Anda di halaman 1dari 4

3.

1 warna Stpp lebih cerah daripada garam Q namun intensitas warna mie garam Q lebih menghasilkan warna kuning. Mie yang menggunakan STPP memiliki warna kuning kemerahan yang lebih cerah daripada mie dengan penambahan Na2CO3. Pembentukan warna kuning pada produk mie sangat dipengaruhi oleh pH garam alkali yang digunakan, dimana semakin tinggi pH alkali maka semakin baik pembentukan warna kuning khas mie oleh flavonoid gandum. Setelah dilakukan pengamatan lebih lanjut, mie dengan penambahan STPP memiliki pH 7,20, yang jauh lebih rendah dibandingkan mie dengan Na2CO3 yang memiliki pH 9,00. Nilai pH yang lebih tinggi tersebut menyebabkan intensitas warna kuning yang terbentuk oleh Na2CO3 lebih baik dibandingkan STPP (Puspasari, 2007). bila produk dimasak dalam air, maka air akan menjadi keruh karena larutnya pati yang belum tergelatinisasi (Puspasari, 2007). Organoleptik a. Rasa

b. Aroma Stpp lebih disukai. Penambahan senyawa alkali menyebabkan pH lebih tinggi (pH 7,0-7,5) menghasilkan flavor yang lebih disukai (Soraya, 2011). c. Warna Warna mie sering diasosiasikan dengan warna kuning. Warna kekuningan alami pada mie mentah disebabkan oleh kandungan flavonoid pada tepung terigu, yaitu karotenoid (Kruger et al., 1996). d. Elastisitas Penggunaan STPP pada mie basah karena sifat STPP dapat berperan pada proses gelatinisasi pati-protein sehingga mempengaruhi tekstur mie menjadi lebih liat dan kenyal. Sodium tripolifosfat atau STPP digunakan sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras. e. Keseluruhan Pada uji organoleptik keseluruhan diperoleh nilai mie dengan penambahan stpp 0,2 g lebih besar daripada mie penambahan garam Q 0,3 g. Hal ini dikarenakan alat indera dan tingkat kesukaan dari panelis berbeda-beda.

Semakin tinggi kadar protein yang ada maka semakin tinggi kemampuan menyerap air sehingga adonan mie menjadi tidak putus. Hal ini membuat adonan mie semakin tahan lama dalam proses perebusan.
Nilai gaya putus dan persentase elongasi yang cukup rendah ini disebabkan mie basah matang memiliki kadar air yang tinggi karena selama perebusan terjadi penyerapan air dalam jumlah besar. Semakin banyak penyerapan air, mie semakin lembek sehingga gaya putusnya semakin kecil. Pada tingkat penambahan air yang sama, tepung dengan kandungan protein tinggi mempunyai daya serap air lebih besar daripada tepung dengan kandungan protein rendah (Baik et al., 1995). Namun, semakin tinggi kandungan protein adonan, semakin lama waktu masak yang dibutuhkan (Oh et al., 1985). Akibatnya, kekenyalan mie menurun karena suhu tinggi selama perebusan menyebabkan protein terdenaturasi.

Pemasakan mie bertujuan untuk menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakkan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula (Winarno, 1991). Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan akan membentuk lapisan tipis (film) pada permukaan mie yang dapat memberikan kelembutan, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi daya rehidrasi mie (Badrudin, 1994). Sodium Tri Poly Phosphat (STPP) berfungsi sebagai pengemulsi sehingga akan dihasilkan adonan yang lebih homogen (rata). Adonan yang lebih rata akan memberikan tekstur yang lebih baik. Penggunaan Sodium Tri Poly Phosphat menurut SNI adalah sekitar 0,3 %. Pada tahap pembuatan adonan sering ditambahkan alkali dengan tujuan untuk meningkatkan daya rehidrasi, ekstensibilitas, elastisitas, dan kehalusan dari mie yang dihasilkan.
Gabungan Na2CO3 dan K2CO3 berguna untuk meningkatkan warna kuning dan memberikan flavor yang lebih baik. Na2CO3 sendiri berfungsi untuk meningkatkan kehalusan dan tekstur mie, K 2CO3 untuk meningkatkan sifat kekenyalan mie, sedangkan KH2PO4 untuk meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie (Badrudin, 1994).
Proses perebusan dapat menyebabkan enzim polifenol-oksidase terdenaturasi, sehingga mie basah tidak mengalami perubahan warna selama distribusi.

Mie yang bermutu baik pada umumnya berwarna putih atau kuning terang. Perubahan warna tidak terjadi, karena perebusan dapat merusak enzim polifenoloksidase (Hoseney, 1998). garam alkali juga berperan dalam pembentukan warna kuning pada mie sebagai hasil interaksi flavonoid gandum dalam tepung terigu dengan pH alkali (Asenstorfer et al., 2006). Mie yang menggunakan STPP memiliki warna kuning kemerahan yang lebih cerah daripada mie dengan penambahan Na2CO3. Pembentukan warna kuning pada produk mie sangat dipengaruhi oleh pH garam alkali yang digunakan, dimana semakin tinggi pH alkali maka semakin baik pembentukan warna kuning khas mie oleh flavonoid gandum.

Daftar Pustaka Astawan, M. 2008. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta: Penebar Swadaya. Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia: Syarat Mutu Mie Basah (SNI 01-2987-1992). Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz) sebagai Bahan Pembuat Mie Kering. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Baik, B.K., C. Zuzanna, dan Y. Pomeranz. 1995. Discoloration of Dough of Oriental Noodles. Cereal Chem. 72(2):198-205.

Departemen Kesehatan RI. 1989. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara, Jakarta.

Hoseney, R.C. 1994. Principles of Ceral Science and Technology. American Assoc. of Cereal Chemists, Inc. St. Paul, MN. 378 pp. Koswara, Sutrisno. 2009. Seri Teknologi Pangan Populer : Teknologi Pengolahan Mie. Produksi: eBook Pangan Kruger, J.E., R.B. Matsuo, Miskelly, dan J.W. Dick. 1996. Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemist, Inc., USA. Oh, N.H., P.A. Seib, dan A.B. Ward. 1985. Noodles II: The Surface Firmness of Cooked Noodles from Soft and Hard Wheat Flour. Cereal Chem. 62(6):431-436. Pagani, M. A. 1985. Pasta Product from Non Conventional Raw Material. P52-68. Di dalam: Ch. Mercier dan C. Centrallis (eds.) 1985. Pasta and Extruction Cooked Foods. Proceeding of an Internasional Symposium held in Milan. Italy. Puspasari, karen. 2007. Aplikasi teknologi dan bahan tambahan pangan untuk meningkatkan umur simpan mie basah matang. Skripsi. Fakultas teknologi pertanian - institut pertanian bogor. Bogor. Ritantiyah. 2010. Laporan magang di Pt. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk (quality control mie instant). Surakarta: Program Diploma Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Setianingrum, A. W. dan Marsono. 1999. Pengkayaan Vitamin A dan Vitamin E dalam Pembuatan Mie Instan Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari 1998-2001. Jakarta.

Shiau, S.Y., and Yeh, A.I. 2001. Effects of Alkali and Acid on Dough Rheological Properties and Characteristics of Extruded Noodles. Journal of Cereal Science 33 (2001) 27-37. Soraya. 2011. Pembuatan mie. http://gunasoraya.blogspot.com [29 November 2012]. Soenaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Suyanti. 2010. Membuat Mie Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta. Widyaningsih, T.B. dan E.S. Murtini, 2006.Alternatif Pengganti Formalin Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana, Surabaya. Winarno, F.G. 1991. Teknologi Produksi dan Kualitas Mie. Makalah disajikan dalam Seminar Sehari Serba Mie, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Winarno dan Rahayu. 1994. Bahan Makanan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Anda mungkin juga menyukai