Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

EMBRIOLOGI GENITALIA WANITA

Pembimbing : dr. Zuherdi, SpOG Disusun Oleh : Alfisyahrin 110.2009.023

Kepanitraan Klinik Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Bagian Obsgyn RSUD Kabupaten Bekasi.

BAB I PENDAHULUAN Hal pertama yang ingin diketahui orang tua di kamar bersalin adalah jenis kelamin anak mereka. Apabila genitalia eksterna neonatus tidak jelas (ambigu), maka ahli kebidanan akan menghadapi dilema besar. Griffin dan Wilson (1986) menyatakan bahwa tidaklah berlebihan untuk berpendapat bahwa deteksi ambiguitas jenis kelamin pada neonatus merupaka suatu kedaruratan medis sejati. Kesalahan penetuan jenis kelamin kemungkinan besar akan mendatangkan masalah psikologis dan sosial yang berat bagi bayi dan keluarganya. Selain itu, beberapa kelainan endokrinologis penyebab ambiguitas jenis kelamin dapat menyebabkan instabilitas tekanan darah yang hebat dan kelainan metabolik yang serius. Sekarang anggapan bahwa penetuan jenis kelamin fungsional yang benar bagi neonatus dengan ambiguitas kelamin dapat dilakukan di kamar bersalin sudah tidak berlaku lagi. Penentuan jenis kelamin bayi memerlukan pengetahuan tentang jenis kelamin kariotip, jenis kelamin gonad, lingkungan hormon tempat janin terpajan, anatomi dan semua kemungkinan untuk koreksi bedah. Pendekatan terbaik adalah memberi tahu orang tua bahwa bayinya sehat, tetapi secara jujur mengakui bahwa jenis kelamin perlu ditentukan setelah serangkaian pemeriksaan. Untuk membuat suatu rencana untuk menentukan penyebab ambiguitas genitalia, maka mekanisme diferensiasi seksual normal dan abnormal perlu dipahami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Genitalis Diferensiasi seksual merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan banyak gen, termasuk beberapa gen autosom. Kunci untuk dimorfisme seksual adalah kromosom Y, yang mengandung gen faktor penentu testis (TDF) pada daerah penentu seks (SYR). Ada atau tidak adanya faktor ini mempunyai efek langsung pada diferensiasi gonad dan juga bekerja sebagai sebuah tombol untuk mengawali rentetan banyak rangkaian gen dari kromosom Y yang menentukan nasib organ-organ seksual rudimeter. Kalau faktor ini ada, akan terjadi perkembangan laki-laki, kalau tidak ada, akan terjadi perkembangan perempuan 2.2 Gonad Sekalipun jenis kelamin mudigah ditentukan secara genetik pada saat pembuahan, gonad tidak memperoleh ciri-ciri bentuk pria atau wanita hingga perkembangan minggu ketujuh. Gonad mula-mula tampak sebagai sepasang rigi yang memanjang, Rigi Gonad (Gambar 2.1). Dibentuk oleh proliferasi epitel selom dan pemadatan mesenkim dibawahnya. Sel-sel benih tidak tampak pada rigi kelamin hingga perkembangan minggu ke-6. Pada mudigah manusia, sel-sel benih primordial tampak pada tingkat perkembangan yang dini di antara sel edoderm di dinding kantung kuning telur di dekat allantois (Gambar 2.2 A). Sel benih ini berpindah dengan gerakan menyerupai amuba sepanjang mesentrium dorsal usus belakang (Gambar 2.2 B dan C) dan sampai di gonad primitif pada perkembangan minggu ke-6. Apabila mereka gagal mencapai rigi-rigi tersebut, gonad tidak berkembang. Karena itu, sel-sel benih primordial tersebut mempunyai pengaruh induktif terhadap perkembangan gonad menjadi ovarium atau testis.

Gambar 2.1 (A). Gambar yang memperlihatkan hubungan antara rigi kelamin dengan mesonefros. (B). Potongan melintang melalui mesonefros dan rigi kelamin setinggi yang diperlihatkan pada (A). (C) Skan mikograf elektron embrio tikus, yang memperlihatkan rigi kelamin (panah). (D) Pembesaran tinggi dari rigi kelamin, yang memperlihatkan duktus mesonefros (panah) dan gonad yang sedang berkembang (kepala panah).

Gambar 2.2 (A) Gambar skematik mudigah berusia 3 minggu, yang memperlihatkan sel-sel benih primordial di dinding kantung kuning telur, di dekat perlekatan allantois. (B) Gambar yang memperlihatkan jalan migrasi sel-sel benih primordial sepanjang dinding usus belakang dan mesentrium dorsal menuju ke rigi kelamin.

2.2.1 Gonad Indiferen Segera sebelum dan selama datangnya sel-sel benih primordial, epitel seloh rigi kelamin berproliferasi, dan sel-sel epitel menembus mesenkim dibawahnya. Di sini sel epitel tersebut membentuk sejumlah korda yang bentuknya tidak beraturan, korda kelamin primitif (Gambar 2.3). Pada mudigah pria dan wanita, korda ini berhubungan dengan epitel permukaan, dan kita tidak mungkin membedakan antara gonad pria dan wanita. Oleh karena itu, gonad ini dikenal sebagai gonad indiferen.

Gambar 2.3 Potongan melintang skematik melalui daerah lumbal pada mudigah 6 minggu, yang memperlihatkan gonad indiferen dengan korda kelamin primitif. Beberapa sel benih primordial dikelilingi oleh sel-sel korda korda genitalia primitif

Tabel 2.1 Pengaruh sel-sel benih primordial pada gonad indiferen

2.3 Ovarium Pada mudigah wanita yang mempunyai unsur kromosom seks XX dan tidak mempunyai kromosom Y, korda kelamin primitif terputus-putus menjadi kelompokkelompok sel yang tidak teratur bentuknya (Gambar 2.4 A). Kelompok-kelompok ini mengandung gugus-gugus sel benih primordial, terletak di bagian medulla ovarium. Kemudian, kelompok-kelompok ini menghilang dan digantikan oleh stroma vaskular yang membentuk medulla ovarium (Tabel 2.1) Epitel permukaan gonad wanita, tidak seperti pada pria, terus menerus berproliferasi. Dalam minggu ke-7, epitel ini membentuk korda generasi ke-2, korda korteks, yang menembus mesenkim dibawahnya tetapi tetap dekat dengan permukaan (Gambar 2.4 A). Dalam bulan ke-4, korda ini terpecahmenjadi kelompok-kelompok sel tersendiri, yang masing-masing mengelilingi satu atau lebih sel benih primitif (Gambar 2.4 B). Sel-sel benih berkembang menjadi ooginia, sedangkan sel epitel di sekitarnya, yang berasal dari epitel permukaan, membentuk sel folikuler. Boleh dikatakan bahwa jenis kelamin satu mudigah ditentukan pada saat pembuahan dan tergantung apakah sprematositnya membawa kromosom X atau Y. Pada mudigah yang mempunyai konfigurasi kromosom seks XX, korda medula gonad mengalami regresi, dan kemudian berkembang korda korteks generasi kedua (Gambar 2.4). Pada mudigah yang mempunyai kompleks kromosom kelamin XY, korda medulla berkembang menjadi korda testis, dan korda kortekstidak berhasil berkembang.

Gambar 2.4 (A) Potongan melintang ovarium pada perkembangan minggu ke-7, yang memperlihatkan degenerasi korda kelamin primitif (medulla) dan pembentukannya korda korteks. (B) Gambar ovarium dan saluran duktus genitalis dalam perkembangan bulan ke-5. Perhatikanlah degenerasi korda medulla. Tubulus mesonefros ekskretorius tidak berhubungan dengan rate. Daerah korteks ovarium mengandung gugus-gugus oogonia yang dikelilingi sel folikel

2.4 DUKTUS GENITALIA 2.4.1 Tahap Indiferen Mula-mula, baik mudigah pria maupun wanita mempunyai dua pasang genitalis: duktus mesonefros dan duktus paramesonefros. Duktus paramesonefros muncul sebagai suatu invaginasi memanjang epitel selom pada permukaan anterolateral rigi urogenital (Gambar 2.5). Di sebelah kranial, saluran ini bermuara ke dalam rongga selom dengan struktur menyerupai corong. Di sebelah kaudal, saluran berjalan di sebelah lateral saluran mesonefros, tetapi kemudian menyilang disebelah ventralnya untuk tumbuh ke arah kaudomedial (Gambar 2.5). Di garis tengah, saluran paramesonefros ini berhubungan erat dengan saluran paramesonefros dari sisi seberang. Kedua saluran tersebut pada awalnya dipisahkan oleh sebuah sekat tetapi kemudian bersatu membentuk kanalis uterus (Gambar 2.6 A). Ujung kaudal saluran yang telah bersatu tersebut menonjol ke dalam dinding posterior sinus urogenitalia, sehingga menyebabkan penonjolan kecil, yaitu tuberkulum paramesonefrikum atau tuberkulum Mulleri (Gambar 2.6 A). Duktus mesonefros bermuara ke dalam sinus urogenitalis pada kedua sisi tuberkulum mulleri.

Gambar 2.5 Bagian duktus genitalis dalam perkembangan minggu ke-6 pada pria A dan pada wanita B. Duktus mesonefros dan duktus paramesonefros ditemukan pada keduanya. Perhatikan tubulus ekskretorius mesonefros dan hubungannya dengan perkembangan gonad pada kedua jenis kelamin.

Gambar 2.6 (A) Gambar duktus genitalis wanita pada perkembangan akhir bulan ke-2. Perhatikanlah tuberkulum paramesonefros serta pembentukan saluran telur. (B) Gambar duktus genitalis setelah ovarium turun. Bagian sistem mesonefros yang tersisa adalah epooforon, paroofon, dan kista Gartner. Perhatikanlah ligamentum suspensorium ovarii, ligamentum ovarii propium, dan ligamentum rotundum uteri

2.4.2 Diferensiasi Sistem Saluran Perkembangan sistem duktus genitalis dan geintalia eksterna berlangsung di bawah pengaruh hormon yang beredar dalam darah janin selama kehidupan intrauterin. Pada wanita tidak dihasilkan Substenasi penghambat Mulleri (SPM), dan karena tidak ada zat ini, sistem saluran paramesonefros dipertahankan dan berkembang menjadi tuba uterina dan rahim. Faktor-faktor pengendali untuk proses ini tidak jelas, tetapi bisa melibatkan estrogen yang

dihasilkan oleh sistem ibu, plasenta, dan ovarium janin. Oleh karena zat perangsang pria tidak ada, sistem duktus mesonefros mengalami regresi. Kalau tidak ada androgen, genitalia eksterna indiferen dirangsang oleh estrogen dan berdiferensiasi menjadi labia mayora, klitoris, dan sebagian vagina.

Tabel 2.2 Pengaruh gonad pada diferensiasi jenis kelamin selanjutnya

2.4.3 Duktus genitalis pada wanita Duktus paramesonefros berkembang menjadi duktus genitalis utama pada wanita. Pada mulanya, dapat dikenali tiga bagian pada setiap duktus: a. Bagian kranial vertikal yang bermuara ke rongga selom b. Bagian horisontal yang menyilang duktus mesonefros c. Bagian kaudal vertikal yang bersatu dengan pasangannya dari sisi yang berlawanan (2.6 A). Bersama dengan turunnya ovarium, dua bagian yang pertama berkembang menjadi tuba uterina (2.6 B), dan bagian kaudal bersatu membentuk kanalis uterus. Ketika bagian kedua duktus paramesonefros berjalan ke arah mediokaudal, rigi-rigi urogenital berangsurangsur terletak pada bidang melintang (Gambar 2.7 A dan B). Setelah saluran ini menyatu di garis tengah, terbentuklah sebuah lipatan melintang yang lebar di dalam panggul (Gambar 2.7 C). Lipatan, yang membentang dari sisi lateral duktus paramesonfros yang telah menyatu ke dinding panggul tersebut, dikenal sebagai ligamentum latum uteri. Pada tepi atasnya terdapat tuba uterina, dan pada permukaan belakangnya terdapat ovarium (Gambar 2.7 C). Rahim dan ligamentum latum uteri membagi rongga panggul menjadi kantong uterorektal danm kantong uterovesikal. Duktus paramesonfreos yang telah menyatu tersebut membentuk korpus dan serviks uteri. Bangunan ini dibungkus oleh selapis mesenkim yang membentuk lapisan otot rahim, yaitu miometrium, dan lapisan peritoneumnya, yaitu perimetrium.

Gambar 2.7 Potongan melintang melalui rigi urogenital pada urutan potongan yang semakin rendah. Perhatikan bahwa duktus paramesonefros saling mendekat satu sama lain di garis tengan untuk kemudian bersatu. Sebagai akibat penyatuan saluran ini, terbentuklah suatu lipatan melintang, yaitu ligamentum latum uteri, di dalam panggul. Gonad terletak pada permukaan belakang lipatan melintang tersebut.

2.4.4 Vagina Setelah ujung padat duktus paramesonefros mencapai sinus urogenitalis (Gambar 2.8 A dan 2.9 A), tumbuh dua tonjolan keluar dari bagian pelvis sinus ini (Gambar 2.8 B dan 2.9 B) dan membentuk sebuah lempeng vagina padat. Proliferasi ini terus berlangsung di ujung kranial lempeng, sehingga memperbesar jarak antara rahim dan sinus urogenitalis. Menjelang bulan ke-5, tonjolan vagina ini seluruhnya berongga. Perluasan vagina menyerupai sayap di sekitar ujung rahim, yaitu fornises vagina (Gambar 2.9 C), berasal dari paramesonefros. Dengan demikian, vagina mempunyai dua asal usul, yaitu sepertiga bagian atas berasal dari saluran rahim dan dua pertiga bagian bawah berasal dari sinus urogenitalis. Lumen vagina tetap terpisah dari lumen sinus urogenitalis oleh sehelai jaringan tipis, yang dikenal sebagai selaput dara (himen) (Gambar 2.8 C dan 2.9 C). Selaput ini terdiri atas lapisan epitel sinus urogenitalis dan selapis tipis sel vagina. Biasanya selaput dara membentuk lubang kecil selama masa perinatal. Beberapa sisa saluran sekresi bagian kranial dan kaudal masih tersisa pada wanita. Sisa-sisa ini terletak di mesovarium, dimana mereka masing-masing membentuk epooforon dan parooforon (Gambar 2.6 B). Duktus mesonefros menghilang kecuali sebagian kecil d bagian kranial yang ditemukan pada epooforon dan, kadang-kadang, sebagian kecil bagian kaudalnya, yang dapat ditemukan di dinding rahim atau vagina. Dalam masa kehidupan selanjutnya, sisa ini dapat membentuk sebuah kista yang disebut kista Gartner.

Gambar 2.8 Gambar skematik yang memperlihatkan pembentukan rahim dan vagina. (A) 9 minggu. Perhatikan hilangnya septum uterina. (B) Pada akhir bulan ke-3. Perhatikan jaringan bulbus sinovaginalis. (C) Bayi baru lahir. Fornises dan bagian atas vagina terbentuk dari vakuolisasi jaringan paramesonefros, dan bagian bawah vagina terbentuk dari vakuolisasi bulbus sinovaginalis.

Gambar 2.9 Potongan sagital skematik yang memperlihatkan pembentukan rahim dan vagina pada berbagai tingkatan perkembangan

2.5 Genitalia Eksterna 2.5.1 Tahap Indiferen Dalam perkembangan minggu ke-3, sel-sel mesenkim yang berasal dari daerah alur primitif bermigrasi ke sekitar membrana kloakalis untuk membentuk sepasang lipatan yang agak menonjol, yaitu lipatan kloaka (Gambar 2.10 A). Di sebelah kranial membrana kloakalis, lipatan ini bergabung membentuk tuberkulum genital. Pada minggu ke-6, membrana kloakalis dibagi lagi menjadi membrana urogenitalis dan membrana analis. Lipatan kloaka juga dibagi lagi menjadi lipatan uretra disebelah anterior, dan lipatan anus disebelah posterior. Serentak dengan itu, sepasang tonjolan lain, tonjol genitalia, mulai tampak dikedua sisi lipatan uretra. Pada pria tonjolan genitalis ini kelak membentuk tonjol skrotum, dan pada wanita menjadi labia mayora (Gambar 2.11 B). Akan tetapi, pada akhir minggu ke-6, sulit untuk membedakan kedua jenis kelamin tersebut (Gambar 2.10 C).

Gambar 2.10 Gambar skematik (A dan B) tahap indiferen genitalia eksterna. (A) Pada kurang lebih 4 minggu. (C) Skan mikrograf elektron genitalia eksterna embrio manusia pada kira-kira perkembangan 7 minggu. AF, lipatan anus; Kepala panah, lobang anus; GS, Tonjolan kelamin; GT, Tuberkulum genital; T, Ekor; dan UF, lipatan uretra

Gambar 2.11 Perkembangan genitalia eksterna wanita pada kehamilan 5 bulan (A) dan baru lahir (B)

2.5.2 Genitalia Eksterna pada Wanita Faktor-faktor yang mengendalikan perkembangan genitalia eksterna wanita tidak jelas, tetapi estrogen memainkan satu peranan. Tuberkulum genital hanya sedikit memanjang dan membentuk klitoris, lipatan uretra tidak menyatu seperti halnya pada pria, tetapi berkembang menjadi labia minora. Tonjol kelamin membesar dan membentuk labia mayora. Alur urogenital terbuka dan membentuk vestibulum. Sebenarnya, dengan menggunakan kriteria panjang tuberkulum (kalau dipantau dengan ultrasonografi) kita bisa salah mengidentifikasi jenis kelamin pada kehamilan bulan ke-3 dan ke-4. 2.5.3 Densus Ovarium Pada wanita, penurunan gonad jauh lebih sedikit daripada pria, dan ovarium akhirnya terletak tepat di bawah tepi pelvis sejati. Ligamentum genital bagian kranial membentuk liganmentum suspensorium ovarii, sedangkan ligamentum genital bagian kaudal membentuk ligamentum ovarii proprium dan ligamentum rotundum uteri. Ligamentum rotundum uteri membentang sampai ke labia mayora.

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham, et. al. (2006). Obstetri Williams. Jakarta. Jakarta: EGC 2. Sadler, T, W. (1997). Embriologi Kedokteran Langman. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai