Anda di halaman 1dari 22

BAB I LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI Nama Jenis Kelamin Tanggal lahir MRS Ruangan Rekam Medis :I : laki-laki : 22/8/1990 : 17/10/2013 : Palem kamar 1 bed 2 : 633061

B. ANAMNESIS Keluhan Utama Nyeri perut kanan atas

Riwayat Perjalanan Penyakit Dialami sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk, hilang timbul, tidak tembus ke belakang dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri tidak dipengaruhi oleh makanan saat makan. Nyeri disertai dengan mual, muntah kadang-kadang. Demam tidak ada, batuk tidak ada. BAB: Biasa,warna kuning pekat. BAK: lancar, kuning

Riwayat Penyakit Terdahulu/Lainnya Riwayat trauma tidak ada Riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Nyeri yang sama pernah dialami 2 minggu yang lalu kemudian minum obat magh, keluhan membaik. Pada tanggal 9-10-2013 kembali mengalami nyeri perut kanan atas sampai ulu hati dirujuk ke RSP unhas, di observasi selama satu hari pasien pulang. 5 hari yang lalu pasien kambuh lagi kembali masuk RSP unhas. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga tidak ada

Riwayat kuning tidak ada Riwayat BAK keluar batu tidak ada, keluar nanah tidak ada, keluar darah tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Sakit sedang/gizi baik/composmentis Status Vitalis Tekanan Darah: 110/80mmHg Nadi Pernafasan Suhu Kepala Konjungtiva Sklera Bibir Gusi Mata pupil bulat, isokor, 2,5mm/2,5mm, RC +/+ Leher Kelenjar getah bening :tidak terdapat pembesaran DVS Deviasi trakea : R-2 cmH20 : tidak ada, tidak didapatkan massa tumor. tidak ada nyeri tekan. Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : simetris kiri dan kanan : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri=kanan : sonor R=L : Bunyi pernapasan vesikuler R=L Bunyi tambahan: ronkhi -/- Wheezing -/: anemis (-) : ikterus (-) : tidak ada sianosis : perdarahan (-) : 88 x/menit : 20 x/menit : 36, 7oC

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis (S) : batas jantung dalam batas normal : S1/S2 reguler,murmur (-)

Status Lokalis Abdomen Inspeksi : datar, ikut gerak napas, warna kulit sama sekitarnya. Darm contour tidak ada, darm stefing tidak ada. Auskultasi Palpasi : peristaltik (+) normal : Nyeri tekan ada di daerah hypochondrium kanan, murphy sign positif, tidak teraba massa, defense muskular tidak ada. Perkusi : Nyeri ketok ada di daerah hypochondrium kanan, tympani (+)

Gambar 1: kolelitiasis

Rectal Touche : sfingter mencekik, ampulla tidak kolaps berisi feses, mukosa licin, nyeri tekan (-) Handscoon : lendir (-), feses (+), darah (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (16/10/2013) Pemeriksaan WBC RBC HGB HCT PLT Ureum Kreatinin GOT GPT Bilirubin Total Bilirubin direk Asam urat GDS CT BT Na K Cl PT APTT HbsAg Anti HCV Hasil 8,25 6,18 12,3 42,8 235 20 0,8 74 96 2,1 1,15 5,4 106 900 300 135 4,0 99 13,6 32,7 negatif negatif Nilai normal 4,00-10,0 4,00-6,00 12,0-16,0 37,0-48,0 150-400 10-50 L(<1,3); P(<1,1) < 38 < 41 <1,1 <0,3 3,5-7,0 140 4-10 1-7 136-145 3,5-5,1 97-111 10-14 22,0-30,0 negatif negatif

Pemeriksaan color Blood Bilirubin Urobilinogen Ketone Protein Nitrit Glukosa pH Leukosit

Hasil Kuning Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif +250 6,5 1,020

Nilai normal Yellow Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif 4,5-8 1,005-1,035

Pemeriksaan Ultrasonografi Gall bladder : Dinding tidak menebal. Mukosa reguler. Tampak beberapa echo batu dengan diameter terbesar 0,61 cm. Kesan: Choleliths

Gambar 2: Hasil ultrasonografi

E. RESUME

Seorang laki-laki, 23 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut kanan atas dialami sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk, hilang timbul. Nyeri disertai dengan mual, muntah kadang-kadang. Nyeri yang sama pernah dialami 2 minggu yang lalu kemudian minum obat magh, keluhan membaik. Pada tanggal 9-10-2013 kembali mengalami nyeri perut kanan atas sampai ulu hati dirujuk ke RSP unhas, di observasi selama satu hari pasien pulang. 5 hari yang lalu pasien kambuh lagi kembali masuk RSP unhas. Dari pemeriksaan fisik, pasien sakit sedang, gizi baik dan composmentis. Tanda vital dalam batas normal. Pada palpasi abdomen didapatkan nyeri tekan di daerah hypochondrium kanan, murphy sign positif. Pada perkusi didapatkan nyeri ketok di daerah hypochondrium kanan. Pemeriksaan Rectal Touche tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan SGOT dan SGPT meningkat yaitu 74 dan 96. Bilirubin total dan bilirubin direk juga meningkat yaitu 2,1 dan 1,15.Pada pemeriksaan ultrasonografi tampak beberapa echo batu dengan diameter terbesar 0,61 cm di gallbladder. Kesan: Choleliths.

F. DIAGNOSIS KERJA Cholelithiasis

G. PENATALAKSANAAN Laparaskopi koleksistektomi tanggal 21/10/2013

Gambar 3: post laparaskopi koleksistektomi

LAPORAN OPERASI (21/10/2013) Diagnosis pra bedah : kolelitiasis Indikasi operasi Nama operasi : removal batu empedu : Laparaskopik Kolesistektomi

Pasien berbaring supine dalam pengaruh SAB Lakukan desinfeksi dan drapping procedure Lakukan insisi supra umbilikal 1cm, masukkan port 10 mm untuk kamera, insisi 1 cm 2 jari processus xiphoideus, masukkan port 10 mm, insisi 0,5 cm di lumbalis dextra masukkan port ke-3. Identifikasi gallbladder, tampak distended, lakukan procedur kolesistektomi dengan terlebih dahulu identifikasi duktus cysticus, ligasi dengan 4 klips ( 2 klips di proximal dan 2 klips di distal) gunting. Dilanjutkan dengan ligasi dengan 2 klips pada arteri cysticus, bebaskan gallbladder. Gallbladder di angkat, tampak cairan kental dan batu kecil ukuran sekitar 0,5 x 0,5 cm. Gallbladder diangkat untuk pemeriksaan Patologi Anatomi. Kontrol perdarahan Lepas ketiga port Jahit abdomen lapis demi lapis Operasi selesai Foto post Laparaskopik Kolesistektomi (21/10/2013)

Gambar 4: Post Laparaskopik Kolesistektomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu

(koledokolitiasis), atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.1 Prevalensi penyakit batu empedu pada suku Indian di Amerika mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40-70%. Di Amerika Serikat, insiden batu empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi. Prevalensi penderita penyakit batu kandung empedu meningkat sehubungan dengan usia dan empat kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria.2 Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengkonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu.3 Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.3 Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. Apabila tindakan kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur (ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy), ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio

Pancreatography), disolusi medis (penanggunglangan dengan non-bedah) dapat diberikan sebagai alternatif.3

II.

EPIDEMIOGI Sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3-15%. Di Indonesia, Kolelitiasis baru mendapat perhatian di klinis, sementara penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Angka kejadian penyakit batu empedu ini diduga tidak berbeda dengan angka kejadian di Asia Tenggara. Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien di bagian Hepatologi ditemukan 73% pasien menderita penyakit batu empedu pigmen dan batu kolesterol pada 27% pasien (menurut divisi Hepatologi, FKUI/RSCM Jakarta, Mei 2009). Faktor infeksi empedu oleh kuman gram negatif E.coli ikut berperan penting dalam timbulnya pigmen. Insiden batu primer saluran empedu adalah 40-50% dari penyakit empedu.2

III.

ANATOMI

Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung, pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan kann, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan kandung empedu. Pembentukan dan eksresi empedu merupakan fungsi utama hati.3 Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit hepar dan disekresi oleh hepar ke dalam canaliculi biliaris. Canaliculi biliaris adalah cabang terkecil dari sistem duktus biliaris intrahepatik. Canaliculi ini akan bermuara pada duktus biliaris interlobularis. Duktus-duktus ini akan membentuk duktus hepatikus dextra dan sinistra. Duktus hepatikus sinistra berasal dari lobus sinister hepar. Sedangkan duktus hepatikus dextra dibentuk oleh pertemuan cabang dorsokaudal dan ventrokranial segmen intrahepatik yang berasal dari lobus dexter hepar. Duktus hepatikus sinistra lebih panjang dan mempunyai kecenderungan untuk dilatasi lebih besar daripada dextra, sehingga lebih mudah terjadi onstruksi distal. Duktus hepatikus dextra dan sinistra meninggalkan hepar dan mulai sebagai segmen extra hepatik pada daerah portal hepatik untuk kemudian bersatu membentuk Duktus Hepatikus Komunis, panjangnya 4-6 cm, duktus ini bersatu dengan cystikus

panjangnya 3-4 cm dari vesica velea membentuk duktus Choledochus. Duktus ini bersama duktus pankreaticus mayor (Wirsungi) bermuara ke dalam papilla duodeni mayor (papilla Vater) d duodenum pars decendens. Pada muara ini terdapat Sphincter Oddi. Duktus hepatikus komunis dengan duktus choledochus disebut Common Bile Duct (CBD). Emepedu mengandung garam empedu, pigmen empedu (bilirubin), lekitin, kolesterol,dan elektrolit. Jumlah cairan sehari 500-1000cc/hari.3

Gambar 2: Anatomi duktus bilier 3 Vesica felea merupakan suatu kantong yang berfungsi memekatkan dan menyimpan empedu. Ukuran normalnya kira-kira sebesar 2 kali jari. Vesical felea dapat menampung empedu sebanyak 50ml. Dibagi menjadi 4 bagian; fundus, corpus, infundibulum dan collum. Sebagian besar korpus menempel di dalam jaringan hati. Dari collum berlanjut menjadi duktus cystikus. Tunika mukosa duktus cystikus berbentuk lipatan yang berjalan sebagai spiral disebut valvula spiralis Heisteri, yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu dan menahan aliran keluar. Apabila terjadi distensi akibat bendungan oleh batu maka bagian infundibulum akan menonjol seperti kantong dan dikenal sebagai Kantong Hartmann. Vesica felea diperdarahi oleh arteri cystica cabang arteri hepatika dextra.3 Ada sesuatu daerah yang dibentuk oleh ductus cystikus, CBD, dan cabang arteri cystikus disebut Trigonum Calot/ Cholecystohepatik triangle, daerah ini penting untuk identifikasi arteri cystikus dan duktus cystikus pada tindakan Kolesistektomi.3

10

Gambar 3: anatomi gallbladder3

IV.

PATOFISIOLOGI

Fungsi kandung empedu yaitu sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu. Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati. tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke duodenum. Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu

11

diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.

V.

ETIOLOGI Faktor resiko terjadinya penyakit batu kandung empedu adalah;2 1. Female Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya empat kali terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang apabila digabung akan mempengaruhi kadar kolesterol di dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk pembentukan batu empedu. 2. Forty Pada usia 40 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu empedu karena tubuh lebih cenderung mengeluarkan kolesterol ke dalam cairan tubuh dan mudah tersaturasi. 3. Fertile Kehamilan dan penggunaan pil KB berefek pada saturasi cairan tubuh sehingga mudah terjadi pembentukkan batu empedu.

12

4. Fat Pada obesitas resiko terkena batu empedu tiga kali lebih besar di mana kadar kolesterol dalam cairan empedu meningkat dan menyebabkan supersaturasi kolesterol.

VI.

KLASIFIKASI Ada 3 tipe batu empedu yaitu:4 1. Batu empedu kolesterol Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitif, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan empedu di dalam kandung empedu kurang sempurna masih adanya sisa-sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi pengendapan.4

2. Batu empedu pigmen Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.4

3. Batu empedu campuran

13

Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopague.4

VII.

PATOGENESIS Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80% kolesterol yang disintesis dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel jaringan tubuh. Teori terjadinya batu ada dua yaitu (1) supersaturasi akibat empedu terlalu pekat, terjadi pengendapan maka terbentuknya batu atau (2) nidus yang terbentuk dari epeitel desquamasi, bakteri, benda asing yang menyelimuti endapan empedu.5 Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat yang padat. Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium. Bilirubin adalah suatu produk penguraian hemoglobin atau sel darah merah. Batu empedu campuran adalah gabungan antara bilirubin dan kolesterol yang akan kalsifikasi. Presipitasi bilirubin akan membentuk nidus akibat kolesterol yang terdeposisi.5 Batu pigmen kedua yang terbentuk di saluran empedu akan menyebabkan terjadinya obstruksi atau akumulasi di sekitar batu pigmen yang pertama. Batu empedu juga bisa terjadi akibat infeksi bakteri yang dekonjugasi membentuk bilirubin-glukuronid kompleks.5

14

VIII.

GAMBARAN KLINIS

Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke duodenum.4-7 Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak karena empedu berfungsi untuk membantu pencernaan lemak dan saluran pencernaan terganggu apabila sumbatan terjadi di saluran empedu.5-7 Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.4-7 Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier (nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika duktus sistikus tersumbat oleh batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu akibat kontraksi organ berongga. Ciri-ciri kolik bilier adalah mulai mendadak dan hilang secara menetap karena duktus cystikus berusaha mengeluarkan batu terus terjadi, nyeri dirasakan beberapa menit sampai beberapa jam, bisa berhubungan atau tidak berhubungan dengan makanan, sering diikuti dengan mual dan muntah dan sekali serangan kolik biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya. Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut terasa kembung, dan lain-lain.4-7

15

Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bisa merambat infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kandung empedu sehingga cairan yang berada di kandung empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kandung empedu dapat menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding penyebab terbentuknya batu.4-7 Ikterus biasa terjadi jika ada sumbatan pada collum vesica felea sehingga terbentuk kantong Hartmann, yang akan mendesak CBD. Jadi, ikterus terjadi oleh desakan batu pada vesica felea tetapi dari luar, keadaan ini dikenal sebagai Millizys syndrome. 5-7 Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di kuadran kanan atas, kadang di dapatkan seperti benjolan akibat peradangan di kandung empedu. Murphy sign didapatkan positif dengan cara tangan dokter ditekankan di bawah arcus costae pasiem, kemudian pasien disuruh inspirasi maksimal. Apabila pasien merasa sakit (ditandai dengan terhentinya inspirasi) maka Murphy sign positif. Jaundice jarang terjadi pada batu kandung empedu. Jika didapatkan demam tinggi, curiga komplikasi ganggren kolesistitits, perforasi kandung empedu atau empiema.6

IX.

DIAGNOSIS Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik. Leukositosis dapat ditemukan pada 85% penderita. Kenaikan ringan bilirubin serum bisa terjadi akibat penekanan duktus koleduktus oleh batu. Enzim fungsi hati terkadang normal dan bisa juga ditemukan kenaikan ringan serum amilase. Peningkatan kadar bilirubin serum 80-90% total bilirubin. Alkali fosfatase sangat meningkat di dalam darah (normalnya 40-100 IU/liter), enzim ini adalah salah satu enzim di dalam dinding bilier.6

16

Pemeriksaan Ultrasonografi Ultrasonografi merupakan pemeriksaan standar, yang sangat baik untuk menegakkan diagnosa Batu Kandung Empedu. Kebenaran dari Ultrasonografi ini dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi. Ultrasonografi dapat mengukur ukuran common bile duct (CBD) dengan akurat, normalnya sekitarnya 6-7 mm, dikatakan dilatasi jika lebih dari normal. Jika pasien dengan gejala kolik bilier atau kolesistitis, Ultrasonografi merupakan preoperasi penunjang yang diperlukan kecuali jika terdapat jaundice. Manfaat Laparaskopik Ultrasonografi meningkat untuk mengukur CBD pada kolesistektomi. Ultrasonografi juga bermanfaat untuk mengidentifikasi massa dan neoplasma di kandung empedu. 4,6

Gambar 4: hasil USG pada cholelithiasis 4,5 Ultrasonografi dapat mendeteksi batu empedu pada minoritas pasien dengan dispepsia yang tidak menimbulkan gejala. Nyeri pada kolik bilier merupakan nyeri yang sangat hebat, episodik, dan konstan di daerah epigastrik atau kuadran atas kanan sehingga beberapa jam dirasakan. Ini bisa dibedakan dengan nyeri atau perasaan tidak nyaman pada dispepsia fungsional dengan pemeriksaan

ultrasonografi. Ada 3 kriteria mayor untuk mendiagnosa batu kendung empedu yaitu (1) penebalan dinding kandung empedu lebih dari 3-5mm, (2) distensi (hidrops) kandung empedu, dan (3) tampak batu echo di dalam kandung empedu.

17

Kriteria sekunder untuk mendiagnosa batu kandung empedu adalah adanya subserosal edema, cairan perikolesistik dan Murphy sign positif.4,6 Computed Tomography Apabila Ultrasonografi tidak ditemukan kelainan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dengan CT scan terutama jika curiga adanya batu di dalam saluran empedu, untuk mendiagnosis derajat tumor kandung empedu atau pankreatitis biliaris.4,6

Magnetic Resonance Imaging (MRI) Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan MRI apabila ada komplikasi jaundice.4,6

X.

PENATALAKSANAAN

Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau berkisar 2-3 mm, langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.4 Setelah diagnosis ditegakkan, penderita diberikan obat analgesia. Jika penderita dengan keluhan muntah, sebaiknya dipasangkan nasogastric tube. Rehidrasi dan antibiotik diberikan intravenous. Segera setelah itu dilakukan Laparaskopik Kolesistektomi tanpa ditunda, sebaiknya dalam waktu 24-48 jam setelah diagnosis ditegakkan.

Penanggulangan non bedah 1.Disolusi Medis Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.

18

2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)

Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974 hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.4,6

3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. 4,6 Penanggulangan Bedah Laparoskopik Kolesistektomi Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penangan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Operasi dengan prosedur yang minimal ini dapat mengurangi nyeri postoperatif, lamanya rawat inap, dan pasien dapat beraktivitas kembali setelah operasi. Kadar mortalitas kurang dari 0,2% dan hasilnya sama dengan open kolesistektomi. Kadar morbiditas lebih dari 7%.4 Kontraindikasi pada laparoskopik koleksistektomi adalah adanya riwayat operasi dibagian atas abdomen, severe obesitas, hamil, kolesistitis akut. Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu

19

kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.6

Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.4-7

XI.

KOMPLIKASI

Adhesi- Akibat inflammasi, kandung empedu mengalami nekrosis kemudian adhesi dengan organ sekitarnya. 5,6,9 Kolesistitis kronik- Penyebab trauma atau iritasi mukosa oleh batu di vesica felea yang menyebabkan terjadinya pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu menjadi lisolesin yang merupakan senyawa toksik sehingga peradangan bertambah berat disertai pus (empyema vesica felea) sampai perforasi. Gall stone ileus- batu empedu yang besar dapat menyebabkan nekrosis tekanan yang menahun dan erosi ke usu yang berdekatan. Fistula- Timbul jika vesica felea menekan ke arah duodenum. Dinding vesica felea melekat pada duodenum, kemudian terbentuk fistula.

20

Keganasan- Akibat iritasi kronis mukosa vesica felea. 90% pasien cancer vesica felea menderita kolelithiasis.

XII.

PROGNOSIS

Kurang dari separuh pasien dengan batu empedu menjadi simptomatik. Tingkat kematian untuk kolesistektomi elektif adalah 0,05% dengan morbiditas kurang dari 10%. Tingkat kematian untuk kolesistektomi muncul adalah 3-5% dengan morbiditas 30-50%. Setelah kolesistektomi, batu bisa kambuh kembali di saluran empedu.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi I. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1997. Hal 700-18 2. Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the Cholelithiasis Disease in The Colombia Asia Medan Hospital. Medan. 2011. p 38-44 3. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, Foster RS, et al. Liver. In: Skandalakis, Surgical Anatomy. USA: McGraw-Hill;2006. 4. Debas HT. Gastrointestinal Surgery; Pathophysiology and management. New York. 2004. p 200-19. 5. Logan RPH, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH. ABC of The Upper Gastrointestinal Tract. BMJ publishing. London 2002. p 46-9. 6. Vogt DP. Gallbladder disease: An update on diagnosis and treatment. Cleavand Clinic Journal of Medicine. December 2002. Vol;69:977-83. 7. Maieed AW, Iohnson AG. Pitfalls in Cholecystectomy In: Surgical Management of Hepatobiliary and Pancreatic Disorders. United Kingdom. 2003. p 475-80. 8. Djamsuhidajat R, and Wie de Jong. Saluran Empedi dan Hati, Pakrease, Dalam: Buku Ajar Imu Bedah. Edisi Revisi, Penerbit EGC, Jakarta.2008. 9. C. Devid, Jr. Sabiston (1994), Sistem Empedu, Sars MG, L John Cameron, Dalam Buku Ajar Bedah, Edisi 2, hal 121, Penerbit EGC, Jakarta. 10. Lee Sp, Selijima J, Gallstone, In : Yamanda T, Alpers DH, Owying C, Powel DW, Silverstein FE, eds. Text book of gastro enterology. New York : J.B. Lippincot Come; 1991 : 94 : 1996 84.

22

Anda mungkin juga menyukai