2011
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2008 PASAL 17 AYAT 1 (b) & AYAT 2 UNTUK TAHUN 2009 PELAPORAN PAJAK 2010 TARIF 28% UNTUK TAHUN 2010 KEATAS PELAPORAN PAJAK 2011 KEATAS: TARIF 25 % FASILITAS PENGURANGAN TARIF (PASAL 31 E UU NO. 36 TAHUN 2008) UNTUK : Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00. CARA DAN CONTOH PERHITUNGAN UNTUK WP KATEGORI UMKM ATAU YANG MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF UNTUK PEREDARAN BRUTO < Rp. 4.800.000.000 (Empat Miliyar Delapan Ratus Ribu Rupiah) PT. A MERUPAKAN UMKM MENPUNYAI PEREDARAN BRUTO Rp. 4.300.000.000 PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 500.000.000. BERAPA PPh PASAL 29 (TAHUNAN) YANG TERUTANG?? JAWAB : UNTUK TAHUN 2009 TAHUN PELAPORAN 2010 28% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 70.000.000,UNTUK TAHUN 2010 TAHUN PELAPORAN 2010 DAN SETERUSNYA 25% X 50% X Rp. 500.000.000,- = Rp. 62.500.000,UNTUK WP YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN> Rp. 4.8 M PT. ABC MEMPUNYAI PENGHASILAN BRUTO Rp. 20 MILYAR PENGHASILAN KENA PAJAK Rp. 3 MILYAR. BERAPA PPh TAHUNAN TERUTANG ? PERHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK YANG TERUTANG : A. PENGHASILAN KENA PAJAK MENDAPAT FASILITAS PENGURANGAN TARIF (4.800.000.000/PENGH.BRUTO) X PKP (4.800.000.000/20.000.000.000) X Rp. 3.000.000.000,- = Rp. 720.000.000,B. PENGHASILAN KENA PAJAK TIDAK MENDAPATKAN FASILITAS PENGURANGAN TARIF PKP PKP YG MENDAPATKAN FASILITAS Rp. 3.000.000.000 720.000.000 = 2.280.000.000 PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2009 PELAPORAN 2010 : 28% X 50% X Rp. 720.000.000 = Rp. 100.800.000,28% X Rp 2.280.000.000 = Rp. 638.400.000,TOTAL PPh TAHUNAN TERUTANG = Rp. 739.200.000,PPh TAHUNAN YANG TERUTANG APABILA TAHUN 2010 PELAPORAN 2011: 25% X 50% X Rp. 720.000.000,=Rp. 90.000.000,-
Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajaksebelum menghitung Pajak Penghasilan (PPh) bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : a. Beda tetap. Yaitu penghasilan dan biaya yang diakui dalam penghitungan laba neto untuk akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam penghitungan akuntansi pajak. Contoh penghasilan : sumbangan, Penghasilan bunga deposito. Contoh biaya : biaya sumbangan, biaya sanksi perpajakan. b. Beda waktu Yaitu penghasilan dan biaya yang dapat diakui saat ini oleh akuntansi komersial, tetapi tidak dapat diakui sekaligus oleh akuntansi pajak, biasanya karena perbedaan metode pengakuan. Contoh penghasilan : pendapatan laba selisih kurs Contoh biaya : biaya penyusutan, biaya sewa Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut : a. Koreksi fiskal positif Yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Contoh : Biaya PPh Selengkapnya lihat Jenis koreksi fiskal positif. b. Koreksi fiskal Negatif Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Contoh : Penghasilan bunga deposito. B. Jenis-Jenis Koreksi Fiskal : Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 TAHUN 1994 jo UU Nomor 17 Tahun 2000), yaitu terdiri dari : 1. Beda Tetap :
- Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
- Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya : penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh Bank sebesar 20%.
Adapun contoh cara menghitung penghasilan dapat digambarkan pada bagan sebagai berikut :
Perusahaan Dagang
Penjualan Bruto Rp
-/- Retur .. Rp
(-)
Pembelian
Rp
_ (+)
Rp
Rp
(-)
(-)
Rp____________
(-)
Rp____________
Rp..
Rp
..
Rp _
===========
Dari jumlah penghasilan neto komersial tersebut, kemudian dilakukan penyesuaianpenyesuaian (adjust-ment), yang didasarkan pada aturan-aturan perpajakan untuk memperoleh penghasilan neto fiskal, yakni penghasilan neto yang didasarkan pada perhitungan yang diakui secara fiskal. Penyesuaian-penyesuaian tersebut disebut KOREKSI FISKAL. Koreksi fiskal ada dua macam, yakni koreksi fiskal POSITIF dan koreksi fiskal NEGATIF.
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal Karena terjadi perbedaan pengakuan dalam menyusun laporan keuangan antara komersil dengan perpajakan maka perlu dilakukan penyesuaian atau rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah suatu mekanisme penyesuaian pelaporan keuangan wajib pajak badan menurut ketentuan komersial diubah menjadi menurut ketentuan perpajakan atau fiskal. Rekonsiliasi fiskal adalah sebuah lampiran SPT tahunan PPh Badan berupa kertas kerja yang berisi
penyesuaian antara laba/rugi sebelum pajak menurut komersial dengan laba/rugi menurut SPT Tahunan (perpajakan). Untuk melakukan penghitungan PPh Badan, harus diketahui laba fiskal dalam tahun pajak yang didapat dari rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap seluruh unsur penyusunan laporan laba rugi, meliputi pendapatan dan biaya, secara ringkas rekonsiliasi fiskal dilakukan terhadap : 1. Wajib pajak yang memiliki penghasilan final 2. Wajib pajak yang memiliki penghasilan yang bukan objek pajak 3. Wajib pajak mengeluarkan biaya-biaya yang tidak boleh menjadi pengurang penghasilan (pasal 9 UU PPh) 4. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang boleh menjadi pengurang (biaya fiskal) tetapi metode pengakuan biaya tersebut diatur oleh ketentuan fiskal 5. Wajib pajak mengeluarkan biaya yang dikeluarkan bersama untuk mendapatkan pendapatan yang telah dikenakan PPh final Dalam rekonsiliasi fiskal terdapat koreksi fiskal. Dimana koreksi fiskal ini terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang. Koreksi negatif adalah koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah.
a. Koreksi Fiskal Positif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih besar dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih kecil dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Uraian
Komersial
Fiskal
Keterangan
diakui
Tidak diakui
Harus dikoreksi
diakui
Tidak diakui
Harus dikoreksi
diakui
Tidak diakui
Harus dikoreksi
Akibat dari adanya koreksi ini maka biaya yang dihitung secara fiskal menjadi lebih kecil dari pada biaya yang dihitung secara komersial. Akibat selanjutnya laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar dari pada laba yang dihitung secara komersial. Karena laba yang dihitung secara fiskal menjadi lebih besar maka disebut koreksi fiskal positif.
b. Koreksi Fiskal Negatif: koreksi yang dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil dari pada Laba Komersial (atau Rugi Fiskal lebih besar dari pada Rugi Komersial).
Contoh:
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi menggunakan Metode Garis Lurus untuk jangka waktu lima tahun untuk aset senilai Rp100.000.000. Perhitungan penyusutan Komersial-nya adalah sbb:
Harga perolehan
Rp100.000.000
Rp20.000.000
Penyusutan dalam perhitungan Laba Rugi Fiskal menggunakan Metode Sado Menurun dengan tarif 25% dari Nilai Sisa Buku. Perhitungan penyusutan Fiskalnya adalah sbb:
Harga perolehan
Rp100.000.000
Rp25.000.000
Penyusutan tahun pertama adalah 25% dari nilai perolehan, karena pada tahun pertama nilai bukunya sama dengan nilai perolehan.
Jika diperbandingkan antara penyusutan komersial dengan penyusutan komersial akan tampak sebagai berikut:
Uraian
Komersial
Fiskal
Keterangan
Penyusutan
Rp20.000.000
Rp25.000.000
Penyusutan fiskal pada contoh tersebut diatas lebih besar Rp5.000.000 dari pada penyusutan komer-sial. Karena penyusutan sebagai beban secara fiskal dihitung lebih besar maka akibatnya penghasilan secara fiskal menjadi lebih kecil. Karena laba secara fiskal menjadi lebih kecil (atau rugi secara fiskal menjadi lebih besar), maka disebut koreksi fiskal negatif.
Selanjutnya dari dari bagan perhitungan Laba Rugi dengan hasil akhir Jumlah penghasilan Neto Komersial tersebut dimuka, dapat diteruskan sebagai berikut:
- Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), misalnya ;
- Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final.
- Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan.
- Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syaratsyarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang).
2. Beda Waktu : Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ;
Metode penyusutan
Dan sebagainya