebut abses periapendikular. Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan serangan berulang di perut kanan bawah disebut dengan appendisitis rekurens. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.

Appendisitis

Page 11

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).

Appendisitis

Page 12

Appendisitis

Page 13

G.

Klasifikasi Appendisitis Klasifikasi appendisitis menurut klinikopatologis:5

1)

Appendisitis akut Appendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses, dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger, 2005). Klasifikasi appendisitis akut: a. Appendisitis akut simple : peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Appendisitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa. b. Appendisitis supuratif : Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti, nyeri tekan tekan, nyeri lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif c. Appendisitis akut Gangrenosa: didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Jika appendisitis akut berlangsung lebih dari 48 jam maka keadaan dapat

berubah menjadi sembuh, infiltrat, abses, perforasi, kronik. a) Appendisitis infiltrate Appendisitis infiltrate adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya b) Appendisitis abses Appendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah. c) Appendisitis perforasi

Appendisitis

Page 14

Appendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum d) Appendisitis kronik Appendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau terjadi secara menahun . Appendisitis kronik sangat jarang terjadi. Prevalensi hanya 1-5 %. Diagnosis appendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah yang biasa terjadi secara berulang. Pemeriksaan fisik hampir sama dengan appendisitis akut. Walaupun ada beberapa kriteria yg berbeda. Pada pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi terkadang menggambarkan hasil yang normal. Setelah dilakukan apendektomi, gejala akan menghilang pada 82-93% pasien. Patologi anatomi digunakkan untuk menegakkan appendisitis kronik karena diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan. Ciri Appendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding appendiks, sumbatan parsial atau total lumen appendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

Appendisitis

Page 15

H.

Manifestasi Klinis Appendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh

terjadinya peradangan mendadak pada umbai cacing yang memberikan tanda setempat, baik disertai maupun tidak didisertia dengan rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik appendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney.2

Disini, nyeri diatas lebih tajam dan lebih jelas letaknya yang merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perngsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. 2 Bila appendiks terletak retrosekal retroperitoneal. Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal karena appendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau

Appendisitis

Page 16

nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 2 Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat rangsangan appendiks terhadap dinding kandung kemih. Radang pada appendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat dan pengosongan rektum mendasi lebih cepat serta berulang. 2 Gejala appendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Beberpa jam kemudian, anak akan muntah sehingga menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, appendisitis sering baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% appendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi. 2 Pada beberapa keadaan, appendisitis agak sulit di diagnosis sehingga tiadak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut, gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama appendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trisemester pertama

sering juga terjadi maul dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih di regio lumbal kanan. 2
10

Appendisitis

Page 17

I.

Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi atau Bila terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 10C. Pada inspeksi perut, tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan pada perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikular. 2 Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniodorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada appendisitis sewaktu hamil trisemester II dan III akan bergeser ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trisemester I tidak berbeda dengan pada orang tidak hamil karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari uterus atau appendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari appendiks. 2 Peristaltis usus sering normal teapi juga dapat menghilang akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh appendisitis perforata.

Appendisitis

Page 18

Tanda kunci diagnosis appendisitis yaitu bila terdapat nyeri tekan kuadran kanan bawah atau pada titik Mc.Burney. Saat melakukan penekanan yang perlahan dan dalam pada titk Mc. Burney kemudian secara tiba tiba dilepaskan, akan dirasakan nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah, disebut dengan Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) (+).10

Rovsing sign (+) apabila dilakukan penekanan abdomen kiri bawah dan nyeri dirasakan pada abdomen kanan bawah. Hal ini terjadi karena tekanan marangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum sekitar appendiks yang meradang (somatic pain) 10. Blumberg (+) apabila dilakukan pelepasan penekanan abdomen kiri bawah dan nyeri dirasakan pada abdomen kanan bawah

Appendisitis

Page 19

Defans muscular (+) merupakan nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Pada pemeriksaan perkusi di bagian abdomen didapatkan nyeri ketok (+). Auskultasi memperlihatkan peristaltik yang normal, peristaltik (-) pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. 10 Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis

appendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik. Rectal toucher colok dubur, jika appendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak pada kanan pemeeriksaan.

Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan.

Appendisitis

Page 20

Dasar anatomi dari tes psoas. Appendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat manuver

dilakukan (pemeriksaan).

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.

Appendisitis

Page 21

Dasar obturator

Anatomi :

dari

tes

Peradangan

appendiks dipelvis yang kontak denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.

Baldwins test: Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai kanannya ditekuk.

Dunphys sign (nyeri ketika batuk) 10

Appendisitis

Page 22

J.

Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium Pemeriksaan darah digunakan untuk melihat tanda infeksi, seperti peningkatan sel darah putih. Pemeriksaan darah mungkin juga menunjukkan dehidrasi atau ketidakseimbangan air dan eletrolit. Urinalisis digunakan untuk menyingkirkan infeksi saluran kemih. Pemeriksaan kehamilan juga di perlukaan bila ada kecurigaan terhadap kehamilan. Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada Appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi Appendix dengan atau tanpa abscess. 10 CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan. Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP 8 mcg/mL, hitung leukosit 11000, dan persentase neutrofil 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%. 2. Radiologi Foto polos abdomen tidak menunjukkan bukti usus buntu.. Jikaair fluid level terlihat di perut bagian bawah, bagaimanapun, peritonitis lokal harus dicurigai. Ultrasonografi dan CT Scan nilai diagnostik, dan memberikan informasi yang berguna untuk menentukan perlu atau tidak adalah appendektomi diperlukan.3 a. Ultrasonography Karena ini adalah pemeriksaan minimal invasif sehingga mudah untuk dijalankan dan dapat diulang, pemeriksaan ini penting dalam mendiagnosis

Appendisitis

Page 23

appendisitis akut. Appendiks yang normal biasanya tidak tergambarkan dengan ultrasonografi. Ketika appendiks mengalami peradangan dan membesar, sehingga dapat divisualisasikan gambaran dari appendisitis

termasuk hipertrofi dari dinding appendik, gangguan struktur lapisan normal, kerusakan dinding, dan cairan purulen atau fecaliths dalam lumen appendiks. Dalam appendiks catarrhal, dinding appendiks

menunjukkan tiga lapisan, sementara struktur lapisan ini menjadi tidak jelas dalam appendiks phlegmonous. Tidak ada struktur lapisan digambarkan dalam appendisitis gangrenosa lebih lanjut. Periappendiceal, akumulasi cairan menunjukkan bentuk abses sekunder pada perforasi. Sebuah echo periappendiceal yang tinggi menunjukkan agregasi dari omentum dan

jaringan lain yang telah dipengaruhi oleh peradangan. Jika beberapa dari temuan ini dtemukani, operasi diindikasikan. 3
12

Appendisitis

Page 24

Computed tomography scan showing inflammatory mass inright iliac fossa secondary to acute appendicitis

Appendisitis

Page 25

K.

Apendikografi Pemeriksaan apendikografi tidak mempunyai peran diagnosis dalam kasus

appendisitis. Kontra indikasi dari pemeriksaan ini pada pasien dengan peritonitis dan curiga perforasi. Nonfilling appendiks merupakan tanda nonspesifik karena appendiks yang tidak terisi kontras dapat terjadi pada 10-20% pada orang normal. Keuntungan dari pemeriksaan ini dapat untuk menegakkan diagnosis penyakit lain yang menyerupai apendisistis. Kerugian pemeriksaan ini adalah tingginya hasil nondiagnostik, eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi, pemeriksaan ini tidak cocok untuk pasien gawat darurat. Pemeriksaan apendikografi sekarang jarang dilakukan dalam kasus appendisitis pada era sonografi dan CT scan.10 Temuan appendikografi pada appendisitis:

Appendisitis

Page 26

- Non filling appendiks - Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut. - Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

Gambaran pengisian penuh dengan kontras pada appendiks, appendiks normal. Dari pemeriksaan menggunakan barium, kriteria diagnosis appendisitis : (1) non filling appendiks dengan desakan local sekum; (2) pengisian dari appendiks dengan penekanan local pada sekum ; (3) nonfilling appendiks dengan adanya massa pelvis (kabur pada kuadran bawah kanan dengan perubahan letak usus halus akibat desakan); (4) pola mukosa appendiks irregular dengan terhentinya pengisian.

Appendisitis

Page 27

Gambaran foto oblique superior kanan abdomen dengan barium enema single kontras. Tampak Sekum (C) dan appendix yang mengalami osifikasi dan kontur yang ireguler (tanda panah).

Appendisitis

Page 28

L.

Diagnosis13

11

Appendisitis

Page 29

M.

Diagnosis banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, seperti:2 Gastroenteritis Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering

Appendisitis

Page 30

ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis akut. Demam Dengue Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan hematokrit meningkat. Kelainan ovulasi Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Infeksi panggul Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan appendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus. Kehamilan di luar kandungan Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Kista ovarium terpuntir Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Endometriosis ovarium eksterna Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar. Urolitiasis pielum/ ureter kanan Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Penyakit saluran cerna lainnya

Appendisitis

Page 31

Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel appendiks. Sjamsuhidajat, De Jong, 2004) N. Penatalaksanaan10

Appendisitis

Page 32

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/appendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya. Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini

adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase. Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anakanak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung selama 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan Appendectomy elektif setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah

kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini

Appendisitis

Page 33

dikarenakan untuk mencegah komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar (extensive). Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat : 1. Total bed rest 2. Diet lunak bubur saring 3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. 4. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. 5. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. 6. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus

dipertimbangkan appendiktomy. 7. Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase. Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.

Appendisitis

Page 34

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :


LED Jumlah leukosit Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila : 1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen 2. Pemeriksaan fisik :
o

Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)

o o

Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.

Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat : 1. Bila LED telah menurun kurang dari 40 2. Tidak didapatkan leukositosis 3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi. Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
o o o

Apakah penderita sudah bed rest total Pemakaian antibiotik penderita Kemungkinan adanya sebab lain.

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap dilakukan. Pembedahannya adalah dengan appendiktomi, yang dapat dicapai melalui insisi Mc Burney. Tindakan pembedahan pada kasus apendisitis akut dengan penyulit peritonitis adalah apendektomi yang dicapai melalui laparotomi.

Appendisitis

Page 35

Persiapan praoperasi Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia. 2. Puasakan pasien antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan dan jangan berikan apapun per oral 3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah. 4. Pemberian antibiotika i.v. untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob pada pasien yang menjalani laparotomi. 5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif. Catt: Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi;

antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Appendisitis

Page 36

Teknik operasi Appendectomy 1) Open Appendectomy a. Definisi Open Appendectomy Bedah terbuka merupakan jenis pembedahan tradisional dimana insisi panjang dibuat untuk ahli bedah untuk memasukkan instrumen, visualisasi bedah melalui insisi. Dengan sebuah pendekatan terbuka, insisi untuk appendektomi yang khas kira-kira panjangnya 4 inci. b. Indications Ketika pasien lebih menyukai prosedur terbuka (cheaper) Ketika ahli bedah lebih menyukai prosedur terbuka (kurangnya keahlian bedah dan membutuhkan peralatan untuk prosedur laparoskopi). Prosedur laparoskopi merupakan kontraindikasi (gangguan paruparu berat, hipotensi pada posisis tredelenburg, dan penyakit adhesive berat dari pembedahan abdomen sebelumnya

. c. 1) Tindakan Preoperative preparations: Anestesi umum, posisi supine, antibiotik profilaksis, tirai dan exposure

2) Appendisitis

Skin incision: Page 37

Classical 'gridiron' incision: Sayatan melalui titik Mc Burneys perpendicular pada garis imaginer yang menghubungkan umbilicus dan SIAS

Cosmetic Laz incision: Secara horizontal di atas titik Mc Burney

Appendisitis

Page 38

3)

Insisi dinding Abdomen : Cutis Sub cutis Fascia Scarfa Fascia Camfer Aponeurosis MOE MOI M. Transversus Fascia transversalis Pre Peritoneum Peritoneum

4)

Temukan dan angkat appendiks a) Temukan cecum untuk menemukan appendiks b) Jika cecum tidak ditemukan, ikuti jejak appendiks mengikuti pusat tenia c) Raba dengan jari telunjuk pada appendiks. Jika mobile dorong keluar dari dalam Jika melekat dibedah keluar Jika benar retrocecal pembagian peritoneum lateral kemudian dilanjutkan dengan diseksi appendiks

Appendisitis

Page 39

Prosedur operasi 1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia cicatricalis.

sayatan M.rectus abd. 2 lapis

M.rectus abd. ditarik ke medial

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

Appendisitis

Page 40

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke medial bawah.

Keterangan gambar: Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis externus. 2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar: Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah dengan seratnya ke arah lateral. 3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Appendisitis

Page 41

Keterangan gambar: Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhatihati agar tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan saraf. 4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar: Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat. Appendisitis Page 42

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan sekitarnya). Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara: Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar: Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).

Appendisitis

Page 43

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara: a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z. b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi dan adhesi. c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

Appendisitis

Page 44

9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde). 10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1) Pada apendiktomi laparoskopi, 3 bukaan kecil untuk memasukkan kamera miniature dan peralatan bedah yang dibuat melintang di bagian bawah perut untuk mengangkat usus buntu. Ini dibandingkan dengan 4 hingga 6 cm sayatan yang dibutuhkan untuk apendiktomi terbuka. Tehnik operasi laparoskopi appendektomi17 1. Penderita dalam posisi supine dan dalam narkose 2. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada dada bagian bawah dan seluruh abdomen. 3. Dilakukan insisi dibawah umbilikalis sepanjang 10 12 mm. Dengan jarum veress dimasukkan CO2 sampai tekanan 10 12 cmHg. Trokar I (10-12 mm) dimasukkan secara buta = Port Kamera. 4. Trokar kedua 5 mm dimasukkan di kwadaran kiri bawah disebelah lateral m-rectus abdominis port tindakan tangan kanan

Appendisitis

Page 45

5. Trokar ketiga dimasukkan pada linea mediana didaerah suprapubis dengan menghindari kandung kemih 5 mm port tindkaan tangan kiri. 6. Posisi penderita diubah menjadi Trendelenberg dan sedikit miring kekiri 7. Dengan forcep messoappendiks dipegang 8. Dengan alat diseksi, messoapendik dibebaskan dari appendiks dengan kauter dan klip 9. Dilakukan pemasangan dua buah lasso (endoloop) pada basis apendik, kemudian apendik dipotong di antara kedua lasso dengan alat diseksi. 10. Appendix dipegang dengan grasper pada bagian pangkal dan dikeluarkan melalui port umbilikus 11. Daerah apendik dicuci dan diperiksa keadaan caecum dan ileum 12. Port 5 mm dicabut dengan dilihat langsung melalui videoscope untuk meyakinkan tidak terjadi perdarahan dari pembuluh darah dinding abdomen 13. Port umbilikus dicabut dan fascia dijahit kembali.

Appendisitis

Page 46

Appendisitis

Page 47

O.

Perbandingan appendektomi laparoskopi dengan aappendektomi terbuka Pengangkatan usus buntu ini dilakukan untuk usus buntu akut. Apendiktomi

laparoskopi merupakan alternatif yang baik untuk pasien dengan usus buntu akut, khususnya wanita muda pada usia subur, karena prosedur laparoskopi memiliki keunggulan diagnosa untuk diagnosa yang belum pasti. Keunggulan lainnya termasuk hasil kosmetik lebih baik, nyeri berkurang dan pemulihan lebih cepat. Pada apendiktomi laparoskopi, 3 bukaan kecil untuk memasukkan kamera miniature dan peralatan bedah dibuat melintang bagian bawah perut untuk mengangkat usus buntu. Ini dibandingkan dengan 4 hingga 6 cm sayatan yang dibutuhkan untuk apendiktomi terbuka.14 Sejak diadopsinya appendectomy laparoskopi (LA) untuk appendisitis, ada kontroversi berkelanjutan atas manfaat atas appendectomy terbuka (OA) . Pada pasien anak-anak, pendekatan laparoskopi masih tidak dipertimbangkan sebagai

Appendisitis

Page 48

standar perawatan karena pemulihan telah dibandingkan dengan OA. Lebih jauh lagi, ada peningkatan biaya yang terkait dengan LA.14

Peran laparoskopi dalam pengelolaan appendisitis perforasi terus menjadi kontroversial. Beberapa studi telah menunjukkan peningkatan risiko abses intraabdominal dan luka infeksi untuk appendisitis perforasi ditangani dengan LA.15 1. Appendectomy in paediatric patients. Meskipun appendektomi laparoskopi sedang popular, appendektomi terbuka masih dipakai oleh dokter bedah untuk merawat anak-anak. Alasan untuk hal ini mencakup peningkatan level ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan prosedur laparoskopi anak, kekhawatiran peningkatan waktu dan biaya operasi, dan ketakutan bahwa pendekatan laparoskopi pada appendisitis bagaimanapun juga berkaitan dengan tingginya tingkat komplikasi.16 Ada sekelompok ahli bedah yang menganjurkan laparoskopi

appendectomy dalam semua kasus

radang usus buntu pada pasien anak.

Dalam suatu percobaan prospektif non-acak 500 appendektomi yang diteliti, 362 anak menjalani prosedur terbuka dan 138 menjalani appendectomy

laparoskopi. Tidak ada kematian pada kedua kelompok. Komplikasi utama adalah 3% pada kelompok terbuka tetapi tidak ada komplikasi utama yang terlihat pada kelompok laparoskopi. Komplikasi kecil adalah 20% pada bedah terbuka dan 13% pada appendectomy laparoskopi. 16 Paya et al menerbitkan sebuah studi prospektif dari 75 anak-anak dengan appendisitis perforasi. Sepuluh menjalani appendectomy laparoskopi dan sisanya menjalani operasi terbuka. Tidak ada abses pasca operasi pada kelompok laparoskopi, tetapi 2 (3,1%) dari 65 pasien yang menjalani operasi appendektomi terbuka berkembang menjadi abses intra-abdominal pasca operasi. Dalam serangkaian prospektif anak usia 4-12 tahun, melaporkan dari Kairo, 48 menjalani appendectomy terbuka dan 34 operasi dengan laparoskopi, selama 6 bulan. Komplikasi luka lebih sedikit, penampilan kosmetik yang lebih baik, dan waktu untuk kembali ke kegiatan normal lebih cepat (7 -12 hari) pada kelompok laparoskopi. 16 Appendisitis Page 49

2.

Appendectomy in Pregnancy: Apakah appendektomi laparoskopi aman dalam kehamilan? Telah terjadi peningkatan minat dalam menggunakan prosedur laparoskopi selama kehamilan. Sebuah studi prospektif dilakukan untuk mengevaluasi keamanan dan hasil kehamilan, baik prosedur terbuka dan laparoskopi. 11 wanita hamil menjalani operasi appendektomi laparoskopi dan 11 menjalani appendektomi terbuka. Usia kehamilan mereka berkisar antara 7 sampai 34 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa appendectomy laparoskopi aman di semua trimester kehamilan. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada jangka waktu operasi (60 : 46 menit). Tidak ada kematian janin atau hasil yang merugikan lainnya dari kehamilan setelah operasi appendektomi laparoskopi. Perkembangan bayi normal pada kedua kelompok pasien. Sementara laporan ini menunjukkan bahwa laparoskopi dapat dengan aman dilakukan selama kehamilan, beberapa ahli bedah yang menyarankan bila memungkinkan, intervensi operasi harus ditunda sampai trimester kedua ketika risiko janin terendah. 16

3.

Appendectomy of obese patients Pada pasien obesitas, appendectomy laparoskopi telah menunjukkan keuntungan lebih dari prosedur terbuka, dalam hal pemulihan pasca operasi yang lebih cepat. Sekelompok 106 pasien dengan indeks massa tubuh (BMI)> 26,4, mewakili kuantil atas 500 pasien secara prospektif diacak, dilibatkan dalam penelitian ini. Mereka diacak untuk menjalani baik laparoskopi appendectomy atau terbuka. 16

4.

Post operative pain Hal ini membuktikan bahwa prosedur laparoskopi menyebabkan sedikit nyeri pascaoperasi dari pada teknik konvensional. Pada studi ini tidak ada ulasan literatur ditemukan yang mengatakan nyeri setelah prosedur laparoskopi. Penggunaan narkotik pasca-opersi lebih sedikit setelah

laparoskopi appendektomi. Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Ortega et al skor nyeri dicatat pada 135 pasien yang dibutakan terhadap prosedur operasi dengan pakaian khusus dan skor nyeri adalah sangat sedikit pada Appendisitis Page 50

kelompok laparoskopi dibandingkan appendektomi terbuka. intensitas rendah. Bagaimanapun, setelah 48 jam mereka memiliki sensasi yang lebih baik dan menunjukkan asupan makanan pascaoperasi yang lebih awal, ambulasi dan kemabli bekerja juga olahraga. Ini mungkin timbul ekspektasi bahwa prosedur laparoskopi tidak menyakitkan. 16 5. Post-operative recovery after appendectomy Hal ini telah menunjukkan bahwa pasien yang menjalani keberhasilan laparoskopi appendektomi mengalami perbaikkan pasca-operasi yang lebih baik. Dikuranginya luka pada dinding abdomen meruapkan sebuah faktor yang sangat signifikan dalam rasa ketidaknyamanan pasca pembedahan. Mobilitas yang lebih baik dari otot abdomen dan ambulasi lebih awal, mengurangi resiko komplikasi pascaoperasi berupa peneumonia dan emboli. Pada suatu studi sudah dilakukan perbandingan hasil dari laparoskopi dan appendektomi terbuka pada pasien dengan diduga appendisitis akut oleh Hellberg A et al. Pesien dengan appendektomi laparoskopi membaik lebih cepat dari pada yang terbuka. 16 6. Laparoscopic appendectomy and wound infection Risiko infeksi luka lebih kecil pada appendectomy laparoskopi dibandingkan dengan prosedur yang terbuka. Sebuah meta-analisis dari percobaan terkontrol acak telah dilaporkan dengan hasil dari 2.877 pasien yang dilibatkan dalam 28 percobaan. Secara keseluruhan tingkat komplikasi adalah sebanding, namun infeksi luka yang pasti berkurang setelah laparoskopi (2,3% menjadi 6,1%). Rohr et al melaporkan tingkat infeksi luka yang lebih tinggi setelah appendectomy laparoskopi, tetapi sebagian besar literatur mendukung pandangan bahwa infeksi luka yang lebih jarang terjadi setelah prosedur laparoskopi. Ini harus diperingatkan bahwa definisi infeksi luka bervariasi antar penelitian. 16

Appendisitis

Page 51

7.

Laparoscopic appendectomy and intra abdominal abscess: Beberapa studi telah menunjukkan secara signifikan peningkatan kejadian abses intraabdominal pascaoperasi dengan appendisitis perforasi setelah laparoskopi. Beberapa laporan menunjukkan bahwa tidak ada peningkatan kejadian abses intra-abdominal setelah appendektomy laparoskopi. Barkhausen S et al melakukan suatu percobaan, dimana 930 pasien dianalisis secara retrospektif. Konvensional appendektomi dilakukan pada 330 pasien, laparoskopi pada 554 lainnya. Analisis menunjukkan bahwa kejadian abses intrabdomen sama pada keduannya. 16

8.

Laparoscopic appendectomy in complicated appendicitis Berhubungan dengan resiko bentuk abses intra-abdomen ada kontroversi yang kuat dikalangan ahli bedah berkenaan dengan penggunaan prosedur laparoskopi pada appendisitis komplikata (gangren atau perforasi) Sebuah studi prospektif acak oleh Bonnani et al menemukan bahwa di antara pasien dewasa, 2 dari 66 (3,03%) pasien yang menjalani appendectomy terbuka dengan komplikasi (gangrenous or perforated) appendisitis

berkembang abses panggul pasca-operasi.3 dari 11 pasien (27%) berkembang abses panggul pasaca-operasi setelah laparoskopi appendektomi dengan appendisitis komplikasi, dan 1 pasien berkembang menjadi abses hepar pascaoperasi. Sebaliknya, ada sekelompok ahli bedah laparoskopi, yang sekarang mendapatkan kepercayaan dalam menangani kasus-kasus rumit usus buntu. Johnson, setelah percobaan retrospektif dari 112 pasien, menganjurkan bahwa sebagian besar kasus appendisitis akut dengan diduga perforasi dapat di lakukan secara laparoskopi. Ada kelompok ahli bedah yang percaya bahwa laparoskopi appendektomi aman pada semua bentuk appendisitis, bahkan pada appendisitis perforasi. Beberapa percaya bahwa bahkan jika pasien tampil dengan peritonitis awal atau bahkan jika ada tantangan pembentukan abses baru, laparoskopi appendektomi tidak hanya bisa dibenarkan tetapi juga

Appendisitis

Page 52

direkomendasikan sebagai prosedur pilihan. Pada peritonitis generalis laparoskopi tidak disarankan. 16 9. Operating time and laparoscopic appendectomy Di hampir semua literatur lama operasi appendectomy laparoskopi ditemukan lebih dari appendectomy terbuka. Perbedaan waktu operasi ratarata berkisar 8,3-29 menit. Waktu operasi appendectomy laparoskopi juga tergantung pada pengalaman ahli bedah dan kompetensi tim mereka. Sebuah studi melaporkan tingkat adhesi 80% setelah bedah terbuka di banding dengan 10% setelah laparaskopi appedektomi, ketika pasien dilaparoskop 3 bulan seteleah surgery. Hal ini telah terbukti bahwa jaringan luka insisi meningkatkan respon inflamasi total, sehingga menghambat fibrinolisis dan promosi migrasi fibroblast dan pembentukkan kolagen16 10. Cost effectiveness of laparoscopic appendectomy: Perdebatan masih tetap ada mengenai perbandingan biaya antara laparaskopi dan open appendektomy. Sebagian besar ahli bedah memiliki pendapat bahwa laparoskopi appendektomi mengeluarkan biaya yang efektif. Ini mungkin menjadi lebih mahal jika di rumah sakit, tetapi prosedur tersebut menawarkan dignostik yang akurat, dan diantara pasien pekerja, menawarkan penghematan biaya kepada masyarakat sebagai sebuah hasil mereka dapat kembali bekerja lebih cepat. 16 P. Prognosis Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat

Appendisitis

Page 53

Anda mungkin juga menyukai