Anda di halaman 1dari 35

Skenario Dendi, anak laki-laki usia 5 tahun dibawa orang tuanya ke poli umum RSMH dengan keluhan sembab

(edema). Pada aloanamnesis didapatkan sembab berlangsung sejak 5 hari yang lalu. Sembab mulamula muncul pada waktu pagi hari di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki. Orang tuanya juga mengatakan kencing anaknya berwarna merah seperti air cucian daging. Jumlahnya sekitar setengah gelas sehari. Dua minggu sebelum dibawa ke Poli RSMH Dendi menderita panas dan sakit tenggorokan, sudah berobat, panas hilang sakit tenggorok mereda. Gejal-gejala penyakit ini baru pertama kali dialami, keluarga tidak ada yang sakit seperti ini. Pada pemeriksaan fisik : KU: sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Suhu tubuh 37oC. Tekanan darah 120/90 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit, pernafasan 32 kali/menit. BB 20 kg, TB 136 cm, edema ditemukan pada muka kedua kelopak mata, dan kedua tungkai dan telapak kaki. Tenggorokan tidak hiperemis, tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas normal. Abdomen lemas, hepar dan lien tidak teraba. Urinalisis: warna seperti air cucian daging, proteinuria (+2), eritrosit 10-15 sel/LPB, leukosit 5-10 sel/LPB. Kimia darah: protein total 6,0 g/dl, albumin 3,0 gr/dl, globulin 3 gr/dl, ureum 59 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, kolesterol 180 mg/dl. Darah tepi : Hb 8,5 g/dl, leukosit 14.500/mm3, trombosit 400.000/mm3, LED 100mm/jam. Imuno-serologi: ASTO 200 IU, C3 35 IU, CRP 12 IU.

I.

Klarifikasi Istilah a. Edema : kumpulan cairan du daerah interstitial b. Hiperemis : kelebihan darah pada satu bagian c. ASTO : Anti Streptotoksin O
1

d. Kompos mentis : kesadaran penuh e. C3 : complemen 3 f. CRP : C-Reactive Protein

II. Identifikasi Masalah a. Dendi (laki-laki, 5 tahun) mengalami sembab (edema). b. Aloanamnesis Sembab Berlangsung sejak 5 hari yang lalu Mula-mula muncul pada waktu pagi hari Terdapat di sekitar kelopak mata, muka, lalu menjalar pada kedua tungkai dan telapak kaki Urin Hematuria Jumlahnya sekitar setengah gelas sehari.

Dua minggu yang lalu, Dendi menderita panas dan sakit tenggorokan, sudah berobat, panas hilang sakit tenggorok mereda.

Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki keadaan yang sama dengan Dendi

c. Pemeriksaan fisik Sakit sedang Kesadaran kompos mentis Suhu tubuh 37oC Tekanan darah 120/90 mmHg Denyut nadi 96 kali/menit Pernafasan 32 kali/menit BB 20 kg TB 136 cm Edema ditemukan pada muka kedua kelopak mata, dan kedua tungkai dan telapak kaki. Tenggorokan tidak hiperemis Tonsil tidak membesar. Paru dan jantung dalam batas normal. Abdomen lemas, hepar dan lien tidak teraba.
2

d. Pemeriksaan laboratorium Urinalisis Warna seperti air cucian daging Proteinuria (+2) Eritrosit 10-15 sel/LPB Leukosit 5-10 sel/LPB.

Kimia darah Protein total 6,0 g/dl Albumin 3,0 gr/dl Globulin 3 gr/dl Ureum 59 mg/dl Kreatinin 1,5 mg/dl Kolesterol 180 mg/dl.

Darah tepi Hb 8,5 g/dl Leukosit 14.500/mm3 Trombosit 400.000/mm3 LED 100mm/jam.

Imuno-serologi ASTO 200 IU C3 35 IU CRP 12 IU

III. Analisis Masalah a. Bagaimana anatomi renal? Sintesis

b. Bagaimana fisiologi renal? Sintesis

c. Bagaimana histologi renal? Sintesis

d. Bagaimana kriteria urin normal? 1-2 liter / 24 jam (dewasa), namun jumlahnya dapat bervariasi Warna : kuning, jika minum air lebih banyak warnanya lebih terang (jernih)
3

Bau : ringan pH : 4,6 8 (rata-rata 6) Kepadatan : 0,001 0,035 Terkandung air 95 % dan 5% zat terlarut (termasuk molekul organik seperti urea, kreatinin dan asam urat, dan ion yang berasal dari asam amino, hormon, dan biokimia lainnya).

e. Apa saja etiologi edema? Local Trombosis vena Trauma Popliteal cyst Gastrocnemius rupture Cellulitis Lymphedema

Sistemik Peningkatan tekanan hidrostatik CHF Restrictive pericardial disease Constrictive pericardial disease

Perubahan permeabilitas kapiler dan dilatasi arteriolar Hypertiroidisme Hypotiroidisme Angioedema Luka bakar Malignancy Obat

Penurunan tekanan onkotik Penurunan sintesis albumin Malnutrisi Malabsorpsi Beri-beri syndrome
4

Cirrhois disease

Peningkatan kehilangan albumin Penyakit ginjal Inflamasi usus Hypoproteinemic Cushings syndrome

f. Apa saja etiologi hematuria? Sintesis

g. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik Dendi? Sakit sedang Kesadaran kompos mentis normal Suhu tubuh 37oC normal Tekanan darah 120/90 mmHg hipertensi (normal 100/75 mmHg) Denyut nadi 96 kali/menit normal (70-120 kali/menit) Pernafasan 32 kali/menit normal (22-34 kali/menit) BB 20 kg dan TB 136 cm underweight Edema ditemukan pada muka, kedua kelopak mata, dan kedua tungkai dan telapak kaki gangguan pada ginjal Tenggorokan tidak hiperemis faringitis (-) Tonsil tidak membesar faringitis (-) Paru dan jantung dalam batas normal normal Abdomen lemas, hepar dan lien tidak teraba normal

h. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium Dendi? No. Pemeriksaan 1. Urinalisis : 1. Urin 2. Proteinuria 3. Eritrosit 4. Leukosit Kimia darah : 1. Protein total 2. Albumin Nilai Nilai Normal Interpretasi Adanya hematuria Adanya kerusakan ginjal Hematuria Ada infeksi Normal Menurun mungkin karena proteinuria
5

Seperti air cucian daging +2 (-) 10-15 LPB 5-10 LPB 6,0 g/dl 3,0 g/dl 0-1 LPB 0-3 LPB 6-8 g/dl 4-5,8 g/dl

2.

3. Globulin 4. Ureum 5. Kreatinin 6. Kolestrol

3 g/dl 59 mg/dl 1,5mg/dl 180 mg/dl

1,5-3 g/dl 20-40 mg/dl 0,4-1,2 mg/dl 130-170 mg/dl

Normal Meningkat karena GFR menurun Meningkat karena GFR menurun Meningkat karena sintesis lipoprotein untuk menghasilkan albumin Anemia karena hematuria Adanya infeksi Normal Meningkat karena hipervolemia dan adanya infeksi akut lokal Meningkat

3.

Darah tepi 1. Hb 2. leukosit 3. trombosit 4. LED

8,5 g/dl 14.500/mm3

10-16 g/dl

4.00010.000/mm3 400.000/mm3 400.000/mm3 100mm/jam 0-15mm/jam

4.

Imunoserologi 1. ASTO

200 IU

Dewasa <125 IU Anak < 200 IU 83-177 IU

2. C3

35 IU

Menurun menunjukkan penyakit glomerulonefritis, SLE, anemia, malnutrisi protein

3. CRP

12 IU

20 mg/dl

i. Apa saja diagnosis banding penyakit yang diderita Dendi? Keterangan Nephrotic syndrome 1. Edema Anasarka Nephritic syndrome Terlokalisir Diawali dengan ascites, jika sudah berat maka terjadi anasarka Sirosis hepatic Gagal jantung kongestif Tungkai dulu, menjalar ke atas (abdomen, hati), apabila sudah di tangan maka sudah endstage). 2. Proteinuria Massive (-) massive + 6

>3,5 g% 3. Shorthness of breath 4. Hiperlipide mia 5. Hipoalbumi + nemia 6. ALT/AST 7. Volume urine Normal + +

<3 g% + +

+/-

+/-

Normal

+/

j. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk mendiagnosa penyakit yang diderita Dendi? Radiologi Biopsi ginjal jika ada indikasi gagal ginjal akut dan tidak ada tanda infeksi

k. Bagaimana working diagnosis penyakit yang diderita Dendi? Anamnesis Sembab preorbita pada pagi hari (75%). Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia. Asites (kadang-kadang). Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-kadang anuria. Gejala klinis yang telah disebutkan di atas

Pemeriksaan fisik Takikardia, takipnea Bunyi abnormal yang mungkin terdengar pada saat auskultasi jantung dan paru, berupa rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura. Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur) pada > 50% penderita. Edema, terutama di wajah

Pemeriksaan penunjang Laboratorium : Air kemih


7

Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus) Hematuria makroskopis/mikroskopis Torak granular, torak eritrosit

Darah BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali Peningkatan serum kreatinin ASTO >100 Kesatuan Todd Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama Hipergamaglobulinemia, terutama IgG Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat Serum ASO mungkin meningkat Level serum komplemen menurun Anti-Dnase B mungkin abnormal

Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru, cairan dalam rongga pleura, dan kardiomegali. Biopsi ginjal untuk menunjang diagnosis post-streptococcal GN.

l. Bagaimana epidemiologi penyakit yang diderita Dendi? Pada penelitian insidensi di Amerika, GNPSA ditemukan pada 10% anak dengan faringitis dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan bahwa faktor predominan untuk GNPSA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini paling sering menyerang anak dalam rentang umur 2-12 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa 5% anak yang terkena berusia di bawah 2 tahun dan10% adalah orang dewasa dengan usia di atas 40 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko dua kali lebih besar untuk terkena GNPSA dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi ras dan genetik.

m. Apa etiologi penyakit yang diderita Dendi? Sintesis

n. Bagaimana hubungan riwayat keluarga dengan kasus? Sindrom nefritik tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan. Hal ini juga untuk menyingkirkan diagnosis banding dari penyebab hematuria.

o. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit yang diderita Dendi? Sintesis

p. Apa hubungan panas dan sakit tenggorokan dengan kasus? Panas dan sakit tenggorokan merupakan gejala yang timbul akibat faringitis. Faringitis merupakan awal mula dari timbulnya sindroma nefritik akut.

q. Bagaimana manifestasi klinis penyakit yang diderita Dendi? Sintesis

r. Bagaimana tatalaksana dan pencegahan penyakit yang diderita Dendi? Sintesis

s. Bagaimana prognosis penyakit yang diderita Dendi? Quo ad vitam : dubia at bonam Quo ad functionam : dubia at bonam

t. Bagaimana komplikasi penyakit yang diderita Dendi? Sintesis

u. Bagaimana kompetensi dokter umum terhadap penyakit yang diderita Dendi? KDU = 3a

IV. Hipotesis Dendi (laki-laki, 5 tahun) mengalami sindrom nefritik post infeksi streptokokus hemolitikus grup A dengan anemia, hematuria, hipertensi ringan grade I dan insufisiensi renal.

V. Kerangka Konsep ISPA - LED - Leukosit Infeksi Streptokokus

Reaksi Ag-Ab Ureum & kreatinin plasma GFR Merusak endotel; GBM

Deplesi C3 Marker SNA

Retensi Air dan Na

Proteinuria

Hematuria Hb

Edema

Hipertensi

Anemia

VI. Learning Issue Pokok Bahasan a. Anatomi, fisiologi dan histologi What I Know Letak What I don`t Know Perdarahan, aliran limfatik, fisiologi, dll What I have to prove Dendi mengalami gangguan pada ginjal b. Fisiologi renal Fungsi ginjal Proses Dendi mengalami ganguan pada ginjal c. Histologi renal Lapisan Dendi mengalami gangguan pada ginjal d. Sindroma nefritik Gejala Etiologi, Dendi How I will Learn Teks book dan Jurnal

10

patofisiologi, diagnosis, dll e. Hematuria Etiologi

menderita SNA

Dendi mengalami hematuria

VII. Sintesis a. Anatomi renal Ginjal terletak retroperitoneal di bagian posterior dinding abdomen. Ia berada disisi-sisi columna vertebra, di belakang peritoneum dan di bawah diafragma. Terletak setinggi vertebra thoracalis ke 12-lumbalis ke 3 (VT 12VL 3) Ginjal kanan terletak 12 mm lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hepar. Ukuran panjang ginjal sekitar 11 cm, lebar 6 cm dan tebalnya 4 cm, berat 150 gram. Organ-organ di Sekitar Ginjal Ginjal kanan Superior: glandula adrenal (supra renalis) Anterior: lobus kanan hepar, duodenum dan colon pada flexura hepatica Posterior: diafragma, otot-otot dinding posterior abdomen Ginjal kiri Superior : glandula adrenal (supra renalis) Anterior : limpa (lien), lambung (gaster), pancreas, jejenum dan colon pada lexura lienalis Posterior : diafragma, otot-otot dinding posterior abdomen Ginjal secara faktual memiliki 3 kapsula: fascia (fascia renalis) jaringan lemak peri renal kapsula yang sebenarnya capsula fibrosa yang mudah dikuliti pada ginjal normal tetapi melekat kuat pada suatu organ yang mengalami inflamasi.

Perdarahan : Arteri renalis dipercabangkan langsung dari aorta. Vena renalis mengalirkan darah langsung ke dalam vena cava inferior.
11

Vena renalis kiri melewati bagian anterior aorta kira-kira di bawah tempat asalnya a. mesenterica superior.

Arteri renalis kanan melewati bagian posterior vena cava inferior.

Aliran Limfatik : Aliran limfe langsung menuju nodi lymphatici preaortae. Makroskopis Ginjal Capsula fibrosa yang menyelubungi ginjal Cortex, lapisan jaringan berwarna coklat kemerahan di bawah capsula dan diluar pyramis Medulla, lapisan paling dalam mengandung corak kerucut pucat yaitu pyramis renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis : bentuk corong menerima urine yang diproduksi ginjal. Cabang distalnya disebut calyx yang berada di apex pyramis. Urine dibentuk diginjal dialirkanpapillaapex pyramiscalyx minor calyx majorterakhir terkumpul di pelvis renalis ureter Dinding calyx dan pelvis renalis otot polos peristaltismengalirkan urine ke ureter lalu ke VU.

Anatomi glomerulus Sindrom nefritis akut terjadi akibat adanya gangguan pada ginjal, yaitu pada glomerulus. Oleh sebab itu, sebaiknya dibahas terlebih dahulu secara singkat mengenai anatomi dan fisiologi glomerulus.
12

Glomerulus merupakan gulungan pembuluh darah kapiler yang berada di dalam sebuah kapsul sirkuler, yang disebut kapsula Bowman. Secara bersamaan, glomerulus dan kapsula Bowman disebut dengan korpuskulum renalis. Ginjal manusia memiliki sekitar satu juta glomerulus di dalamnya. Glomerulus terdiri atas tiga tipe sel intrinsik: sel endotel kapiler, sel epitel yang dipisahkan dari sel endotel oleh membrana basalis glomerular, serta sel mesangial.

Struktur Glomerulus

Dinding kapiler pada glomerulus berfungsi sebagai membran filtrasi dan terdiri atas tiga lapisan: (1) endotelium kapiler, (2) membrana basalis, dan (3) epitel (podosit atau epitel viseral). Setiap lapisan tersebut memiliki keunikan tersendiri sehingga dapat membiarkan seluruh komponen darah lewat dengan perkecualian sel-sel darah serta protein plasma dengan berat molekul di atas 70.000. Endotel glomerulus terdiri atas sel-sel yang kontak dengan membrana basalis. Sel-sel ini memiliki banyak bukaan atau jendela kecil yang disebut fenestrae. Membrana basalis merupakan jaringan glikoprotein dan mukopolisakarida yang bermuatan negatif dan bersifat selektif permeabel. Epitel glomerulus memiliki sel-sel khusus yang dinamakan podosit. Podosit memiliki prosesus yang menyerupai kaki (footlike processes) yang menempel ke membrana basalis. Prosesus yang satu akan berjalinan dengan prosesus lainnya membentuk filtration slit, yang akan memodulasi proses filtrasi. Membran filtrasi glomerulus memisahkan darah kapiler dengan cairan di ruang Bowman. Filtrat glomerulus melewati ketiga lapisan membran filtrasi dan membentuk urin primer. Sel-sel endotel dan membrana basalis memiliki
13

glikoprotein bermuatan negatif sehingga membentuk barrier filtrasi terhadap protein anionik. Glomerulus menerima darah dari arteriol aferen dan mengalirkan darah ke arteriol eferen. Sekelompok sel khusus yang dinamakan sel jukstaglomerular terdapat di sekitar arteriol aferen, di dekat tempat masuknya ke korpuskulum renalis. Di antara arteriol aferen dan eferen terdapat bagian dari tubulus kontortus distal yang memiliki sel khusus bernama makula densa. Bersamaan, sel jukstaglomerular dan makula densa membentuk aparatus jukstaglomerular, yang berfungsi untuk mengatur aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, serta sekresi renin. Seperti telah disebutkan sebelumnya, glomerulus berperan sebagai penyaring darah untuk membentuk urin, yang kemudian akan diekskresikan dari tubuh. Cairan yang disaring oleh membran filtrasi glomerulus tidak mengandung protein namun mengandung elektrolit seperti natrium, klorida, dan kalium, serta molekul organik seperti kreatinin, urea, dan glukosa. Seperti membran kapiler lainnya, glomerulus permeabel terhadap air dan relatif impermeabel terhadap koloid berukuran besar seperti protein plasma. Ukuran dan muatan molekul sangat menentukan kemampuannya untuk melewati glomerulus. Hal ini diatur oleh filtration slits serta muatan negatif yang terdapat pada membran filtrasi. Tekanan kapiler memiliki efek terhadap filtrasi glomerulus. Tekanan hidrostatik pada kapiler merupakan gaya utama yang mendorong air serta solut melewati membran filtrasi menuju kapsula Bowman. Tekanan ini dipengaruhi secara tidak langsung oleh efisiensi kontraksi jantung dan secara langsung oleh tekanan arteri sistemik serta resistensi pada arteriol aferen dan eferen. Gaya yang mendorong komponen darah untuk dapat masuk ke dalam kapsula Bowman adalah tekanan hidrostatik kapiler (PGC), sedangkan gaya yang melawan masuknya komponen darah tersebut adalah tekanan hidrostatik di ruang Bowman (PBC) serta tekanan onkotik efektif darah kapiler glomerulus (GC). Resultan dari kedua gaya ini akan menghasilkan net filtration pressure (NFP), yaitu jumlah dari gaya yang mendorong dan melawan filtrasi, dengan perhitungan sebagai berikut: NFP = (PGC) - (PBC + GC) Volume total cairan yang tersaring oleh glomerulus sekitar 180 L/hari, atau 120 mL/menit.(7) Jumlah filtrasi plasma per satuan waktu disebut dengan glomerular filtration rate (GFR), dan berbanding langsung dengan tekanan perfusi pada kapiler glomerulus. Faktor-faktor yang menentukan GFR berkaitan langsung
14

dengan tekanan yang mendorong atau melawan filtrasi. Perubahan pada resistensi arteriol aferen maupun eferen akan menyebabkan perubahan pada tekanan hidrostatik kapiler serta GFR. Vasokonstriksi pada salah satu arteriol memiliki efek berlawanan pada tekanan glomerular. Contohnya, apabila arteriol aferen berkonstriksi maka aliran darah akan berkurang sehingga ada penurunan tekanan glomerular. Hal ini akan kemudian menurunkan GFR sehingga cairan tubuh terjaga. Sebaliknya, konstriksi dari arteriol eferen akan meningkatkan NFP dan selanjutnya meningkatkan GFR. Konstriksi dari kedua arteriol tersebut akan mengakibatkan perubahan kecil pada NFP, namun aliran darah renal akan menurun sehingga GFR pun akan ikut berkurang. Obstruksi pada aliran keluar urin akan menimbulkan peningkatan tekanan secara retrograde pada kapsula Bowman yang akan menurunkan GFR. Kehilangan

cairan yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan onkotik kapiler dan menurunkan GFR. Penyakit ginjal juga dapat menyebabkan perubahan tekanan dengan adanya perubahan permeabilitas kapiler serta luas permukaan untuk filtrasi.

b. Fisiologi renal Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output. Glomerolus Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak. Tubulus Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya
15

100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa). Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur : 1-2 hari : 30-60 ml 3-10 hari : 100-300 ml 10 hari-2 bulan : 250-450 ml 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml 1-3 tahun : 500-600 ml 3-5 tahun : 600-700 ml 5-8 tahun : 650-800 ml 8-14 tahun : 800-1400 ml

Tubulus Proksimal Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zatzat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.

Lengkung Henle Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.

Tubulus distalis dan duktus koligentes Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

Fungsi Ginjal : Fungsi utama ekskresi : urea, nitrogenous sampah metabolisme substansi asing air berlebihan

fungsi konservatif : menjaga unsur plasma darah pada level yang tepat
16

mengatur komposisisi kimia/ elektrolit cairan ekstrasel menjaga volume cairan extrasel dalam pisisi normal mengontrol keseimbangan asam-basa mengontrol kadar Ca cairan tubuh ( metabolisme vit.D) fungsi hormonal: erytropoetin (merangsang sumsum tulang memproduksi erytrosit) dan renin (mengatur tekanan darah).

Fisiologis ginjal: Filtrasi Glomurulus Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke capsula bowman harus melewati 3 lapisan yang membentuk membran glomerulus yaitu : Dinding kapiler glomerulus yang terdiri dari selapis endotel gepeng yang fenestra yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H2O dan zat-zat terlarut dibandingkan kapiler lainnya.
17

Membran basal terdiri dari glikoproten dan kolagen yang terselip diantara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein protein plasma kecil. Sebenarnya pori-pori tersebut cukup besar untuk melewatkan protein plasma terkecil. Namun glikoprotein yang bermuatan sangat negatif akan menolak albumin dan protein plasma lainnya yang juga bermuatan negatif.dengan demikian protein plasma hampir seluruhnya tidak dapat difiltrasi dan kurang dari 1 % molekul albumin yang berhasil lolos kakapsula bowman.

Lapisan viseral kapsula bowman (podosit), sel mirip gurita yang menglilingi berkas glomerulus. Celah sempi antara tonjolan podosit yang berdekatan disebut celah filtrasi ( filtration slit ) yang terdiri atas nefrin, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsula bowman.

Selain itu, rumpun glomerulus secara keseluruhan ditunjang oleh

sel

mesangium yang terletak diantara kapiler. Matriks mesangium mirip membran basal membentuk suatu jala tempat tersebarnya sel mesangium. Sel ini dapat berkontraksi dan mampu berproliferasi, mengeluarkan matrik dan kolagen, dan mengeluarkan sejumlah mediator aktif biologis. Pembentukan urin dimulai dengan proses filtrasi glomerulus plasma. Aliran darah ginjal (RBF) setara dngan 25% curah jantung atau 1.200 ml/menit. Bila hematokrit normal dianggap 45%, maka aliran plasma ginjal (RPF) sama dengan 660 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman yang dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerulus (GFR). Proses filtrasi pada glomerulus dinamakan ultrafiltrasi glomerulus karena filtratnya mempunyai komposisi sama dengan plasma kecuali tanpa protein. Filtrasi cairan dari kapiler glomerulus ke kapsul bowman. Cairan filtrat bebas dari protein plasma dan RBC. Filtrasi dilakukan berdasarkan muatan listrik dan ukuran zat (pasif). GFR dipengaruhi oleh (1) daya osmotic koloid intrakapiler, tekanan hidrostatik pada membrane kapiler, dan tekanan hidrostatik intrakapsular; (2) Koefisien filtrasi kapiler.

18

GFR = (tekanan hidrostatik intrakapiler (tekanan hidrostatik intrakapsular + tekanan onkotik intrakapiler)) Autoregulasi aliran plasma ginjal dan laju filtrasi glomerulus dilakukan oleh (1) reseptor renggangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen (2) timbal balik tubuloglomerular. Autoregulasi juga dipengaruhi hormone norepinefrin, angiotensin II, dll. Tujuan dari autoregulasi mempertahankan GFR dalam kisaran yang sempit adalah untuk mencegah fluktuasi yang tidak sesuai bagi natrium dan ekskresi air. Saat terjadi kenaikan tekanan darah sistemik dan perfusi ginjal, reseptor renggang miotonik membuat terjadinya konstriksi arteriol aferen. Hal ini membuat RPF, P glomerular, dan GFR mengalami penurunan sehingga

mampu mengimbangi kenaikan tekanan darah sistemik. Saat terjadi hipotensi sistemik, dilepaskan hormone angiotensin II yang mengakibatkan terjadi vasokontriksi arteriol aferen (membuat RPF menurun) dan vasokontriksi arteriol eferen (membuat Pglomerular meningkat). P glomerular meningkat mengakibatkan GFR meningkat. Angiotensin II juga merangsang pelepasan prostaglandin vasodilator (PGI2, PGE2) dari

glomerulus, yang meminimalkan kemungkinan terjadinya iskemik ginjal dalam keadaan hipotensi sistemik. Mekanisme kedua adalah timbal balik tubuloglomerular (TGF). Mekanisme ini dipengaruhi oleh perubahan kecepatan aliran di tubulus distal. TGF diperantarai sel macula densa yang sensitive terhadap komposisi klorida cairan tubulus. Angka NaCl tubulus dital yang tinggi membuat kontriksi arteriol aferen sehingga mengurangi GFR juga sebaliknya. Reabsorbsi Tubulus Bahan bahan yang esensial difiltrasi dikembalikan ke darah melalui proses reabsorbsi tubulus. Reabsorbsi dari tubulus ke interstisial dlakukan dengan transport aktif/pasif melalui jalur transcellular/ paracellular. Cairan yang berada didalam tubulus pertama-tama berpindah ke sel epitel tubulus pada dinding tubulus menuju interstisial. Lalu untuk memasuki membrane kapiler peritubular (pemb.darah) air dan zat terlarut ini berpindah secara ultrafiltrasi. Yaitu perpindahan karena adanya aliran besar yang disebabkan karena tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic koloid.

19

Diseluruh panjang tubulus memiliki ketebalan satu lapisan sel dan terletak berdekatan dengan kapiler peritubulus disekitarnya.s el-sel tubulus yang berdekatan tidak berkontak satu sama lain, kecuali ditempat mereka bersatu melalui taut erat ditepi lateral dekat membran luminal , yang menghadap lumen tubulus. Cairan interstisium berada dicelah antara sel-sel yang berdekatan ruang lateral antara tubulus dan kapiler. Taut erat umumnya mencegah bahan-bahan kecuali H2O berpindah diantara sel, sehingga bahanbahan harus lewat menembus sel untuk dapat meninggalakan lumen tubulus dan masuk ke darah. Untuk dapat direabsobsi suatu bahan harus dapat melewati lima sawar terpisah (yang disebut transportasi tranepitel) yaitu : bahan tersebut harus meningggalkan membran luminal se tubulus. bahan tersebut harus berjalan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya. bahan tersebut harus mampu menyeberangi membran basolateral sel cairan tubulus dengan melintasi

tubulus untuk masuk ke cairan interstisium. bahan tersebut harus berduifusi melintasi cairan intersrisium. bahan tersebut harus menembus dinding kapiler untuk masuk ke plasam darah. Sekresi tubulus Sekresi tubulus dapat dipandang sebagai mekanisme tambahan yang meningkatkan eliminasi zat-zat tertentu dari tubuh.sekresi tubulus melibatakan transportasi transepitel seperti yang dilakukan di reabsorbsi tubulus, tapi langkahnya berlawanan arah.sekresi juga dapat aktif atau pasif. Bahan yang paling penting disekresikan oleh tubulu, ion kalium,ion hidrogen serta anion dan kation organik yang banyak diantaranya adalah senyawa-senyawa yang asing bagi tubuh.

c. Histologi renal Renal terbagi atas cortex dan medula. Pada cortex terdapat glomerulus, kapsula bowman, dan tubulus tubulus. Sedangkan pada medulla terdapat loop of henle dan tubulus kontortus. Cortex :
20

Glomerulus adalah massa kapilar yang bercabang cabang, ditunjang sedikit jaringan penyambung, dibentuk sebagai percabangan- percabangan arteriol glomerular yang aferen. Kapula bowman merupakan selapis sel sel gepeng, epitel glomerulus yang langsung melekat pada glomerulus.

Tubulus kontortus proksimal memiliki lumen relative kecil, sering tidak rata, terdiri atas sel sel kubis besar dengan sitoplasma glandular yang terwarna jelas dengan eosin.

Tubulus kontortus distalis memiliki lumen lebih besar dan teratur, sel selnya lebih kecil dan lebih jelas kubis, sitoplasmanya tidak begitu jelas terwarna.

Medulla : Medula hanya mengandung tubuli bagian lurus dan segmen segmen tipis nefron (loop of henle). Berkas medula mengandung tiga macam tubuli. Segmen lurus (desendens) dari tubulus proksimal, segmen distal yg lurus (asendens) serta ductus koligens yang memiliki membrane sel yang jelas dan sel sel kubisnya sedikit mengambil zat warna.

d. Sindrom Nefritik 1. Batasan SNA adalah kumpulan gejala-gejala nefritis yang timbul secara mendadak, terdiri atas hernaturia proteinuria, silinderuria (terutama selinder eritrosit), dengan atau tanpa disertai hipertensi, edema, kongestif vaskuler atau gagal ginjal akut sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang lazimnya ditimbulkan oleh reaksi imunologik pada ginjal yang secara spesifik mengenai glomeruli.

2. Etiologi Faktor infeksi Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus (Glomerulonefritis akut paska streptococcus). Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain endokarditis bakterialis subakut dan shunt nepritis. Penyakit multisistemik antara lain: Lupus eritematosus sistemik (LES).

21

Purpura Henoch Schonlein (PHS) .

Penyakit ginjal primer. Nefropati IgA.

3. Patogenesis Infeksi streptokokus antigen (protein M streptokokus) respon antibodi terhadap antigen kompleks antigen-antibodi dalam darah, beredar di sirkulasi mengendap pada membrane basalis kapiler glomeruli aktivasi sistem komplemen fagositosis dan pelepasan enzim lisozim merusak endotel dan basal membrane glomerulus perubahan permeabilitas glomerulus glomerulonefritis akut

4. Patofisiologi Infeksi streptokokus respon antibodi kompleks antigen-antibodi dalam darah sirkulasi ke dalam glomerulus dan membran basalis komplemen terfiksasi dan mengakibatkan peradangan yang menarik leukosit PMN dan trombosit fagositosis dan pelepasan lisosom kerusakan endotel dan membran basalis kebocoran kapiler glomerulus kerusakan glomerulus protein dan sel darah dapat keluar proteinuria dan hematuria

Hipertensi fungsi ginjal ekskresi natrium retensi natrium dan air gangguan keseimbangan hipertensi

5. Manifestasi Klinik Hematuria makroskopik Oliguria Hipertensi Edema Proteinuria ringan ( biasanya 3,5 g/ hari) Biasanya 2 minggu setelah infeksi tenggorokan atau organ lain. Fatigue Malaise Nyeri pinggang
22

6. Histopatologi ginjal Makroskopis (gross) terlihat ginjal sedikit membesar, pucat, tidak jarang ditemukan bintik perdarahan (punctate hemorrhage). Permukaan irisan terlihat bintik bintik dengan warna abu pada bagian korteks ginjal yang telah menebal. Gambaran mikroskopik dinamakan glomerulonefritis proliferatif difus. Mikroskop Cahaya (MC) Dibawah mikroskop cahaya terlihat beberapa kelainan berikut: sembab mengenai glomerulus sehingga ruang bowman terisi proliferasi sel sel (hiperseluler) epitel, endotel, mesangium, dan memberikan gambaran hal mark sel sel tubulus proksimal mengalami vaskuolisasi dalam lumen tubulus proksimal banyak ditemukan endapan protein dan eritrosit sembab jaringan interstisial disertai infiltrasi sel limfosit dan sel polimorf pada kasus berat ditemukan trombi dan fibrin pada dinding kapiler glomerulus. Mikroskop Elektron (ME) semua sel terlihat membesar akibat sembab dan vakuolisasi sel endotel hiperselularitas sel mesangium dan dikelilingi matrik mesangium dengan kepadatan (opacity) sama dengan membran basalis tetapi lebih fibriler. Kelainan ringan membran basal glomerulus disertai penebalan fokal dan tidak difus Foot processes (FP) mengalami fusi atau obliterasi Sel sel leukosit PMN banyak ditemukan dalam lumen kapiler Ditemukan hump-protein deposits terletak antara membran basal glomerulus dan sel epitel bentuknya semisirkuler kasar. Deposit deposit ini merupakan ciri khusus GNA pasca infeksi streptokok. Pemeriksaan imunohistokimia ternyata deposit deposit tersebut mengandung immunoglobulin G (IgG). Mikroskop Imunofluoresen (MI)
23

imunofluoresen memperlihatkan gambaran granuler difus sepanjang kapiler glomerulus. Deposit deposit tersebut mengandung

immunoglobulin (Ig). Letak deposit granuler ternyata sesuai dengan deposit deposit yang ditemukan pada mikroskop electron. Deposit granuler immunoglobulin (Ig) membuktikan bahwa penyakit tersebut termasuk immune complex mediated renal injury. Komponen komplemen C3 terletak pada dinding kapiler glomerulus. Antigen sterptokok tipe 12 sering ditemukan pada dindig kapiler glomerulus.

7. Diagnosis Dasar diagnosis SNA hipokomplemenemia: Hematuria (makroskopis atau mikroskopis), proteinuria, silinderuria (terutama silinder eritrosit), dengan atau tanpa edema, hipertensi, oliguria yang timbul secara mendadak disertai merendahnya kadar sejumlah komplemen. SNA hipokomplemenemia asimptomatis Hanya menunnjukkan kelainan urinalisis minimal (hematuria mikroskopis, selinder eritrosit, proteinuria trace atau 1) tanpa gejala lain. SNA dengan hipokomplementemia simtomatis Kelainan urinalisis yang nyata dengan gejala-gejala.

Langkah diagnosis Cari penyebab dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Penyebab SNA dengan hipokomplementemia GNAPS Dicurigai sebagai penyebab SNA tanpa gejala bila pada anamnesis dijumpai riwayat kontak dengan keluarga yang menderita GNAPS (pada suatu epidemi). Kelainan urinalis minimal, ASTO >200 I, Titer C3 rendah (<80 mg/dl). Dicurigai sebagai penyebab SNA dengan gejala bila ditemukan riwayat ISPA atau infeksi kulit, dengan atau tanpa disertai oliguria. Sembab pada muka sewaktu bangun tidur,

24

kadang-kadang ada keluhan sakit kepala. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai edema, hipertensi, kadang-kadang gejala-gejala kongesti vaskuler (sesak, edema paru, kardiomegali), atau gejalagejala gabungan sistem saraf pusat (penglihatan kabur, kejang; penurunan kesadaran). Hasil urinalisis menunjukkan hematuria, protenuria (+2) silinderuria. Gambaran kimia darah menunjukkan kadar BUN, kreatinin serum, dapat normal atau meningkat, elektrolit darah (Na, K, Ca, P, Cl) dapat normal atau terganggu. Kadar kolesterol biasanya normal, sedang kadar protein total dan albumin dapat normal atau sedikit merendah, kadar globulin biasanya normal. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan biakan apusan tenggorok/ keropeng kulit positif untuk kuman Streptococus B hemoliticus atau ASTO >200 I. Hematuria, proteinuria dan silinderuria. Kadar CH50 dan C3 merendah (<80 mg/dl), yang pada evaluasi lebih lanjut menjadi normal 6-8 minggu dari onset penyakit. Kadar C4 biasanya normal. Endokarditis Bakterialis Subakut Dicurigai sebagai penyebab SNA bila pada anamnesis didapatkan riwayat panas lama, adanya penyakit jantung kongenital/didapat, yang diikuti oleh kemih berwarna seperti coca cola (hematuria

makroskopis). Pada pemeriksaan fisik ditemukan panas, rash, sesak, kardiomegali, takikardi, suara bising jantung, hepatosplenomegali artritis/artralgia jarang dijumpai. Pada urinalisis dapat ditemukan hematuria, proteinuria atau kelainan pada sedimen urine berupa hematuria mikroskopis, lekosituria, selinderuria. Fungsi ginjal lazimnya mengalami gangguan (BUN dan kreatinin serum). Gambaran darah tepi berupa lekositosis, LED meningkat, CRP (+), titer komplemen (C3, C4) turun, kadang-kadang ditemukan pula peningkatan titer faktor rematoid, kompleks imun dan krioglobulin dalam serum. Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan di atas disertai hasil kultur darah (+) terhadap kuman penyebab infeksi dan pada ekokardiografi dijumpai vegetasi pada katup jantung. Shunt Nefritis

25

Diagnosis dibuat berdasarkan adanya riwayat pemasangan shunt atrioventrikulo-atrial/peritoneal untuk penanggulangan hidrosefalus, panas lama, muntah, sakit kepala, gangguan penglihatan, kejangkejang, penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik dijumpai hidrosefalus dengan shunt yang terpasang, suhu tubuh meninggi, hipertensi, edema, kadang-kadang dengan asites dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Urinalisis menunjukkan hematuria, proteinuria, silinderuria. Fungsi ginjal biasanya terganggu. Kadar total protein dan albumin serum biasanya rendah. Kadar elektrolit darah dapat terganggu. CRP (+), titer komplemen (C3,C4) rendah. Kultur yang diperoleh dari shunt terinfeksi (+). Lupus Eritematosus Sistemik (LES) Diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan keluhan yang dijumpai pada anamnesis dapat berupa panas lama, berat badan turun, anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, depresi, psikosis, kejang, ruam pada kulit. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan alopesia, butterfly rash, lesi discoid, fotosensitivitas, ulkus pada mulut/nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri abdomen, asites, splenomegali. Pemeriksaan laboratorium: Darah tepi: anemia normositik normokhrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia, waktu protrombin/waktu

tromboplastin partial biasanya memanjang. Immunoserologis: Uji Coomb (+). Sel LE (+) persisten. Keterlibatan ginjal ditandai dengan sindroma nefritis akut dengan atau tanpa disertai gagal ginjal akut atau sindroma nefrotik. Diagnosis: dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa proliferatif difusa. SNA dengan normokomplenemia Purpura Henoch-Schonlein (PHS)

26

Diagnosis PHS sebagai penyebab, SNA ditegakkan berdasarkan riwayat ruam pada kulit, sakit sendi dan gangguan gastrointestinal (mual, muntah, nyeri abdomen, diare berdarah atau melena) dan serangan hematuria.

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai edema, dan hipertensi, ruam pada daerah bokong dan bagian ekstensor dan ekstremitas bawah, arthralgia/arthritis, nyeri abdomen. Pada urinalisis dijumpai hematuria, proteinuria dan silinderuria. BUN kreatinin serum dapat normal atau meningkat dapat terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif yang ditunjukkan dengan

meningkatnya kadar ureum dan kreatinin serum. Kadar protein total, albumin, kolesterol dapat normal, atau menyerupai gambaran sindroma nefrotik. ASTO biasanya meningkat

sedangkan IgM normal. Trombosit, waktu protombin dan tromboplastin normal. Pada PHS dengan kelainan ginjal berat biopsi ginjal perlu dilakukan untuk melihat morfologi dari glomeruli pengobatan dan untuk keperluan prognosis. Nefropati IgA Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan hematuria makroskopis secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan ISPA. Hematuria makroskopis biasanya bersifat sementara dan akan hilang bila ISPA mereda, namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan ISPA. Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala kecuali hematuria mikroskopis dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum, biasanya meningkat pada 10,2% dari jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C2, C4) dalam serum biasanya normal. Diagnosis pasti dibuat berdasarkan biopsi ginjal.

27

8. Penatalaksanaan Peranan Istirahat Istirahat total di tempat tidur dianjurkan selama fase akut klinik (sembab, hipertensi, bendungan paru, oliguria atau anuria); dan fase akut laboratorium (penurunan LFG digambarkan dengan, oliguria atau anuria, kenaikan serum BUN, kreatinin; dan proteinuri berat). Fase akut klinik dan laboratorium tidak lebih dari 3 bulan, walaupun kelainan kelainan sedimen urin seperti hematuria mikroskopik dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun. Diet selama fase oliguria/anuria Protein Hewani Selama fase oliguria atau anuria, pembatasan protein hewani sangat penting untuk mengurangi beban ginjal dan mengurangi hasil metabolisme protein seperti NPN, kreatinin, fosfat, sulfat, dan kalium. Pembatasan protein tidak boleh terlalu lama dan ketat karena dapat menyebabkan keadaan malnutrisi yang memperlambat penyembuhan. Selama fase oliguria/anuria dianjurkan pemberian protein hewani antara 0,5-0,75 gram/kg berat badan/hari. Macam protein yang diberikan terutama protein hewanin, dan mempunyai nilai biologik tinggi seperti telur, susu dan daging. Karbohidrat Bila jumlah kalori yang harus diberikan cukup adekuat, pembatasan protein ini harus disertai dengan penambahan kalori dari sumber lain misalnya karbohidrat untuk mencegah katabolisme protein. Jumlah kalori yang dapat diberikan minimal 35 kalori/kg berat badan. Lemak Lemak harus bebas dari elektrolit dan jumlahnya dibatasi. Lemak dianjurkan terutama lemak yang tidak jenuh. Elektrolit Natrium Pemberian garam natrium harus dibatasi sampai 20meq/hari untuk mencegah dan mengobati bendungan paru akut dan hipertensi.
28

Kalium Pasien pasien dengan penjernihan kreatinin, 5 ml/menit, harus dibatasi ion kalium baik dari buah buahan maupun obat obatan yang merupakan sumber kalium. Jumlah kalium dalam diit yang dianjurkan kurang dari 70-90 meq/hari.

Kalsium Untuk mempertahankan keseimbangan kalsium, jumlah kalsium yang diberikan harus kurang dari 600 sampai 1000 mg/hari. Pemberian kalsium kurang dari 400 mg/hari dapat menyebabkan keseimbangan negatif.

Kebutuhan jumlah cairan Jumlah cairan harus dibatasi, hanya untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh terutama pada pasien pasien berat yang terjun menjadi RPGN.

Pengobatan Simptomatis Bendungan paru akut Pembatasan garam natrium kurang dari 20 meq/hari; diuretik kuat misalnya furosemid 40-80mg atau ethacrinic acid 50-100mg IV, dialisis gastrointestinal, dialisis peritoneal atau hemodialisis. Pemberian preparat digitalis kontra indikasi, karena tidak efektif dan sering menyebabkan keracunan (intoksikasi). Hipertensi Hipertensi diastolik kurang dari 100 mmHg tidak memerlukan obat obat antihipertensi, cukup istirahat dan pembatasan garam natrium. Indikasi pemberian obat antihipertensi; bila tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg dengan atau tanpa penyulit penyulit hipertensi seperti kardiomegali, ensefalopati, dan retinopati. Macam obat antihipertensi yang dianjurkan tidak boleh mengurangi aliran darah ke ginjal. Golongan obat penyekat enzim angiotensin, blokade AT, dan ARB dengan / tanpa diuretik merupakan obat

pilihan utama. Golongan antihipertensi lainnya yang dapat diberikan walaupun bukan pilihan pertama seperti klonidin, dan metildopa.

29

Natrium nitroprusid merupakan obat pilihan pertama untuk hipertensi berat yang disertai bendungan paru akut. Natrium nitroprusid dapat mengurangi resistensi (tahanan) pembuluh dari arterial dan mengurangi cardiac output. Kombinasi vasodilator langsung (diazoxide) beta blocker dan diuretik cukup efektif untuk krisis hipertensi. Hiperkalemia Hiperkalemia merupakan keadaan darurat medik, tanpa keluhan dan gejala klinik kecuali bila sudah terdapat gangguan irama jantung (fibrilasi ventrikuler dan cardiac arrest). Mekanisme hiperkalemia endogen berhubungan dengan beberapa faktor berikut: Penurunan produksi renin Penurunan produksi aldosteron Gangguan sekresi tubulus ginjal Gangguan distribusi kalium antara kompartemen intraseluler dan ekstraseluler. Program pengobatan hiperkalemia akut tergantung dari derajatnya; yaitu hiperkalemia ringan, sedang dan berat. Hiperkalemia ringan Hiperkalemia ringan cukup diatasi konservatif dengan diuretik furosemid 40-80 mg IV dengan/tanpa sodium polystyrene sulfonate (kayexalate). Sodium polystyrene sulfonate diberikan dengan takaran 20-40 gram dalam 100ml larutan. Untuk mencegah obstipasi berikan 50 ml sorbitol 20-70% per oral. Hiperkalemia sedang Bila pemberian furosemid dan sodium polystyrene sulfonate kurang memberikan respon penurunan kalium (K+) serum, dapat dilanjutkan pemberian insulin dan glukosa. Regular insulin dengan takaran 10-20 U dalam larutan dekstrose hipertonis (misal 400ml dekstrose 10%) selama 1 jam dapat menurunkan kalium serum 0,5-1,0 mEq/liter. Hiperkalemia berat
30

Pada keadaan hiperkalemia berat harus segera diberikan 1-3 ampul @10ml larutan glukonas kalsikus 10% IV. Dalam waktu beberapa menit sudah terjadi pergeseran ion K+ dari kompartemen intraseluler ke kompartemen ekstraseluler. Bila hiperkalemia berat sudah dapat dikendalikan (hiperkalemia ringan atau sedang), diberikan furosemid IV dan sodium polystyrene sulfonate (oral) Anemia Umumnya anemia sangat refrakter terhadap obat obat hematinik. Transfusi darah terutama darah utuh (whole blood) harus hati hati karena dapat menyebabkan bendungan paru akut, asidosis,

hiperkalemia, dan memperburuk faal ginjal LFG. Indikasi transfusi darah peaked red cell (PRC) bila terdapat penyulit penyulit anemia: renjatan, angina pektoris, gagal jantung. Gangguan koagulasi Akhir akhir ini dipertimbangkan pemberian antikoagulan (heparin, wafarin) dan antitrombotik. Pada pasien pasien berat terutama sindrom RPGN, pemberian heparin takaran tinggi misalnya 28.000 U/hari ternyata telah memberikan perbaikan klinik maupun

histopatologis. Dipiridamol atau aspirin merupakan antiagregasi dari trombosit yang terjadi selama mekanisme koagulasi. Antibiotik bila kuman kuman streptokok berhasil diisolasi dari tenggorokan atau pus dari impetigo, dapat dilakukan eradikasi dengan antibiotik penisilin prokain 2 x 600.000 IU selama 7 hari, dan dilanjutkan per oral 2 x 200.000 IU selama fase konvalesen.

9. Komplikasi:
Fase akut:

Ensefalopati hipertensif. Payah jantung kongestif. Gagal ginjal akut.

Jangka panjang:
31

Gagal ginjal kronik.

10. Prognosis: SNA dengan hipokomplemenemia tergantung pada penyebabnya: GNAPS: Prognosis baik, 95% sembuh sempuma, 3% meninggal karena komplikasi. 2% berkembang menjadi GGK. Nefritis yang berhubungan dengan endokarditis bakterialis akut/sub akut. Prognosis baik bila pengobatan terhadap penyebab dilakukan secara intensif dengan antibiotika yang cocok dan kadar komplemen kembali normal. Bila pengobatan terlambat, dapat terjadi gagal ginjal. Shunt nephritis. prognosis umumnya baik, 50% dari kasus dilaporkan sembuh bila shunt yang mengalami infeksi segera diangkat dan antibiotika yang cocok segera diberikan, 20% meninggal disebabkan oleh penyakit neurologik primer, atau komplikasi pembedahan, sisanya dengan gejala sisa berupa gangguan faal ginjal, hematuria dan proteinuria. Nefritis lupus eritematosus sistemik (NEFLES). Prognosis berkorelasi dengan persentase klinik saat serangan dan kelainan histologi dari glomeruli. Penderita NEFLES dengan kelainan minimal mempunyai prognosis baik sedangkan penderita NEFLES dengan tanda sindroma nefritik nefrotik yang berat (adanya hematuri, hipertensi dan insufisiensi ginjal) mempunyai prognosis jelek. Sindroma nefritis akut dengan normokomplemenemia Nefritis Henoch Schnonlein (NHS) Prognosis bergantung pada berat dan luasnya keterlibatan ginjal saat serangan penyakit Pada anak dengan hematuria dengan/tanpa proteinuria ringan, prognosis baik, dimana kelainan urinalisis akan menghilang sekitar 2-4 bulan, meskipun pengamatan jangka panjang menunjukkan 5-10% dari penderita timbul gagal ginjal kronik. Penderita dengan gambaran sindroma nefritis akut kelainan urinalisis terus berlanjut. Sebagian GGK timbul dalam beberapa bulan pertama dari onset, sebagiannya lagi sekitar 5 sampai 15 tahun pengamatan. Indikator buruknya prognosis meliputi dijumpai pula sindroma
32

nefrotik, hipertensi gagal ginjal saat seragan dan terdapatnya gambaran glomerular crescent (bulan sabit) pada biopsi ginjal. Nefropati IgA. Prognosis umumnya baik. Pada pengamatan dalam tempo yang singkat tidak pernah dijumpai gagal ginjal progresif, meskipun kelainan urine tidak termasuk hematuria berulang biasanya menetap. Pada pengamatan jangka panjang yang dilakukan dari 1 sampai 15 tahun, angka kejadian gagal ginjal kronik dijumpai antara 5-9%, dikaitkan dengan dijumpai gambaran glomerullar crescents pada biopsi ginjal.

e. Hematuria pada Anak Hematuri adalah suatu gejala berupa adanya darah atau sel darah merah di dalam urin. Secara klinis dikenal dua jenis hematuri yaitu hematuri makroskopis dan hematuri mikroskopis. Hematuri makroskopis (Gross hematuria) adalah suatu keadaan urin bercampur darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Keadaan ini dapat terjadi bila 1 liter urin bercampur dengan 1 ml darah. Hematuri mikroskopis yaitu hematuri yang hanya dapat diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi. Jumlah minimal eritrosit dalam urin untuk diagnosis hematuri ditemukan sekurang-kurangnya 5-10 eritrosit.

Selain istilah di atas juga dikenal beberapa istilah lain seperti : Hematuri asimtomatik (isolated hematuria) yaitu hematuri sebagai gejala tunggal atau tanpa disertai rasa sakit. Hematuri simtomatik, hematuri yang ditemukan bersama dengan gejala lain atau disertai rasa nyeri saat miksi. Hematuri persisten, hematuri timbul setiap kali miksi. Hematuri rekuren, hematuri yang diselingi dengan urin Normal, biasanya bersifat mikroskopis.

33

Etiologi Hematuria : Hematuria pada anak bisa disebabkan oleh bermacam-macam penyebab dari trauma sampai kelainan sistem pembekuan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh kelainan yang diturunkan maupun didapat. Glomerular Keturunan : Familial benign hematuria Alport syndrome Fabry disease

Didapat : Primary glomerular disease Ig A nephrofati Mesangial proliferative glomerulonefritis Membranous glomerulonefritis Minimal change disease

Penyakit sistemik : SLE Good pasture Hemolytic uremic syndrome Diabetes mellitus Amyloidosis

Infeksi : Glomerulonefritis Subacute bacterial endocarditis Congenital sifilis associated Malaria Toxoplasmosis

Tubulointestinal Congenital/ diturunkan : Polycystic kidney disease (infantile or adult type) Medullary cystic disease (juvenile nephronophtisis)
34

Congenital nephritic syndrome Renal dysplasia Nephrocalcinosis associated with renal tubular acidosis

Didapat : Renal transplant rejection Nephrolithiasis Exogenous toxins Aminoglycoside toxicity Cyclosporine toxicity Cytotoxic drugs use for cancer therapy (cisplatin, etc.) Heavy metal toxicity (lead, mercury) Radiation injury Radiocontrast medium injury Analgesic abuse Infectious (bacterial, viral, fungal, rickettsial, protozoal) Obstructive uropathy Reflux uropathy Hypersensitivity drugs (penicillin, sulfa drugs, Nonsteroidal antiinflamatory drugs, diuretics, and others) Metabolic disorders Hypercalcemia, hypercalciuria Hyperuricemia Tumors Wilms tumor and other

Vascular Sickle cel diseases Renal vein thrombosis Renal arterial thrombosis or embolism Loin pain hematuria Arteriovenous malformations Malignant hypertension
35

Anda mungkin juga menyukai