Anda di halaman 1dari 12

URTIKARIA

I.

DEFINISI

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Sinonim biasa untuk urtikaria adalah hives","nettle rash. Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacammacam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit dan mempunyai pelbagai ukuran diameternya dari milimiter hingga 6-7 inci (yang dikenali juga sebagai giant urtikaria) Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Secara umum, urtikaria dibagi menjadi bentuk akut dan kronis, berdasarkan durasi penyakit dan bukan dari bercak tunggal. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita usia pertengahan. (1,2,3) II. EPIDEMIOLOGI

Umur, jenis kelamin, bangsa/ras, kebersihan, keturunan dan lingkungan dapat menjadi agen predisposisi bagi urtikaria. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Paling sering episode akut pada anak-anak adalah karena reaksi atau efek samping dari makanan atau karena penyakit-penyakit virus. Sedangkan untuk urtikaria kronik adalah urtikaria idiopatik atau urtikaria yang disebabkan karena autoimun.(3) III. KLASIFIKASI

Urtikaria dibedakan berdasarkan lamanya serangan yaitu urtikaria akut dan urtikaria kronik. Disebut akut bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik.

Urtikaria bisa juga terjadi disebabkan mekanisme imunologi dan nonimunologi dan juga bisa disebabkan oleh berbagai penyebab lainnya. (Table 1) (2,3)

TIPE URTIKARIA FISIK Urtikaria dingin

KAREKTERISTIK

Udara, air, cuaca, makanan atau benda yang dingin


Gambar 1. Urticaria dingin disebabkan air yang dingin.(3)

Urtikaria tekanan tertunda Utikaria panas Urtikaria solar Dermografisme

Tekanan vertikal (bercak timbul dengan 3-6 jam) Hanya berpengaruh pada keadaan panas Disebabkan oleh cahaya UV(ultraviolet) Disebabkan faktor tekanan (bercak timbul selepas 1-5 menit)

Gambar 2. Respon topikal dermographism pada kulit akibat garukan. (3)

LAIN-LAIN GANGGUAN URTIKARIA Urtikaria aquagenik Urtikaria kolinergik Disebabkan oleh air Disebabkan kenaikan suhu tubuh

Gambar 3. Urtikaria kolinergik muncul setelah 15 minit beraktiviti di ruangan panas. (3)

Urtikaria kontak

Dipengaruhi oleh kontak secara biologis atau bahan kimia

Exercise-induced anaphylaxis/urticaria

Disebabkan oleh aktiviti fisikal

Tabel 1 : Klasifikasi Urtikaria.(2,3)

IV.

ETIOLOGI Pada penelitian ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab

urtikaria bermacam-macam, di antaranya: (1,2,4,5)

1. Obat

Obat adalah penyebab utama terjadinya urtikaria akut. Contoh obat sistemik yang dapat menimbulkan urticaria yaitu seperti penisilin, sulfonamid, analgesik dan diuretik. Selain itu, obat yang secara non-imunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium dan zat kontras.

Gambar 4. Urtikaria akut dan berat yang disebabkan oleh allergi penisilin. (2)

2. Makanan

Makanan adalah penyebab yang sering menimbulkan urtikaria akut berbanding urtikaria kronik. Makanan yang paling alergi adalah adalah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, babi, keju, bawang dan semangka. Zat makanan yang diketahui dapat menyebabkan atau memprovokasi urtikaria yaitu tartrazine yang ditemukan dalam minuman dan permen serta benzoate asid yang digunakan secara luas sebagai bahan pengawet.

3. Inhalan Inhalan berupa serbuk sari bunga, debu rumah, spora jamur, debu, bulu binatang, aerosol, farmaldehide, akrolein (asap rokok yang mengandungi glicerin), barang kosmetik umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria.

4. Kontaktan Kontakan yang sering menimbulkan urtikaria ialah air liur binatang, serbuk tekstil, kutu bintang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan utrikaria.

Gambar 5. Kontak urtikaria (5)

5. Trauma Fisik Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik. Dapat timbul urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme.

Gambar 6. Dermographism (5)

6. Infeksi Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri (infeksi sinus, infeksi pada gigi, infeksi pada paru-paru, infeksi kandung kemih, infeksi saluran kencing), infeksi virus (reaksi prodromal hepatitis B), jamur, maupun investasi parasit (cacing usus, malaria).

V. PATOGENESIS

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator misalnya histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA) dan prostaglandin oleh sel mast atau basofil. (1,2)

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X dan pemijatan dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi dan alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. (1,6)

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), 5

misalnya alergi obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan pengusir serangga, bahan kosmetik dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema angioneurotik yang herediter. (1,3,5) VI. GAMBARAN KLINIK

Gambaran klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas disertai dengan rasa gatal (pruritus). Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan dan telinga. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan, maka ia disebut angioedema. Urtikaria dan angioedema dapat terjadi pada lokasi manapun secara bersamaan atau sendirian. Angioedema umumnya mengenai wajah atau bagian dari ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang pruritus dan dapat berlangsung sampai beberapa hari. Keterlibatan bibir, pipi, dan daerah periorbita sering dijumpai, tetapi angioedema juga dapat mengenai lidah dan faring. Lesi individual urtikaria timbul mendadak, jarang persisten melebihi 24-48 jam dan dapat berulang untuk periode yang tidak tentu. (3,4,6)
Gambar 7. Urtikaria dan Angioderma.

Gambar 7. Pasien ini memiliki urtikaria pada wajah, leher dan bagian atas badan dengan angioedema pada mata.

(3)

VII.

DIAGNOSIS

Mendiagnosis urtikaria dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti dan terarah, melakukan pemeriksaan klinis secara seksama, melihat manifestasi klinis yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan batas tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih dan sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian tubuh manapun, termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan dan telinga. (1,3)

Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah, urin, feses rutin. Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada urtikaria dingin.(1,4) Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis serum, faal ginjal, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis. Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema berulang tanpa urtikaria.(1,3) Tes Alergi Pada prinsipnya tes kulit (prick test) dan RAST (radioallergosorbant tests) bisa memberikan informasi adanya reaksi sensitivitas antigen IgE pada urtikaria kronik maupun angioderma. Untuk urtikaria akut, tes-tes alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari reaksi anafilaksis.(1,3)

Skin Biopsi Pemeriksaan skin biopsi dilakukan pada lesi urtikaria kronik untuk menentukan venulitis urtikaria atau untuk menentukan lesi urtikaria yang tidak jelas penyebabnya.(3) B. Pemeriksaan Histopatologik Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan tetapi dapat membantu diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis, geligi epidermis mendatar dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi selular dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit terutama disekitar pembuluh darah.(5,6)

Pelebaran dermis

Pelebaran pembuluh darah dan infiltrasi sel perivaskular oleh limfosit, neutrofil dan eosinofil.

Gambar 8. Histologi dari wheal yang terjadi tiba-tiba menunjukkan pelebaran dermis, pelebaran pembuluh darah dan sedikit infiltrasi sel perivaskular oleh limfosit, neutrofil dan eosinofil. (5)

VIII. DIAGNOSA BANDING

1. Purpura anafilatoid

Purpura Henoch-Schonlein (PHS) yang dinamakan juga purpura anafilaktoid. Sering terjadi pada anak-anak berumur antara 5 hingga 6 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada orang dewasa. Lesi PHS meliputi kulit, sinovial, saluran gastrointestinal dan ginjal. 8

Gejala yang dapat muncul biasanya nyeri abdomen, perdarahan gastrointestinalis, artralgia dan hematuria. (3)

Gambar 8. Purpura bagian bawah extremitas pada pasien dengan Purpura Henoch-Schonlein. (3)

2. Eritema Multiform

Secara klinis erythema multiforme lesinya berbentuk mulai dari makula, papul, atau lesi urtika. Umumnya pertama kali menyebar didaerah ekstremitas bagian bawah. Lesi dapat juga terdapat pada telapak tangan, punggung dan bibir. Kebanyakan dari eritema multiform menyerang pada usia muda. Dari gambaran klinisnya kemungkinan pemicunya bermacam-macam, namun diperkirakan faktor utamanya adalah alergi, yaitu antara lain disebabkan oleh HLA (Human Leukocyte Agent). Pengobatan simtomatik dapat kita berikan untuk bentuk papul sedangkan untuk kasus yang berat dapat kita gunakan kortikosteroid.(6)

Gambar 9. Erythema multiforme pada mukosa bibir. (6)

3. Pitiriasis rosea

Pitiriasis rosea merupakan suatu eksantema peradangan yang ringan, yang belum diketahui penyebabnya. Diduga merupakan reaksi erupsi kulit dan sering terjadi pada anak-anak dan remaja, walaupun dapat ditemukan pada semua usia. Gejala klinis diawali dengan adanya bercak Herald patch, yang terdapat di lengan atas atau badan. Lesi eritem berukuran numuler dengan tepi lebih merah dan bersisik halus. Kemudian diikuti lesi yang lebih kecil di badan dan tersusun sejajar dengan garis lipatan kulit, membentuk pola pohon cemara. Lesi ini biasanya sembuh sendiri setelah 3-6 minggu, tetapi bisa juga bertahan sampai 3 bulan. (6)

Gambar 10. Lesi Herald

patch pada dada kiri. (6)

IX. PENATALAKSANAAN

Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari penyebab yang dicurigai. Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1 (antihistamin 1, AH1) dan reseptor H2 (AH2). (1,3,5) Golongan antihistamin dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu golongan klasik (efek sedasi), golongan generasi ke-2, golongan terbaru generasi ke-2 dan golongan H2 antagonists. Contoh golongan klasik (efek sedasi) adalah chlorpheniramine 4 mg/dua kali 10

per hari, hydroxyzine 1025 mg/dua kali per hari, diphenhydramine 1025 mg pada malam hari dan doxepin 1050 mg pada malam hari. Golongan generasi ke-2 antihistamin adalah acrivastine 8 mg/dua kali per hari, cetirizine 10 mg/hari, loratadine 10 mg/hari, mizolastine 10 mg/hari. Untuk golongan terbaru generasi ke-2 termasuk desloratadine 5 mg/hari, fexofenadine 180 mg/hari, levocetirizine 5 mg/hari. Manakala golongan H2 antagonists adalah cimetidine 400 mg/hari dan ranitidine150 mg/hari. (3,5)

X. PROGNOSIS

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi, urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari. (1)

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S. Urtikaria. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010. p.169-75.

2. Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Reactive erythema and vasculitis. In: Clinical Dermatology. 3rd edition. USA: Blackwell Publishing; 2002. p.94-99.

3. Kaplan AP, Urticaria and Angioedema. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick's Dermatology In General Medicine. 7th edition. New York; Mc Graw Hill Medical. 2008. p. 330-42.

4. James WD, Berger TG, Elston DM, editors. Erythema and Urticaria. In: Andrews' Disease of The Skin Clinical Dermatology. 10th edition. Pennsylvania: Saunders Elsevier. 2006. p.149-55.

5. Grattan C, Black AK. Urticaria and Angioedema. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Bolognia Dermatology. 2nd edition. New York: Mobsy Elsevier. 2008. p.30.21-30.32.

6. Grattan CEH, Black AK, Urticaria and Mastocytosis. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffits C, editors. Rook's Textbook of Dermatology. 8th edition. Victoria: Blackwell Publishing. 2010. p. 22.1-22.30.

12

Anda mungkin juga menyukai