Anda di halaman 1dari 28

KASUS KEJAHATAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DIBAWAH UMUR

Hendry 10-2009-082
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telephone : (021) 5694-2061 Fax : (021)- 563 1731 E-Mail:justforthesimple1@gmail.com ___________________________________________________________________________

SKENARIO

Seorang ibu muda bersama dengan seorang anak perempuannya yang berusia 11 tahun datang ke poliklinik anak di sebuah rumah sakit. Setelah berada di dalam ruang periksa, si ibu menjelaskan bahwa anaknya mengeluh sakit bila inginkencing sejak dua hari yang lalu. Dalam wawancara berikutnya dokter tidak memperoleh keterangan lain, maka dokter pun memulai melakukan pemeriksaaan fisik si anak.

Pada pemeriksaan fisik dokter menemukan robekan lama selaput dara disertai dengan erosi dan peradangan jaringan vulva sisi kanan. Dokter berkesimpulan bahwa sangat besar kemungkinan terjadi persetubuhan beberapa hari sebelumnya. Dokter pun lebih intensif mengorek keterangan dari si anak dan si ibu. Akhirnya terungkaplah fakta bahwa si anak telah di setubuhi oleh seorang laki laki yang telah lama dikenal sebagai pacar si ibu. Si ibu telah bercerai 3 tahun dengan suaminya ( ayah si anak) dan saat ini sedang menjalin hubungan dengan laki laki lain sebagai pacarnya. Si ibu meminta kepada dokter agar jangan membawa kasus ini ke polisi karena ia akan malu dibuatnya. Ia berjanji untuk memutuskan hubungan dengan si laki laki tersebut agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Dokter menilai bahwa pasien perlu dikonsultasikan kepada ahlinya.

ASPEK HUKUM Pasal KUHP yang mengatur mengenai pencabulan ada dalam pasal 287-296. Pasal 287 KUHP (1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah suatu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294. Pasal 288 KUHP (1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam perkawinan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum mampu dikawin, diancam, apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka dengan pidana penjara paling lama empat tahun. (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun. (3) Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 289 KUHP Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.1 Pasal 290 KUHP Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:

Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;

Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin

Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain

Pasal 292 KUHP Orang yang cukup umur yang melakukan perbuatan cabul dengan ornag lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 293 KUHP

Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyelahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan keadaaan, atau dengan menyesatkan sengaja menggerakkan seseorang belum cukup umur dan baik tingkah-lakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum cukup umurnya itu diketahui atau selayaknya harus diduga, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.

Tenggang tersebut dalam pasal 74, bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan dan 12 bulan.

UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pada UU Perlindungan Anak yang mengatur mengenai pencabulan terdapat pada pasal 82 dan 88. Pasal 82 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah dan paling sedikit 60 juta rupiah.1

Pasal 88 Setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipindana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan atau denda paling banyak 200 juta rupiah.1 PROSEDUR MEDIKOLEGAL Prosedur medikolegal adalah tatacara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar prosedur medikolegal mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran.

Lingkup prosedur medikolegal Pengadaan visum et repertum Tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka Pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan Kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran Tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik Tentang fitness / kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik.

1. Dasar pengadaan visum et repertum Pasal 133 KUHP (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainya. (2) Permintaan keterangan ahli seperti yang dimaksudkan dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan pada mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.1,2

Permintaan Visum et Repertum Menurut Pasal 133 KUHP :

- Wewenang penyidik - Tertulis (RESMI) - Terhadap korban, bukan tersangka - Ada dugaan akibt peristiwa pidana - Bila mayat:
i. Identitas pada label ii. Jenis pemeriksaan yang diminta iii. Ditujukan kepada SpF dan Dokter RS

2. Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter Pasal 216 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut UU oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau denda paling banyak Rp 9.000,00. (2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau menjalankan jabatan umum. (3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga. Pasal 222 KUHP Barang siapa sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan untuk sementara waktu diserahi tugas

pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,00. 1,2

3. Permintaan sebagai Saksi Ahli (masa persidangan) Pasal 179 KUHAP

Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Pasal 224 KUHAP Barang siapa dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut UU ia harus melakukannya: 1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.

4. Pemeriksaan Tersangka Pasal 66 KUHAP Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian Pasal 37 KUHAP (2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksudkan dalam pasal (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakain dan atau menggeledah badan tersangka.

Pasal 53 UU Kesehatan (3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan 5. Pembuat Visum et Repertum bagi Tersangka (misal: VeR Psikis) Pasal 120 KUHAP (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus

Pasal 180 KUHAP (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, Hakim ketua sidang dapat meminta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan. 1,2

6. Keterangan Ahli Pasal 1 Butir 28 KUHAP

Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya pembuktian, harus dikemas dalam bentuk ALAT BUKTI SAH

7. Alat Bukti Sah Pasal 183 KUHAP Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperolah keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah melakukannya. yang bersalah

Pasal 184 KUHAP (1) Alat bukti sah adalah : a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa 8. Keterangan Ahli Diberikan secara Lisan Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan disidang pengadilan.

Penjelasan Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli ini dapat juga diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. 1,2

9. Keterangan Ahli Diberikan Secara Bertulis Pasal 187 KUHAP (1) Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas smpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah :

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya alat bukti sah surat

10. Pejabat Yang Berwewenang Meminta visum et Repertum Pasal 133 KUHAP penyidik

Pasal 6 (1) KUHAP

Penyidik : - Pejabat POLRI - Pejabat PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU
Yang membutuhkan Visum et Repertum kasus pidana Umum penyidik harus Polisi Penyidik PNS tidak berwenang meminta Visum et Repertum

Pasal 2 PP No 27 Thn 1983 (2) Penyidik adalah pejabat polisi NKRI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat pembantu letnan dua polisi (Ajun inspektur dua)

Pasal 2 PP No 27 Thn 1983 Penyidik pembantu adalah Pejabat polisi NRI tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi Pejabat PNS tertentu yang berpangkat pengatur muda (gol II/a) atau yang disamakan dengan itu

Pasal 2 (2) PP No 27 Thn 1983 Dalam hal disuatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka komandan kepolisian yang berpangkat bintara dibawah pembantu letnan dua polisi, karena jabatannya adalah penyidik. 1,2

Artinya : Tidak semua polisi berpangkat pelda keatas adalah penyidik Tidak semua polisi berpangkat sersan adalah penyidik pembantu

Setiap kapolsek adalah penyidik 1

PROSEDUR HUKUM Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan 1. Memiliki permintaan tertulis dari penyidik Untuk dapat melakukan pemeriksaan yang berguna untuk peradilan, dokter harus melakukannya berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang. Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Apabila korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, korban jangan diperiksa dahulu tetapi diminta untuk kembali kepada polisi dan datang bersama polisi.

Visum et repertum dibuat hanya berdasarkan atas keadaan yang didapatkan pada tubuh korban saat permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter. Jika dokter telah memeriksa korban yang datang di rumah sakit, atau di tempat praktek atas inisiatif korban sendiri tanpa permintaan polisi, lalu beberapa waktu kemudian polisi mengajukan permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum, maka hasil pemeriksaan sebelumnya tidak boleh dicantumkan dalam Visum et Repertum karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelum ada permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322).

Dalam hal demikian, korban harus dibawa kembali untuk diperiksa dan Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak dicantumkan dalam Visum et Repertum, tetapi dalam bentuk surat keterangan.1,2 2. Informed Consent Sebelum memeriksa, dokter harus mendapatkan surat ijin terlebih dahulu dari pihak korban, karena meskipun sudah ada surat permintaan dari polisi, belum tentu korban menyetujui dilakukannya pemeriksaan ke atas dirinya. Selain itu, bagian yang akan diperiksa meliputi daerah yang bersifat pribadi. Jika korban sudah dewasa dan tidak ada gangguan jiwa, maka dia berhak memberi persetujuan. Sedangkan jika korban anak kecil dan jiwanya terganggu, maka persetujuan diberikan oleh orang tuanya atau saudara terdekatnya, atau walinya.

Dalam melakukan pemeriksaan, tempat yang digunakan sebaiknya tenang dan dapat memberikan rasa nyaman bagi korban. Oleh karena itu, perlu dibatasi jumlah orang yang berada dalam kamar pemeriksaan, hanya dokter, perawat, korban, dan keluarga atau teman korban apabila korban menghendakinya. Pada saat memeriksa, dokter harus didampingi oleh seorang perawat atau bidan.

3. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin Korban sebaiknya tidak dibiarkan menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar periksa. Pemeriksa harus menjelaskan terlebih dahulu tindakan tindakan yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan. Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin agar perkara dapat cepat diselesaikan.

4. Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ayah/ibu untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi persetubuhan.

Dalam hal ini, sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Katakana bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah itu, bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun, dan jika persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari seorang pengacara.1,2

Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat dalam bentuk surat keterangan, karena kita tidak mengetahui untuk apa surat keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang yang tidak bersalah. Dalam keadaan sedemikian umumnya anak tidak mau diperiksa, sebaliknya

orang tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta ijin tertulis untuk memeriksa dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya.

PEMERIKSAAN MEDIK Pemeriksaan secara medis pada korban kejahatan seksual, baik pada anak-anak maupun dewasa pada dasarnya sama dengan pada pasien lain, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang: 1. Ambil data-data polisi, korban dokter dan perawat terkait. 2. Anamnesis: Umur Status perkawinan Haid: haid, terakhir Penyakit kelamin dan kandungan Penyakit lain seperti ayan dll Pernah bersetubuh? Waktu persetubuhan terakhir? Menggunakan kondom? Waktu kejadian Tempat kejadian Apakah korban melawan? Apakah korban pingsan? Apakah terjadi penetrasi? Apakah terjadi ejakulasi?3,4

3. Periksa pakaian: Robekan lama / baru / memanjang / melintang Kancing putus Bercak darah, sperma, Lumpur, dll Pakaian dalam rapih atau tidak Benda-benda yang menempel sebagai trace evidence

4. Pemeriksaan badan: Umum: Rambut / wajah rapi atau kusut Emosi tenang atau gelisah Tanda bekas pingsan, alkohol, narkotik. Ambil contoh darah Tanda kekerasan: mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha

Trace evidence yang menempel pada tubuh Perkembangan seks sekunder Tinggi dan berat badan Pemeriksaan rutin lainnya.

Genitalia: Pada pemeriksaan fisik anak, temuan tidak spesifik yaitu temuan yang mungkin sebagai akibat seksual abuse, tergantung pada jarak saat pemeriksaan dan saat abuse, tetapi mungkin juga akibat sebab lain atau merupakan varian yang normal. Eritema (kemerahan) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat zat iritan, infeksi atau iritan) Adesi labia (mungkin terdapat iritasi atau rabaan) Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau karena traksi labia mayor pada pemeriksaan) Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak karena infeksi ataupun trauma) Kulit genital semu (mungkin jumbai kulit atau kulit bukan genital mungkin condyloma acuminata yang didapat bukan dari seksual) Fisura ani (biasanya akibat konstipasi atau iritasi perianal) Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter eksterna) Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal) Kongesti vena atau pooling vena (biasanya akibat posisi anak, juga ditemukan pada konstipasi) Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain seperti uretra atau mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang eksidental 5. Deskripsikan mengenai adanya robekan, iregularitas, keadaan fissura. Apabila terjadi hubungan seksual secara anal, maka dapat terjadi perlukaan pada anus. 6. Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan seperti: Pemeriksaan darah Pemeriksaan cairan mani (semen) Pemeriksaan kehamilan Pemeriksaan VDRL Pemeriksaan serologis Hepatitis Pemeriksaan Gonorrhea

Pemeriksaan HIV Pemeriksaan rambut, air liur, dan pemeriksaan pria tersangka3,4

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan cairan mani (semen) Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7.2 7.6. Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per ml. Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaanpemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

Pemeriksaan spermatozoa (mikroskopis) Tanpa pewarnaan Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang bergerak. Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan.

Cara pemeriksaan: satu tetes lender vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran 500x serta kondensor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma.

Bila sperma tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalan cairan vagina.

Dengan pewarnaan Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite green. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut: Warnai dengan larutan Malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1% selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.

Penentuan cairan mani (kimiawi) Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut:

Reaksi fosfatase asam Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostate. Aktifitas enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500 U.K.A. (kaye). Dalam sekret vagina setelah 3 hari abstinensi seksualis ditemukan aktifitas 0-6 Unit (Risfeld). 3,4 Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A. per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani. Reagens untuk pemeriksaan ini adalah: Larutan A: Brentamin Fast Blue B Natrium acetat trihyrate Glacial acetat acid Aquadest 1 g (1) 20 g (2) 10 ml (3) 100 ml (4)

(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.

Larutan B : Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.

Cara pemeriksaan :

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.

Hasil : Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur. Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi. 3,4

Reaksi Berberio Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa. Dasar reaksi :Menentukan adanya spermin dalam semen. Reagen : Larutan asam pikrat jenuh. Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) : Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.

Hasil : Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.

Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani

Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina, cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2 100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi. 3,4

Tabel 1. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari forniks posterior vagina.

Golongan Darah Wanita O Substansi sendiri A A+H A B B+H B AB

dalam sekret vagina Substansi asing

A+B

A B A+B

B H*

A H*

H* A+H

berasal dari semen Hasil :

Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut terdapat cairan mani.

Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian a. Secara visual Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan. Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning sampai coklat. Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan. Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih. Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.

b. Secara taktil (perabaan) Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar. c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam) Cara pemeriksaan : Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak yang dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan dengan reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui letak bercak pada kain.

Pemeriksaan Pria Tersangka Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan dengan seseorang wanita. 3,4

Cara lugol Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung banyak glikogen.

Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu dataran fokus dengan inti.

Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.

Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan terhadap korban. Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.

INTERPRETASI HASIL 1. Tanda-tanda seks sekunder Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannya. Keadaan perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan.

Tanner membagi tahapan yang terjadi selama pubertas. Tahapan ini dibagi menjadi dari T1 sampai T5, di mana T1 identik dengan perkembangan masa anak-anak dan T5 identik dengan maturitas penuh.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam tanda-tanda seks sekunder pada wanita antara lain : i. ii. iii. iv. telarche, yaitu pembesaran payudara, pubarche, yaitu tumbuhnya rambut pubis, menarche, yaitu menstruasi yang pertama kali terjadi, dan adrenarche, yaitu tumbuhnya rambut aksila sebagai akibat peningkatan androgen dari adrenal. Untuk mempermudah pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi selama pubertas pada wanita, Tanner menggolongkannya menjadi beberapa tahapan yang ditandai dengan dari T1 (Tanner 1) sampai T5.

Tabel 2. Penggolongan Oleh Tanner

Tanner Perkiraan (T) usia

Kecepatan Lain-lain pertumbuhan tinggi badan/tahun 10 tahun atau Elevasi puting susu, Tidak ada 5-6 cm Adrenarche kurang areola masih sejajar rambut, atau ada dengan permukaan rambut namun dada bentuknya seperti vilus

Telarche

Pubarche

10-11,5 tahun Tunas payudara bisa Rambut jarang, 7-8 cm teraba, areola sedikit membesar berpigmentasi

11,5-13 tahun Payudara melebar Menjadi lebih 8 cm melebihi batas areola kasar, gelap, dan keriting 13-15 tahun Putting susu berada Tipe dewasa, <7cm Menarche di atas bukit areola namun penyebarannya sebatas pubis 15 tahun atau Integrasi puting susu Tipe dewasa dan Mencapai Organ genital lebih penyebarannya tinggi dewasa hingga ke paha maksimal pada sebelah dalam usia 16 tahun 2. Tanda-tanda persetubuhan Robekan Hymen Variasi anatomi dari keadaan yang hymen imperforata sampai keadaan dimana hampir tidak terdapat hymen dapat ditemukan, tetapi pemeriksaan yang dilakukan

Pembesaran klitoris, pigmentasi labia Acne vulgaris, rambut aksila

secara hati-hati akan selalu memperlihatkan unsur-unsur dari hymen. Laserasi vaginal biasa timbul pada coitus normal ataupaun pada perkosaan. Biasanya laserasi vaginal disebabkan karena coitus namun dapat juga disebabkan oleh masturbasi, dengan memasukkan benda asing seperti tampon . Perlukaan vaginal bukanlah hal yang jarang, dan derajatnya bervariasi dari perlukaan minor akibat koitus normal hingga introital mayor atau minor dan robekan vaginal, dan robekan dinding vagina. Trauma minor pada vagina biasanya disebabkan oleh koitus normal. Hymen dan introitus ditahan pada bagian anterior dimana daerah ini jarang terkena luka. Hymen yang kresentik merupakan penampakan yang sering ditemukan pada wanita yang masih perawan. Trauma atau luka sering diharapkan terjadi pada bagian posterior dimana pada bagian ini terdapat daerah jaringan tanpa penyokong yang luas. Trauma vaginal pada saat koitus biasanya terdapat pada bagian bawah, posterior , bagian dari introitus, termasuk bagian bawah hymen dan fourchette posterior. Robekan hymen biasanya terdapat pada bagian posterior (63% antara posisi jam 5 dan jam 7, dengan posisi pasien supinasi). Robekan yang lebih parah lagi terdapat pada perluasan laserasi hymen ke dinding vagina atau corpus penineum dan rektum dan disertai dengan perdarahan nyata.3

Cairan semen Cairan seminal ditambahkan kedalam saluran vagina ketika ejakulasi terjadi selama koitus. Ketika penis ditarik, maka saluran vagina akan meluas sejauh panjang vagina. Kelemahan dari bagian-bagian atau perubahan dari postur lubang vagina perempuan akan menyebabkan kebocoran, yang akan membuat cairan semen tertinggal dan menetap di rambut pubis, perineum, dan paha bagian atas dan tentu juga pada sprei atau pakaian dalam pada waktu kejadian. Maka pada korban dilakukan pemeriksaan cairan semen dari swab atau bilasan forniks posterior dan pada bercak pakaian. Apabila ditemukan spermatozoa dan cairan mani pada pemeriksaan ini, ini menunjukkan persetubuhan telah terjadi.

3. Tanda-tanda kekerasan Cedera Akibat Kekerasan Fisik atau Perlawanan Menampar, memukul, menendang, dan menjatuhkan semuanya merupakan tindakan yang dilakukan pada saat terjadi perlawanan. Bukti-bukti dari kekerasan ini sering kali terlihat sebagai kontusio disekitar mata, pipi, bibir tetapi bukti ini juga ditemukan tersebar hampir di seluruh bagian tubuh. Bagian belakang dari kepala biasanya dibenturkan ke tanah. Jika benturannya cukup berat, hentakan yang mengenai bagian tulang akan menyebabkan laserasi, hidung mungkin dapat patah; gigi-geligi tanggal; rahang mungkin akan mengalami fraktur. Goresan berbentuk garis pada perut dan lengan bawah memberikan kesan bahwa korban terseret pada permukaan yang kasar. Partikel-partikel dari kotoran mungkin membantu dalam mengidentifikasi tempat penyerangan. Luka-luka lainnya yang masih berhubungan dengan penyerangan termasuk memar pada daerah ruas jari, daerah perbatasan ulnar pada sikut atau pada daerah betis. Kuku jari korban terkadang patah jika ia mencakar penyerangnya. Bahan-bahan di bawah kuku seperti jaringan epitel dan darah dapat dikumpulkan dan sangat membantu dalam mengidentifikasi sang pelaku. 3 Cedera pada Bagian Genital Externa dan Anal

Pelebaran anus (notch atau cleft) selaput dara di daerah posterior, mencapai dekat dasar (sering merupakan artefak pada posisi pemeriksaan tertentu, tetapi bila konsisten pada beberapa posisi, maka mungkin akibat kekerasan tumpul atau penetrasi sebelumnya)

Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum Jejak gigitan atau hisapan di genitalia atau paha bagian dalam Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai selaput dara Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti chrons disease atau akibat tindakan medis sebelumnya) Eritema (kemerahan/memar) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat zat iritan, infeksi atau iritan) Adesi labia (mungkin akibat iritasi atau rabaan) Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau traksi labia mayor pada pemeriksaan) Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak karena infeksi atau trauma) Kulit genital semu Fisura ani (biasanya iritasi perianal) Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter aksterna) Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal) Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau mungkin akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental

Cedera akibat gigitan Gigitan agresif ini dapat menyebabkan kerusakan dari jaringan. Goresan-goresan yang tertinggal sebagai goresan dari gigi disepanjang kulit yang tergigit memiliki bentuk yang beragam dengan bentuk dari ujung insisi, dan sekali lagi hal ini dapat berharga dalam proses identifikasi. Tekanan dari gigi itu sendiri, biasanya jika dilakukan secara perlahan oleh gigi seri, akan meninggalkan sebuah area berbentuk bulan sabit yang berwarna pucat, masing-masing dikelilingi oleh sebuah gambaran leher yang livid, keseluruhan dari lesi mencerminkan sebuah lengkungan dari gigi-geligi. Dimensi dan bentuknya akan menolong untuk mengindikasi apakah si penggigit itu adalah seorang manusia atau bukan, dan dapat memperkirakan usia dari sang penggigit. Cairan saliva yang ada dan imunologi mungkin dapat membantu untuk penyelidikan dari sang pelaku. Dokter harus mengingat bahwa swabdilakukan sebelum sang korban mencuci badannya. 3

Cedera Seksual Orogenital a. Sindroma Fellatio Cedera oral akibat fellatio diduga disebabkan oleh kombinasi dari tekanan negatif intraoral dan dampak langsung dari penis pada daerah palatum. Lesi patologis yang terjadi biasanya berupa perdarahan submukosa, dengan temuan klinis meliputi eritema, petekie, atau ekimosis pada sambungan antara palatum durum dan mole. Lesi dapat unilateral atau bilateral, dapat terpisah atau membentuk gabungan, dan biasanya tidak melibatkan uvula atau dinding faring. Lesi yang timbul tersebut biasanya tidak nyeri dan rata (datar). b. Sindroma Cunnilingus Saat melakukan cunnilingus, lidah terjulur jauh ke luar, dan bergerak-gerak, secara tidak disadari akan menggesek frenulum lingual pada gigi insisivus mandibular. Temuan klinis menunjukkanlesi ulseratif kecil dengan eksudat fibrin berwarna keputihan dengan tepi eritem pada bagian tengah dari frenulum lingual. Pada aktivitas cunnilingus berulang dapat menyebabkan fibroma traumatik kecil. Gejala meliputi nyeri pada lidah dan tenggorokan.

VISUM ET REPERTUM Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia atau bagian dari tubuh manusia, baik hidup maupun mati, atas permintaan tertulis (resmi) dan penyidik yang berwenang (atau hakim untuk visum et repertum psikiatrik) yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum adalah bukti yang sah berupa surat (pasal 184 jo pasal 187 butir c KUHAP)

Ketentuan umum pembuatan visum et repertum adalah: 1. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa. 2. Bernomor, bertanggal di bagian kiri atasnya dicantumkan kata Pro Justitia 3. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tanpa singkatan dan tidak menggunakan istilah asing 4. Ditandatangani dan diberi nama jelas pembuatnya serta dibubuhi stempel instansi tersebut

Visum et repertum dibuat sesegera mungkin dan diberikan kepada (instansi) penyidik pemintanya, dengan memperhatikan ketentuan tentang rahsia jabatan bagi dokter serta ketentuan kearsipan.

VISUM ET REPERTUM KORBAN KEJAHATAN SUSILA Pada umumnya, korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya kepada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukum oleh KUHP. Persetubuhan yang diancam pidana oleh KUHP meliputi pemerkosaan, persetubuhan pada wanita yang tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur.

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan adanya persetubuhan, adanya kekerasan (termasuk pemberian racun/obat/zat agar menjadi tidak berdaya) serta usia korban. Selain itu dokter juga diharapkan memeriksa adanya penyakit hubungan seksual, kehamilan dan kelainan psikiatrik/kejiwaan sebagai akibat dari tindak pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan, karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan sidang pengadilan.3

Untuk dapat memeriksa korban wanita tersebut, selain adanya surat permintaan visum et repertum, dokter sebaiknya juga mempersiapkan si korban atau orang tuanya bila ia masih belum cukup umur, agar dapat dilakukan pemeriksaan serta saksi atau pendamping perawat wanita dan pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruang tertutup yang tenang.

Dalam kesimpulan visum et repertum korban kejahatan susila diharapkan tercantum perkiraan tentang usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin, menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada tidaknya tanda kekerasan.

ASPEK PSIKOSOSIAL Pelaku merupakan pelaksana utama dalam hal terjadinya perkosaan tetapi bukan berarti terjadinya perkosaan tersebut semata-mata disebakan oleh perilaku menyimpang dari pelaku, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar diri si pelaku. Namun secara umum dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan dibagi dalam 2 bagian yaitu: faktor intern, dan faktor ekstern.5

FAKTOR INTERN Faktor intern adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini khusus dilihat dari individu serta dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan perkosaan. Hal ini dapat ditinjau dari:

(a) Faktor Kejiwaan, yakni kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak normal dari seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan kejahatan. Misalnya, nafsu seks yang abnormal, sehingga melakukan perkosaan terhadap korban wanita yang tidak menyadari keadaan diri si penjahat, yakni sakit jiwa, psycho patologi dan aspek psikologis dari instinkseksuil.

Dalam keadaan sakit jiwa, si penderita memiliki kelainan mental yang didapat baik dari faktor keturunan maupun dari sikap kelebihan dalam pribadi orang tersebut, sehingga pada akhirnya ia sulit menetralisir rangsangan seksual yang tumbuh dalam dirinya dan rangsangan seksual sebagai energi psikis tersebut bila tidak diarahkan akan menimbulkan hubungan-hubungan yang menyimpang dan dapat menimbulkan korban pada pihak lain.

Dalam keadaan seperti ini sering dijumpai dalam perbuatan manusia itu terdapat kesilapankesilapan tanpa disadari. Jika terdapatnya perbuatan-perbuatan tidak sadar yang muncul dapat menimbulkan perbuatan yang menyimpang maupun cenderung pada perbuatan kejahatan.

Sedangkan aspek psikologis sebagai salah satu aspek dari hubungan seksual adalah aspek yang mendasari puas atau tidak puasnya dalam melakukan hubungan seksual dengan segala eksesnya. Jadi bukanlah berarti dalam mengadakan setiap hubungan seksual dapat memberikan kepuasan, oleh karena itu pula kemungkinan ekses-ekses tertentu yang merupakan aspek psikologis tersebut akan muncul akibat ketidakpuasan dalam melakukan hubungan seks. Dan aspek inilah yang dapat merupakan penyimpangan hubungan seksual terhadap pihak lain yang menjadi korbannya. Orang yang mengidap kelainan jiwa, dalam hal melakukan perkosaan cenderung melakukan dengan sadis, sadisme ini terkadang juga termasuk misalnya melakukan di hadapan orang lain atau melakukan bersama-sama dengan orang lain. Kemudian disamping itu, zat-zat tertentu seperti alkohol dan penggunaan narkotika dapat juga membuat seseorang yang normal melakukan perbuatan yang tidak normal. Seseorang yang sudah mabuk akibat meminum minuman keras akan berani

melakukan tindakan yang brutal. Dalam kondisi jiwanya yang tidak stabil ia akan mudah terangsang oleh hal-hal yang buruk termasuk kejahatan seksual. 5

(b) Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya kejahatan. Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang menyimpang, sebab moral itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan dan merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkah laku. Dengan bermoralnya seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar dari segala perbuatan yang tercela. Sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung untuk melakukan kejahatan.

Pada kenyataannya, moral bukan sesuatu yang tidak bisa berubah, melainkan ada pasang surutnya, baik dalam diri individu maupun masyarakat. Timbulnya kasus-kasus perkosaan, disebabkan moral pelakunya yang sangat rendah. Dari kasus-kasus tersebut banyak diantaranya terjadi, korbannya bukanlah orang asing lagi baginya bahkan saudara dan anak kandung sendiri. Kasus-kasus tersebut memberi kesan kepada kita bahwa pelakunya adalah orang-orang yang tidak bermoral sehingga dengan teganya melakukan perbuatan yang terkutuk itu terhadap putri kandungnya sendiri. Di lain kasus melakukan perbuatan yang tidak manusiawi itu secara bersama-sama dan di hadapan teman-temannya tanpa adanya rasa malu.

Salah satu hal yang mempengaruhi merosotnya moral seseorang dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan agama. Agama merupakan unsur pokok dalam kehidupan manusia yang merupakan kebutuhan spiritual yang sama. Norma-norma yang terdapat di dalamnya mempunyai nilai yang tertinggi dalam hidup manusia. Sebab norma-norma tersebut adalah norma-norma ketuhanan dan segala sesuatu yang digariskan oleh agama adalah baik dan membimbing ke arah yang jalan yang baik dan benar, sehingga bila manusia benar-benar mendalami dan mengerti isi agama, pastilah ia akan menjadi manusia yang baik dan tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan atau kejahatan walaupun menghadapi banyak godaan. 5

FAKTOR EKSTERN Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Faktor ekstern ini berpangkal pokok pada individu. Dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan

kejahatan kesusilaan. Hal ini dapat ditinjau dari: (a) Faktor Sosial Budaya, meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan terkait erat dengan aspek sosial budaya. Karena aspek sosial budaya yang berkembang di

tengah-tengah masyarakat itu sendiri sangat mempengaruhi naik turunnya moralitas seseorang. Suatu kenyataan yang terjadi dewasa ini, sebagai akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak dapat dihindarkan timbulnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Akibat modernisasi tersebut, berkembanglah budaya yang semakin terbuka pergaulan yang semakin bebas, cara berpakaian kaum hawa yang semakin

merangsang, dan kadang-kadang dan berbagai perhiasan yang mahal, kebiasaan bepergian jauh sendirian, adalah faktorfaktor dominan yang mempengaruhi tingginya frekuensi kasus perkosaan. 5

Aspek sosial budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat dapat mempengaruhi tinggi rendahnya moralitas masyarakat. Bagi orang yang mempunyai moralitas tinggi atau iman yang kuat dapat mengatasi diri sehingga tidak diperbudak oleh hasil peradaban tersebut, melainkan dapat menyaringnya dengan menyerap hal-hal yang positif. Salah satu contoh faktor sosial budaya yang dapat mendukung timbulnya perkosaan adalah remaja yang berpacaran sambil menonton film porno tanpa adanya rasa malu. Kebiasaan yang demikian pada tahap selanjutnya akan mempengaruhi pikiran si pelaku. Sehingga dapat mendorongnya untuk menirukan adegan yang dilihatnya, maka timbul kejahatan kesusilaan dengan berbagai bentuknya dan salah satu diantaranya adalah kejahatan perkosaan. 5

PERAN LSM Dalam bidang perlindungan anak adanya eskalasi kriminalis terhadap anak belum banyak menunjukkan perlindungan yang maksimal. Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan selama tahun 2007 terdapat 455 kasus kekerasan terhadap anak. Di samping itu, data dari Kejaksaan Agung selama tahun 2006 terdapat 600 kasus kekerasan terhadap anak yang telah diputus oleh peradilan. Anak masih dijadikan objek sasaran perlakuan yang tidak seharusnya atau menjurus ke bentuk kriminalitas oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, dan oleh oknum pelaku anak. Hal itu banyak dipengaruhi oleh lingkungan yang sarat dengan informasi dan teknologi, pornografi, dan lain-lain memicu kegiatan yang bersifat kriminal, seperti pencabulan, pelecehan seksual, perkosaan, perdagangan anak, penganiayaan sampai dengan pembunuhan. Bentuk kekerasan lain seperti perdagangan anak (trafficking), berdasarkan catatan Komnas Perlindungan Anak, jumlah yang terperangkap dalam perdagangan anak pada tahun 2006 adalah 42.771 oreang meningkat menjadi 745.817 orang pada tahun 2007 dan pada akhir Juni 2008 jumlahnya mencapai 400.000 orang. Di lingkungan pendidikan yang diharapkan sebagai wadah

mendidik anak sebagai tunas bangsa pun tidak terlepas dari adanya bentuk-bentuk kekerasan terhadap anak. Sebagai contoh, masih ada kekerasan di antara murid sekolah dalam bentuk bullying atau dengan dalih orientasi masa pendidikan sekolah, sampai kekerasan yang dilakukan oleh guru sekolah. Dalam bidang hukum, perlindungan terhadap anak juga menjadi fokus penting karenaperlindungan terhadap anak yang terlibat dalam kasus hukum masih kurang mendapatkan penanganan yang semestinya. Perlindungan terhadap hak anak perlu dilakukan sejak tahap penyelidikan, penuntutan, persidangan bahkan sampai proses penghukuman. Bentuk penghukuman terhadap narapidana anak juga harus dipertimbangkan dengan baik. Pengaruh lingkungan penjara akan banyak mempengaruhi jiwa anak. Oleh karena itu, hukuman dapat diganti, misalnya dalam bentuk kerja sosial dan lain sebagainya. Di bidang kesehatan dan pendidikan, masih banyak anak Indonesia yang belum mendapatkan hak tersebut. Mengingat jumlah anak Indonesia sebesar 30% dari 243 juta jiwa penduduk Indonesia, anak merupakan potensi strategis dari sebuah bangsa yang perlu diberikan perlindungan semestinya.6

Dalam UU Perlindungan Anak, kebijakan penangulangan kekerasan pada anak, dapat diidentifaksi pada bagian upaya perlindungan anak, yaitu mencakup: (1) Diwajibkannya ijin penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian kepada orang tua dan harus mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak (Pasal 47); (2) Diwajibkannya bagi pihak sekolah (lembaga pendidikan) untuk memberikan perlindungan terhadap anak di dalam dan di lingkungan sekolah dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya (Pasal 54); (3) Diwajibkannya bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga (Pasal 55); (4) penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, dan pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual (Pasal 66); (5) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan (Pasal 69).1,6

DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Edisi kedua. Bagian Kedokteran Forensik FK Uni. Indonesia. Jakarta; 1994. 2. Pengantar Medikolegal. Diunduh dari http://www.scribd.com/doc/40442614/01Pengantar-medikolegal tanggal 7 Januari 2013. 3. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama.Bagian Kedokteran Forensik FK Universitas Indonesia. Jakarta:2001. 4. Pemeriksaan Klinis Korban Kejahatan Seksual. Diunduh dari http://staff.ui.ac.id/internal/140173606/material/PFkorbankejahatanseksual-MP.pdf tanggal 7 Januari 2013. 5. Dampak Sosial Psikologis Perkosaan. Diunduh dari

http://fatur.staff.ugm.ac.id/file/JURNAL%20-%20Dampak%20SosialPsikologis%20Perkosaan.pdf tanggal 7 Januari 2013. 6. Data Pelanggaran Hak Anak di Indonesia. Diunduh dari

http://komnaspa.or.id/Komnaspa/Artikel.html tanggal 7 Januari 2013.

Anda mungkin juga menyukai