Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Spondylosis adalah suatu gangguan degeneratif yang dapat

menyebabkanhilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang. Proses cervical, thoracal, dan atau lumbal dari tulang belakang

mempengaruhi diskus intervertebralis dan facet join (Hanson, 2000). Spondylosis merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan

spondylosis adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar. Spondylosis menyebabkan merupakan perubahan kelompok degeneratif kondisi pada osteoarthritis joint yang dan

intervertebral

apophyseal joint (facet joint). Kondisi ini terjadi pada usia 30 45 tahun namun paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki. Sedangkan faktor resiko terjadinya spondylosis adalah faktor kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal dalam aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh. Perubahan degeneratif dapat bersifat asimptomatik (tanpa gejala) dan simptomatik (muncul

gejala/keluhan). Gejala yang sering muncul adalah nyeri pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah.
1

Pasien ankylosing spondylosis cenderung memiliki tubuh condong ke depan, dan berpostur menekuk ke depan karena gravitasi. Pengobatan atau perawatan pada spondilosis biasanya konservatif, yang paling sering digunakan adalah obat anti inflamasi (NSAIDs), modalitas fisik, dan modifikasi gaya hidup. Untuk tindakan pembedahan kadang- kadang dilakukan. Tindakan pembedahan dianjurkan untuk radikulopaty servikal pasien dengan klinis yang berat, gejala progresif, ataukegagalan dengan terapi konservatif. Tulang belakang bisa dikoreksi melalui prosedur pembedahan kompleks yang berisiko cedera neurologis (Lawrence, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondylosis dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Spondylosis dapat terjadi pada leher (cervical), punggung tengah (thoracal), maupun punggungbawah (lumbal). Proses degenerasi dapat menyerang sendi antar ruas tulangbelakang, tulang dan juga penyokongnya (ligament).

2.2. Anatomi Vertebrae Columna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk bergerak. Terdapat 33 columna vertebralis, meliputi 7 columna vertebra cervical, 12 columna vertebra thoracal, 5 columna vertebra lumbal, 5 columna vertebra sacral dan 4 columna vertebra coccygeal. Vertebra sacral dan cocygeal menyatu menjadi sacrum-coccyx pada umur 20 sampai 25 tahun. Columna vertebrales juga membentuk saluran untuk spinal cord. Spinal cord merupakan struktur yang Sangat sensitif dan penting karena menghubungkan otak dan sistem saraf perifer. Canalis spinalis dibentuk di bagian anterior oleh discus intervertebralis atau corpus vertebra, di lateral oleh pediculus, di posterolateral oleh facet joint dan di
3

posterior oleh lamina atau ligament kuning. Canalis spinalis mempunyai dua bagian yang terbuka di lateral di tiap segmen, yaitu foramina intervertebralis. Recessus lateralis adalah bagian lateral dari canalis spinalis. Dimulai di pinggir processus articularis superior dari vertebra inferior, yang merupakan bagian dari facet joint. Di bagian recessus inilah yang merupakan bagian tersempit. Setelah melengkung secara lateral mengelilingi pediculus, lalu berakhir di caudal di bagian terbuka yang lebih lebar dari canalis spinalis di lateral, yaitu foramen intervertebralis. Dinding anterior dari recessus lateralis dibatasi oleh discus intervertebralis di bagian superior, dan corpus verterbralis di bagian inferior Dinding lateral dibentuk oleh pediculus vertebralis. Dinding dorsal dibatasi oleh processus articularis superior dari vertebra bagian bawah, sampai ke bagian kecil dari lamina dan juga oleh ligamen kuning (lamina). Di bagian sempit recessus lateralis, dinding dorsalnya hanya dibentuk oleh hanya processus lateralis, dan perubahan degeneratif di daerah inilah mengakibatkan kebanyakan penekanan akar saraf pada stenosis spinalis lumbalis. Akar saraf yang berhubungan dengan tiap segmen dipisahkan dari kantong dura setinggi ruang intervertebra lalu melintasi recessus lateralis dan keluar dari canalis spinalis satu tingkat dibawahnya melalui foramina intervertebralis. Di tiap-tiap titik ini dapat terjadi penekanan.

Gambar 1. Anatomi Vertebralis

2.3. Etiologi Penyebab seseorang mengalami proses degenerasi pada sendi sedangkan orang lain tidak atau seseorang lebih cepat proses degenerasi pada tulangnya belum dapat dipastikan. Tetapi ada beberapa faktor resiko yang dapat memperberat atau mencetuskan penyakit ini. Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada vertebra lumbal yaitu :

a. Faktor usia Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan sekitar 98% pada usia 70 tahun. b. Stress akibat aktivitas dan pekerjaan Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat

meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis. c. Peran herediter Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa sekitar (47 66%)

spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan lingkungan, sedangkan hanya 2 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance training. d. Adaptasi fungsional Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.

2.4. Gejala Manifestasi gejala pada Spondylosis tergantung pada posisi dan bagian tulang yang mengalami kelainan serta usia penderita. Bila degenerasi terjadi pada sendi antar ruas-ruas tulang belakang, maka dapat terjadi penipisan sendi dan ruas tulang merapat satu sama lain, sehingga tinggi badan bisa berkurang. Selain itu juga jaringan yang terdapat di dalam sendi antar ruas tersebut bisa menonjol keluar yang disebut hernia discus. Bila terjadi seperti ini maka penderita spondylosis akan merasa nyeri di punggungnya akibat penekanan struktur tersebut ke jaringan sekitarnya. Hernia discus juga dapat menekan ke dalam sumsum tulang belakang sehingga menimbulkan gangguan saraf baik motorik, sensorik, maupun otonomsehingga bisa saja bermanifestasi menjadi kelumpuhan, gangguan sensori seperti kesemutan dan mati rasa, dan gangguan otonom seperti gangguan berkeringat, gangguan buang air besar maupun kecil. Proses degenerasi juga dapat menimbulkan penipisan tulang rawan dan penonjolan tulang yang disebut osteophyte atau biasa disebut pengapuran.
7

Akibatnya otot dan jaringan penunjang sekitarnya dapat teriritasi oleh tonjolan tulang tersebut dan penderita akan merasakan nyeri dan kaku. Gejala klinis Spondylosis dapat ringan sampai berat dan sangat tergantung pada usia penderita. Gejala Spondylosis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Leher (Cervical Spine) Rasa sakit yang hilang timbul Nyeri yang menyebar ke bahu, lengan, tangan, atau jari Kekakuan sendi pada bahu atau leher sehingga membatasi pergerakan setelah bangun tidur Mati rasa pada daerah leher atau bahu Kelemahan atau kesemutan di leher, bahu, lengan, tangan, atau jari Sakit kepala di bagian belakang kepala Kehilangan keseimbangan Kesulitan menelan (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jikasumsum tulang belakang dikompresi)

2. Punggung Tengah (Thoracal Spine) Nyeri di bagian atas dan pertengahan punggung Kaku punggung setelah bangun tidur Terbatasnya gerak tulang punggung

3. Punggung Bawah (Lumbar Spine) Rasa sakit yang hilang timbul Kaku tulang punggung bagian bawah
8

Rasa sakit yang berkurang dengan istirahat atau setelah berolahraga Mati rasa daerah sekitar pinggang atau punggung bawah Kelemahan pada punggung bawah Sering terjadi kesemutan pada kaki Kesulitan berjalan Masalah usus atau kandung kemih (ini jarang terjadi, tetapi mungkin terjadi jika sumsum tulang belakang dikompresi.)

2.5 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Apabila menemukan gejala tersebut dokter biasanya menanyakan keluhan danmelakukan pemeriksaan fisik seperti nyeri tekan dan jangkauan gerak. Setelah ituapabila dianggap perlu, dokter akan menyarankan penderita melakukan berbagaipemeriksaan misalnya X-ray, CT-scan atau MRI. Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan oblique berguna untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan bentuk foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan spondylosis, spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis. Stenosis spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini. Gambaran Radiologis Gambaran yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan Radiologi adalah sebagai berikut: 1. Penyempitan ruang discus intervertebralis 2. Perubahan kelengkuangan vertebrae dan penekanan saraf 3. OsteofitatauSpur formation di anterior ataupun posterior vertebrae 4. Pemadatan Corpus vertebrae 5. Porotik (Lubang) pada tulang 6. Vertebrae tampak seperti bambu (Bamboo Spine)
9

7. Sendi sacroiliaca tidak tampak atau kabur 8. Celah sendi menghilang

Gambar 2. Cervical spondylosis (pembentukan osteofit dan penyempitan diskus intervertebralis).

Gambar 3. Lateral osteofit ; lateral osteofit dapat disalah interpretasikan untuk kalsifikasi atau herniasi diskus pada foto lateral spine.
10

Gambar

4.

Spondylosis

Gambar 5. Beberapa macam kelainan pada vertebrae

Penyempitan DIV (panah putih) dan osteofit (bone spur, panah hitam) disertai adanya sclerosis (3 tanda panah) pada facet joint posterior.

11

Gambar 6. Penekanan akar saraf pada spondylosis

Gambar 7. Osteofit atau Bone Spur

12

Gambar 8. Osteofit atau bone spur

CT Scan Vertebrae adalah metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang sama juga nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat.

13

Gambar 7.Spondylosis Servikalis (Eric, 2011)

Gambar 8.Osteofit (Eric, 2011)


14

Gambar 9.Gambaran CT Scan (Eric, 2011)

MRI dengan jelas lebih canggih daripada CT Scan dalam visualisasi struktur non osseus dan saat ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis. Disamping itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image, biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang cepat yang merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.
15

Sangat penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejalagejala, karena penyempitan asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT Scan sering ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali asimptomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan. (Eric, 2011)

16

Gambar 10.

Long TR (T2-weighted), fat-suppressed, sagittal image shows

increased signal in the pars interarticularis on the left at L5. This is an acute stress reaction. (Eric, 2011)

Nuclear

Imaging.

Spondylolysis

terlihat

pada

metilen

diphosphonate

teknesium-99m (99m Tc) scan tulang dengan SPECT seperti peningkatan aktivitas di pars interarticularis (seperti terlihat pada gambar di bawah). Temuan ini biasanya merupakan reaksi stres akut dari tulang belakang lumbal. (Eric, 2011).

17

Gambar 12.Axial single-photon emission computed tomography bone scan with increased activity seen in the region of the right and left pars interarticularis at L5 (Eric, 2011)

2.6. Pencegahan Mengingat beratnya gejala penyakit ini dan kita tidak pernah tahu seberapa cepat proses degenerasi terjadi pada tulang punggung kita, maka ada beberapa hal yangdapat kita lakukan dari sekarang untuk mengurangi resiko terjadinya spondylosis.Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah: 1. Hindari aktivitas dengan benturan tinggi (high impact ), misalnya berlari.Pilih jenis olah raga yang lebih lembut dan mengandalkan peregangan dankelenturan.

18

2. Lakukan exercise leher dan punggung yang dapat meningkatkan kekuatan otot, kelenturan, dan jangkauan gerak. 3. Jangan melakukan aktivitas dalam posisi yang sama dalam jangka waktu lama. Beristirahatlah sering-sering. Misalnya waktu menonton TV, bekerjadi depan komputer, ataupun mengemudi. 4. Pertahankan postur yang baik. Duduklah yang tegak. Jangan bertumpupada satu kaki bila berdiri. Jangan membungkuk bila hendak mengangkatbarang berat lebih baik tekuk tungkai dan tetap tegak. 5. Lindungi diri dengan sabuk pengaman saat berkendara. Hal ini membantu mencegah terjadinya cedera bila ada trauma. 6. Berhenti merokok. Merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya spondylosis.

2.7. Penatalaksanaan Penanganan bervariasi tergantung penilaian dokter akan kondisi dan gejala pasiennya. Secara umum baru ada penanganan apabila bedah dan non-bedah. menampilkan

Penangananbedah

disarankan

penderita

gejala gangguan neurologis yang mengganggu kualitas hidup penderita. Selain itu dokter juga memperhatikan riwayat kesehatan umum pasien dalam menyarankan tindakan bedah. Apabila tidak perlu, maka dokter akan menyarankan penanganan non bedah yang meliputi pemberian obat anti radang (NSAID), analgesik, dan obat pelemas otot. Selain ituapabila perlu dokter dapat menganjurkan pemasangan alat bantu seperti Cervicalcollar yang tujuannya untuk meregangkan dan menstabilkan posisi. Fisioterapi berupa pemberian panas dan stimulasi listrik juga dapat membantu melemaskan otot. Dan yang tak kalah pentingnya adalah

19

exercise. Dengan Exercise maka otot-otot yang lemah dapat diperkuat, lebih lentur dan memperluas jangkauan gerak. Terapi atau tindakan yang dapat dilakukan pada penderita Spondylosis dapatdigolongkan menjadi: 1. Tindakan Operasi: apabila ada gangguan berupa penekanan sarafatau akar saraf yang progresif atau instabilitas yang hebat maka perlu pembedahan. 2. Obat-obatan: tujuan obat adalah untuk mengurangi nyeri dan kaku pada leher dan lengan. 3. Rehabilitasi Medik: program rehabilitasi medik pada penderita spondylosis cervicalis tergantung gejala klinis yang timbul, bertujuanuntuk mengurangi rasa nyeri, mempertahankan lingkup gerak sendi,menguatkan otot serta meningkatkan aktifitas hidup sehari-hari. Terapi Fisik: Terapi dingin digunakan hanya pada kondisi akut saja yaitu untuk mengurangi nyeri dan proses peradangan. Setelah lewatfase akut baru dapat diberikan terapi panas. Terapi panas merupakan modalitas terapi fisik yang sering digunakan terutama pada fase sub akut dan kronis serta bias digunakan sebelum dimulai terapi latihan. Traksi cervical: traksi adalah suatu teknik yang menggunakan gaya tarikan, digunakan untuk meregangkan jaringan ikat dan untuk memisahkan permukaan sendi atau fragmen tulang.Macam kekuatan tarikan yang diberikan dapat bersifat terus menerus (continous) atau terputus-putus (intermitens). Terapi latihan: beberapa kasus memberikan respon yang baik terhadap program latihan pada otot-otot leher, sehingga akan memperbaiki fungsi leher dan mengurangi nyeri. Tujuan latihan ini adalah untuk relaksasi, mobilisasi sendi
20

danmemperkuat otot leher. Contoh: Latihan relaksasi, lingkup gerak sendi, dan isometrik.

Terapi Okupasi: Terapis mengajarkan pasien melakukan segala aktifitas kehidupan sehari-harinya dengan posture tubuh, terutama leher yang baik dan benar. Mekanisme badan yang baik yang diajarkan adalah: 1. Bila tidur terlentang, gunakan bantal kupu dibawah leher. 2. Jangan tidur tengkurap, karena leher akan memutar kesamping. 3. Jangan membungkukkan atau menyandarkan bahu kedepan sehingga mataatau kepala harus keatasatau tengadah untuk kompensasi. 4. Bila minum dari kalengatau gelas, gunakan penghisapatau pipet. 5. Bekerjalah didepan obyek setinggi mata. 6. Waktu mengemudi mobil, punggung dan kepala harus bersandardan hindari menyetir mobil terlalu lama. 7. Pakailah kursi dengan sandaran yang tinggi waktu menonton TV,sehingga kepala bisa bersandar. 8. Jangan menggunakan telepon dengan cara meletakkannya antara bahu dan kepala. 9. Istirahatlah sejenak setiap kali melakukan pekerjaan yang lama.

Ortosis: jika

diperlukan

dapat

digunakan

Softcollar.

Softcollar dianjurkan

untuk penderita cedera akut jaringan lunak pada leher, digunakan dalam jangka
21

waktu pendek, tidak boleh lebih dari 3-4 hari secara terusmenerus. Pada radikulopati bagian collar yang lebih lebar dipakaidibagian posterior sedangkan yang tipis dianterior. Hal ini dimaksudkan agar penderita bisa fleksi tulang belakang dan membukaforamen intervertebralisnya. Collar juga dapat dipakai pada saat aktifitas tertentu misalnya menyetir mobil atau tidur. Collar Philadelphia dapat digunakan pada malam hari agar bisa memberikan posisi yang lebih kaku, agar leher dicegahsupaya tidak ekstensi dengan demikian membantu agar foramen intervertebralis tidak menyempit.

22

BAB III KESIMPULAN

1. Spondylosis adalah suatu gangguan degeneratif yang dapat menyebabkan hilangnya struktur dan fungsi normal tulang belakang. 2. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah

kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang, tipe tubuh. 3. Gambaran radiologi dapat diperiksa dengan rontgen, CT, MRI, Nuclear Imaging.

23

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Anatomy of the Vertebral Column with Typical Cervical and Lumbar Vertebrae - Medical Illustration_files. 2004. In http:atauatauwww.w3.orgatauTRatauhtml4atauloose.dtd. Access: 15 Desember 2012 Anonim. Lumbar Spine Stenosis A Common - Medical Illustration_files. 1998. In : http:atauatauwww.w3.orgatauTRatauhtml4atauloose.dtd. Accses: 15 Desember 2012 Boushea DK, Sundstrom WR. The pleuropulmonary manifestation of ankylosing spondylitis Semin Arthritis Rheum 1989; 18 : 277-81. Bruce M. Lumbar spondylosis. 2007 In : http:atauatauwww.emedicine.comatauneuroataujnlatauindex.htm. Accses : 15 Desember 2012 Burgos-Vargas R. Naranjo A, Castillo J. Ankylosing spondylitis in the MexicanMestizo : Patten of disease according to age at onset. JRheumatol 1989 ; 16 :186-91. Eric P Weinberg, MD. 2011. Imaging in Spondylosis. http://emedicine.medscape.com/article/395916-overview#a21 Graham DC, Smythe HA. The carditis and aortitis of ankylosing spondylitis.Bull Rheum Dis 1958; :171-4. Haslock I. Ankylosing spondylitis. In : Dippe PA, Bacon PA, Bamji AN, Watt1 Eds. Atlas of clinical rheumatology. Gower Medical Publisher, London, NewYork : 1986 ; pp: 12.1-12,12. Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing spondylitis. AJR Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150 Lawrence H Brent, MD. Ankylosing Spondylitis and Undifferentiated Spondyloarthropathy.2002. http://emedicine.medscape.com/article/332945-overview Mander M, Sikupson JM, Mclellan A. Studies with an enthesis index as a method of clinical assessment in ankylosing spondylitis. Ann Rheum M, 1987;46 : 197-202. Parker CW. Seronegative HLA related arthritis. In : Parker CW Ed. ClinicalInununology Vol II. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders 1980; pp :753-73

24

Thamburaj V. Lumbar spondylosis. 2007. In: http:atauatauwww.pubmedcentral.nih.gov. Accses : 15 Desember 2012 Van der Linden S, Ankylosing Spondylitis. In: Kelly W, Harris ED,Ruddy S,Sledge CB. Eds. Textbook of Rheumatology. Th ed,Philadelphia-London-TorontoSydney-Tokyo : WB Saunders Co 1997; pp : 969-82. Van der Linden S, Khan MA, Rentsch HU. Chest pain without radiographicsacroiliitis in relatives of patients with ankylosing spondylitis. J Rheumatol,1988; 15 : 836-9.

25

Anda mungkin juga menyukai