Anda di halaman 1dari 5

3.

Hubungan Antenatal, Intranatal dan Postnatal Care dengan Insiden Kesakitan dan Kematian Ibu dan Bayi Antenatal care Antenatal care adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan (Depkes RI, 2004). Hal ini merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu dan menurukan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi. pelayanan antenatal care yang sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi serta intervensi dasar dan khusus. Menurut Andriaansz (2008), Tujuan dari Antenatal Care adalah : 1) Membangun rasa saling percaya antara ibu hamil dan petugas kesehatan 2) Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya 3) Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya 4) Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi 5) Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas kehamilan 6) Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya. 7) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat baik ibu maupun bayo dengan trauma seminimal mungkin 8) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif 9) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh dan berkembang dangan baik Perawatan kesehatan ibu hamil melalui antenatal care yang teratur dan bermutu sangat penting artinya dari sudut obstetri, karena dikenali dengan perubahan fisiologis pada wanita hamil, factor-faktor yang mempengaruhi kematian bayi diperbaiki, antara lain seperti status gizi ibu selama masa kehamilan, imunisasi, dan kesehatan lingkungan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Djaswadi Dasuki (1997), didapatkan bahwa ibu hamil yang tidak melakukan antenatal care mempunyai risiko terjadinya persalinan abnormal 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang melakukan antenatal care. Antenatal care yang baik, merujuk dengan segera kasus-kasus yang memiliki risiko tinggi yang akan menurunkan angka morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi.

Intranatal dan Postnatal Care Dalam intranatal care diperlukan suatu kompetensi klinis yang matang. Hal ini penting untuk mengetahui komplikasi persalinan yang terjadi secara akurat dan tepat. Selain itu, intranatal care diperlukan untuk meminimalisir trauma ataupun resiko kesakitan dan kematian yang terjadi pada ibu dan bayi dalam proses kelahiran. Intervensi yang tidak tepat dan tidak dilakukan oleh ahli dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan bayi. Selain intranatal care, postnatal care juga diperlukan dalam mencegah resiko kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi . hal ini penting karena 28 hari pasca persalinan merupakan waktu yang beresiko menimbulkan kematian pada ibu dan bayi. hal ini berhubungan dengan kemungkinan adanya resiko komplikasi seperti sepsis neonatal dan pendarahan postpartum. Penanganan komplikasi postpartum yang tertunda dapat berakibat fatal pada ibu dan bayi walaupun hanya dalam beberapa jam. Kunjungan post natal sangat penting untuk mencegah infeksi dan mortalitas ibu dan bayi. pada post natal care terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan yaitu ibu dan bayi mengunjungi pusat pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan melakukan home visit pada ibu dan bayi ataupun kombinasi dari keduanya. Dalam post natal care dapat diberikan edukasi pada ibu dan keluarga tentang cara pemberian ASI eksklusif dan manfaatnya, perawatan bayi dan informasi tentang keluarga berencana (KB).

TAMBAHAN Gerakan Sayang Ibu (GSI) Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan upaya untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi dan merupakan gerakan masyarakat bekerja sama dengan pemerintah. Kegiatan-kegiatanya antara lain: 1. Melaksanakan pendataan ibu hamil, memberikan kode-kode tertentu untuk memberi tanda bagi ibu hamil beresiko tinggi (tanda biru), untuk yang normal diberi tanda kuning. 2. Melaksanakan kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), melalui pengajian dan penyuluhan bagi calon pengantin. 3. Menyediakan Pondok Sayang Ibu. 4. Menggalang Dana Bersalin (Arlin) dari masyarakat sebagai bentuk kepedulian. 5. Menggalang sumbangan donor darah untuk membantu persalinan. 6. Menyediakan Ambulans Desa, bisa berupa becak, mobil roda empat milik warga yang dipinjamkan.

Strategi Pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu 1. Menerapkan Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman (Making Pregnancy Safer atau MPS), yang ditujukan untuk memastikan tiga hal berikut: a. Semua ibu hamil dan bayi baru lahir harus mempunyai akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, dan nifas oleh tenaga kesehatan yang terampil. b. Semua komplikasi obtetri dan neonatal mendapat pelayanan yang memadai. c. Setiap perempuan usia subur harus mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. 2. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan (MPS). Langkah yang dilakukan antara lain: a. Pendekatan Kemasyarakatan GSI dilaksanakan secara koordinatif dan integratif dengan instansi sektoral terkait, organisasi profesi, ormas, organisasi perempuan, organisasi keagamaan, swasta, LSM dan perguruan tinggi. Kemasyarakatan berarti peran masyarakat menjadi langkah utama. b. Pendekatan Desentralisasi Pelaksanaan GSI didasarkan pada pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 dan peraturan pemerintah. c. Pendekatan Kemitraan Merupakan dasar kepedulian dan peran serta kemitraan kerja yang sejajar dan saling menguntungkan. d. Pendekatan Kemandirian Mendorong berbagai pihak agar ikut serta secara aktif mengelola GSI atas dasar kemandirian. e. Pendekatan Keluarga Sasaran GSI adalah keluarga secara utuh (suami-istri dan anggota keluarga lain) yang mengacu pada siklus perkembangan keluarga. Dengan pendekatan ini pemerintah bermaksud untuk: 1) Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Pokok kegiatan dalam strategi ini adalah:

Kegiatan Suami Siaga untuk memantapkan peranan suami dalam pelayanan kesehatan ibu, kesehatan bayi baru lahir dan Keluarga Berencana (KB). Menggunakan pesan MPS dalam kampanye Suami Siaga, terutama dalam pemanfataan pelayanan untuk ibu dan bayi baru lahir dalam kasus kegawatdarutan. Mempromosikan partisipasi aktif suami dalam penerimaan KB pada masa nifas dan pascakeguguran. Kegiatan untuk meningkatkan peran aktif keluarga dalam menjamin akses terhadap pelayanan ibu, bayi baru lahir, dan KB (4-terlalu) yang memadai, termasuk pemberian ASI eksklusif. 2) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Pokok kegiatannya, antara lain: Menelaah dan menggunakan pesan MPS, terutama tentang persalinan oleh tenaga kesehatan, tanda bahaya, dan hak perempuan dan bayi. Meningkatkan pengetahuan tokoh dan kader masyarakat. Mendorong pengembangan atau pemanfaatan Tabulin, Dana Sehat atau JPKM. Membatasi Usia Perkawinan Presentase pernikahan usia kurang dari 20 tahun di indonesia masih besar jumlahnya. Kondisi tersebut didukung dengan batasan usia pernikahan yang hingga kini masih mengacu pada pasal 7 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengizinkan perempuan menikah jika telah mencapai usia 16 tahun. Namun, hal ini tidak sejalan dengan program pemerintah melalui BKKBN yang menyebutkan bahwa pernikahan terlalu muda dapat meningkatkan resiko AKI dan AKB. Oleh karena itu, diperlukan amandemen UU tentang batasan usia pernikahan bagi perempuan yang relevan dengan situasi dan kondisi masyarakat saat ini dan sesuai dengan konsep kesehatan reproduksi.

Daftar Pustaka Rotua, SH. 2010. Hubungan antara Frekuensi Antenatal Care dengan Kejadian BBLR berdasarkan Masa Kehamilan di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: UNS. Rizki, FN. 2012. Factor-Faktor yang Berhubungan dengan Peran Bidan dalam Pencapaian Cakupan K4 di Kab. Tojo Una-Una 2012. Depok: FKMUI. Ramadian, N. 2010. Hubungan Frekuensi Antenatal Care dengan Kematian Perinatal di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Surakarta: UNS. Agustini, E. 2010. Upaya Penanggulangan AKI: Agenda Mendesak bagi Pemerintah Pusat dan Daerah.

Yustina, I. 2007.Jurnal Wawasan Vol. 13 No. 2: Upaya Strategis Menurunkan AKI dan AKB. Medan: FKM USU.

Anda mungkin juga menyukai