Anda di halaman 1dari 15

IDENTITAS PENDERITA

Nama Penderita Jenis Kelamin Tanggal Lahir Alamat No. Rekam Medik Tanggal Pemeriksaan

: Tn. D : Laki-laki : 26-6-1992 : Jl. Tanjung Bunga : 604979 : 18-4-2013

Anamnesis : Autoanamnesis Keluhan utama : Demam Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak terus-menerus lebih tinggi pada sore hari. Penderita juga mengalami sakit kepala, tidak menggigil. Batuk sekali-kali, merasa mual dan muntah tiap kali makan. Penderita belum buang air besar sejak menderita demam. Buang air kecil lancar. Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada. Dalam keluarga tidak ada yang menderita sama dengan dengan penderita. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.

Keadaan umum : Sakit sedang / Gizi cukup / Kesadaran Komposmentis Berat badan : 56 kg Tinggi badan : 162 cm Tanda vital : Tekanan darah : 110/80 mmHg Nadi : 84 kali/menit Pernapasan : 22 kali/menit Suhu : 37,5 oC

Pemeriksaan Fisik Kepala Ekspresi Simetris muka Deformitas Rambut Mata Eksoptalmus/Enoptalmus Gerakan Kelopak Mata Konjungtiva Sklera Kornea Pupil Telinga Pendengaran Tophi : normal : tidak : Tidak : ke segala arah : edema (-) : anemis (-) : ikterus (-) : jernih : bulat isokor : biasa : simetris kiri = kanan : Tidak ada : hitam lurus, alopesia (-)

Nyeri tekan di prosesus mastoideus : tidak Hidung Perdarahan Sekret Mulut Bibir Lidah Tonsil Faring Gigi geligi Gusi : pucat (-), kering (-) : kotor (+), tremor (-), hiperemis (-) : T1 T1, hiperemis (-) : hiperemis (-), : dalam batas normal : dalam batas normal
2

: tidak ada : tidak ada

Leher Kelenjar getah bening Kelenjar gondok DVS Pembuluh darah Kaku kuduk Tumor : tidak ada pembesaran : tidak ada pembesaran : R-2 cmH2O : tidak ada kelainan : tidak : tidak ada

Dada Inspeksi : : simetris kiri = kanan : tidak ada kelainan : dalam batas normal : (-)

Bentuk Pembuluh darah Sela iga Lain lain Paru Palpasi :

Fremitus raba Nyeri tekan Perkusi :

: tidak ada : tidak ada

Paru kiri Paru kanan Batas paru-hepar

: sonor : sonor : ICS VI dekstra anterior,

Batas paru belakang kanan : CV Th. IX dekstra Batas paru belakang kiri : CV Th. X sinistra

Auskultasi

: : vesikuler : Rh -/Wh -/-

Bunyi pernapasan Bunyi tambahan

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : ictus cordis tidak tampak : ictus cordis tidak teraba : batas jantung normal : bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
3

Perut Inspeksi Palpasi : datar, ikut gerak napas : Nyeri tekan (-) MT (-) Hepar tidak teraba Limpa tidak teraba. Ginjal tidak teraba Perkusi Auskultasi : timpani : Peristaltik (+), kesan normal

Alat Kelamin Tidak dilakukan pemeriksaan Anus dan Rektum Tidak dilakukan pemeriksaan Punggung Palpasi Nyeri ketok Auskultasi Gerakan Lain lain : (-) : BP: vesikuler, Rh -/-, Wh -/: dalam batas normal : (-) : NT (-), MT (-)

Ekstremitas Edema -/-, tanda perdarahan (-)

Laboratorium Hasil 2,91x103/uL 5,36x106/uL 15,3 g/dL 44,8% 83,6 pl Nilai Rujukan 4 - 10 x 103/uL 46 x 106/uL 12 - 16 g/dL 37 48% 76 92 pl

Jenis Pemerikaan WBC RBC HGB DARAH RUTIN (20/4/13) MCH MCHC PLT RDW-SD RDW-CV PDW MPV P-LCR PCT NEUT LYMPH MONO EO BASO HCT MCV

28,5 pg 34,2 g/dl 77x 10 /uL 37,8 PL 12.5% 13,9 pl 11,3 pl 33,6 % 0.09% 0,35x103/uL 1.58x103/uL 0.60x103/uL 0.19x103/uL 0.19x103/uL
3

22 31 pg 32 36 g/dl 150-400x 103/uL 37.0-54.0 PL 10.0-15.0 % 10.0-18.0 pl 6.50-11.0 pl 13.0-43.0 % 0.15-0.50 % 52-75 x 103/uL 20-40 x 103/uL 2-8 x 103/uL 1-3 x103/uL 0-10 x 103/uL

Jenis Pemerikaan MALARIA MIKROSKOPIK (18/4/13)

Hasil Negatif

Nilai Rujukan Negatif

Jenis Pemerikaan

Hasil Eritrosit : Normositik normokrom, anisopoikilositosis, burr cell (+), ovalosit (+), benda inklusi (-), normoblast (-) Leukosit : jumlah menurun, limfosit > PMN, granulasi

ANALISA DARAH TEPI (18/4/13)

toksik ringan (+), monosit meningkat, vakuolisasi (+), sel muda (-) Trombosit : Jumlah menurun, morfologi normal Kesan : Bisitopenia suspek kausa infesik (virus?), monositosis

Jenis Pemerikaan GLUKOSA (17/4/13) GINJAL HIPERTENSI (17/4/13) KIMIA HATI (17/4/13)

Hasil GDS : 80 mg/dl Ureum : 32 mg/dl SGOT : 31 u/l SGPT : 22 u/l

Nilai Rujukan 140 mg/dl 10-50 mg/dl <38 u/l <41 u/l

Jenis Pemerikaan

Hasil Natrium 142 mmol/l

Nilai Rujukan 136-145 mmol/l 3,5-5,2 mmol/l 97-111 mmol/l Non reactive Non reactive Negatif Negatif

Elektrolit (17/4/13)

Kalium 3,8 mmol/l Klorida 105 mmol/l

HbsAg (ICT) (17/4/13) Anti HCV (17/4/13) DHF IgG/IgM (ICT) (17/4/13)

Non reactive Non reactive Negatif

IgM Salmonella (TF semikuantitatif) Positif (+8) (17/4/13)

Pemeriksaan Penunjang Lainnya: Tidak ada

I. DIAGNOSIS AWAL : Demam tifoid


6

II. PENATALAKSANAAN AWAL IVFD NaCl 0,9% 28 tpm Ceftriaxon 3 gr drips dalam NaCl 0,9% piggy bag 100 cc 4 hari PCT 500 mg 3x1

Rencana Pemeriksaan DR (control) RESUME Seorang pasien bernama Daniel Patelle masuk rumah sakit dengan keluhan demam. Dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak terusmenerus lebih tinggi pada sore hari. Penderita juga mengalami sakit kepala, tidak menggigil. Batuk sekali-kali, merasa mual dan muntah tiap kali makan. Penderita belum buang air besar sejak menderita demam. Buang air kecil lancar. Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada. Dalam keluarga tidak ada yang menderita sama dengan dengan penderita. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada. Keadaan umum sakit sedang, gizi cukup, komposmentis. Berat badan 56 kg, tinggi badan : 162 cm. Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi : 84 kali/menit, Pernapasan : 22 kali/menit, Suhu : 37,5 oC. Lidah kotor (+), tanda perdarahan tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium White Blood Cell : 2,91x103/uL Platelet : 77x 103/uL Eritrosit : Normositik normokrom, anisopoikilositosis, burr cell (+), ovalosit (+), benda inklusi (-), normoblast (-) Leukosit : jumlah menurun, limfosit > PMN, granulasi toksik ringan (+), monosit meningkat, vakuolisasi (+), sel muda (-) Trombosit : Jumlah menurun, morfologi normal Kesan : Bisitopenia suspek kausa infesik (virus?), monositosis IgM Salmonella (TF semikuantitatif) : Positif (+8)
7

DISKUSI STATUS Seorang pasien bernama Daniel Patelle masuk rumah sakit dengan keluhan demam. Dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, demam tidak terusmenerus lebih tinggi pada sore hari. Penderita juga mengalami sakit kepala, tidak menggigil. Batuk sekali-kali, merasa mual dan muntah tiap kali makan. Penderita belum buang air besar sejak menderita demam. Buang air kecil lancar. Riwayat penyakit sebelumnya tidak ada. Dalam keluarga tidak ada yang menderita sama dengan dengan penderita. Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada. Keadaan umum sakit sedang, gizi cukup, komposmentis. Berat badan 56 kg, tinggi badan : 162 cm. Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi : 84 kali/menit, Pernapasan : 22 kali/menit, Suhu : 37,5 oC. Lidah kotor (+), tanda perdarahan tidak ada. Hasil pemeriksaan laboratorium White Blood Cell : 2,91x103/uL Platelet : 77x 103/uL Eritrosit : Normositik normokrom, anisopoikilositosis, burr cell (+), ovalosit (+), benda inklusi (-), normoblast (-) Leukosit : jumlah menurun, limfosit > PMN, granulasi toksik ringan (+), monosit meningkat, vakuolisasi (+), sel muda (-) Trombosit : Jumlah menurun, morfologi normal Kesan : Bisitopenia suspek kausa infesik (virus?), monositosis IgM Salmonella (TF semikuantitatif) : Positif (+8) Kuman Salmonella typhosa dan endotoksinnya yang merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang selanjutnya membawa zat pirogen ke dalam peredaran darah hal ini dapat mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang dapat meningkatkan suhu tubuh.1,2,3 Salmonella typhosa yang mengadakan multiplikasi pada usus halus mengakibatkan inflamasi pada daerah setempat yang mempengaruhi mekanisme kerja usus dan mengiritasi mukosa usus. Apabila terjadi gangguan absorbsi pada usus dan peristaltik akan terjadi konstipasi.1,2,3

Demam Tifoid Salah satu penyakit infeksi sistemik akut yang banyak dijumpai di berbagai belahan dunia hingga saat ini adalah demam tifoid yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella typhi. Di Indonesia, demam tifoid lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah penyakit tifus. Dalam empat dekade terakhir, demam tifoid telah menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Diperkirakan angka kejadian penyakit ini mencapai 13-17 juta kasus di seluruh dunia dengan angka kematian mencapai 600.000 jiwa per tahun. Daerah endemik demam tifoid tersebar di berbagai benua, mulai dari Asia, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, hingga Oceania. Sebagain besar kasus (80%) ditemukan di negara-negara berkembang, seperti Bangladesh, Laos, Nepal, Pakistan, India, Vietnam, dan termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu wilayah endemis demam tifoid dengan mayoritas angka kejadian terjadi pada kelompok umur 3-19 tahun (91% kasus).1,3,4 Munculnya daerah endemik demam tifoid dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, peningkatan urbanisasi, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan, kurangnya suplai air, buruknya sanitasi, dan tingkat resistensi antibiotik yang sensitif untuk bakteri Salmonella typhi, seperti kloramfenikol, ampisilin, trimetoprim, dan ciprofloxcacin.1 Penularan Salmonella typhi terutama terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Selain itu, transmisi Salmonella typhi juga dapat terjadi secara transplasental dari ibu hamil ke bayinya.4 Manifestasi Klinik dan Temuan Fisik Masa inkubasi Salmonella typhi antara 3-21 hari, tergantung dari status kesehatan dan kekebalan tubuh penderita. Pada fase awal penyakit, penderita demam tifoid selalu menderita demam dan banyak yang melaporkan bahwa demam terasa lebih tinggi saat sore atau malam hari dibandingkan pagi harinya. Ada juga yang menyebut karakteristik demam pada penyakit ini dengan istilah step ladder temperature chart, yang ditandai dengan demam yang naik bertahap tiap hari, mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama kemudian bertahan tinggi, dan

selanjutnya akan turun perlahan pada minggu keempat bila tidak terdapat fokus infeksi.1,4 Gejala lain yang dapat menyertai demam tifoid adalah malaise, pusing, batuk, nyeri tenggorokan, nyeri perut, konstipasi, diare, myalgia, hingga delirium dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya lidah kotor (tampak putih di bagian tengah dan kemerahan di tepi dan ujung), hepatomegali, splenomegali, distensi abdominal, tenderness, bradikardia relatif, hingga ruam makulopapular berwarna merah muda, berdiameter 2-3 mm yang disebut dengan rose spot.2,4 Penegakan Diagnosis Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia, leukopenia, leukosit normal, hingga leukositosis.5 2 Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi. Pemeriksaan kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada minggu pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80% pasien yang tidak diobati antibiotik. Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah uji serologi Widal dan deteksi antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum. 1,2,4 Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap antigen O yang berasal dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila ditemukan titer O aglutinin sekali periksa mencapai 1/200 atau terdapat kenaikan 4 kali pada titer sepasang. Apabila hasil tes widal menunjukkan hasil negatif, maka hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan diagnosis demam tifoid.4,5

10

Penatalaksanaan Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak kalah penting adalah eradikasi total bakeri untuk mencegah kekambuhandan keadaan carrier. Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella typhi setempat. Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap banyak antibiotik (kelompok MDR) dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan diberikan. Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap antibiotik kelompok chloramphenicol, ampicillin, dan trimethoprim sulfamethoxazole (kelompok MDR) dan resisten terhadap antibiotik fluoroquinolone. Nalidixic acid resistant Salmonella typhi (NARST) merupakan petanda berkurangnya sensitivitas terhadap

fluoroquinolone. Terapi antibiotik yang diberikan untuk demam tifoid tanpa komplikasi berdasarkan WHO tahun 2003 dapat dilihat pada tabel.3

Antibiotik golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofl oxacin, dan pefl oxacin) merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid yang disebabkan isolat tidak resisten terhadap fluoroquinolone dengan angka kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan demam 4 hari, dan angka kekambuhan dan fecal carrier kurang dari 2%.3

Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke jaringan yang sangat baik, dapat membunuh S. typhi intraseluler di dalam monosit/makrofag, serta mencapai kadar yang tinggi dalam kandung empedu dibandingkan antibiotik lain. Berbagai studi telah dilakukan untuk menilai efektivitas fluoroquinolone dan salah satu fluoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan memiliki efektivitas yang baik adalah levofloxacin. Studi komparatif, acak, dan tersamar tunggal telah dilakukan untuk levofl oxacin terhadap obat standar ciprofloxacin untuk terapi demam tifoid tanpa komplikasi. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari dan ciprofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 2 kali sehari masing-masing selama 7 hari. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa pada saat ini levofloxacin lebih bermanfaat dibandingkan ciprofloxacin dalam hal waktu penurunan demam, hasil mikrobiologi dan secara bermakna memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ciprofloxacin.3

11

Di Amerika Serikat, pemberian regimen ciprofloxcacin atau ceftriaxone menjadi first line bagi infeksi Salmonella typhi yang resisten terhadap kloramfenikol, ampisilin, trimethoprim-sulfamethoxazole, streptomycin, sulfonamides, atau tetrasiklin.1
Tabel 1: Antibiotik yang diberikan pada demam tifoid tanpa komplikasi menurut WHO 2003

Terapi Optimal
Sensitivitas Antibiotik Dosis mg/kg Hari

Terapi Alternatif
Antibiotik Dosis mg/kg 50 75 75 100 8 - 40 Hari

Fluoroquinolone Fully Sensitive (ofloxacin atau ciprofloxacin) Fluoroquinolone Multidrug Resisten 15 Atau 15 20 Cefixime Azithromycin atau Ceftriaxone 75 10-14 8 10 7 7-14 5-7 15 5-7

Chloramphenicol Amoxicillin TMP-SMX

14-21 14 14

Azithromycin Cefixime

7 7-14

Quinolone Resisten

Cefixime

7-14

Tabel 2: Antibiotik yang diberikan pada demam tifoid berat menurut WHO 2003 Terapi Optimal
Sensitivitas Antibiotik Dosis mg/kg Hari

Terapi Alternatif
Antibiotik Chloramphenicol mg/kg 100 100 8 - 40 60 10-14 Cefotaxime 80 20 7-14 Hari 14-21 14 14

Fully Sensitive

Fluoroquinolone 15 (ofloxacin) TMP-SMX Ceftriaxone Fluoroquinolone Ceftriaxone Cefotaxime 15 60 10-14 80 Fluoroquinolone 10-14 10-14 Amoxicillin

Multidrug Resisten Quinolone Resisten

12

Pemberian steroid diindikasikan pada kasus toksik tifoid (disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis dan hasil pemeriksaan CSF dalam batas normal) atau pasien yang mengalami renjatan septik. Regimen yang dapat diberikan adalah deksamethasone dengan dosis 3x5 mg. Sedangkan pada pasien anak dapat digunakan deksametashone IV dengan dosis 3 mg/kg dalam 30 menit sebagai dosis awal yang dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam hingga 48 jam. Pengobatan lainnya bersifat simtomatik.4,5 Komplikasi Salah satu komplikasi demam tifoid yang dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat adalah perforasi dan perdarahan usus halus. Komplikasi ini sering terjadi pada minggu ketiga yang ditandai dengan suhu tubuh yang turun mendadak, adanya tanda-tanda syok dan perforasi intestinal seperti nyeri abdomen, defance muscular, redup hepar menghilang. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah pneumonia, miokarditis, hingga meningitis.2,4 3 Pencegahan Pencegahan infeksi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan penerapan pola hidup yang bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun efektif dapat mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higientias pribadi dan lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan atau menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan benar agar tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta mengatur pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan.
13

14

Daftar Pustaka 1. Cammie F. Lesser, Samuel I. Miller, 2005. Salmonellosis. Harrisons Principles of Internal Medicine (16th ed), 897-900. 2. Chambers, H.F., 2006. Infectious Disease: Bacterial and Chlamydial. Current Medical Diagnosis and Treatment (45th ed), 1425-1426. 3. Brusch, J.L., 2010, Typhoid Fever.

(http://emedicine.medscape.com/article/231135-overview) 4. IDI Continuing Medical Education, 2012, Tatalaksana terkini Demam Tifoid, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, Jakarta 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006, Standar Pelayanan Medik, PB PABDI, Jakarta. 6. Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines and Biological, 2007, Background Document: The Diagnosis, Treatmen, and Prevention of Typhoid Fever, WHO, Switzerland

15

Anda mungkin juga menyukai