Anda di halaman 1dari 18

SYOK HIPOVOLEMIK A.

Etiologi Penyebab Syok Hipovolemik Perdarahan - Hematom Subkapsular hati - Aneurisma Aorta Pecah - Perdarahan Gastrointestinal - Perlukaan berganda Kehilangan Plasma - Luka bakar luas - Pankreatitis - Deskuamasi kulit - Sindrom Dumping Kehilangan Cairan Ekstraselular - Muntah - Dehidrasi - Diare - Terapi diuretik yang sangat agresif - Diabetes insipidus - Insufisiensi adrenal B. Patofisiologi Syok Perdarahan tekanan pengisian BV & aliran darah ke jantung curah jantung Beberapa kejadian pada organ tertentu: 1. Mikrosirkulasi CO tekanan sistemik (kompensasi untuk mencukupi perfusi ke jantung & otak). Saat MAP 60mmHg maka aliran ke organ akan & fungsi sel di semua organ akan terganggu 2. Neuroendokrin Hipovolemia, hipotensi, dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tersebut berperan dalam rspons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain. 3. Kardiovaskular Pengisian atrium, tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Untuk mempertahankan CO dengan SV yang rendah maka diperlukan peningkatan HR, namun peningkatan HR ini memiliki keterbatasan sehingga pasien akan jatuh pada fase dekompensasi.

4. Gastrointestinal aliran darah ke GI penyerapan endotoksin(dilepaskan bakteri gram yg mati di usus) pelebaran BV dan bkan memperbaiki nutrisi sel depresi jantung. 5. Ginjal Syok + hipoperfusi Gagal Ginjal Akut (Frekuensinya jarang terjadinya karena cepatnya pemberian rehidrasi). Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis, dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK


Erwin Kresnoadi Bagian / SMF Anestesiologi dan Reanimasi FK Unram / RSU Prov. NTB ================================================================

Pendahuluan
Pengetahuan tentang fisiologi hemodinamik dasar dan dokumentasi patofisiologi yang sedang terjadi dengan menggunakan teknik pemantauan yang tersedia tetap merupakan pendekatan paling tepat untuk merancang intervensi terapeutik untuk pasien syok.1,2 Penelitian yang dilakukan dan teori yang diajukan oleh ahli fisiologi Ernest Starling dan Otto Frank pada pergantian abad ini merupakan dasar untuk dapat memahami komponen-komponen fisiologi vaskular : prabeban (preload), kontraktilitas, beban akhir (afterload) dan laju jantung. Pemberian cairan intravena untuk mengembalikan volume darah adalah salah satu bentuk terapi medis yang paling efektif dan paling baik.3 Tujuan resusitasi cairan pada syok untuk mengembalikan perfusi jaringan dan pengiriman oksigen ke sel, sehingga dapat mengurangi iskemik jaringan dan kemungkinan kegagalan organ. Titik akhir terapi harus mempertimbangkan adanya perbaikan dalam aliran jaringan, perfusi jaringan dan juga bahaya atau kerugian bila terapi tersebut diteruskan. Salah satu tantangan terbesar adalah memperkirakan cukup tidaknya curah jantung. Sementara nilai-nilai mutlak lebih besar dari 3,5 dan 4,0 liter per menit seringkali memadai, perhatian pada indeks-indeks lain dapat memberi konfirmasi atau memaksa membuat pertimbangan lebih lanjut. Indeks-indeks tersebut sangatlah jelas dan mencakup jumlah urin keluar, mentasi, pengisian kapiler, warna kulit, suhu dan laju nadi. Evaluasi lebih lanjut mencakup status asam-basa, kadar laktat, pemakaian oksigen dan saturasi oksigen vena campur.

Kompartemen cairan tubuh


Kompartemen-kompartemen cairan yang di dalamnya tersebar air, Na+ dan koloid terangkum dalam gambar 1. Cairan tubuh total (60% BB) mencakup cairan

intraselular (40% BB) dan cairan ekstraselular (20% BB). Cairan ekstraselular terbagi di antara cairan interstisial, kira-kira 11 L pada orang dewasa 70 kg, dan cairan air plasma sekitar 3 L. Volume darah, kira-kira 7% BB, terdiri dari volume plasma (plasma volume,PV) dan volume sel merah, kira-kira 2 L. Volume dalam sel merah merupakan bagian volume intraselular (intracellular volume, ICV). Volume kompartemen cairan sangat bergantung pada Na+ dan protein plasma. Na+ , penentu utama osmolalitas dan tonisitas, lebih banyak terdapat dalam ruang cairan ekstraselular, dengan kadar-kadar yang hampir sama (140 mEq/L) dalam interstisium dan PV. Cairan intraselular praktis tidak mengandung Na+ , hanya 5 mEq/L. Beberapa prinsip fisiologis mengatur pergerakan air di antara kompartemenkompartemen cairan. Osmosis, yaitu pergerakan air antara kompartemen-kompartemen cairan melewati membran semipermeabel terjadi bila kadar total solut pada kedua sisi membran tidak sama. Air berdifusi menyeberangi membran untuk menyamakan osmolalitas. Besar tekanan yang sesuai untuk melawan pergerakan air melewati membran semipermeabel akibat perbedaan kadar solut disebut tekanan osmotik, yang proporsional terhadap jumlah molekul total, bukan terhadap berat molekul. Karenanya, satu molekul Na+, albumin atau glukosa akan menghasilkan tekanan osmotik yang sama meskipun berat molekul mereka sangatlah berbeda.

BERAT BADAN TOTAL (70 KG)

T
AIR TUBUH TOTAL (42L)
ICV (28 L) ECV (14 L)

SDM PV (3L)

Vol darah (5L)

IF=ECV-PV

Gambar 1. Volume distribusi air mencakup volume intraselular (ICV) dan ekstraselular (ECV). Secara primer Na+ didistribusikan di dalam ECV. Jika integritas kapiler utuh protein plasma terutama didistribusikan dalam PV. Volume sel darah merah (SDM), meski intravaskular, termasuk bagian ICV.

Tekanan osmotik dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

Tek. Osmotik (mmHg) = osmolalitas (mOsm/kg) x 19,3 mmHg/mOsm/kg 4

Tekanan osmotik total yang dihasilkan oleh kadar komponen plasma normal adalah 5620 mmHg (291,2 mOsm/kg x 19,3 mmHg/mOsm/kg). Tekanan osmotik larutan Ringer laktat (RL, 5268 mmHg) dan 0,9% NaCl (5944 mmHg) mengarahkan bahwa larutan RL akan mengekspansikan PV sedikit lebih kurang daripada 0,9% NaCl karena pengurangan dilusional tekanan osmotik plasma oleh larutan RL akan menyebabkan air berpindah dari ECV ke ICV. Protein-protein plasma, albumin dan gama-globulin menentukan tinggi tekanan osmotik koloid plasma (juga disebut tekanan onkotik). Biarpun tekanan onkotik hanya punya andil kurang dari 1% tekanan osmotik total, protein plasma merupakan unsurunsur aktif secara osmotis yang paling penting dalam mempertahankan PV. Ukuran molekul albumin (BM 69.000) membatasi perpindahan ke dalam ruang interstisial kendati terdapat beda kadar yang besar (4 g/dL versus 1 g/dL), yang berkewajiban untuk mempertahankan proporsi PV sirkulasi dan volume cairan interstisial (interstitial

fluid volume, IFV). Ringkasnya, kompartemen intra dan ekstraselular merupakan ruang distribusi untuk air, air ekstraselular merupakan ruang distribusi untuk Na +, dan air plasma merupakan ruang distribusi utama untuk protein plasma. Dalam merencanakan terapi cairan harus dipertimbangkan distribusi diferensial air, garam dan protein plasma. Sebagai contoh, seorang pasien 70 kg memerlukan penggantian volume 2 L akibat kehilangan darah akut atau 40% volume darah totalnya (5 L). Volume cairan pengganti yang diperlukan untuk mengembalikan volume darah sirkulasi ditentukan oleh ruang distribusi cairan pengganti yang bergantung pada kadar koloid dan Na+ cairan pengganti. Formula berikut ini menggambarkan efek sejumlah cairan dalam mengekspansikan PV :

PV = volume infus (PV/Vd) 5

PV = perubahan PV yang diharapkan Vd = volume distribusi cairan infus

Misal : berapa banyak 5% dekstrosa dalam air (D5W) yang diperlukan untuk meningkatkan PV sebesar 2 L ?. (Pada pasien 70 kg PV = 3 L dan cairan tubuh total, Vd untuk D5W adalah 42 L) 2 L = volume infus (3 L/42 L) Jadi, volume D5W yang harus diinfuskan untuk mengekspansikan PV sebesar 2 L adalah 28 L. Berapa banyak yang diperlukan bila memakai 0,9% NaCl ? (Vd = volume ekstraselular, kira-kira 14 L pada pasien 70 kg) 2 L = volume infus (3 L/14 L)

Jadi volume 0,9% NaCl yang harus diinfuskan untuk mengekspansikan PV sebesar 2 L adalah 9,3 L. Berapa banyak 5% albumin yang diperlukan ? (Vd = PV) 2 L = volume infus (3 L/3 L) Jadi volume 5% albumin yang harus diinfuskan untuk mengekspansikan PV sebesar 2 L adalah 2 L.

Albumin serum manusia (25%), suatu cairan hiperonkotik, mengekspansikan PV sekitar 400 ml untuk tiap 100 ml yang diberikan. Penambahan 300 ml dalam PV merupakan cairan interstisial yang ditranslokasikan ke dalam pembuluh darah. Tabel 1 menggambarkan efek volume berbagai cairan pada PV, IFV dan ICV. Contoh-contoh di atas berlaku bila tidak ada syok, sepsis atau hipoksemia yang berkepanjangan sebab keadaan tersebut dapat mengganggu kemampuan membran kapiler untuk membatasi perpindahan transvaskular protein serum. Pada pasien sakit kritis sering kali sulit untuk mempertahankan keseimbangan volume intravaskular dan interstisial karena hubungan volume cairan dan tekanan osmotik koloid berubah.

Tabel 1.Ekspansi PV setelah infus beberapa macam cairan Cairan PV IFV (ml) (ml)

ICV (ml)

250ml 5% Albumin 250ml 25% Albumin 1000ml D5W 1000ml RL 1000ml 0,9% NaCl 1000ml 5% NaCl 1000ml Darah lengkap

250 1000 85 200 275 990 1000

0 -750 255 800 825 2690 0

0 0 660 0 -100 -2950 0

PV = perubahan volume plasma; IFV ( interstitial fluid volume ) = volume cairan interstisial; ICV = volume intraselular; D5W = 5% dektrosa dalam air; RL = Ringer laktat

Terapi Cairan

Hipovolemia merupakan penyebab tersering aliran rendah, tetapi paling mudah untuk dikoreksi. Untuk pasien kritis, pasien pascabedah risiko tinggi, pemberian cairan secara cepat tanpa melampaui tekanan baji arteri paru (pulmonary artery wedge

pressure, PAWP) setinggi 20 mmHg adalah terapi pertama dan yang paling penting diperlukan untuk mencapai tujuan terapi keadaan aliran rendah akut. Strategi dasar dalam terapi tersebut adalah membuat optimal variabel-variabel hemodinamik dan transport O2 (delivery oxygen, DO2) dalam 8-12 jam pertama pascabedah ke rentang yang secara empiris didefinisikan sebagai pendekatan pertama ke nilai-nilai optimal. Kemudian terapi tambahan dapat dititrasikan secara lebih gradual untuk mencapai titik akhir kedua yaitu DO2 ditinggikan peningkatan konsumsi O2 ( VO2). Tujuannya adalah untuk meminimalkan derajat dan lama hipoksia jaringan dengan memakai tujuan-tujuan fisiologis sebagai hasil keluaran (outcome) untuk titrasi cepat dan kasar dan konsep interdependensi VO2 untuk titrasi gradual ke titik akhir (dengan hati-hati) sampai tidak terjadi lagi

final. Tujuan-tujuan tersebut lebih mudah dicapai dengan koloid yang mengekspansikan PV tanpa overekspansi ruang interstisial daripada dengan kristaloid. 6 Kanji hidroksietil menghasilkan efek volume darah dan hemodinamik yang lebih besar dan lebih lama daripada albumin, dekstran atau gelatin. Shoemaker dan Beez
7

mendapatkan bahwa

pada stadium awal syok atau penyakit kritis, kristaloid biasanya meninggikan tekanan darah, namun hanya sebentar memperbaiki aliran darah dan transport O2. Data mereka menunjukkan bahwa pada sindroma gawat nafas pada orang dewasa ( adult respiratory distress syndrome, ARDS) stadium dini, koloid sangatlah efektif, mengarahkan bahwa kebocoran kapiler, bila ada, tidak membatasi keefektifan terapeutik koloid. Akan tetapi, pada stadium terminal, baik koloid maupun kristaloid tidak efektif. Efek volume darah kanji hidroksietil molekul sedang (6%/10% HES 200/0.5) menetap selama 4-8 jam, preparat substitusi yang lebih besar (6% HES 200/0.6) atau preparat dengan molekul lebih besar (6% HES 450/0.7) menetap selama 8-12 jam.8,9,10 Efek volume darah 6% dekstran 60 menetap selama 6-8 jam, efek volume 10% dekstran 40, 5% albumin (500ml) atau 25% albumin (100ml) dipertahankan selama 3,54,5 jam. Preparat gelatin memantapkan volume darah hanya untuk 1,5-2 jam.8,9,11 Penelitian oleh Zikria dkk12 pada tikus dengan kerusakan endotelial akibat kombustio menunjukkan bahwa fraksi kanji hidroksietil dengan berat molekul (BM) antara 100.000 dan 300.000 dalton, sama seperti HES 200/0.5 bertindak sebagai zat penyumpal (sealing agent) lebih baik daripada 4 group kontrol yang menerima albumin 5%, RL. HES dengan BM < 50.000 atau HES dengan BM > 300.000 dalton. Efek menyumpal HES 200/0.5 yang bermakna juga didapat Zikria pada sumbatan koroner13 dan pada iskemia tungkai14 oleh Webb pada peritonitis15 oleh Schell pada iskemia serebral,16 oleh Tanaka pada edema paru akut,17 oleh Traber pada sepsis
18

dan oleh Yeh pada penelitian pintasan jantung paru pada neonatal.19 Model-

model binatang tersebut menunjukkan penurunan bermakna pada kebocoran plasma dan edema akibat kapiler mengalami cedera dan juga penurunan bermakna pada kebutuhan cairan koloid (HES 700/0.5) untuk memperoleh dan mempertahankan normovolemia.10 Umumnya efek PV dan DO2 lebih besar dan lebih tahan lama sesudah

koloid daripada sesudah kristaloid bila diberikan kepada pasien yang sama pada penelitian klinis yang dirancang secara seksama. Di antara koloid, preparat kanji hidroksietil molekul sedang dan besar memberikan efek PV dan DO2 yang bertahan lebih lama daripada koloid lain. Fraksi HES molekul sedang tertentu seperti HES 200/0.5 mempunyai tambahan efek menyumpal khas HES pada kebocoran kapiler. Karena itu, HES 200/0.5 mungkin bermanfaat terutama pada pasien sakit kritis dengan gagal organ yang sudah terwujud atau yang masih mengancam, karena potensial khasnya untuk mencegah kebocoran kapiler, hipovolemia dan edema jaringan. Infus 10% HES 200/0.5 pada pasien sakit kritis dengan hipovolemia dan syok akibat trauma, operasi berat, sepsis atau kombustio untuk memperoleh nilai PAWP setinggi 15-18 mmHg memperbaiki hemodinamik {indeks jantung(cardiac index, CI), DO2 dan VO2)} ke nilai-nilai normal atau supranormal sebagaimana ditunjukkan pada berbagai penelitian klinis prospektif.20-24 Efek-efek tersebut sama atau lebih baik daripada dengan 5% albumin. Infus 6% HES 200/0.6 atau 6% HES 450/0.7 juga secara bermakna memperbaiki CI, DO2, VO2 pada pembedahan, trauma, sepsis atau ARDS.2529

Larutan-larutan kanji hidroksietil sedang atau yang bertahan lama agaknya

bermanfaat terutama untuk terapi cairan dini pada pasien sakit kritis untuk mencapai tujuan optimal terapi (CI, DO2, VO2) untuk memperbaiki fungsi organ dan hasil akhir. Pada resusitasi awal pasien trauma Shoemaker 7 menganjurkan penggunaan bijaksana 25% albumin terutama jika pasien sudah hipertensif atau sedang dalam diet rendah garam prabedah. Pasien yang sudah diberi kristaloid dalam jumlah berlebihan yang telah menderita edema perifer masif atau edema paru juga akan lebih baik bila diberi 25% albumin. Namun pada kebanyakan kasus, 6% kanji hidroksietil merupakan pilihan tepat untuk mencapai tujuan terapi cairan. Pemberian cairan pada pasien syok melibatkan pertimbangan baik kuantitatif maupun kualitatif. Konsep terpenting pada setiap resusitasi hemodinamik adalah membuat optimal prabeban dengan memberi volume intravaskular yang adekuat untuk kontraktilitas yang masih ada. Gambar 2 menggambarkan kebutuhan potensial akan pemberian volume pada setiap keadaan syok.

Gambar 2. Ilustrasi kebutuhan potensial akan pemberian cairan pada syok.

Volume

HIPOVOLEMIK ordinat absis : prabeban

HIPERDINAMIK

KARDIOGENIK

: keluaran ventrikular
Volume

Pada syok hipovolemik dan syok kardiogenik bahwa peninggian prabeban Volume seringkali disebabkan oleh kontraktilitas yang menurun. Untuk memperkirakan jumlah cairan yang perlu dimasukkan, lebih disukai bolus yang dititrasi, menilai efek pada prabeban dan keluaran ventrikular (ventricular output) daripada infusi kontinyu volume besar yang tanpa diatur. Pertimbangan kualitatif dalam terapi cairan menyebabkan banyak dilema. Darah dan produk darah diindikasikan untuk memperbaiki DO 2 dan koagulasi. Harus dipertimbangkan pula bahwa transfusi dapat menularkan penyakit. Rumus berikut menggambarkan pertimbangan yang melibatkan estimasi kemampuan pulmoner (kandungan oksigen arterial, CaO 2) dan kardiovaskular (curah jantung=cardiac output, c.o) yang terkait dengan VO2. Perspektif seperti ini memungkinkan klinikus untuk memperkirakan nilai dan kebutuhan menaikkan kadar hemoglobin (Hb) untuk meningkatkan CaO2.

(CaO2 CvO2) (C.O. x 10) > VO2

CaO2 = kandungan oksigen arterial CvO2 = kandungan oksigen vena campuran CO = curah jantung

VO2 = konsumsi oksigen

Pertimbangan kualitatif selanjutnya adalah mengenai elektrolit dan faktor-faktor asambasa dan penekanan yang terlampau besar pada penggunaan koloid versus kristaloid.

Kristaloid
Kristaloid adalah suatu kelompok cairan, tanpa penambahan solut ionik atau non ionik seperti NaCl, ke dalam air. Kebanyakan, namun tidak semuanya, iso-osmolar dan tidak seperti koloid, kristaloid murah, mudah membuatnya dan tidak menyebabkan reaksi imunologis. Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan tidak terbatas dalam ruang intravaskular. Penyebarannya ditentukan terutama oleh kadar Na +. Karenanya, larutan-larutan yang mengandung kadar Na+ yang hampir isotonik (misal : 0,9% NaCl, RL dan larutan Hartmann) akan berdiam di ruang ekstraselular. Karena ukuran ruang interstisial 3 kali lipat ruang intravaskular, kristaloid akan didistribusikan ke ruang interstisial dan ke ruang intravaskular (lihat gambar 3). Bila kadar Na+ kristaloid menurun, maka terjadi peningkatan jumlah air yang menyebar ke ruang intraselular. Sebagai contoh, 5% dekstrosa yang tidak mengandung Na+, didistribusikan ke tiga ruang tubuh secara proporsional. Volume terbesar menuju ke ruang intraselular, karena merupakan kompartemen terbesar dan hanya sebagian kecil ke ruang intravaskular. Jadi, bila 1L 5% dekstrosa diinfuskan, hanya 120mL yang tetap berada dalam ruang intravaskular. Karena itu 5% dekstrosa tidak mempunyai peranan dalam terapi hipovolemia.

Koloid
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik, sehingga menghasilkan tekanan onkotik. Bila diinfuskan, koloid akan tinggal terutama dalam ruang intravaskular (lihat gambar 3). Darah dan produk darah, seperti albumin,menghasilkan tekanan onkotik karena mengandung molekul protein besar. Koloid artifisial juga mengandung molekul besar seperti gelatin, dekstran atau kanji hidroksietil, kendati semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular, koloid dengan tekanan onkotik yang lebih besar daripada plasma (hiperonkotik), juga akan menarik cairan ke dalam ruang intravaskular. Koloid ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan PV lebih besar dari volume yang diinfuskan. Koloid iso-onkotik mengekspansikan PV sebesar volume yang diinfuskan dan dikenal sebagai substitut plasma. Macam-macam koloid adalah darah, albumin, gelatin (poligelin dan modifikasi gelatin), dekstran dan kanji hidroksietil. Masing-masing koloid mempunyai keuntungan dan kerugian, sehingga untuk pemeriksaan yang rasional perlu mengenal karakteristik mereka.

IVV Kristaloid

IFV

ICV

IVV IFV

ICV

IVV Koloid

IFV

ICV

IVV : intravascular volume, volume intravaskular. IFV : interstitial fluid volume, volume interstisial.

ICV : intracellular volume, volume intraselular.

Gambar 3. Kristaloid terutama meningkatkan IFV relatif terhadap IVV. Koloid terutama terbatas dalam ruang intravaskular.

Aspek klinis resusitasi cairan


Terapi cairan rasional bergantung pada perkiraan defisit air tiap-tiap kompartemen cairan fisiologis, lalu memberikan kristaloid atau koloid yang tepat untuk resusitasi kompartemen yang memerlukan. Pengosongan ruang intravaskular dapat dinilai secara klinis. Laju jantung, tekanan darah, keluaran urin, tekanan vena sentral dan PAWP semua menunjukkan volume ruang intravaskular. Ruang interstisial dan intraselular yang bersama-sama membentuk bagian terbesar air tubuh total sangatlah sulit untuk diukur. Grafik keseimbangan cairan dapat memberikan perkiraan perubahanperubahan harian pada air tubuh total, namun masih terdapat banyak kehilangan dan penambahan yang tidak tercatat, seperti kehilangan insensibel, drainase saluran cerna dan sekuestrasi luka. Foto thoraks dapat dipakai untuk mencari edema paru yang mungkin merupakan suatu indikator ekspansi ruang interstisial. Turgor kulit yang berkurang dan membran mukosa kering merupakan indikator nonspesifik pengurangan air tubuh total. Hipernatremia, urea plasma tinggi dan osmolalitas urin tinggi mungkin pula disertai dengan penurunan air tubuh total. Menimbang berat badan pasien merupakan salah satu cara paling baik untuk menilai pergeseran cairan. Klinis yang paling penting adalah melakukan resusitasi ruang intravaskular, karena volume intravaskular yang tidak adekuat menyebabkan hipotensi, penurunan DO2 ke jaringan perifer dan hipoperfusi organ-organ esensial.

Kontroversi Kristaloid versus Koloid


Pertanyaan apakah resusitasi kristaloid atau koloid yang paling tepat merupakan sumber perdebatan selama beberapa puluh tahun. Secara umum, resusitasi kristaloid

menyebabkan ekspansi ruang interstisial, sedangkan koloid intravena yang bersifat hiperonkotik, karena tekanan onkotik, cenderung untuk menyebabkan ekspansi volume intravaskular dengan meminjam cairan dari ruang interstisial. Koloid iso -onkotik dapat mengisi ruang intravaskular tanpa mengurangi ruang interstisial. Dalam tabel 2 dapat dilihat perbandingan cairan kristaloid versus koloid. Tabel 2. Kristaloid versus koloid. Kristaloid Efek volume intravaskular Koloid lebih baik (efisien, volume lebih kecil, menetap lebih lama) Efek volume interstisial DO2 sistemik Sembab paru lebih baik lebih tinggi

keduanya sama-sama potensial menyebabkan sembab paru.

Sembab perifer Koagulopati Aliran urin Reaksi-reaksi Harga

sering lebih besar tidak ada murah

jarang dekstran > kanji hidroksietil GFR menurun jarang albumin mahal non albumin sedang

Dari pertimbangan fisiologis terlihat bahwa kristaloid menyebabkan lebih banyak edema daripada koloid. Pada keadaan peningkatan permeabilitas, koloid mungkin merembes ke dalam ruang interstisial. Ini tidak perlu memburuk, dan akhirnya koloid meninggikan tekanan onkotik plasma. Ini akan menghambat kehilangan cairan selanjutnya dari sirkulasi dan kemungkinan hal ini menguntungkan. Agaknya, mikrovaskulatur masih mempunyai kemampuan untuk mempertahankan gradien protein walaupun terdapat gangguan permeabilitas yang berat. Kelebihan koloid dalam respons

metabolik dapat meningkatkan DO2 dan VO2 serta menurunkan laktat serum. Parameter-parameter tersebut merupakan indikator penting untuk mengetahui apakah pasien akan tetap hidup atau meninggal.

Kristaloid versus koloid : area persetujuan


1. Tidak diragukan bahwa larutan koloid merupakan bentuk penggantian volume darah yang lebih efisien daripada larutan kristaloid. Untuk mencapai titik akhir tertentu diperlukan lebih sedikit larutan koloid daripada larutan kristaloid.30,31 2. Juga tidak dipertanyakan lagi bahwa larutan koloid lebih mahal dari kristaloid. 30,31 3. Larutan kristaloid tidak menyebabkan reaksi anafilaktoid yang dapat terjadi dengan koloid, meskipun reaksi seperti ini jarang terjadi pada syok.32 4. Hemodilusi sebelum transfusi darah dengan kristaloid atau koloid bermanfaat secara teoritis pada restorasi volume darah. Hal ini ditunjang oleh data eksperimental.33 5. Resusitasi dengan cairan selain dari darah secara praktis sangat bermanfaat. Kendati transfusi darah tetap merupakan kemajuan paling bermakna dalam penanganan syok hemoragik, memulai resusitasi dengan larutan selain darah memungkinkan dilakukannya resusitasi di tempat dan memberi kesempatan untuk uji silang yang lengkap.30,31 6. Anemia ternyata ditoleransikan lebih baik daripada hipovolemia. 30,31 Pada perdarahan akut pada orang sehat anemia dapat ditoleransikan sampai 50%, sedangkan hipovolemia hanya 30%. 7. Kelebihan cairan dengan kedua macam larutan merupakan peristiwa yang tak diinginkan.30,31 8. Mempertahankan tekanan osmotik koloid plasma dipostulasikan sebagai tujuan terapi cairan yang diinginkan; larutan koloid lebih efektif dalam mempertahankan tekanan osmotik koloid pada kebanyakan manusia dan juga binatang. 34,35

Anda mungkin juga menyukai