Anda di halaman 1dari 6

KNOWLEDGE MANAGEMENT SYSTEM

Pendahuluan
Knowledge merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial manusia abad 20.
Peran knowledge yang dimiliki secara keseluruhan dapat meningkatkan daya saing
dan efisiensi kerja dari organisasi yang bersangkutan. Dalam sirkuit komunikasi dan
informasi yang begitu sibuk penting untuk disadari bahwa aliran knowledge
kedalam dan keluar organisasi berlangsung sangat cepat. Dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan telekomunikasi, revolusi penyebaran dan pemanfaatan
knowledge bukan merupakan hal yang asing. Banyak organisasi-organisasi baik
perusahaan maupun lembaga pemerintahan dewasa ini mengadopsi dan
mengimplementasikan knowledge management system sebagai sarana dalam
menunjang proses-proses yang terkait dengan pemberdayaan knowledge yang
mereka miliki.

Namun, untuk mewujudkan budaya berbagi knowledge dalam suatu organisasi


bukanlah hal mudah. Selain faktor internal, berupa sifat dasar dari knowledge itu
sendiri, hal lain yang biasanya menjadi kendala adalah kesiapan individu-individu
dalam organisasi dalam mengadaptasi perubahan menuju kearah learning
organization.

A. Klasifikasi Knowledge
Pemanfaatan knowledge dan knowledge management system yang optimal
sangat bergantung pada klasifikasi dari knowledge itu sendiri. Hal ini penting
karena knowledge yang didapat akan digunakan oleh sebuah organisasi yang
terdiri dari beragam individu yang mempunyai keunikannya masing-masing.
Burrel dan Morgan dalam buku “Social Paradigms And Organizational Analysis.
Elements Of The Sociology Of Corporate Life”, .mengusulkan empat
paradigma tentang cara melihat suatu knowledge. Keempat paradigma

tersebut ialah: radical humanist, radical structuralist, interpretive dan


functionalist . Keempat paradigma tersebut lahir dari tarik-ulur antara sudut
pandang para filsuf kontemporer yang melihat knowledge dari sisi yang
berbeda.

Deetz mengusulkan empat discourse alih-alih paradigma. Discourse tersebut

adalah: normative, interpretive, critical and dialogic. Schultze melakukan


penelitian terhadap makalah-makalah yang membahas mengenai keempat
discourse Deetz. Dari penelitiannya, Schultze et al mengklasifikasikan
knowledge dan bentuk knowledge management yang sesuai untuk studi lebih
lanjut.

Discourse normative menitikberatkan penggunaan knowledge untuk kegiatan


problem solving dan decision making dengan pemanfaatan teknologi
informasi, seperti DBMS, dalam mendukung proses didalamnya. Discourse
interpretive menitikberatkan pada pemanfaatan knowledge oleh individu
daripada knowledge itu sendiri. Discourse critical menitikberatkan
perimbangan hak akses terhadap knowledge dan aspek sosio-politik dalam
hal kesamaan hak dalam memperoleh knowledge. Discourse dialogic
menitikberatkan proses transformasi budaya suatu organisasi yang menerapkan
teknologi informasi dalam proses knowledge management-nya. Dari
klasifikasi ini terlihat bahwa jenis knowledge yang berbeda pada organisasi
yang berbeda memerlukan implementasi IT pada tingkat yang berbeda pula.
Implementasi IT pada knowledge management system yang digunakan juga
tergantung pada budaya asal organisasi dan individu didalamnya. Yaitu
sejauh mana IT telah diterapkan dalam proses-proses organisasi. Karena
bagaimanapun IT hanya berperan sebagai penunjang dalam manajemen informasi
sebuah organisasi.

B. Penerapan IT Dalam Knowledge Management


Tingkat virtualness dari suatu organisasi memegang peranan penting dalam
adaptasi sebuah knowledge management system berbasis IT. Organisasi yang
telah terbiasa memanfaatkan IT dalam kesehariannya (lebih virtual)
menyebakan individu didalamnya lebih mudah beradaptasi dengan peran
knowledge management system berbasis IT dibanding dengan organisasi yang
kurang virtual atau tradisional. Selain itu proses transfer knowledge
berlangsung lebih cepat dan transformasi knowledge dari bentuk tacit
menjadi implisit juga lebih mudah.

Namun penggunaan IT bukannya tanpa masalah. Griffith et al menemukan bahwa


dengan implementasi IT dalam knowledge management system bisa
menimbulkan dampak yang sifatnya sosial dalam organisasi bersangkutan.
Misalnya, sebelum implementasi IT dalam proses transfer knowledge, pemilik
asal knowledge(knower) adalah individu yang unik. Setiap kali ada individu
lain yang membutuhkan knowledge yang hanya diketahui oleh knower tadi,
maka ia harus bertemu langsung dan menanyakannya kepada knower
tersebut. Dengan diimplementasikannya IT dalam proses knowledge
management, knower tadi bisa merasa kehilangan keunikannya karena
semua knowledge yang diketahuinya harus diserahkan ke sistem untuk
diketahui semua orang.

C. Isu Dalam Proses Knowledge Management


Masalah yang disebutkan pada paragraf terakhir bagian sebelumnya adalah
contoh isu pada proses knowledge storage, yang merupakan salah satu proses
dalam knowledge management. Yaitu bagaimana tindakan organisasi dalam
mensiasati agar knower mau berbagi knowledge yang diketahuinya kepada
individu lain. Misalnya dengan memberi penghargaan atau bentuk insentif lain
kepada knower tersebut.

Masalah lain adalah pada proses knowledge transfer. Yaitu bagaimana semua
unit dalam organisasi memperoleh knowledge secara efektif dan efisien.
Seperti dipahami bersama bahwa knowledge base suatu organisasi adalah
sangat besar dan berisi aneka ragam informasi dan knowledge. Namun unit-
unit yang berbeda pasti hanya memerlukan subset tertentu saja dari knowledge
yang tersedia didalam knowledge base. Jika suatu unit memerlukan knowledge
dalam rangka penunjang untuk mengambil keputusan, akan sangat tidak
efisien apabila harus mencari-cari keseluruh knowledge base. Mengingat
kecepatan dalam pengambilan keputusan adalah hal yang kritikal dalam
persaingan dengan kompetitornya.

Oleh karena itu, knowledge management system yang baik harus


menyediakan mekanisme bagi penggunanya untuk memberi masukan tentang
kredibilitas suatu knowledge[POS05]. Urgensinya adalah agar dengan adanya
masukan dari pengguna ini, pemelihara dan administrator knowledge
management system bisa lebih baik lagi dalam mengklasifkasi knowledge dalam
knowledge base. Salah satu caranya adalah dengan meminta pengguna
sistem untuk memberi rating. Apakah knowledge yang dicarinya sesuai
dengan keperluannya atau tidak. Namun perlu diperhatikan bahwa mekanisme
pemberian rating ini rentan akan sabotase. Bisa saja pengguna memberikan
rating secara asal-asalan sehingga hasil akhirnya bisa jadi sebuah klasifikasi
yang tidak benar.

D. Penerapan Knowledge Management pada Pemerintahan


( e-government )
Aplikasi knowledge management systems yang telah berhasil
diimplementasikan di tingkat organisasi dapat pula diimplementasikan untuk
tahap yang lebih lanjut di tingkat pemerintahan. Knowledge management
systems yang cocok untuk e-government pada sebuah negara berkembang
adalah knowledge management system berbasiskan komunitas virtual
[WAG03], hal ini disebabkan karena komunitas virtual dapat menyediakan
informasi secara cepat dan akan selalu memiliki nilai kebaruan karena
melibatkan para anggota dari komunitas virtual itu dan biaya untuk
pengadaan knowledge management ini lebih murah dibandingkan dengan
biaya pengadaan knowledge management di tingkat enterprise. Penerapan
knowledge management di tingkat pemerintahan atau negara dapat turut
mencerdaskan kehidupan bangsa karena knowledge management system di
tingkat pemerintahan memiliki potensi mencerdaskan dan dapat
menyejahterakan masyarakat dengan membagi pengetahuan dengan harga
terjangkau dan dapat mendekatkan pemerintah terhadap rakyatnya karena
rakyat dapat mendapatkan pelayanan pemerintah khususnya dalam bentuk
informasi dan layanan lainnya.

E. Kesimpulan
Penerapan knowledge management berbasiskan IT pada suatu organisasi,
baik di organisasi tingkat perusahaan maupun di tingkat pemerintahan
memiliki banyak manfaat dan nilai tambah yang sebelumnya tidak didapat. IT
memungkinkan proses pencarian dan penyampaian knowledge lebih cepat
dibandingkan dengan metode lainnya yang lebih manual. Namun untuk
membuat knowledge management systems yang baik dibutuhkan infrastruktur
yang bagus dan sumberdaya manusia yang siap untuk menggunakan sistem
itu, karena sistem yang berhasil bila sistem itu digunakan oleh individu-individu
yang ada dalam organisasi itu.
Daftar Pustaka
1. Alavi, Maryam and Leidner, Dorothy E. “Review: Knowledge Management
And Knowledge Management Systems: Conceptual Foundations And
Research Issues”, MIS Quarterly, Volume 25, March 2001.

2. Burrel, Gibson and Morgan, Gareth. “Social Paradigms And Organizational


Analysis. Elements Of The Sociology Of Corporate Life”, Heineman,
London, 1979.

3. Griffith, Terri L., Sawyer, John E. and Neale, Margaret A. “Virtualness And
Knowledge In Teams: Managing The Love Triangle Of Organizations,
Individuals And Information Technology”, MIS Quarterly,Volume 27, June
2003.

4. Poston, Robin S. and Speier, Cheri. “Effective Use Of Knowledge


Management Systems: A Process Model Of Content Ratings And Credibility
Indicators”, MIS Quarterly,Volume 29, June 2005.

5. Schultze, Ulrich and Leidner, Dorothy E. “Studying Knowledge


Management In Information Research Systems: Discourses And Theoretical
Assumptions”, MIS Quarterly, Volume 26, September 2002.

6. Wagner, Christian, Cheung, Karen, Lee, Fion and Ip, Rachel. “Enhancing E-
Government In Developing Countries: Managing Knowledge Through
Virtual Communities”, EJISDC 14, 2003.

7. Copyright ada pada Rimphy Darmanegara dan Tunggul Fardiaz – Silakan


menyalin dan menggandakan dokumen ini.

Anda mungkin juga menyukai