Anda di halaman 1dari 12

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang Penyakit merupakan suatu hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Selama kita hidup tentunya pernah mengalami terserang oleh suatu penyakit, apakah itu penyakit yang ringan atau yang berat. Salah satu penyakit yang sering atau kebanyakan orang banyak mengalaminya adalah demam. Demam ini juga banyak jenis-jenisnya, seperti demammalaria, demam tifoid, demam berdarah dengue (DBD) dan masih banyak jenis yang lainnya lagi. Dalam makalah ini, akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan demam, baik itu penyebabnya, jenis nyamuknya, proses penularannya hingga mengetahui jenis demam apa yang dialami oleh pasien (pada skenario) dari gejala-gejala klinik yang didapatkan.

BAB II ISI Anamnesis Seperti yang kita ketahui bahwa ananmnesis mempunyai peranan yang cukup besar dalam menetapkan diagnosa. Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien / keluarganya / orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan memperhatikan petunjuk- petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.1 Misalnya sesuai dengan skenario kita, maka kita menanyakan kepada pasien apa keluhannya, sejak kapan, bagaimana pola demamnya,apakah ada penyakit penyerta, dan asal penderita serta riwayat bepergian apakah ada pergi ke daerah endemik. Pada skenario, kita dapatkan bahwa pasien mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu. Pola demam pada pasien, demamnya sempat menghilang lalu kemudian naik lagi dan gejala penyertanya menggigil, berkeringat,sakit kepala, dan mual-mual. Asal pasien dari Jakarta tapi pindah ke Papua sudah 1 bulan.

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik, ditemukan hal-hal sebagai berikut. Tanda-tanda vital didapatkan suhu pasien 39oC, pernapasan 18 kali/menit, denyut nadi 98 kali/menit dan tekanan darah 120/80 mmHg (pada skenario). Pada pemeriksaan fisik abdomen, yaitu pembesaran limpa (splenomegali) yang sering dijumpai pada penderita malaria dimana limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria, penelitian pada binatang percobaan limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi.1,2

Diagnosis Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, pasien di diagnosa menderita penyakit malaria. Tetapi, ada juga diagnosa banding atau penyakit lain yang mempunyai gejala hampir sama, seperti demam tifoid, demam berdarah dengue(DBD), juga leptospirosis. Oleh karena itu, untuk menegakkan diagnosa dan mengesampingkan diagnosa penyakit lain, dilakukan pemeriksaan penunjang.2,3

Pemeriksaan Penunjang Berikut adalah pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis penyakit malaria:

1. Pemeriksaan Tetes Darah untuk Malaria Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif, tidak mengesampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan 3 kali darah tepi dengan hasil negatif maka diagnosa malaria dapa tdikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit. 3,4

Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui: Tetesan preparat darah tebal.

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususny auntuk studi di

lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk menudahkan indetifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan pembesarankuat).Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200

lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.

Tetesan darah tepi.

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium karena bila dilakukan dengan preparat darah tebal, sulit ditentukan.Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit count),dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000 per mikro liter darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi jugadapat timbuk dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatab dilakukan dengan cat Giemsa, Leishmans, Fields, atau Romanowsk.Tetapi, yang biasa digunakan adalah pengecatan Giemsa karena mudahdipakai dengan hasil yang cukup baik.

2. Tes Antigen :P-F test Yaitu mendeteksi antigen dari Plasmodium falciparum. Deteksi ini sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus , sensivitasnya baik , tidak memerlukan alat khusus. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test). Tes ini tersedia dalam berbagai nama tergantung pabrik pembuatannya 3. Tes serologi Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic, karena antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes > 1:20 dinyatakan positif.2

Gejala Klinik Berikut ini akan dijelaskan beberapa gejala klinik dari WD dan DD yang sudah dibahas, yaitu : a. Malaria Dikenal ada 4 jenis plasmodium (P) pada malaria, yaitu P. Vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana, P.Falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika, P. Malariae, cukup jarang namun dapat menimbulkan sindroma nefrotik dan menyebabkan malaria quartana, dan P. Ovale dijumpai pada daerah Afrika dan dan Pasifik Barat, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan, menyababkan malaria ovale. Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria, secara berurutan terbagi menjadi periode-periode berikut ini: a. Periode dingin (15-60 menit) Mulai menggigil, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya temperat b. Periode panas Pada periode ini penderita mukanya merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi dalam beberapa jam, lalu diikuti dengan keadaan berkeringat. c. Periode berkeringat Penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi pada infeksi P. Vivax, dan P.Falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. b. Demam berdarah Dangue (DBD) Pada pasien ini hamper tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan nadi pada pasien mula-mula cepat kemudian menjadi normal kembali dan melambat pad ahari ke 4 5. Dapat ditemukan susah buang air besar dan lidah kotor. Pad amata dapat ditemukan pembengkakan, injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia.

c. Demam tifoid Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis timbul sangat bervariasi, dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik

hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama, gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demem, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, ostipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistakis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas, bradikardia relatif (adalah peningkatan suhu 1oC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung lidah berwarna merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, dan roseolae (jarang ditemukan di Indonesia). d. Leptospirosis Gambaran klinis leptospirosis dibagi atas 3 fase yaitu : fase leptospiremia, fase imun dan fase penyembuhan. a. Fase Leptospiremia Demam mendadak tinggi sampai menggigil disertai sakit kepala, nyeri otot, hiperaestesia pada kulit, mual muntah, diare, bradikardi relatif, ikterus, injeksi silier mata. Fase ini berlangsung 4-9 hari dan berakhir dengan menghilangnya gejala klinis untuk sementara. b. Fase Imun Dengan terbentuknya IgM dalam sirkulasi darah, sehingga gambaran klinis bervariasi dari demam tidak terlalu tinggi, gangguan fungsi ginjal dan hati, serta gangguan hemostatis dengan manifestasi perdarahan spontan. c. Fase Penyembuhan Fase ini terjadi pada minggu ke 2 - 4 dengan patogenesis yang belum jelas. Gejala klinis pada penelitian ditemukan berupa demam dengan atau tanpa muntah, nyeri otot, ikterik, sakit kepala, batuk, hepatomegali, perdarahan dan menggigil serta splenomegali.4,6,7 Jadi, dari keempat gejala klinik di atas, yang sesuai dengan kondisi pasien pada skenario adalah malaria. Untuk itu akan dibahas mengenai penyakit malaria, sebagai berikut:

Definisi Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia, dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami kompliksi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.

Etiologi Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan burung, reftil, dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari famili plasmodidae. Plasmodium ini pada mnusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang menginfeksi binatang 82 pada jenis burung dan reftil, dan 22 pada binatang primata.Parasit malaria yang terdapat di Indonesia, yang sering dijumpai adalah plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana (benign malaria) dan plasmodium falciparum yang menyebabkan malaria tropika (malignan malaria). P.Malariae pernah juga dijumpai tetapi sangat jarang. Sedangkan P. Ovale pernahdilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya).2,5

Epideomiologi Malaria dapat ditemukan di berbagai macam tempat di dunia, keadaan malaria di dunia saat ini, diperkirakan terdapat 300 500 juta kasus malaria klinis/ tahun dengan 1,5 juta 2,7 juta kematian. Sebanyak 90% kematian terjadi pada anak anak dengan rasio 1 dari 4 anak balita di Afrika meninggal karena malaria.
Beberapa negara yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di eropa (kecuali Russia), Israel,Singapura, Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea, Brunei, dan Australia. Negara tersebut terhindar darimalaria karena vektor kontrolnya yang baik, walaupun demikian banyak dijumpai kasus malaria yang di import karena pendatang dari negara malaria ataupun penduduknya mengunjungi daerah-daerah malaria. Plasmodium falciparum dan Plasmodium Malariae umumnya di jumpai pada semua negara; Afrika, Haiti dan Papua Nugini dengan umunya Plasmodium falciparum. Plasmodium vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Plasmodium ovale biasanya hanya di Afrika.

Di Indonesia kawasan Timur mulai dati Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara,Maluku, Irian Jaya dan dari Lombok sampai Nusa tenggara Timur serta Timor

Timur merupakan daerah endemis malaria dengan Plasodium falciparum dan Plasmodium vivax. Beberapa daerah diSumatra mulai dari Lampung, Riau, Jambi dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.4,6,7

Patofisiologi (daur hidup parasit malaria) Infeksi parasit malaria mulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoitnya ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual.Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk P. Falciparum dan 15 hari untuk P. Malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang apabila pecah aan banyak mengeluarkan merozoit ke sirkulasi darah. Pada P. Vivax d an P.Ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun dan bentuk ini yang akan menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.Setelah berada dalam sirkulasi darah, merozoit akan menyerang eritrosit danmasuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P. Vivax reseptor ini berhubungan dengan faktor antigen duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah duffy negatif tidak terinfeksi penyakit malaria vivax. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parasit berubah menjadi bentuk rings. Pada P. Falciparum menjadi bentuk stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secar amikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah menjadi lonjong. Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluaran 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P. Falciparum, P. Vivax, P. Ovale adalah48 jam dan pada P. Malariae adalah 72 jam.Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina.Bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit, akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk ookista yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap untuk menginfeksi manusia.5

Penatalaksanaan Pengobatan penderita malaria dapat dengan memakai ACT (Artemisinin base Combination Therapy), dengan obat-obat non-ACT atau dengan penggunaan obat kombinasi Non-ACT. Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT. Golongan artemisinin telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja dalam membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit juga efektif terhadap spesies (plasmodium-plasmodium pada malaria). Laporan kegagalan terhadap ART belum ada pada sat ini. Obat ini dapatdiberi dengan cara oral, parenteral/injeksi dan suppositoria. Catatan: Untuk pemakaian obat golongan artemisinin, harus disertai bukti dengan pemeriksaan parasit yang positif, setidak-tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis/tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik, tetap menggunakan obatnon-ACT. Obat non-ACT walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non-ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif terhadap klorokuin maupun sulfadoksin pirimetamin (kegagalan masih kurang 25%).Di beberapa daerah pengobatan menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. Jenis-jenis obat non-ACT adalah klorokuin difosfat/sulfat,sulfadoksin-pirimetamin (SP), kina sulfat, dan primakuin. Penggunaan obat kombinasi non-ACT apabila pola resistensi masih rendah dan belum tejadi multi resistensi dan belum tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar yangdikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut:4,7,8

Kombinasi klorokuin + sulfadoksin pirimetamin. Kombinasi SP + kina. Kombinasi klotokuin + doksisiklin/tetrasiklin. Kombinasi kina + doksisiklin/tetrasiklin. Kombinasi kina + klindasimin.

Komplikasi Pada penderita malaria, jika tidak mendapat penanganan atau dibiarkan begitu saja,resiko membahayakan dapat terjadi dengan komplikasi-komplikasi yang beragam.Komplikasi yang timbul dari penderita malaria jika tidak ditangani adalah pasien dapat mengalami penyakit yang disebut dengan malaria berat. Komplikasi malaria berat ini umumnya disebabkan karena P. Falciparum dan sering disebut pernicious manifestations.

Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria beratyang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. Falciparum dengan satu atau lebihkomplikasi sebagai berikut:2

Malaria serebral (coma), yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30menit setelah serangan kejang. Derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale). Gangguan kesadaran ri ngan(GCS < 15). Acidemia/acidosis: pH darah < 7,25 atau plasma bicarbonate < 15 mmol/L, kadar laktat vena < atau > 5 mmol/L, klinis pernapasan dalam/respiratory distress. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15%) pada keadaan parasit < 10.000 per mikro-liter-darah. Gagal ginjal akut (urin < 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/Kg BB padaanak-anak) sete;lah dilakukan rehidrasi, disertai kretainin > 3mg/dl. Hipoglikemi, merupakan keadaan dimana gula darah < 40 mg/dl Pencegahan dan Vaksin Malaria Tindakan pencegahan`infeksi malaria sangat penting untuk setiap individu, apalagiindividu yang imunitasnya rendah. Oleh karena itu, masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan untuk menghindari diri dari gigitan nyamuk, yaitudengan cara:9

1. Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida; pemethrin atau deltamethrin. 2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (gosok, spray, asap, atau elektrik. 3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyakum dapat menggigit atau memakai bajulengan panjang, kaus/stocking. 4. Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.

Dengan cara promotif juga dapat dilakukan pencegahan, yaitu dengan melakukan penyuluhangerakan 3M. Gerakan 3M adalah sebagi berikut:

Menguras bak mandi. Menguras bak mandi harus dilakukan sesering mungkin.Tujuannya adalah supaya nyamuk tidak bertelur di bak mandi.

Menutup tampungan air. Tujuannya agar nyamuk tidak dapat masuk.

Menimbun barang-barang bekas, seperti kaleng, botol bekas dan plastik.Tujuannya agar tidak menjadi tempat bersarangnya nyamuk.

Selain itu, pencegahan juga dapat dilakukan dengan fogging, jumantik, dan abatisasi. Berikut penjelasannya:

a) Fogging, yaitu upaya yang dilakukan dengan pengasapan. Pengasapan ini dilakukandi lokasi-lokasi yang tinggi jumlah peningkatan kasus DBD-nya agar penyebaran penyakit dapat segera dikendalikan lewat pemberantasan vektor nyamuk Aedesaegypti dewasa bersama-sama masyarakat dan sektor swasta. Fogging dilakukan didaerah fokus-fokus penularan. b) Jumantik adalah singkatan dari Juru Pemantau Jumantik, bertugas untuk melaksanaknPemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). PSN ini diintensifkan lewat kegiatanPemantauan Jentik Berkala (PJB) dengan merekrut Juru Pemantau Jentik (Jumentik). c) Abatisasi adalah menggunakan sejenis insektisida dengan merek dagang Abate.Kegunaannya untuk mencegah larva berkembang menjadi nyamuk dewasa. Sementara itu, vaksin terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal yang menyulitkan adalah banyaknya antigen yang terdapat dalam plasmodium selain pada masingmasing bentuk atdium pada daur plasmodium. Oleh karena yang berbahaya adalah P.Falciparum, sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin untuk proteksi terhadap p.Falciparum. Pada dasarnya, ada 3 jenis vaksin yang dikembangkan, yaitu sebagai berikut:

a) Vaksin sporozoit (bentuk intra hepatik).

b) Vaksin terhadap bentuk aseksual.

c) Vaksin transmission blocking (untuk melawan bentuk gametosit).

Prognosis

Telah kita ketahui sebelumnya, bahwa dikenal ada 4 jenis plasmodium pada malraia.Keempat jenis plasmodium ini memiliki masing-masing prognosis. Sebagai berikut:2,5

P. Vivax (baik, tidak menyebabkan kematian). - P. Malariae (tanpa pengobatan dapat menimbulkan relaps 30-50 tahun). - P. Ovale (baik). - P. Falciparum (banyak komplikasi, menyebabkan malaria berat, juga kematian) Kesimpulan

Pasien laki-laki 30 tahun yang mengalami demam sejak dua hari lalu. Demam sempat hilang, lalu muncul lagi, disertai dengan menggigil, berkeringat, sakit kepala, dan mual. Setelah berobat dan diberikan obat panas, demam tidak turun. Pasien baru pindah satu bulan ini ke Papua. Dari pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh 390C, pernafasan 18x/menit, detak jantung 98x/menit, dan tekanan darah 120/80 mmHg. Pasien ini didiagnosis menderita malaria.

Daftar Pustaka 1. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis danPemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga; 2007. h. 1-17.

2. Sudoyono A W, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna publishing; 2009.h. 2813-33. 3. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, editor. Malaria dari molekuler ke klinis. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2009. Hal.17-88. 4. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN, editor. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC; 2000. Hal. 1-15. 5. Muslim HM. Parasitologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC; 2009. Hal. 53. 6. Nugroho A & Tumewu WM. Siklus Hidup Plasmodium Malaria. Dalam: Harijanto PN, editor. Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC; 2000. Hal: 38-52. 7. Harijanto PN. Gejala Klinik Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC, 2000; Hal: 151-55. 8. Zunilda DS, Syarif A. Obat malaria. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.h.556-70 9. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan dan pemberantasan. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 34-6, 59-63, 111-6, 124-5.

Anda mungkin juga menyukai