Anda di halaman 1dari 16

BAB II LANDAS AN TEORI

2.1

Permukiman

2.1.1 Konsep Permukiman Pengertian dasar permukiman dalam Undang-Undang No.1 tahun 2011 adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. M enurut Koestoer (1995) batasan permukiman adalah terkait erat dengan konsep lingkungan hidup dan penataan ruang. Permukiman adalah area tanah yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan dan merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasaan lindung baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan. Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu tempat bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu tujuan yang jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya. Permukiman (Settlement) merupakan suatu proses seseorang mencapai dan menetap pada suatu daerah (Van der Zee 1986). Kegunaan dari sebuah permukiman adalah tidak hanya untuk menyediakan tempat tinggal dan melindungi tempat bekerja tetapi juga menyediakan fasilitas untuk pelayanan, komunikasi, pendidikan dan rekreasi. M enurut Parwata (2004) permukiman terdiri dari: (1) isi, yaitu manusia sendiri maupun masyarakat; dan (2) wadah, yaitu fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan manusia. Dua elemen permukiman tersebut, selanjutnya
5

dapat dibagi ke dalam lima elemen yaitu: (1) alam yang meliputi: topografi, geologi, tanah, air, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan iklim; (2) manusia yang meliputi: kebutuhan biologi (ruang,udara, temperatur, dsb), perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional, dan nilai moral; (3) masyarakat yang meliputi: kepadatan dan komposisi penduduk, kelompok sosial, kebudayaan, pengembangan ekonomi, pendidikan, hukum dan administrasi; (4) fisik bangunan yang meliputi: rumah, pelayanan masyarakat (sekolah, rumah sakit, dsb), fasilitas rekreasi, pusat perbelanjaan dan pemerintahan, industri, kesehatan, hukum dan administrasi; dan (5) jaringan (net work ) yang meliputi: sistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem manajemen kepemilikan, drainase dan air kotor, dan tata letak fisik.

2.1.2

Bentuk-bentuk Permukiman Sebuah permukiman terbentuk dari komponen-komponen dasar yaitu: (1)

rumah-rumah dan tanah beserta rumah; (2) tanah kapling rumah dan ruang tanah beserta rumah; dan (3) tapak rumah dan perkarangan rumah (Gambar 2.1). Perkarangan rumah atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam kelompokkelompok yang homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula dan susunan spasial. Dua atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah komplek. Bentuk dari permukiman dinyatakan dalam bentuk tempat dan bentuk perencanaan tanah. Perencanaan tanah dibentuk oleh kelompok-kelompok dan komplek-komplek dari tempat rumah dan perkarangan rumah.

Kapling rumah atau ruang perkarangan

Kebun

Kebun Rumah Tanah dan Rumah

a.Tanah kapling rumah atau perkarangan

b.Rumah dan struktur lainya

c.Perkarangan rumah

Gambar 2.1 Komponen-komponen rumah atau perkarangan rumah. (Sumber : Van Deer Zee 1986) Perkarangan rumah atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam kelompok-kelompok yang homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula dan susunan spasial. Dua atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah komplek (Gambar 2.2). Bentuk dari permukiman dinyatakan dalam bentuk tempat dan bentuk perencanaan tanah. Perencanaan tanah dibentuk oleh kelompok-kelompok dan komplek-komplek dari tempat rumah dan perkarangan rumah.

a.Rumah-rumah tunggal dan perkarangan rumah

b.Kelompok-kelompok rumah dan perkarangan rumah

c.Komplek rumah-rumah dan perkarangan rumah

Gambar 2.2 Kelompok-kelompok dan komplek dari rumah-rumah atau perkarangan rumah. (Sumber: Van der zee 1986)

2.1.3

Pola Penyebaran Pembangunan Perumahan dan Permukiman Pola penyebaran pembangunan perumahan dan permukiman di wilayah desa

kota menurut Koestoer (1995), pembentukannya berakar dari pola campuran antara ciri perkotaan dan perdesaan. Ada perbedaan mendasar pola pembangunan permukiman di perkotaan dan perdesaan. Wilayah permukiman di perkotaan sering disebut sebagai daerah perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya sebagian besar rumah menghadap secara teratur ke arah kerangka jalan yang ada dan sebagian besar terdiri dari bangunan permanen, berdinding tembok dan dilengkapi dengan penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata secara bertingkat mulai dari jalan raya, penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal. Karakteristik kawasan permukiman penduduk perdesaan ditandai terutama oleh ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola permukimannya cenderung berkelompok membentuk perkampungan yang letaknya tidak jauh dari sumber air, misalnya sungai. Pola permukiman perdesaan masih sangat tradisional banyak mengikuti pola bentuk sungai, karena sungai disamping sebagai sumber kehidupan sehari-hari juga berfungsi sebagai jalur transportasi antar wilayah. Perumahan di tepi kota (desa dekat dengan kota) membentuk pola yang spesifik di wilayah desa kota. Pada saat pengaruh perumahan kota menjangkau wilayah ini, pola permukiman cenderung lebih teratur dari pola sebelumnya.

Selanjutnya pembangunan jalan di wilayah perbatasan kota banyak mempengaruhi perubahan pola penggunaan lahan dan pada gilirannya permukiman perdesaan berubah menjadi pola campuran. Ada bagian kelompok perumahan yang tertata baik menurut kerangka jalan baru yang terbentuk, tetapi dibagian lain masih ada pula

yang tetap berpola seperti sediakala yang tidak teratur dengan bangunan semi permanen.

2.2

Pekarangan Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekitar

rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Hubungan fungsional yang dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya, hubungan ekonomi, serta hubungan biofisika. Hasil penelitian pekarangan yang dilakukan Arifin, Sakamoto & Chiba (1998) menunjukkan bahwa semakin ke hilir rataan area RTH pekarangan dan penutupan kanopi tanaman semakin luas. Rataan jumlah species tanaman per pekarangan pun semakin besar. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan keragaman vertikal

didasarkan pada kehadiran stratifikasi tanaman mulai dari rerumputan, herba, semak, perdu, liana dan pohon tinggi. Selanjutnya hasil penelitian Arifin (1998) menunjukkan strata tanaman yang tumbuh dipekarangan meliputi 5 klas, yaitu starta I (< 1m), starta II (1-2m), strata III (2-5m), strata IV (5-10m) dan strata V (>10m). Kombinasi antara tanaman tahunan dan semusim, antara tegakan pohon dan cashcrops tersebut dipraktekkan secara tumpangsari pada satu unit lahan (Arifin, 1998). Perubahan iklim mikro, antara lain suhu yang semakin sejuk di tengah dan hulu menyebabkan berkurangnya tegakan pohon tinggi dibandingkan dengan hilir (Arifin, Sakamoto & Chiba, 1998). Dilihat dari keberadaan tanaman (keragaman horizontal dan vertikal) dan didasarkan pada kajian ekologis pekarangan di 120 contoh

pekarangan di Deli dan Bogor diperoleh luas area minimum secara kritis (the critical minimum size) lahan pekarangan adalah 100 m2 (Arifin, 1998). Praktek agroforestri di pekarangan, kebun campuran dan talun tidak hanya menghasilkan dari tumpangsari tanaman saja, tetapi juga hasil ternak serta ikan kolam. Hasil tersebut memberi kontribusi 27% tambahan pendapatan dihitung dari ketersediaan bahan pangan baik skala subsisten maupun ekonomis (Arifin, 2000).

2.3 Daerah Aliran S ungai (DAS ) Daerah aliran sungai (DAS) adalah sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografi adalah punggung bukit dan pemisah bawah berupa batuan (M anan 1983). Sheng (1968) mendefinisikan DAS sebagai suatu kawasan yang mengalirkan air yang jatuh di atasnya ke dalam suatu sistem aliran sungai yang mengalir dari hulu menuju ke muara atau tempat-tempat tertentu. Tempat tertentu tersebut antara lain dapat berupa danau atau lautan. Oleh karena itu batas ekosistem suatu DAS dapat ditentukan berdasarkan perilaku dari aliran airnya. Kawasan tersebut dipisahkan dengan kawasan lainnya oleh pemisah topografi. Di Amerika Serikat daerah bersistem sungai-sungai biasa disebut watershed sedangkan di Inggris disebut cathchment areas of river basin. Dalam istilah pembangunan biasanya disebut river basin development apabila berkaitan dengan pembangunan bendungan dan sistem irigasi, dan watershed apabila berkaitan dengan pembangunan yang berkaitan

10

dengan penatagunaan tanah, perlindungan terhadap erosi dan pengelolaan bentang alam (Haeruman 2002). 2.4 Rumah Sederhana Sehat (Rs S ehat)
1. Kebutuhan M inimal M asa (penampilan) dan Ruang (luar-dalam)

Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2.80 m, contoh kebutuhan luas minimum untuk rumah sederhana sehat adalah 27 m2 (Tabel 2.1) Rumah sederhana sehat memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat, dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum ruangan pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut: a. Kebutuhan luas per jiwa b. Kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK) c. Kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK) d. Butuhan luas lahan per unit bangunan

11

Tabel 2.1 Kebutuhan luas minimum bangunan dan lahan untuk rumah sederhana sehat (Rs sehat)
Standar per jiwa (m) Unit (ambang batas) 7,2 (Indonesia) 9,0 (internasional) 12,0 36 60,0 ------48 60,0 ------27 60,0 72 - 90 200 36 60,0 72 - 90 200 21,6 60,0 72 - 90 200 28,8 60,0 72 - 90 200 Minimal Luas (m) untuk 3 jiwa Lahan Efek tif Ideal Unit Minimal Luas (m) untuk 4 jiwa Lahan Efek tif Ideal

(Sumber : Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat)


2. Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan

Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan. Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah perencanaan rumah sehat dan nyaman. a. Pencahayaan M atahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai

pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang langit, dengan ketentuan sebagai berikut:cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan, ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya, ruang kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata. b. Penghawaan Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan
12

terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi. Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Lubang penghawaan minimal 5 % (lima persen) dari luas lantai ruangan; (2) Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang keluar; (3) Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau kamar mandi/WC. c. Suhu udara dan kelembaban Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan disekitarnya. Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga, tidur, tamu dan kerja. Suhu udara dan kelembaban rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dankelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Untuk mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan: (1) keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar; (2) Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan yang tidak bergerak; (3) M enghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan.

13

3.

Kebutuhan M inimal Keamanan dan Keselamatan Pada dasarnya bagian-bagian struktur pokok untuk bangunan rumah tinggal sederhana adalah: pondasi, dinding (dan kerangka bangunan), atap serta lantai. Sedangkan bagian-bagian lain seperti langit-langit, talang dan sebagainya merupakan estetika struktur bangunan saja. Perumahan sehat harus memenuhi syarat kesehatan lingkungan, ketertiban, keserasian lingkungan, prasarana dan sarana. Persyaratan tersebut di antaranya: 1) M emenuhi segi kesehatan lingkungan artinya komponen-komponen perumahan yang mempengaruhi kesehatan masyarakat hendaknya dilengkapi sesuai dengan kebutuhan, seperti: (1) penyediaan prasarana lingkungan; (2) penyediaan fasilitas lingkungan; (3) pengamanan lingkungan terhadap pencemaran. 2) M emenuhi segi ketertiban perumahan akan berada pada kondisi aman dan tertib, apabila: (1) mematuhi peraturan tata letak bangunan dan perumahan agar terhindar dari berbagai bencana seperti kebakaran dan longsor; dan (2) dilengkapi dengan penerangan jalan yang cukup dan warga bertanggungjawab terhadap pemeliharaannya. 3) M emperhatikan keserasian lingkungan Untuk dapat tinggal dengan aman dan nyaman dalam suatu perumahan, perlu diusahakan hal-hal sebagai berikut: (1) melestarikan pohon pelindung dan taman untuk menguatkan tanah dan penyimpanan air dan penyegaran udara serta memberikan pemandangan indah; (2) memberi penerangan alami dan buatan yang mencukupi; (3) mengatur tata letak perumahan sehingga cukup serasi; (4) cukup jauh jaraknya dengan komplek industri yang mengeluarkan banyak asap

14

kotor dan mengandung racun atau debu atau dapat menyakibatkan pencemaran udara atau air dan tanah; dan (5) cukup jauh dari tempat-tempat yang dapat mengganggu kesehatan, kesejahteraan dan moral masyarakat. 4) Terpenuhi prasarana lingkungan yang lengkap sesuai dengan jumlah dan kebutuhan penduduknya: (1) jaringan jalan dan jembatan; (2) system pemberian air minum atau air bersih; (3) jaringan listrik; (4) jaringan telepon; (5) sitem pembuangan air hujan (saluran terbuka atau tertutup dan air kotor atau limbah rumah tangga); dan (6) sistem pengangkutan dan pembuangan sampah dan kotoran lainnya.

2.5 Elemen Standar Tata Ruang Rumah Kendala keterjangkauan masyarakat terhadap Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat), telah diupayakan menyiasati kondisi tersebut melalui satu rancangan rumah antara yaitu RIT (Rumah Inti Tumbuh) sebagai rumah cikal bakal Rumah Sederhana Sehat. Rancangan RIT memenuhi tuntutan kebutuhan paling mendasar dari penghuni untuk mengembangkan rumahnya, dalam upaya peningkatan kualitas kenyamanan, dan kesehatan penghuni dalam melakukan kegiatan hidup sehari-hari, dengan ruang-ruang yang perlu disediakan sekurang-kurangnya terdiri dari: a. 1 ruang tidur yang memenuhi persyaratan keamanan dengan bagian- bagiannya tertutup oleh dinding dan atap serta memiliki pencahayaan yang cukup berdasarkan perhitungan serta ventilasi cukup dan terlindung dari cuaca. Bagian ini merupakan ruang yang utuh sesuai dengan fungsi utamannya.

15

b. Satu ruang serbaguna merupakan ruang kelengkapan rumah dimana didalamnya dilakukan interaksi antara keluarga dan dapat melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Ruang ini terbentuk dari kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga merupakan ruang terbuka namun masih memenuhi persyaratan minimal untuk menjalankan fungsi awal dalam sebuah rumah sebelum dikembangkan. c. Satu kamar mandi/kakus/cuci merupakan dari bagian ruang servis yang sangat menentukan apakah rumah tersebut dapat berfungsi atau tidak, khususnya untuk kegiatan mandi kakus atau cuci. Ketiga ruang tersebut diatas merupakan ruang-ruang minimal yang harus dipenuhi sebagai standar minimal dalam pemenuhan kebutuhan dasar, selain itu sebagai cikal bakal rumah sederhana sehat. Konsepsi cikal bakal alam hal ini diwujudkan sebagai suatu Rumah Inti yang dapat tumbuh menjadi rumah sempurna yang memenuhi standar kenyamanan, kemanan, serta kesehatan penghuni, sehingga menjadi rumah sederhana sehat.

2.6 Konsep Permukiman Sehat Berwawasan Lingkungan (S EBERLING) di Zona Hilir DAS Deli Permukiman SEBERLING di zona hilir DAS Deli yang menempati lahan pada kelas kesesuaian lahan sangat sesuai memiliki kriteria sebagai berikut: a. Pola permukiman di zona hilir DAS memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Ukuran permukiman sedang atau jumlah penduduk kurang dari 2000 jumlah jiwa ; (2) Kepadatan bangunan jarang dalam arti pekarangan rumah bersentuhan tetapi letak rumah tidak bersentuhan; (3) Tipe permukiman memiliki tipe linear

16

b. Bangunan rumah memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) jenis konstruksi rumah yang banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat (89.3%) adalah rumah permanen; (2) rumah memiliki lubang sirkulasi udara minimum sebesar 0.35% dari luas lantai dan lubang cahaya sebesar 10% dari luas lantai; ( 3) rumah melebihi ukuran kebutuhan ruang minimum perorang sebesar 9 m2; (4) luas lantai rumah didominasi oleh rumah dengan luas lantai 35-110 m2; (5) pola pemanfaatan pekarangan masyarakat yang tinggal di zona hilir DAS Deli sebagian besar (53.3%) memanfaatkan pekarangan untuk menanam dan hanya sebagian kecil (11.1%) yang memanfaatkan pekarangan untuk beternak. c. Permukiman harus memiliki sarana pengelolaan lingkungan yang meliputi: (1) air bersih di lingkungan permukiman cukup tersedia dan memenuhi kebutuhan penghuni. Sumber air bersih berasal dari mata air atau sumur gali; (2) pengelolaan sampah pada skala kampung; (3) sarana M CK yang dilengkapi dengan unit pengolahan limbah sederhana berupa septiktank dan bak resapan air; (4) saluran drainase tertutup. Aspek sosial dari permukiman SEBERLING adalah berupa kelembagaan masyarakat dalam mengelola lingkungan di wilayah DAS Kelembagaan komunitas dibangun berdasarkan kondisi masyarakat yang tinggal di wilayah DAS. Kelembagaan bisa bersifat formal atau informal tergantung pada kebutuhan dan ruang lingkupnya. Kelembagaan ini berada pada setiap unit permukiman terkecil yaitu kampung untuk masing-masing zona DAS. Lembaga ini yang akan merencanakan pembangunan fasilitas umum dan sosial dilingkungan permukiman yang bertumpu pada karakter dari masing-masing wilayahnya, sehingga lembaga ini

17

dapat menjadi sarana dalam mengimplementasikan aturan pembangunan yang berbasis DAS. Selain itu lembaga ini salah satu fungsinya adalah mengelola dana subsidi keberlanjutan (SKL). Aspek ekonomi dari permukiman SEBERLING adalah berupa subsidi keberlanjutan yaitu pemanfaatan dan pengelolaan dana kompensasi dalam penggunaan lahan. Subsidi Keberlanjutan (SKL) merupakan dana kompensasi pemanfaatan lahan untuk permukiman dari masyarakat yang berada pada satu DAS. Secara ekosistem zona DAS memiliki keterkaitan secara biofisik sehingga segala bentuk pengelolaan permukiman pada satu zona akan berpengaruh pada zona lainnya. Perilaku pengelolaan dan pemanfaatan lahan untuk permukiman perlu diberikan kompensasi. Bentuk kompensasi pengelolaan dapat didasarkan pada prinsip user pays principle atau polluter pays principle. M elalui kedua prinsip tersebut diharapkan keterkaitan zona hulu, tengah, dan hilir menjadi satu kesatuan perilaku yang saling menjaga, memelihara, dan melestarikan fungsi DAS. Perilaku pengelolaan lingkungan permukiman yang positif di zona hulu akan didukung oleh zona tengah dan hilir, begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian lain tentang permukiman yang telah dilakukan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Kobayashi (2004) yang mengembangkan model bentuk permukiman perkotaan dengan melihat tingkat perkembangan jenis bangunan, tahun pembangunan, luas lantai, jenis struktur dan bahan bangunan untuk menganalisis tingkat emisi yang ditimbulkan dengan menggunakan formula LifeCycle-Emission. Hasil penelitian ini memperoleh suatu model permukiman

18

perkotaaan yang dibangun berdasarkan kesepakatan antara masyarakat dan pihakpihak terkait tentang pola bentuk permukiman. Yu Zhou (2004) melakukan penelitian untuk melihat tingkat perkembangan permukiman dari tahun 1990 2000 di empat kota di China yaitu: Beijing, Tianjin, Shanghai, dan Chongqing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi

perkembangan pesat baik secara fisik (kondisi permukiman, fasilitas, ukuran rumah) maupun sosial (tata aturan penghunian). Data yang dikumpulkan berupa data kependudukan (jumlah penduduk dalam kampung, dan jumlah penghuni dalam rumah tangga), spesifikasi konstruksi bangunan rumah (jenis kontruksi bangunan, elemen ruang, luas bangunan, bahan bangunan), prasarana dan sarana lingkungan dan

permukiman, ukuran

permukiman diukur berdasarkan jumlah rumah dan penduduk, kepadatan bangunan rumah diukur berdasarkan jarak antara rumah-rumah, tipe permukiman dilihat dari susunan tata letak bangunan, dan jumlah permukiman. Data ukuran, tingkat kepadatan, dan tipe permukiman akan dianalisis berdasarkan kriteria dari masingmasing sub variabel pada aspek bentuk permukiman. Kriteria untuk aspek bentuk permukiman seperti tercantum pada Tabel 2.2

19

Tabel 2.2 Kriteria pada masing-masing subvariabel bentuk permukiman No 1 Subvariabel dari masing-masing bentuk permukiman Ukuran Permukiman Permukiman tunggal Permukiman kecil Permukiman kecil-sedang Permukiman sedang Permukiman besar Permukiman sangat besar 2 Kepadatan Bangunan Sangat jarang Jarang Padat Sangat padat Satu rumah 2-20 rumah Sampai dengan 500 penduduk Sampai dengan 2000 penduduk 2000 5000 penduduk Lebih dari 5000 penduduk Pekarangan rumah berjauhan Pekarangan rumah bersentuhan tetapi letak rumah tidak bersentuhan Jarak antar rumah kecil (0.5-1 m) Rumah kurang lebih menutupi jalan (lebar jalan 0.5-1 m),dinding rumah bersentuhan satu sama lain Tidak ada ruang terbuka dalam satu blok bangunan Posisi rumah diatur mengelilingi sebuah ruang bersama Posisi rumah berjajar linear Rumah diatur dalam posisi beraturan atau direncanakan dalam satu wilayah Kriteria

Padat kompak 3 Tipe Permukiman Tipe Plaza Tipe Linear Tipe Streetplan (Sumber : Van Der Zee 1986)

20

Anda mungkin juga menyukai