Anda di halaman 1dari 10

1.

Surat Keputusan (SK) Hak Pakai

Merdeka.com - a. Kepala BPN menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai tanggal januari 2010 bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 m2 di desa Hambalang. Padahal, persyaratan berupa surat pelepasan hak dari pemegang hak sebelumnya patut diduga palsu.

b. Kabag Persuratan dan Kearsipan BPN atas perintah Sestama BPN menyerahkan SK hak pakai bagi Kemenpora kepada IM tanpa ada surat kuasa dari Kemenpora selaku pemohon hak, sehingga diduga melanggar kep ka. BPN tahun 2005 jo kep. Ka. BPN 1 tahun 2010.

Izin lokasi dan site plan Merdeka.com - Bupati Bogor menandatangani site plan meskipun Kemenpora belum/tidak melakukan studi Amdal terhadap proyek pembangunan P3SON Hambalang, sehingga diduga melanggar UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan diduga melanggar Peraturan Bupati Bogor Nomor 30 tahun 2009 tentang Pedoman Pengesahan Master Plan, site plan dan peta situasi. 3. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Merdeka.com - Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor menerbitkan IMB meskipun Kemenpora belum melakukan studi Amdal terhadap proyek pembangunan P3SON sehingga diduga melanggar Perda Kabupaten Bogor Nomor 12 tahun 2009 tentang Bangunan Gedung. 4. Pendapat teknis Merdeka.com - Direktur Penataan dan Lingkungan Kementerian PU memberikan pendapatan teknis yang dimaksud dalam PMK 56/PMK.02/2010, tanpa memperoleh pendelegasian dari Menteri Pekerjaan umum sehingga diduga melanggar Permen PU Nomor 45 tahun 2007. Revisi RKA-KL tahun 2010

Merdeka.com - Menteri Keuangan dan Dirjen Anggaran setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang menyetujui memberikan disperisasi perpanjangan batas waktu revisi RKA-KL tahun 2010 dan didasarkan pada data dan informasi yang tidak benar, yaitu sebagai berikut:

a. Sesmenpora mengajukan permohonan revisi RKA-KL tahun 2010 pada tanggal 16 November 2010, sehingga diduga melanggar PMK 69/PMK.02/2010 dan 180/PMK.02/ 2010. 6. Permohonan kontrak tahun jamak Merdeka.com - a. Sesmenpora menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari menpora sehingga diduga melanggar PMK 56/ PMK.52/2010 b. Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian serta pengawasan sebagaimana dimaksud PP 60 tahun 2009.

7. Izin kontrak tahun jamak Merdeka.com - Menteri Keuangan menyetujui kontrak tahun jamak dan dirjen anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang secara bersama-sama meskipun diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010 antara lain sebagai berikut: a. Tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis harus dilaksanakan dalam waktu lebih dari satu tahun anggaran. b. Permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tidak diajukan oleh menteri atau pimpinan lembaga. c. RKA-KL kemenpora 2010 (revisi) yang menunjukkan kegiatan lebuh dari satu tahun anggaran belum ditandatangani oleh dirjen anggaran.

8. Persetujuan RKA-KL tahun anggaran 2011 Merdeka.com - Dirjen anggaran menetapkan RKA-KL Kemenpora tahun 2011 dengan skema tahun jamak sebelum penetapan proyek tahun jamak disetujui. Dirjen anggaran diduga melanggar PMK 104/PMK.02/2010 9. Pelelangan Merdeka.com - a. Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora. Sehingga diduga melanggar Keppres 80 tahun 2003. b. Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan wewenang Menpora tersebut dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan melainkan diatur oleh rekanan yang direncanakan akan menang. Diduga melanggar Keppres Nomor 80 Tahun 2003. c. Proses evaluasi dan prakualifikasi dan teknis terhadap pekerjaan konstruksi pembangunan P3SON Hambalang (bukan) dilakukan oleh panitia pengadaan melainkan diatur oleh rekanan yang direncanakan akan menang. Sehingga diduga melanggar Keppres 80 tahun 2008. d. Adanya rekayasa proses pelelangan pekerjaan konstruksi pembangunan P3SON Hambalang untuk memenangkan kerja sama operasi (KSO) AW yang dilakukan dengan cara sebai berikut: 1. Mengumumkan lelang dengan informasi yang tidak benar. 2. Untuk mengevaluasi kemampuan dasar (KD) KSO-AW digunakan dengan cara penggabungan nilai dua pekerjaan sedangkan untuk peserta lain KD digunakan dengan nilai proyek tertinggi yang pernah digunakan, sehingga menguntungkan KSO- AW. Hal ini diduga melanggar PP 29 tahun 2000 dan Keppres 80 Tahun 2003.

10. Pencairan anggaran tahun 2010

Merdeka.com - Kabag Keuangan Kemenpora menandatangani dan menerbitkan surat perintah membayar (SPM). Meskipun surat permintaan pembayaran (SPP) belum ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Sehingga diduga melanggar PMK 134 /PMK.06/2005 dan Perdirjen Perbendaharaan PER 66/PB/2005.

11. Pelaksanaan pekerjaan konstruksi KSO-AW menyubkontrakkan pekerjaan utamanya (konstruksi) kepada perusahaan lain. Sehingga diduga melanggar keppres 80 tahun 2003.

Negara Rugi Rp 243 Miliar di Proyek Hambalang 01/11/2012 17:25

Audit BPK menemukan sebelas penyimpangan dalam proyek Hambalang JAKARTA, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya menyerahkan berkas laporan hasil pemeriksaan (LHP) tahap pertama proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat, ke DPR. BPK menemukan sebelas indikasi penyimpangan dalam proyek Hambalang yang menghebohkan itu. Temuan BPK tersebut berdasarkan audit investigasi yang dimulai pada 27 Februari 2012. Dari hasil pemeriksaan, BPK menyebutkan potensi kerugian negara atas proyek tersebut mencapai Rp 243,6 miliar. Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan, hasil audit proyek Hambalang ini berdasarkan standar pemeriksaan keuangan negara (SPKN) dan tidak terdapat intervensi dalam proses pemeriksaan maupun penyusunan laporan hasil pemeriksaannya. Menurut dia, terdapat 11 indikasi penyimpangan dan dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam proyek itu. Antara lain, terkait surat keputusan hak pakai, izin lokasi dan siteplan, izin mendirikan bangunan (IMB), revisi rencana kerja anggaran kementerian. Selain itu, penyelewengan terjadi pada permohonan kontrak tahun jamak, izin kontrak tahun jamak, pendapat teknis, persetujuan RKAK/L tahun anggaran 2011, pelelangan, pencairan anggaran tahun 2010 dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi. BPK juga menyebut sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dari mulai Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), pejabat Pemda Bogor, Menteri Pemuda olahraga, Sesmenpora, Menteri Keuangan, Dirjen Anggaran dan lainnya. Sebelumnya, beredar kabar nama Menpora tidak tercantum dalam laporan BPK.

Para pihak yang diungkapkan dalam LHP ini didasarkan pada fakta dan bukti yang kompeten yang ditemukan, ungkap Hadi, Rabu (31/10). Lalai atau sengaja Hadi bilang, indikasi penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus Hambalang terjadi karena ada kelalaian dan atau kesengajaan oleh pihak-pihak terkait. Ambil contoh, Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melakukan pengendalian dan pengawasan.

Akibatnya, Kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya sebesar Rp 243,66 miliar sampai dengan posisi pada 30 Oktober 2012, paparnya. Nantinya, kata Hadi, hasil audit ini akan segera diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menkeu Agus Martowardojo enggan menanggapi hasil audit investigasi BPK atas proyek Hambalang. Sebab, ia belum menerima dan mempelajari audit tersebut. Nanti saja kalau sudah baca ya, ucapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengapresiasi langkah BPK. DPR sendiri akan menindaklanjuti audit tersebut. Kami juga akan meminta audit investigatif ulang kepada BPK, jika LHP saat ini tidak cukup mengungkap kasus Hambalang, tandasnya.

Berikut Hasil Audit BPK Soal Hambalang Jumat, 23 Agustus 2013, 14:47 WIB Edwin/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo memaparkan sejumlah hasil audit terhadap kasus Hambalang ke DPR. Menurutnya laporan audit investigasi kasus Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus Hambalang tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012.

Hasilnya telah disampaikan ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan Hambalang.

Indikasi penyimpangan atau penyalahgunaan kewenangan tersebut mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar. "Sementara berdasarkan LHP tahap II, BPK menemukan berbagai tambahan indikasi penyimpangan yang melengkapi LHP tahap I," ujarnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (23/8).

Artinya, kata Hadi, LHP tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan penyimbangan dan/atau penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan Hambalang.

Dalam LHP tahap II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang mengandung penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait

dalam pembangunan proyek hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi pada proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa akuntasi .

Terkait dengan persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun tamak, ujar Hadi, BPK juga menemukan adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan Menteri Keuangan No 194/2011 patut diduga bertentangan dengan Pasal 14 UU No 1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan penyimpangan yang telah terjadi. "Peraturan ini juga diduga melegalisasi penyimpangan seperti kasus Hambalang untuk tahun berikutnya. Makanya ini harus dicermati," ujar Hadi.

Pencabutan Permenkeu No 56/2010, terang Hadi, mengindikasikan adanya pembenaran atas ketidakbenaran atau penyimpangan atas Pasal 14 UU No 1/2004. Berbagai indikasi penyimpangan yang dimuat dalam LHP tahap I dan II mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar. Yaitu senilai total dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran proyek pada 2010 dan 2011 sebesar Rp 471, 71 miliar. Dikurangi dengan nilai uang yang masih berada pada KSO AW sebesar Rp 8,03 miliar.

Kesimpulan tersebut, ujar Hadi, didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut. Kemenpora tidak pernah memenuhi persyaratan untuk melakukan studi amdal sebelum mengajukan izin lokasi. Kemudian, setplant dan izin mendirikan bangunan kepada pemkab Bogor atau menyusun dokumen evalusi lingkungan hidup mengenai proyek Hambalang.

Permohonan persetujuan tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek Pembangunan Hambalang, kata Hadi, tidak memenuhi persyaratan sebagai mana yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sehingga sudah seharusnya permohonan tersebut ditolak.

Anda mungkin juga menyukai