BAB I PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri dari anus imperforata dan kloaka persisten. Anus imperforata merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Malformasi anorektal merupakan kerusakan berspektrum luas pada perkembangan bagian terbawah dari saluran intestinal dan urogenital. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi.
Ketika malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga sering mengalami malformasi dalam derajat yang sama. Tulang belakang dan saluran urogenital juga dapat terlibat. Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering terjadi pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi adalah anomali yang paling sering berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti defek pada vertebra, ekstrimitas dan sistem kardiovaskular. Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam memanajemen, akan didapatkan hasil yang lebih baik.
Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata denga fistula rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck. Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula kutaneusperineal. Yang ketiga yang tersering adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi yang
1
berspektrum luas dimana rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu membentuk satu saluran. Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat satu lubang saja pada perineum. Dan terletak dimana uretra biasanya ada. Pada keaadaan ini, genital eksternanya hipoplastik.
Cara berpikir dan bertindak dalam menangani malformasi anorektal banyak berubah sejak tahun 1980-an. Douglas Stephen dan Durham Smith (1965) (FD Stephen dan ED Smith keduanya ahli bedah anak dari Melbourne, Australia) yang pertama menganjurkan penanganan malformasi anorektal sesuai letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul (levator ani), sehingga timbul pembagian anomali tersebut menjadi supra levator, translevator dan intermediet (konsensus international, Melbourne 1970).
Alberto Pena dan de Vries (1982) (A Pena, ahli bedah anak Mexico dan P de Vries, ahli bedah anak Kansas, USA) memperkenalkan cara eksplorasi malformasi anorektal melalui deseksi postern sagital mulai dari os coccygeus ke distal tanda anus melalui garis tengah. Deseksi ini dapat memperlihatkan komponen otot dasar panggul dan jugs ketiga ikat serabut sfingter ani eksterna yang diabaikan pada metode yang terdahulu. Cara operasi seperti ini dikenal dengan nama postern sagital anorektoplastik. Suatu konsensus international tentang malformasi anorektal ini diadakan di Wingspread (1984), sehingga timbul klasifikasi Wingspread yang membedakan malformasi pada laki-laki dan wanita menjadi 2 golongan.
I.2 . Rumusan Masalah 1. Menjelaskan tentang pengertian Malformasi anorektal 2. Menjelaskan factor penyebab terjadinya Malformasi anorektal 3. menjelaskan tanda dan gejala terjadinya Malformasi anorektal 4. Menjelaskan cara penanganan atau penatalaksanaan Malformasi anorektal
I.3. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui dan memahami tentang Malformasi anorektal 2. Menambah pengetahuan tentang Malformasi anorektal 3. Dapat mengetahui mengenai pengertian, etiologi, factor penyebab, dan juga penatalaksanaan Malformasi anorektal.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Tracheoesofageal, Renal, Limb).
II.2
Susunan saluran pencernaan terdiri dari : 1. Mulut Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :
3
a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu : a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang palatum. b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil.
2. Lidah Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah.
Lidah dibagi atas tiga bagian : radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan
4
nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis. Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan.
3. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring. Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara.
4. Esofagus Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal.
Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.
5. Hati Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
Fungsi hati : a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh. b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan urine. c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem retikuloendotelium. e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat.
6. Lambung Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang
6
menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
Fungsi lambung : 1. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. 2. Getah cerna lambung yang dihasilkan : a. Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). b. Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjaddi pepsin. c. Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu). d. Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. 7. Pankreas Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.
8. Usus halus Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)).Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus halus
melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan.
Fungsi usus halus : a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe. b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida. 9. Duodenum Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus). Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui Duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida. Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah jejunum dengan panjang 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan
ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum.
11.Usus besar Usus besar atau intestinum mayor panjangnya 1 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisanlapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri.
12. Sekum Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.
13. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
14. Apendiks (usus buntu) Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen.
15.Kolon transversum
9
Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
16. Kolon desendens Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
17. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
18. Rektum Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara.
10
19. Anus Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfanya juga berbeda, demikian pula epitel yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis, epitel. Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fisura anus nyeri sekali. Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta terbentuknya hemoroid. Sistem limf dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar inguinal.
Gambar.3
11
Gambar.4.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3cm. Batas antara kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. Linea pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Didaerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat menimbulkan fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis Hilton). Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan sfingter ekstern. sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter intern, oto longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus.
Otot-otot yang berfungsi mengatur mekanisme kontinensia adalah : 1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani 2. Sfingter ani eksternus (otot lurik) 3. Sfingter ani internus (otot polos)
12
Muskulus yang menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m.puborektal tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia. Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ringanorektal, ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital (ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal dibentuk oleh m.puborektalis yang merupakan bagian serabut m. levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani ekternus.
Gambar.5.
Pendarahan arteri. arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang yang kanan bercabang lagi. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin dapat menjelaskan letak hemoroid dalam yang khas yaitu dua buah di setiap perempat sebelah kanan dan sebuah diperempat lateral kiri. Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna, sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis antara arkade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik didaerah percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat menjamin perdarahan di kedua ekstremitas bawah. Perdarahan di pleksus hemoroidalis merupakan kolateral luas dan kaya
13
sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid intern menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan bukan darah vena warna kebiruan.
Pendarahan vena. Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan berjalan kearah kranial kedalam v.mesenterika inferior dan seterusnya melalui v.lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan ronggga perut menentukan tekanan di dalamnnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena didalam hati, sedangkan embolus septik dapat menyebabkan pileflebitis, v.hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v.pudenda interna dan v.hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid.
Penyaliran limf. pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang menyalirkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v.hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limf mesenterika inferior dan aorta.
14
Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rektum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limf ini.
Inervasi. kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit. Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4. Kontinensia anus bergantung pada konsistensi feses, tekanan didalam anus, tekanan didalam rektum, dan sudut anorektal. Makin encer feses, makin sukar untuk menahannya didalam usus. Tekanan pada suasana istirahat didalam anus berkisar antara 25-100mmHg dan didalam rektum antara 5-20mmHg. Jika sudut antara rektum dan anus lebih dari 80 derajat, feses sukar dipertahankan.
Defekasi. Pada suasana normal, rektum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid kedalam rektum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bola isi sigmoid masuk kedalam rektum, dirasakan oleh rektum dan menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemauan khas untuk mengenai dan memisahkan bahan padat, cair dan gas. Sikap badan sewaktu defekasi yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang berarti. Defekasi terjadi akibat refleks peristalsis rektum, dibantu oleh mengedan dan relaksasi sfingter anus eksternal. Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh, peristalsis kolon dan rektum tidak terganggu, dan struktur anatomi organ panggul yang utuh. Keinginan berdefekasi muncul pertama kali saat tekanan rectum mencapai 18 mmHg dan apabila mencapai 55 mmHg, maka sfingter ani internus dan eksternus melemas dan isi feses terdorong keluar. Satu dari refleks defekasi adalah refleks intrinsic (diperantarai sistem saraf enteric dalam dinding rectum. Ketika feses masuk rectum, distensi dinding rectum menimbulkan sinyal aferen menyebar melalui pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristaltic dalam kolon descendens, sigmoid, rectum, mendorong feses ke arah anus. Ketika gelombang peristaltic mendekati anus, sfingter ani interni direlaksasi oleh sinyal penghambat dari pleksus mienterikus dan sfingter ani eksterni dalam keadaan sadar berelaksasi secara volunter sehingga terjadi defekasi. Jadi sfingter melemas sewaktu rectum teregang Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter ani eksternus tercapai, defekasi volunteer dapat dicapai dengan secara volunter melemaskan sfingter eksternus dan mengontraksikan otot-otot abdomen (mengejan). Dengan demikian defekasi merupakan suatu reflex spinal yang dengan sadar dapat dihambat dengan menjaga
15
agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau melemaskan sfingter dan megontraksikan otot abdomen.
II.3
Etiologi Etiologi secara pasti dari atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
bahwa kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Menurut penelitian beberapa ahli, diduga faktor genetik berpengaruh terhadap terjadinya atresia ani, namun masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom, atau kelainan kongenital lain juga berisiko untuk menderita atresia ani, contohnya adalah penderita Down Syndrome.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur. 2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan. 3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal, serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan. Sebanyak 60% pasien dengan atresia ani dapat disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir yang disebut dengan Sindroma VACTERL (Vertebrae, Anal, Cardial, Tracheoesophageal, Renal, Limb). Kelainan yang ada, yaitu: 1. Kelainan pada sistem kardiovaskular - Atrial Septal Defect - Patent Ductus Arteriosus - Tetralogy of Fallot - Ventricular Septal Defect
16
2. Kelainan sistem pencernaan - Obstruksi duodenal - Kelainan tracheoesophageal Kelainan yang sering terjadi adalah atresia esofagus.
3. Kelainan sistem perkemihan Kelainan ini merupakan kelainan yang paling sering terjadi, dan terdapat pada 50% pasien dengan atresia ani. Refluk vesikoureter dan hidronefrosis merupakan kondisi yang paling sering terjadi, namun juga dapat terjadi renal agenesis, horseshoe, dan dysplastic. Semakin tinggi letak anomali yang ada, maka semakin besar frekuensi terjadinya abnormalitas urologi.
4. Kelainan tulang belakang - Hemivertebrae - Skoliosis - Syringomyelia - Spinal lipoma - Myelomeningocele Tidak adanya dua atau lebih vertebrae berhubungan dengan prognosis yang buruk terhadap kontinensia dari usus dan vesica urinaria.
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh : 1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik. 2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang anus. 3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
17
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.
Faktor Predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti : 1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
II.4
Epidemiologi Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di seluruh dunia adalah 1 dalam 5000
kelahiran. Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan. Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi lakilaki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal. Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi.
18
II.5
Embriologi Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernapasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari protoderm / analpit .
Hindgut membentuk sepertiga distal dan kolon tranversum , kolon desenden, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Endoderm hindgut ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membrana kloaka.
19
2.1
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh ke arah kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus urogenitalis primitif, dan bagian posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai membran kloaka, dan di daerah ini terbentuklah korpus perinealis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi membrana analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan. Sementara itu, membrana analis dikelilingi oleh tonjolan-tonjolan mesenkim, dan pada minggu ke-8 selaput ini terletak di dasar cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai celah anus atau proktoderm. Pada minggu ke-9 membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dengan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nadi hindgut, yaitu arteri mesenterika inferior. Akan, tetapi sepertiga bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang merupakan cabang dari arteri pudenda interna. Tempat persambungan antara bagian endoderm dan ektoderm dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis. Pada garis ini, epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng. Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek
20
perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter. Tahap-tahap pertumbuhan terjadi pada formasi anatomi normal dari bagian bawah yaitu anus, rektum dan saluran urogenital. Pada minggu ke-4 pertumbuhan terdapat kloaka dan struktur yang disebut membran kloaka. Kloaka adalah struktur normal pada burung dan ada pada manusia untuk waktu yang singkat pada tahap pertumbuhan. Sebelum manusia lahir, kloaka adalah struktur dimana kolon, saluran urin, dan genital bermuara kemudian keluar dari tubuh melalui satu lubang. Manusia melalui suatu tahap pertumbuhan dimana kloaka merupakan struktur yang normal, kemudian tumbuh lubang yang terpisah untuk rektum dan traktus urin dan pada wanita juga terbentuk vagina. Perkembangan normal ini juga terjadi pada perkembangan struktur yang disebut membran kloaka. Jika membran ini tidak berkembang normal, kloaka mungkin masih terdapat setelah kelahiran pada wanita atau pada pria akan berkembang bentuk dari anus imperforata.
Figure 14.36 Cloacal region in embryos at successive stages of development. A. The hindgut Gambar.8. enters the posterior portion of the cloaca, the future anorectal canal; the allantois enters the anterior portion, the future urogenital sinus. The urorectal septum is formed by merging of the mesoderm covering the allantois and the yolk sac (Fig. 14.1D). The cloacal membrane, which forms the ventral boundary of the cloaca, is composed of ectoderm and endoderm. B. As caudal folding of the embryo continues, the urorectal septum moves closer to the cloacal membrane, although it never contacts this structure. C. Lengthening of the genital tubercle pulls the urogenital portion of the cloaca anteriorly; breakdown of the cloacal membrane creates an opening for the hindgut and one for the urogenital sinus. The tip of the urorectal septum forms the perineal body)
21
II.6
Patofisiologi Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis). Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya Urorektal dan rektovaginal bisa terjadi karena septum urorektal turun ke bagian kaudal tidak cukup jauh, sehingga lubang paling akhir dari hindgut berbelak ke anterior sehingga lubang akhir hindgut menuju ke uretra atau ke vagina. Atresia rektoanalmungkin dapat meninggalkan jaringan fibrous atau hilangnya segmen dari rektum dan anus, defek ini mungkin terjadi karena adanya cedera vaskular pada regio ini sama dengan yang menyebabkan atresi pada bagian lain dari usus. Anus imperforata terjadi ketika membran anal gagal untuk hancur.
22
Gambar.9.
II.7
Klasifikasi Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk malformasi anorektal adalah
klasifikasi Wingspread yang membagi malformasi anorektal menjadi letak tinggi, intermedia dan letak rendah. Akan tetapi, untuk tujuan terapi dan prognosis digunakan klasifikasi yang dibuat berdasarkan jenis. Secara umum Anomali Anorctal dapat dibedakan menjadi: 1. Tanpa Fistula 2. Dengan Fistula
Macam-macam Fistula: 1. Fistula Recto Vesical = hubungan punctum dengan buli-buli 2. Fistula Recto Urethral 3. Fistula Recto Perineal 4. Stenose Ani 5. Fistula Recto Scrotal () 6. Fistula Recto Vaginal () 7. Fistula Recto vertibularis () = hubungan punctum dengan urethra = hubungan punctum dengan perineum = beberapa fistula ke dimple anal = hubungan punctum dengan Scrotum = hubungan punctum dengan vagina = hungan punctum dengan vertibulum
Secara tradisional, klasifikasi atresia ani dibagi menjadi dua berdasarkan letak terminasi rektum terhadap dasar pelvis, yaitu: 1. Anomali letak rendah Rektum menembus muskulus levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm. Anomali ini dapat berupa stenosis anus yang hanya membutuhkan dilatasi membran atau merupakan membran anus tipis yang mudah dibuka segera setelah anak lahir. Baik pada laki-laki maupun perempuan, anomali letak rendah berhubungan dengan perineal fistula. Pada laki-laki, fistula berhubungan dengan midline raphe dari skrotum atau penis. Pada perempuan, fistula dapat berakhir pada vestibulum vagina (fistula rektovestibular), karena rektum lebih ke depan mendekati vestibulum. Terdapat sfingter internal dan eksternal
23
yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
Pada anomali letak tinggi, ujung rektum tidak mencapai tingkat muskulus levator ani dengan jarak antara ujung buntu rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistel genitourinarius rektovesikal (pria) atau rektovagina (perempuan). Pada perempuan, anomali letak tinggi sering berhubungan dengan kloaka persisten. Jika fistula yang terbentuk adekuat, maka secara klinis tidak terdapat tanda-tanda obstruksi. Sedangkan bila tidak adekuat, maka terdapat tanda-tanda obstruksi yang lebih nyata. Sumber lain menyebutkan, bahwa klasifikasi dari atresia ani dibagi menjadi 3 berdasarkan letak anatominya. Melbourne membagi atresia ani berdasarkan garis pubococcygeus dan garis yang melewati ischii: 1. Letak tinggi, rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus pubococcygeus). 2. Letak intermediet, akhiran rektum terletak di muskulus levator ani tetapi tidak menembusnya. Lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Letak rendah, akhiran rektum berakhir di bawah muskulus levator ani.
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu: 1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus. 2. Membran anus yang menetap. 3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum. 4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum.
24
Gambar.10. Klasifikasi Malformasi anorektal, normal, lesi rendah dan lesi tinggi
25
Berdasarkan klasifikasi Wingspread, atresia ani dikelompokkan menurut jenis kelamin. 1. Laki laki, dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan I dan golongan II. Pada laki laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistula urin, atresia rektum, perineum datar, dan fistula tidak ada. Jika ada fistula urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistula ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistula adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistula terletak uretra karena fistula tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonium maka fistula ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Jika fistula tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistula perineum, membran anal, stenosis anus, dan fistula tidak ada. Fistula perineum sama dengan pada wanita; lubangnya terdapat pada anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definitif secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistula dan udara < 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah.
2. Perempuan, dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan I dan golongan II. Pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan, yaitu kelainan kloaka, fistula vagina, fistula rektovestibular, atresia rektum, dan fistula tidak ada. Pada fistula vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistula vestibulum, muara fistula terdapat di vulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis, dan saluran cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistula, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan, yaitu kelainan fistula perineum, stenosis anus, dan fistula tidak ada. Lubang fistula perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi.
26
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif. Bila tidak ada fistula dan pada invertogram udara < 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitif. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan kolostomi.
Alberto Pena Alberto Pena membagi klasifikasi atresia ani berdasarkan lokasi dari permulaan fistula. Tabel.2.2. Klasifikasi Atresia Ani Menurut Alberto Pena Males Perineal fistula Rectourethral fistula Perineal fistula Vestibular fistula Females
urethra)
urethra
Laki-laki 1. Fistula perineal Fistula perineal adalah kelainan yang paling sederhana yang dapat terjadi baik pada pria maupun wanita. Pasien memiliki lubang kecil yang terletak pada perineum anterior ke pusat sfingter eksternal, dekat dengan skrotum pada pria atau vulva pada wanita. Pasien ini biasanya memiliki sakrum yang baik, alur garis tengah, dan lesung anal. Frekuensi kerusakan organ lain terkait yang mempengaruhi sekitar 10%. Diagnosis ditetapkan oleh inspeksi
27
perineum sederhana, tetapi sering kali diagnosis ini terlewatkan karena pemeriksaan neonatal yang kurang memadai. Keterlambatan diagnosis mungkin memiliki dampak signifikan yaitu obstipasi. 2. Fistula rektouretral Dalam fistula rektouretral, rektum berkomunikasi dengan bagian bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas dari uretra (uretra prostat). Mekanisme sfingter pada umumnya baik, tetapi pada sebagian pasien memiliki otot-otot perineal dan perineum datar. Sakrum juga memiliki derajat perkembangan yang berbeda, terutama dalam kasus fistula rektouretral prostat. Sebagian besar pasien memiliki sakrum yang kurang berkembang, perineum yang datar, skrotum terpecah menjadi dua belah, dan letak lesung anal sangat dekat dengan skrotum. 3. Fistula rektovesikal (bladder neck) Pada pasien yang memiliki fistula rektovesikal, rektum berkomunikasi dengan saluran kemih pada tingkat leher kandung kemih. Mekanisme sfingter pada umumnya kurang berkembang. Sakrum kurang berkembang dan perineum terlihat datar. Kelainan ini terjadi pada 10% dari jumlah pasien laki-laki. Prognosis biasanya tidak baik. 4. Anus imperforata tanpa fistula Kelainan ini memiliki karakteristik yang sama pada kedua jenis kelamin. Anus yang tertutup biasanya ditemukan 2 cm diatas kulit perineum. Sakrum dan mekanisme sfingter pada umumnya berkembang dengan baik. Prognosis pada umumnya juga baik. Kelainan ini sering dikaitkan dengan sindrom down. 5. Atresia rektum Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, yaitu hanya 1% dari anomali anorektal. Karakteristik pada kedua jenis kelamin sama. Gambaran yang unik dari kelainan ini yaitu bahwa pasien memiliki lubang anus yang normal dan anus yang normal. Sebuah halangan terdapat sekitar 2 cm diatas permukaan kulit. Prognosis fungsionalnya sangat baik karena memiliki sfingter yang normal dan sensasi yang normal. Perempuan 1. Fistula vestibular Kelainan ini merupakan kelainan yang sering pada wanita. Rektum terbuka di depan alat kelamin wanita diluar selaput dara. Pasien sering disalah artikan sebagai fistula
28
rektovaginal. Prognosis fungsionalnya baik, sakrum biasanya normal, alur garis tengah perineum, dan lesung anal yang semuanya menunjukkan mekanisme sfingter masih utuh.
2. Kloaka persisten Dalam kasus kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kemih bertemu dalam satu saluran tunggal. Perineum memperlihatkan suatu lubang tunggal tepat di belakang klitoris. Panjang saluran ini bervariasi antara 1-10 cm, panjang dari saluran ini menunjukkan suatu prognosis. Pasien dengan saluran dengan panjang < 3 cm pada umumnya sakrum dan sfingter berkembang dengan baik. Pasien dengan panjang saluran > 3 cm sering kali menunjukkan kelainan yang lebih kompleks dengan sakrum dan sfingter yang kurang berkembang dengan baik. Pasien dengan kloaka persisten merupakan suatu kedaruratan urologi karena 90% memiliki kelainan urologi. Sebelum dilakukan kolostomi, diagnosis urologi harus segera ditegakkan untuk dekompresi saluran kemih.
II.8.
Manifestasi Klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat berupa : 1. Perut kembung 2. Muntah 3. Tidak bisa buang air besar 4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan. Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah dimana rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada. Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan kardiovaskuler.
29
Beberapa jenis kelainan yang sering ditemukan bersamaan dengan malformasi anorektal adalah :
1. Kelainan kardiovaskuler Ditemukan pada sepertiga pasien dengan anus imperforata. Jenis kelainan yang paling banyak ditemui adalah atrial septal defect dan paten ductus arteriosus, diikuti oleh tetralogi of fallot dan vebtrikular septal defect.
2. Kelainan gastrointestinal Kelainan yang ditemui berupa kelainan trakeoesofageal (10%), obstruksi duodenum (1%2%)
3. Kelainan tulang belakang dan medulla spinalis Kelainan tulang belakang yang sering ditemukan adalah kelainan lumbosakral seperti hemivertebrae, skoliosis, butterfly vertebrae, dan hemisacrum. Sedangkan kelainan spinal yang sering ditemukan adalah myelomeningocele, meningocele, dan teratoma intraspinal.
4. Kelainan traktus genitourinarius Kelainan traktus urogenital kongenital paling banyak ditemukan pada malformasi anorektal. Beberapa penelitian menunjukkan insiden kelainan urogeital dengan malformasi anorektal letak tinggi antara 50 % sampai 60%, dengan malformasi anorektal letak rendah 15% sampai 20%.
Kelainan tersebut dapat berdiri sendiri ataupun muncul bersamaan sebagai VATER (Vertebrae, Anorectal, Tracheoesophageal and Renal abnormality) dan VACTERL (Vertebrae,Anorectal, Cardiovascular, Tracheoesophageal, Renal and Limb abnormality).
II.9
Diagnosis
Pasien dengan atresia ani biasanya berada dalam kondisi yang stabil dan diagnosisnya segera tampak setelah kelahiran. Cara penegakkan diagnosis adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat atresia ani atau tidak. Selain itu juga diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang secara cermat.
30
A. Anamnesis Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya membran anal, dan fistula eksternal pada perineum. Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu antara lain : - Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (tidak bisa buang air besar sampai 24 jam setelah lahir). - Perut membuncit dan pembuluh darah di kulit abdomen terlihat menonjol (Adele, 1996). Perut kembung biasanya terjadi antara empat sampai delapan jam setelah lahir. - Muntah (cairan muntahan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium).
Adapun perbedaan gejala klinis antara anomali letak rendah dan letak tinggi, yaitu: - Obstruksi usus halus letak tinggi memiliki gejala muntah lebih dahulu dan dehidrasi yang sangat cepat. - Obstruksi usus halus letak rendah, nyeri lebih dominan pada sentral distensi. Muntah biasanya lebih lambat.
Gejala yang ada terjadi karena adanya obstruksi usus, oleh karena itu banyak penyakit lain yang dapat menjadi diagnosis banding. Tabel 2.4. Penyakit penyebab obstruksi usus Penyakit Atresia Intestinal Fibrosis Kistik
Keterangan
Dapat berupa multiple Dapat menyebabkan obstruksi usus akibat mekonium inspissated.
Malrotasi Intestinal
Dapat menyebabkan obstruksi, perdarahan, atau intususepsi. Mekonium yang tidak keluar setelah lahir Cek keadaan anus pada bayi dengan obstruksi usus.
31
B. Pemeriksaan fisik Inspeksi dan Palpasi Perianal - Apakah terdapat anus atau tidak, bisa juga tidak ada anus dan hanya berupa lengkungan (anal dimple). - Jika tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula. - Bila terdapat mekonium pada perineum mengindikasikan defek letak rendah dan mekonium di urine merupakan bukti adanya fistula di saluran kemih. Bila terdapat mekonium bercampur urin, maka terdapat 2 kemungkinan, yaitu fistula rektouretral atau rektovesika. Pada fistula ektouretral didapatkan mekoneum mula-mula keluar bersama miksi, urine selanjutnya makin lama makin jernih, dan dapat juga mekoneum keluar tanpa melalui miksi. Sedangkan pada fistula ektovesika, didapatkan miksi bercampur bersama dengan mekoneun dan dari awal sampai akhir miksi berwarna kehitaman. Selain itu, cara membedakannya juga dapat dengan menggunakan kateter. Jika setelah dipasang kateter didapatkan urin jernih, maka fistula rektouretral karena fistula tertutup oleh kateter, sedangkan bila terdapat urin bercampur mekonium maka fistula rektovesika. - Pada perempuan diperiksa genitalia eksterna (fistula vestibulum). - Pada perempuan jika urine bercampur mekonium dan terdapat hematuria maka defek berupa letak tinggi. Jika dari uretra keluar mekonium, kencing jernih, dan terdapat fistula pada perineum maka defek letak rendah. - Dilihat pada saat anak menangis apakah anus menonjol atau tidak, jika menonjol maka anomali letak rendah, sedangkan jika tidak maka anomali letak tinggi. - Pada bayi yang baru lahir, hal yang harus kita lakukan adalah mengukur suhu rektum sekaligus melihat apakah terdapat adanya lubang pada anus dengan menggunakan termometer yang sudah diberi gel. - Pemeriksaan abdomen: Inspeksi = perut tampak kembung Palpasi = distensi, nyeri tekan tidak dijumpai. Perkusi = hipertimpani Auskultasi = Peristaltik meningkat, dapat terdengar metalic sound - Jika dalam 24 jam pertama tidak tampak mekonium baik pada perineum ataupun urin, dapat dilakukan cross table lateral x-ray dengan posisi bayi tengkurap.
32
C. Pemeriksaan Penunjang Meskipun diagnosis atresia ani dapat dibuat dengan pemeriksaan fisik, sering kali sulit untuk menentukan apakah bayi memiliki lesi tinggi atau rendah. Sebuah radiograf polos dari perut dapat membantu menemukan lesi. Selain itu, harus dicari adanya kelainan lain yang terkait (Sindrom VACTERL) sampai tidak terbukti adanya kelainan tersebut. Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
- Invertogram (Radiografi Abominal Lateral dengan marker radiopaque pada perineum) Teknik pengambilan foto ini dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh bayi sudah mencapai rektum, dan bertujuan untuk menilai jarak puntung distal rektum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus di kulit peritoneum. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah bayi lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangensteen & Rice (kedua kaki dipegang dengan posisi badan vertikal dengan kepala di bawah) atau knee chest position (sujud), dengan sinar horizontal diarahkan ke trochanter mayor. Prinsipnya adalah agar udara menempati tempat tertinggi. Selanjutnya, diukur jarak dari ujung udara yang ada di ujung distal rektum ke tanda logam (marker Pb) di perineum. Cara Wangensteen dan Rice digunakan pada kondisi dengan fistula, sedangkan pada knee chest position digunakan pada kondisi tanpa fistula dengan adanya gejala ostruksi usus. Dengan menggunakan invertogram, dapat diketahui anomali yang terjadi merupakan letak rendah atau tinggi.
Gambar.11. Invertogram
33
Adapun perbedaan gambaran radiologis antara anomali letak rendah dan letak tinggi, yaitu: - Obstruksi usus halus letak tinggi terdapat distensi minimal dan sedikir air fluid level pada pemeriksaan radiologi. - Obstruksi usus halus letak rendah terdapat multiple central air fluid level terlihat pada pemeriksaan radiologi.
Syarat dari pembuatan invertogram adalah sebagai berikut: 1. Setelah usia > 24 jam (paling cepat 18 jam, karena udara sudah sampai ke anus). 2. Hip joint fleksi maksimal. 3. Arah cahaya dari lateral. 4. Kepala di bawah, kaki ke atas agar udara naik ke atas dan mekanium akan ke bawah. 5. Interpretasi pada invertogram a. Pada Wangensteen dan Rice Bila letak udara paling distal: > 1 Cm = letak tinggi / high < 1 cm = letak rendah / low = 1 cm = letak intermediate / sedang
b. Pada knee chest position Dengan Pubococcygeal line (PC line), yaitu dibuat garis imajiner antara Pubo/Pubis (tumpang tindih dengan trochanter mayor) dengan os coccygeal. Interpretasinya adalah sebagai berikut: Ujung buntu di atas PC Line = letak rendah Ujung buntu di bawah PC Line = letak tinggi
- USG USG abdomen dapat membantu menentukan apakah ada anomali saluran kemih atau saraf pada tulang belakang. Selain itu, Ultrasound pada perineum (daerah dubur dan vagina) juga berguna untuk menentukan jarak antara rektum distal mekonium.
- Ekokardiografi Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat kelainan bawaan pada jantung pasien.
34
II.10. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan pada atresia ani berpusat pada penentuan klasifikasinya, yaitu anomali letak tinggi atau letak rendah, ada atau tidak adanya fistula, dan mengevaluasi apakah terdapat kelainan kongenital lain yang menyertai. Dibutuhkan waktu sampai 24 jam sebelum fistula dapat ditemukan, oleh karena itu, observasi pada neonatus sangat dibutuhkan sebelum operasi definitif dilakukan. Semua pasien dimasukkan nasogastric tube sebelum makan untuk melihat adanya atresia esofagus dan dimonitoring apakah terdapat mekonium pada perineum atau urine. Selain itu, dalam 24 jam pertama, bayi harus mendapatkan terapi cairan dan antibiotik. Pada anomali letak tinggi dengan atau tanpa fistel dan atresia ani dengan fistula yang tidak adekuat, sifat tatalaksananya adalah emergency, sedangkan pada ada atresia ani dengan fistula yang adekuat dan anterior anus adalah elektif.
Penatalaksanaan Anomali Letak Rendah Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi perineal tanpa kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu anoplasti. Terdapat 3 pendekatan yang dapat dilakukan. Untuk anal stenosis, dimana pembukaan anus berada pada lokasi yang normal, maka dilatasi serial merupakan penatalaksanaan kuratif. Dilatasi dapat dilakukan sehari-hari oleh orang tua atau pengasuh anak dan ukuran dari dilator harus dinaikkan secara progresif (dimulai dari 8 atau 9 French dan dinaikkan ke 14 atau 16 French). Jika pembukaan anal berada di sebelah anterior dari sfingter eksternus dengan jarak yang kecil antara pembukaan dan bagian tengah dari sfingter eksternus, dan perineal intak, maka anoplasti cutback dilakukan. Tindakannya terdiri dari insisi dari orifisium anal ektopik menuju bagian tengah dari sfingter anus, dan dengan demikian terjadi pelebaran pembukaan anal. Namun, jika jaraknya lebar antara pembukaan anal dengan bagian tengah dari sfingter ani eksternus, maka yang dilakukan adalah anoplasti transposisi, dimana pembukaan anal yang tidak pada tempatnya dipindahkan ke posisi yang normal pada bagian tengah dari otot sfingter, dan perineal di rekonstruksi.
Penatalaksanaan Anomali Letak Tinggi Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dan intermediat membutuhkan tiga tahapan rekonstruksi. Tahapan pertama yang harus dilakukan adalah kolostomi terlebih dahulu segera setelah lahir untuk dekompresi dan diversi, diikuti dengan operasi definitif berupa prosedur abdominoperineal pullthrough (Swenson, Duhamel, Soave) setelah 4-8 minggu (sumber lain menyebutkan 3-6 bulan) dan diakhiri dengan penutupan dari kolostomi yang dilakukan beberapa bulan setelahnya. Tindakannya berupa pemisahan fistula rektourinari atau rektovagina secara pull-through dari kantong rektal bagian terminal menuju posisi anus yang normal. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi definitif dan dilanjutkan beberapa bulan setelahnya dengan penutupan kolostomi. Pena dan DeVries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi definitif dengan pendekatan postero-sagital anorectoplasty (PSARP), yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel dengan stimulasi elektrik dari perineum. Jika terdapat adanya kloaka persisten, maka traktus urinarius perlu dievaluasi secara hati-hati saat kolostomi untuk memastikan terjadinya pengosongan yang normal dan menentukan apakah vesica urinaria perlu di drainase dengan vesikostomi. Pada perempuan, jika terdapat kloaka persisten maka perlu dilakukan rekonstruksi traktus urinarius dan vagina. Jika terdapat keraguan dalam
36
penentuan letak anomalinya, lebih baik dilakukan kolostomi. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan akhirnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. Akhir-akhir ini, teknik operasi definitif dapat difasilitasi dengan prosedur laparoskopi transabdominal sebagai penatalaksanaan untuk anomali letak tinggi dan intermediat. Teknik ini memiliki keuntungan teoritis karena dilakukan dengan penglihatan secara langsung dan menghindari pemotongan struktur-struktur lain yang ada. Namun, perbandingan hasil akhir jangka panjang antara PSARP dan teknik ini belum diketahui.
Penatalaksanaan pada anomali letak tinggi dilakukan secara operatif, yaitu: 1. Kolostomi Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus preternaturalis yaitu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses. Kolostomi dapat dilakukan pada kolon transversalis ataupun sigmoid yang merupakan organ intraabdominal. Kolon dipisahkan pada daerah sigmoid, dengan usus bagian proksimal sebagai kolostomi dan usus bagian distal sebagai mukus fistula. Pemisahan secara komplit dari usus akan meminimalkan kontaminasi feses menuju fistula rektourinarius sehingga mengurangi risiko terjadinya urosepsis. Selanjutnya, bagian distal usus di evaluasi secara radiografik untuk menentukan lokasi dari fistula rektourinarius. Kolostomi dilakukan pada kolon transversum sebelah kiri di flexura lienalis atas pertimbangan sebagai proteksi karena di sebelah kiri tidak ada organ-organ penting, kolon lebih mobile sehingga lebih mudah, dan pada daerah ini tidak terjadi dehidrasi karena absorbsi elektrolit maksimal di daerah tersebut sehingga konsistensi feces tidak keras.
Adapun indikasi kolostomi adalah sebagai berikut: - Dekompresi usus pada obstruksi - Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi - Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal.
37
b. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih. c. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain. Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon yang dieksteriorisasi. Jenis anestesi pada tindakan kolostomi adalah anestesi umum.
Gambar.12. Kolostomi
2. Posterosagital Anorectoplasty (PSARP) Suatu tindakan operasi definitif pada pasien atresia ani dengan teknik operasi menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus sampai batas anterior bakal anus. Prosedur ini memberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar perlvis, sling, dan sfingter. Saat ini, teknik yang paling banyak dipakai adalah minimal, limited atau full PSARP.
Macam-macam PSARP 1. Minimal PSARP Tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Indikasi dari minimal PSARP, yaitu dilakukan pada fistula perineal,
38
anal stenosis, anal membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum kurang dari 1 cm dari kulit.
Gambar.13.
2. Limited PSARP Yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fiber, muscle complex serta tidak membelah tulang koksigeus. Yang penting adalah diseksi rektum agar tidak merusak vagina. Indikasi dari limited PSARP adalah atresia ani dengan fistula rektovestibuler.
39
Gambar.14. Posterior sagittal anorectoplasty untuk fistula rectobladder neck. Kateter dapat diposisikan di depan otot levator ke presacral space. Otot kemudian dapat dilakukan rekonstruksi, luka ditutup dan pasien diposisikan untuk prosedur abdominal.
3. Full PSARP Dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan koksigeus. Indikasi dari full PSARP, yaitu atresia ani letak tinggi dengan gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum, dan stenosis rektum.
Teknik operasi PSARP 1. Dilakukan dengan anestesi umum, dengan endotrakeal intubasi, dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan (prone jackknife position). 2. Stimulasi perineum dengan alat pena muscle stimulator untuk identifikasi anal dimple. 3. Insisi bagian tengah sakrum ke arah bawah melewati pusat sfingter dan berhenti 2 cm di depannya. 4. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex. Os coccygeus dibelah sampai tampak musculus levator, lalu muskulus levator dibelah sampai tampak dinding belakang rektum. 5. Fistula yang ada dari rektum menuju ke vagina atau traktus urinarius dipisahkan.
40
6. Rektum dibebaskan dari jaringan sekitarnya. 7. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber. 8. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai terjadi tension (dilakukan rekonstruksi pada muskulus dan dijahit ke rektum)
Perawatan Pasca Operasi PSARP 1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari dan salep antibiotik diberikan selama 8-10 hari. 2. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. 3. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi dengan Heger dilatation. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga. Setiap minggu, lebar dilator ditambah 1 mm hingga tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi. 4. Indikasi penutupan kolostomi adalah apabila sudah tercapai ukuran pada dilatasi anal yang sudah sesuai dengan umur (maksimal 16 French pada usia 3 tahun).
41
5. Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.
2.5
II.11. Komplikasi Komplikasi yang terjadi post operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, dan keterampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Komplikasi awal dari PSARP adalah infeksi dari luka, perdarahan, fistula berulang, serta cedera pada uretra dan kandung kemih. Pada komplikasi selanjutnya, pada umumnya terjadi stenosis, striktur anorektal, prolaps, dan inkontinensia.
42
Komplikasi awal dapat dihindari dengan penutupan luka yang adekuat tanpa meninggalkan celah. Sebagian besar pasien yang melakukan operasi untuk memperbaiki atresia ani memiliki berbagai derajat konstipasi. Gejala ini lebih berat terjadi pada kelainan letak rendah dan intermediat. Pasien yang sebelumnya dilakukan kolostomi baik di daerah proksiamal maupun distal dapat mengalami obstipasi maka dari itu pasien memerlukan diet kaya serat dan kadang-kadang sampai dibutuhkan obat pencahar.
II.12 Prognosis Pada atresia ani tanpa kelainan bawaan lainnya (bocor jantung, kelainan pernafasan,kelainan ginjal,sindrom down, dan lain-lain). Prognosisnya baik. Buang air besar dan buang air kecil akan seperti anak normal. Jika atresia ani disertai dengan kelainan bawaan yang lain maka prognosisnya akan buruk, walaupun sudah dilakukan operasi bertahap. Sering terjadi konstipasi, inkontinensia yang berkaitan dengan syaraf di sekitar otot rektum tidak lengkap. Morbiditas yang ada pasien berhubungan dengan anomali lain yang ada pada pasien. Tujuan utama dari tatalaksana pada atresia ani adalah kontinensia feses. Sebanyak 75% pasien memiliki pergerakan usus volunter. Konstipasi merupakan sekuele yang paling umum. Prognosis pada atresia dapat dievaluasi dengan cara melihat fungsi klinisnya dan psikologisnya. Evaluasi Fungsi Klinis - Kontrol feses dan kebiasaan buang air besar - Sensasi rektal dan soiling - Kontraksi otot yang baik pada colok dubur Pada anomali letak rendah, hasil akhir yang sering terjadi adalah konstipasi, sedangkan pada anomali letak tinggi adalah inkontinensia feses.
Evaluasi Psikologis Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orangtua dan kerja sama serta keadaan mental penderita.
43
Pasien dengan fistula perineal, atresia rektal, dan anus imperforata tanpa fistula pada umumnya setelah dilakukan operasi perbaikan memiliki fungsi defekasi yang baik. Sekitar 80% dapat mencapai kontrol usus anatara usia 3- 4 tahun. Pasien pria dengan fistula prostat rektouretral sekitar 60% dapat mencapai kontrol usus pada usia 3 tahun. Pasien dengan fistula rektovesikal prognosisnya kurang baik sekitar 20% dapat mencapai kontrol usus atau buang air besar secara normal pada usia 3 tahun. Pada sakrum yang tidak normal atau letak rendah pada umumnya akan terjadi inkontinensia feses, dan sakrum yang tidak normal pada umumnya terjadi pada fistula rektovesikal dan prostat rektouretral. Pasien wanita dengan fistula rektovestibular sekitar 90% dapat memiliki gerakan usus yang normal pada usia 3 tahun. Pasien wanita dengan kloaka dengan saluran kurang dari 3 cm sekitar 80% dapat mencapai gekaran usus yang normal pada umur 3 tahun. Bila saluran lebih dari 3 cm pada umumnya juga terdapat kelainan pada sakrum, maka prognosisnya sekitar 25 % terjadi inkontinensia feses, dan 70 % dari pasien kloaka persisten dengan saluran lebih dari 3 cm menbutuhkan katerisasi intermiten untuk mengosongkan kandung kemih. Pasien dengan inkontinensia fekal dan diare pada umumnya memerlukan kolostomi permanen.
44
BAB III
KESIMPULAN
Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri dari anus imperforata dan kloaka persisten. Anus imperforata atau atresia ani merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia, dan traktus digestivus tidak terjadi. Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun faktor genetik diduga berpengaruh terhadap insiden tersebut.
Berdasarkan letak anatomi, atresia ani dapat dibagi mejadi 3 yaitu letak tinggi, intermediet, dan rendah. Dan dapat juga di klasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya fistula dan letak fistula.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Diagnosis didapatkan dengan melihat manifestasi klinis yang muncul dan dengan inspeksi pada regio perianal. Tindakan yang dilakukan untuk evakuasi feses yang utama yaitu dengan kolostomi dilanjutkan dengan PSARP disesuaikan dengan kelainan yang ada.
45
Judul Referat
: Malformasi Anorektal : 11.00 WIB selesai, Ruang Komite Medik RSU. Prof. Dr.Boloni Medan
: dr. Hans Marpaung, Sp.B. FICS : Nurhayati : Rhismidea Istinari : Wina Widia Yanti, M. Reza Kurniansyah Ratih Adhia Sari
Rangkuman Pertanyaan 1. Penanya Pertanyaan Jawaban : Yusiana Mustika : Penatalaksanaan Kolostomi emergency/elektif : Penatalaksanaan Kolostomi emergency Pada anomali letak tinggi dengan atau tanpa fistel dan atresia ani dengan fistula yang tidak adekuat. Penatalaksanaan Kolostomi elektif Pada atresia ani dengan fistula yang adekuat dan anterior anus 2. Penanya Pertanyaan Jawaban : Senna M J : Bagaimana cara membedakan letak fistula pada wanita dan laki-laki : Dengan cara memasang kateter urin dan berdasarkan klasifikasi dapat dibetakan dari letak ujung fistulanya.
46
: Megaria : Diferential Diagnosis dari Malformasi anorektal ? : Atresia intestinal Fibrosis Kistik Malrotasi Intestinal Hirschsprungs Disease Alimentary Tract Duplications Ekstrofibrobladder Hipospadia
4. Penanya Pertanyaan
: Furqon Harimas S : Macam macam kelainan yang dapat menyebabkan prognosis buruk pada malformasi anorektal ?
Jawaban
: Kelainan Kardivaskular, kelaianan pada sistem pernafasan dan kelainan pada ginjal, serta penyakit penyerta lainnya yang membutuhkan tindakan lanjut
5. Penanya Pertanyaan
: Risma Ayunia Insani : Jelsakan apa yang dimaksud dengan persisten coalca <3 cm dan >3 cm
Jawaban
47
1. Pasien dengan saluran dengan panjang < 3 cm pada umumnya sakrum dan sfingter berkembang dengan baik. Pada tindakan operasi akan lebih mudah dan Prognosisnya biasanya baik 2. Pasien dengan panjang saluran > 3 cm sering kali menunjukkan kelainan yang lebih kompleks dengan sakrum dan sfingter yang kurang berkembang dengan baik. Pada tindakan operasi biasanya dapat lebih mempersulit dan prognosisnya biasanya buruk. Insiden dari pasien dengan malformasi anorectal (kloaca persisten) hanya 1 %
6. Penanya Pertanyaan
: Nurhayati : Bagaimana cara menegakan diagnosis atresia ani dan bagaimana cara membedakan gejala klinis malformasi anorektal letak tinggi dan letak rendah
Jawaban
: - Cara penegakkan diagnosis adalah semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah terdapat atresia ani atau tidak. Gejala klinis malformasi anorectal letak tinggi dan letak rendah Letak tinggi : - muntah terlebih dahulu dan dehidrasi yang Sangat cepat. Pada saat anak menangis, anus tidak menonjol Pada perempuan : jika urin bercampur mekonium dan terdapat hematuria Letak rendah : - nyeri lebih dominan pada central distensi, muntah biasanya lebih lambat. - Pada perempuan : pada urethra keluar
mekoneum, kencing jernih dan terdapat fistula pada perineum - Pada saat anak menangis, anus menonjol
48