Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TERSTRUKTUR PERTANIAN BERLANJUT

Nama NIM Kelas

: Roberto Ivan A. : 105040207111008 :J

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2012

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan ekologi lanskap merupakan jawaban atas paradigma baru yang berkembang bahwa penerapan prinsip-prinsip manajemen hutan perlu dilengkapi dengan pendekatanpendekatan ekologi lanskap untuk menyelesaikan berbagai permasalahan data-data dan skala areal yang terbatas. Dalam aplikasinya, ilmu ekologi lanskap ini dilengkapi dengan perangkat teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). teknologi ini mampu untuk menyajikan dan mengolah data yang lebih besar dan luas. Dalam suatu periode waktu yang sama, dapat diketahui berbagai informasi ekologi seperti metapopulasi, efek-efek tepi, dinamika patch dan teori perkolasi (Forman & Gordon, 1986; Gardner & ONeill, 1991; Gilpin & Hansky, 1991). FAO (2006) mendefinisikan agroforestry sebagai suatu dinamika sistem pengelolaan sumber daya alam yang berbasis ekologi dengan mengintegrasikan penanaman pohon-pohon pada lahan pertanian dalam satu kesatuan lansekap. Agroforestry dapat menganekaragamkan dan melestarikan produksi lahan sehingga dapat meningkatkan manfaat sosial, ekonomi dan ekologi lahan pada semua tingkatan. Dengan demikian, agroforestry adalah seni dan pengetahuan untuk memanfaatkan lahan pada hutan alam atau hutan tanaman, semak, dengan tanaman pertanian dan atau ternak pada suatu unit lahan dengan meningkatkan keanekaragaman tanaman pertanian dan produktivitas tanaman kehutanan sekaligus melestarikan sumber daya alam. Pola agroforestry melibatkan berbagai macam tanaman dengan interaksi yang tinggi antara tanaman kehutanan dengan tanaman lainnya. Agroforestry dapat dilakukan melalui penanaman pohon pada lahan pertanian, atau dengan menanam tanaman pertanian di lahan hutan. Sistem agroforestry dipraktekkan hampir di seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Pola yang ditemukan terdiri atas berbagai macam jenis tanaman kehutanan dipadukan dengan tanaman pertanian, kebun buah-buahan, taman bunga, pakan ternak, kayu bakar, jalur penyangga, dan lain-lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Ekologi Lanskap Istilah landscape ecology selama ini memang cenderung asing bagi pengelola hutan baik istilah maupun kegunaannya. Definisi paling sederhana untuk landscape (baca : lanskap) adalah sebaran kebervariasian area, dan yang penting dalam ha ini adalah sebaran alami dari kebervariasian tersebut dan bagaimana pengaruhnya terhadap proses-proses ekologi. Lanskap memiliki emergent measurements yang terkait dengan ukuran, distribusi, konfigurasi dan keterhubungan dari patch-patch(Whein et al, 1993) ditambahkan pula oleh Lidicker (1995) bahwa lanskap meliputi parameter-parameter edge effect, interpatch fluxes of energy, nutrisi dan organism, serta stabilitas konfigurasi patch. Landscape ecology, as the name implies, is the study of landscapes; specifically, the composition, structure and function of landscapes. But whats a landscape? Although there are myriad ways to define landscape depending on the phenomenon under consideration, suffice it to say that a landscape is not necessarily defined by its size; rather, it is defined by an interacting mosaic of elements (e.g., ecosystems) relevant to some phenomenon under consideration (at any scale). Thus, a landscape is simply an area of land (at any scale) containing an interesting pattern that affects and is affected by an ecological process of interest Landscape ecology is the science of studying and improving relationships between ecological processes in the environment and particular ecosystems. This is done within a variety of landscape scales, development spatial patterns, and organizational levels of research and policy

2.2 Pengertian Agroforestri Agroforestri merupakan system penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian dan hewan dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal (Anonim, 2010c). Pada agroforestri terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai

komponen yang bersangkutan. Sistem ini, akan menciptakan keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi, serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur ulang sisa tanaman. Agroforestry is an integrated approach of using the interactive benefits from combining trees and shrubs with crops and/or livestock. It combines agricultural and forestry technologies to create more diverse, productive, profitable, healthy, and sustainable landuse systems. Agroforestry is any sustainable land-use system that maintains or increases total yields by combining food crops (annuals) with tree crops (perennials) and/or livestock on the same unit of land, either alternately or at the same time, using management practices that suit the social and cultural characteristics of the local people and the economic and ecological conditions of the area.

III. PEMBAHASAN 3.1 Pembahasan Pada prinsipnya, bentuk, fungsi, dan perkembangan agroforest itu dipengaruhi oleh berbagai faktor ekologis dan sosial (FAO dan IIRR, 1995), antara lain sifat dan ketersediaan sumberdaya di hutan, arah dan besarnya tekanan manusia terhadap sumberdaya hutan, organisasi dan dinamika usahatani yang dilaksanakan, sifat dan kekuatan aturan sosial dan adat istiadat setempat, tekanan kependudukan dan ekonomi, sifat hubungan antara masyarakat setempat dengan dunia luar, perilaku ekologis dari unsur-unsur pembentuk agroforest, stabilitas struktur agroforest, cara-cara pelestarian yang dilakukan. Pada agroforestri terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan. Sistem ini, akan menciptakan keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi, serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur ulang sisa tanaman. Salah satu sasaran utama dari usaha pertanian termasuk agroforestri adalah produksi berkelanjutan (sustainable) yang dicirikan oleh stabilitas produksi dalam jangka panjang. Beberapa indikator sistem pertanian yang berkelanjutan: (a) dapat dipertahankannya sumber daya alam sebagai penunjang produksi tanaman dalam jangka panjang, (b) penggunaan tenaga kerja yang cukup rendah, (c) tidak adanya kelaparan tanah, (d) tetap terjaganya kondisi lingkungan tanah dan air, (e) rendahnya emisi gas rumah kaca, serta (f) terjaganya keanekaragaman hayati (Van der Heide et al., 1992 dalam Widianto et al., 2003). Tidak adanya kelaparan tanah pada sistem tersebut, dapat diartikan sebagai cukupnya kandungan bahan organik tanah, terpeliharanya kesetimbangan unsur hara, terpeliharanya struktur dan kondisi biologi tanah, serta adanya perlindungan tanaman terhadap gulma, hama, dan penyakit. Agroforestri lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar (eksternal). Disamping itu, agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Pada daerah tropis, beberapa peranan agroforestri dalam menangani masalah ekonomi dan ekologi: (1) perbaikan kebutuhan bahan pangan, (2) perbaikan penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar,
5

(3) peningkatan, perbaikan secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian, (4) perbaikan kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai, serta (5) pemeliharaan, bila mungkin perbaikan kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat (Von Maydell, 1986 dalam RLPS Dephut RI, 2010). Ekologi untuk kombinasi jenis tanaman apapun yang akan dipilih dalam sistem agroforestri, harus dipertimbangkan bagaimana pertumbuhan dan perubahan tajuk berlapis tersebut sesuai dengan perkembangan waktu. Setiap tahun, beberapa tanaman menjadi kurang produktif, sementara ada tanaman yang tumbuh dan menaungi tanaman lainnya. Supaya dibuat rencana perkembangan sistem agroforestri tajuk berlapis sedemikian rupa sehingga: Tanaman yang ditanam pertama adalah tanaman yang mampu beradaptasi dengan cahaya penuh. Sistem penanaman pertama merupakan upaya pengendalian alangalang. Tanaman yang bisa memberikan penaungan ditanam lebih dulu dari tanaman yang tahan atau yang perlu penaungan. Tanaman yang mampu menyuburkan tanah ditanam sebelumtanaman yang perlu kondisi tanah yang lebih baik. Tanaman yang memerlukan cahaya penuh tidak ditanam dimana tanaman lain akan menaunginya sebelum mereka dewasa. Pohon yang berukuran sedang atau besar akan memerlukan ruangan untuk tumbuh dan diusahakan agar nantinya tidak berdesak-desakan. Supaya dibayangkan lebar tajuk pohon jika tanaman tersebut dewasa. Perlu dipertimbangkan apakah pohon-pohon sekitarnya juga tumbuh tinggi dan melebar, dan jika hal ini akan terjadi, pohon ini harus ditebang atau jangan ditanam. Semua ruangan-tumbuh harus dimanfaatkan: tanaman akan menyesuaikan diri baik secara vertikal (tinggi, medium dan pendek), maupun secara horizontal (semua sudut akan diisi), dan bahkan dibagian bawah tanah (tanaman berakar dalam dan berakar dangkal).

IV. KESIMPULAN Pendekatan ekologi lanskap dapat menyelaraskan antara perspektif ekologi sebagai pendekatan horisontal dan keruangan (spatial) sebagai pendekatan vertikal. Pendekatan ini dapat mewakili karakteristik ekologi yang memiliki peranan yang lebih dominan sebagai pertimbangan dalam rencana pengelolaan khususnya pada kawasan konservasi. Agroforestri lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar (eksternal). Disamping itu, agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Pada daerah tropis, beberapa peranan agroforestri dalam menangani masalah ekonomi dan ekologi: (1) perbaikan kebutuhan bahan pangan, (2) perbaikan penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar, (3) peningkatan, perbaikan secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian, (4) perbaikan kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai, serta (5) pemeliharaan, bila mungkin perbaikan kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat 10 Prinsp Pedoman Untuk Konservasi Biodiversitas 1. Mempertahankan kawasan lindung vegetasi alami dalam suatu wilayah untuk menyediakan plasma nuftah. Memelihara (atau membangun kembali) conectivity antara habitat alami dalam landscape pertanian dengan kawasan vegetasi alamimenjaga keseimbangan ekosistem. 2. Mengkonservasi kawasan habitat alami yang tersisa dalam landscape pertanian, dengan memberikan prioritas pada petak yang luas, utuh dan lengkap, dan memiliki nilai penting ekologi 3. Mencegah kerusakan, fragmentasi atau degradasi yang lebih lanjut dari petak habitat alami dalam landscape pertanian 4. Memelihara hubungan ekologis berbagai kelompok spesies tetubuhan dan hewan dalam landscape pada berbagai skala. 5. Secara aktif mengelola landscape untuk memelihara heteroginitas baik pada skala petak dan landscape

6. Menggunakan praktek managemen terbaik untuk membuat sistem pertanian lebih harmonis dengan konservasi biodiversitas 7. Mengindentifikasi dan menangani ancaman untuk konservasi habitat alami. 8. Merestorasi kawasan habitat alami dibagian yang mengalami degradasi dalam landscape pertanian 9. Mengalih fungsikan lahan marginal dari lahan produksi pertanian kevegetasi almi melalui proses suksesi alami 10. Menerapkan strategi konservasi tertentu untuk spesies atau komunitas yang perlu mendapat perhatian konservasi khusus

DAFTAR PUSTAKA

Forman RTT, and M Godron.1986. Landscape ecology. Wiley, New York. Forman RTT. 1995. Land mosaics: the ecology of landscapes and regions. Cambridge University Press, Cambridge, England. Food and Agricultural Organization, 2006. Agroforestry systems. Dapat diakses di http://www.fao.org/forestry/tof/50667/en/) Gintings, A. N., E. Widyati, Syafrudin. 2007. Laporan Hasil Kajian Sukses Story Pembangunan Hutan Bersama Masyarakat di Jawa. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor Widyati, E. 2009. Kajian ameliorasi tanah gambut di Sumatera dan Kalimantan. LaporanPenelitian. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor. Wu, J. 2006. Cross-disciplinarity, landscape ecology, and sustainability science. Landscape Ecology 21:1-4. Wu, J. and R. Hobbs (Eds). 2007. Key Topics in Landscape Ecology. Cambridge University Press, Cambridge

Anda mungkin juga menyukai