Anda di halaman 1dari 29

SKILL LAB FAMILY FOLDER

Blok 26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 2011


BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Penyakit diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar (BAB) lebih dari biasanya (umumnya tiga kali atau lebih dalam sehari).1 Di Indonesia, penyakit diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan karena diare serta menimbulkan banyak kematian terutama pada bayi dan anak balita. 1 Hasil-hasil survei menunjukkan bahwa angka kesakitan diare untuk seluruh golongan umur adalah berkisar antara 120-360 per 1000 penduduk dan untuk balita menderita satu atau dua kali episode diare setiap tahunnya atau 60% dari semua kesakitan diare. Sebagian besar (76%) kematian karena diare terjadi pada balita. Sebesar 15,5% kematian pada bayi dan 26,4% kematian pada anak balita disebabkan karena penyakit diare murni.1
1|Page

Meskipun angka kematian sudah berhasil diturunkan yaitu angka kematian bayi telah turun dari 90 menjadi 58 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian anak balita dari 17,8 menjadi 10,6 per 1000 anak balita, namun diperkirakan pada awal Repelita IV masih terdapat kematian balita karena diare murni sebesar 5 per 1000 balita atau sekurang-kurangnya 135.000 kematian bayi dan anak balita karena diare murni setiap tahunnya. Berarti rata-rata setiap 4 menit seorang balita meninggal karena diare.1 Masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian tersebut di atas disebabkan karena kesehatan lingkungan yang masih belum memadai, disamping pengaruh factor-faktor lainnya seperti keadaan gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan social ekonomi dan perilaku masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare ini.1 1.2. Masalah

Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia, terutama pada anak dan anak balita. Masalah tersebut dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit diare.1-3 Ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap tahun pasien dengan diare, 70-80 % dari penderita ini adalah anak di bawah lima tahun ( 40 juta kejadian). Kelompok ini setiap tahunnya mengalami lebih dari satu kejadian diare, satu sampai dua persen akan jatuh ke dalam dehidrasi dan bila tidak ditangani 50-60 % di antaranya akan meninggal.1 Selain angka kesakitan yang mesih tinggi, penyakit diare juga sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa ) dengan CFR ( Case Fatality Rate ) yang masih tinggi. Pada kasus diare usaha pencegahan diare tentunya tergantung pada Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ibu-ibu yang memiliki balita, serta peran masyarakat dalam sanitasi lingkungan. Ini dikarenakan pentingnya penanganan dini terhadap balita yang menderita diare, agar dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan komplikasi-komplikasi fatal lainnya, serta tidak tercemarnya air bersih.2
2|Page

1.3.

Sasaran Sasaran utama yaitu Ibu-ibu yang memiliki anak di bawah lima Tahun Sasaran lainnya yaitu masyarakat sekitar, agar mereka mengetahui pengaruh kebersihan lingkungan terhadap kesehatan warga setempat.

1.4.

Tujuan Mengadakan wawancara dengan harapan pasien memberikan informasi yang baik dan dapat menetapkan suatu diagnosis Mendapatkan informasi dari pasien dan keluarga serta orang yang berperan dalam lingkungan Mengetahui definisi penyakit Diare dan faktor faktor yang mempengaruhi.

1.5

Manfaat Mahasiswa dapat memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan pendekatan kedokteran keluarga langsung kepada pasien. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat pada umumnya dan pemuka masyarakat pada khususnya. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari pada saat kuliah. Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan perilaku ibu yang memiliki balita mengenai diare serta faktor-faktor yang berhubungan.

3|Page

BAB II MATERI DAN METODE


2.1. Materi Materi yang dievaluasi dalam kunjungan keluarga pasien didapat dari data dari puskesmas, dan data dari pasien dan keluarga sebagai berikut : 1. Penemuan tersangka penderita Diare/ Case Finding Diare di Puskemas 2. Mengikuti alur diagnosa dokter, dan mengikuti pasien mengambil obat 3. Melakukan Kunjungan Rumah pasien 4. Mengambil data dari pasien dan keluarga 5. Mengamati lingkungan Pasien dari keluarga, dan lingkungan sekitar 6. Melakukan Anamnesa, Pemeriksaan fisik sederhana pada pasien 7. Memberi penerangan pada pasien dan keluarga mengenai sakit pasien 8. Pencatatan dan pelaporan

2.1.

Metoda
4|Page

Melakukan pencarian pasien di puskemas, dan melakukan kunjungan rumah pasien dan hasil nya di sajikan dalam bentuk Laporan kunjungan.

BAB III KERANGKA TEORI


3.1. Pengertian Dasar Diare Penyakit saluran pencernaan hingga saat ini masih menjadi ancaman masyarakat dan sering kali menimbulkan kematian, terutama pada balita dan anak-anak. Ada tiga penyakit saluran pencernaan yang hingga saat ini masih menjadi ancaman yakni diare, tifoid dan cacingan. Khusus diare, sebenarnya penyakit ini sudah bisa dikendalikan, namun masih sering menimbulkan keresahan masyarakat, khususnya bila terjadi KLB.2,3 Berdasarkan Kepmenkes RI tahun 2002 diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya ( tiga atau lebih per hari ) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita.1

3.2. Jenis-Jenis diare

5|Page

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam enam golongan besar yaitu karena infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi, dan penyebab lain. Tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Adapun beberapa penyebab diare karena infeksi bakteri, virus dan parasit dijabarkan dibawah ini: 3 Golongan Bakteri: 1. Aeromonas hidrophilia. 2. Bacillus cereus. 3. Campylobacter jejuni. 4. Clostridium difficile. 5. Clostridium perfringens. 6. Escherichia coli. 7. Salmonela spp. 8. Shigella spp. 9. Staphylococcus aureus. 10. Vibrio cholera. 11. Vibrio parahaemoliticus. 12. Yersinia enterocolitica.

Golongan Virus: 1. Adenovirus. 2. Rotavirus. 3. Virus norwalk (27mm) 4. Astrovirus. 5. Calicivirus. 6. Coronavirus. 7. Minirotavirus. 8. Virus bulat kecil.

Golongan Parasit: 1. Balantidum coli 2. Capilaria philippines 3. Cryptospiridium 4. Entamoeba hystolitica 5. Giardia lambia 6. Strongyloides stercoralis 7. Faciolopsis buski 8. Sarcocystis suihominis 9. Trichuris trichiura. 10. Candida spp. 11. Isospora belli

3.3 Jenis-Jenis diare

6|Page

Secara klinik dibedakan tiga macam sindrom diare, yang masing-masing menggambarkan patogenesisnya yang berbeda dan memerlukan pendekatan yang berlainan dalam pengobatannya:3,4 1. Diare cair akut Terjadi secara akut. Berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan terjadi kurang dari 7 hari) Tidak disertai oleh darah dan lendir. Mungkin disertai muntah dan panas. Penyebab utama : Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium dan vibrio cholerae. 2. Disentri ( Diare darah akut ) Disentri adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Akibat penting disentri antara lain ialah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif. Terjadi akibat infeksi Shigella, E. coli enteroinvasif, Salmonella atau Campylobacter jejuni. Entamoeba histolytica menyebabkan disentri pada anak. Disentri sering menyebabkan komplikasi, waktu yang lebih lama dan risiko tinggi terhadap kematian. 3. Diare persisten Diare persisten adalah diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14 hari. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi. Volume tinja dapat dalam jumlah yang banyak, sehingga ada resiko mengalami dehidrasi. Tidak ada penyebab mikroba tunggal untuk diare persisten; E. coli enteroaggregatife, Shigella, dan Cryptosporidium mungkin berperan lebih besar daripada penyebab lain. Diare persisten jangan dikacaukan dengan diare kronik, yakni diare intermiten ( hilangtimbul), atau yang berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun.6

2.1.4 Epidemiologi 7|Page

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare: Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui mulut ( orofecal ) diantaranya melalui makanan dan minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita.3,5 Adapula Faktor-Faktor lain yang Mempengaruhi Penyebaran Diare : 1. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare resiko tersebut antara lain10: Tidak memberikan ASI ( Air Susu Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan pada anak yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada anak yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu, penggunakan botol ini memudahkan pencernaan oleh Kuman , karena botol susah dibersihkan. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak. Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak Tidak membuang tinja ( termasuk tinja anak ) dengan benar. Sering beranggapan bahwa tinja anak tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. 2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor pada pejamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah5 : Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan V. cholerae.

8|Page

Kurang gizi, beratnya penyakit, lama dan resiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.

Imunodefisiensi/Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus ( seperti campak ) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( AutoImune Deficiensy Syndrome ) pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.

3. Faktor lingkungan dan perilaku Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.5 3.5. Mekanisme Patogenesis. Jasad renik menyebabkan diare melalui sejumlah mekanisme antara lain, sebagai berikut3: Virus : Beberapa jenis virus seperti rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili usus halus,

menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim disakaridase, menyebabkan berkurangnya absorbsi disakarida terutama laktosa. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.

Bakteri : Penempelan di mukosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus halus pertama-tama harus

menempel mukosa untuk menghindarkan diri dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang mempunyai rambut getar, disebut pili atau fimbria, yang melekat pada reseptor di permukaan 9|Page

usus. Hal ini terjadi misalnya pada E. Coli enterotoksigenik dan V. Colerae 01. Pada beberapa keadaan, penempelan dimukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus yang menyebabkan berkurangnya kapasitas penyerapan atau menyebabkan sekresi cairan ( misalnya infeksi E. coli enteropatogenik atau enteroaggregasi ).7 Toxin yang menyebabkan sekresi. E coli enterotoksigenik, V. cholerae 01 dan beberapa bakteri

lain mengeluarkan toksin yang menghambat fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium dan mungkin meningkatkan sekresi klorida (Cl) dari kripta, yang menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel yang sehat diganti dengan sel yang sakit setelah 2-4 hari. Invasi mukosa. Shigella, C. jejuni, E. coli enteroinvasife dan Salmonella dapat menyebabkan diare

berdarah melalui invasi dan perusakan sel epitel mukosa ini terjadi sebagian besar di kolon dan bagian distal ileum. Invasi mungkin diikuti dengan pembentukan mikroabses dan ulkus superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan mungkin juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.

Protozoa Penempelan mukosa, G.. lamblia dan Cryptosporidium menempel pada epitel usus halus dan

menyebabkan pemendekan vili, yang kemungkinan menyebabkan diare. Invasi mukosa E. histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi epitel mukosa di kolon (

ileum ) yang menyebabkan mikroabses dan ulkus. Namun begitu keadaan ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas. Pada manusia 90% infeksi terjadi oleh strain yang tidak ganas. Dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan tidak timbul gejala, meskipun kista amoeba dan trofozoit mungkin ada dalam tinjanya.5

2.1.6

Gejala klinis Mula-mula anak dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan biasanya meninggi, nafsu

makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin mengandung darah dan atau lendir. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Karena seringnya defekasi, maka anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin 10 | P a g e

menjadi asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, hasil laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare.1,2 Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare. Muntah ini biasanya timbul bila lambung turut meradang ( gastritis ). Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Dehidrasi ini dapat dibagi menurut banyaknya cairan yang hilang ( dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat ), dan menurut tonisitas daripada cairan dalam tubuh ( dehidrasi hipotonik, dehidrasi isotonik, dan dehidrasi hipertonik ). Dehidrasi ringan ialah bila kehilangan cairan 5 % daripada berat badan sebelum sakit, dehidrasi sedang bila kehilangan cairan antara 5 10 % daripada berat badan dan dehidrasi berat bila kehilangan cairan lebih dari 10 %. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang dan dapat menyebabkan syok hipovolemik. Gejala-gejalanya adalah denyut nadi dan jantung menjadi cepat dan lembut, tekanan darah menjadi rendah, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun ( apatis, somnolen, kadang-kadang sampai soporocomatous ). Akibat dehidrasi, kencing penderita berkurang ( oliguria ) atau sama sekali tidak ada ( anuria ).4,5

BAB IV HASIL DATA


A. Pengumpulan data Tempat : Puskesmas Grogol I Jl. Nurdin I No.35 Kelurahan Grogol. Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Nomor Register Pasien : 1100/11 B. Pasien 1. Identitas
11 | P a g e

a. Nama lengkap b. Usia c. Jenis kelamin d. Agama e. Pekerjaan f. Pendidikan g. Alamat

: Maharani Marsyah : 15 Bulan : Perempuan : Islam : Swasta ( Bapak), Ibu Rumah Tangga ( Ibu ) : tamat SMA :Jln. Makaliwe I 13/2 No.25 Kec. Grogol

Petamburan Jakarta Barat 2. Riwayat Biologis Keluarga a. Keadaan kesehatan sekarang b. Kebersihan perorangan c. Penyakit yang sering diderita d. Penyakit keturunan e. Penyakit kronis atau menular f. Kecacatan anggota keluarga g. Pola makan h. Pola istirahat i. 3. Jumlah anggota keluarga : Sedang : Sedang : Demam, Pilek, diare :::: Baik (3 x sehari) : Sedang : 5 orang

Psikologis Keluarga a. b. Kebiasaan buruk Pengambilan keputusan : Suaminya merokok : Keputusan diambil dengan

cara dibicarakan terlebih dahulu antara Bapak dan Ibu, oleh karena anggota keluarga lainnya masih dibawah umur. c. d. e. Ketergantungan obat :-

Tempat mencari pelayanan kesehatan: Puskesmas Pola rekreasi : kurang (setahun sekali

berkunjung ke rumah Orang Tua dari Ibu) 4. Keadaan Rumah/Lingkungan a. Jenis bangunan : Semi Permanen
12 | P a g e

b. Lantai rumah c. Luas rumah d. Penerangan e. Kebersihan f. Ventilasi g. Dapur h. Jamban keluarga i. j. Sumber air minum Sumber pencemaran air

: papan : 2x3x2 : kurang : sedang : kurang : Ada : Ada : Ledeng : Tidak? : tidak

k. Pemanfaatan pekarangan l.

Sistem pembuangan air limbah : kali

m. Tempat pembuangan sampah : Ada n. Sanitasi lingkungan 5. Spiritual Keluarga b. c. Ketaatan beribadah Kenyakinan tentang kesehatan : Baik : Baik : sedang

6. Keadaan Sosial Keluarga a. b. c. d. e. Tingkat pendidikan Hubungan antar anggota keluarga Hubungan dengan orang lain Kegiatan organisasi sosial Keadaan ekonomi : sedang : Baik : Baik : Sedang (Pengajian wanita) : sedang

7. Kultural Keluarga a. b. Adat yang berpengaruh Lain-lain : Jawa :-

8. Daftar anggota keluarga

13 | P a g e

9. Keluhan utama batuk, pilek 10. Keluhan tambahan 11. Riwayat penyakit dahulu 12. Pemeriksaan fisik 13. Diagnosis penyakit 14. Diagnosis Keluarga

: BAB lebih dari 5x/hari selama 3 hari,

: Demam pada malam hari : Tidak ada : baik, anak tidak tampak dehidrasi berat : Diare Akut : Keluarga harmonis

15. Anjuran Penatalaksanaan Penyakit ( akan dibahas pada bagian C )

C.

Pendekatan Dokter Keluarga

Definisi Dokter keluarga : dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan hanya berorientasi komunitas dengan titik berat pada keluarga , ia tidak hanya memandang penderita sebagai indivu yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menanti secara pasif, tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarga.2 Menurut American Board family practice Dokter keluarga merupakan dokter yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama serta pelayanan kesehatan yang menyeluruh yang dibutuhkan oleh semua anggota yang terdapat dalam satu keluarga, dan apabila berhadapan dengan suatu masalah kesehatan khusus yang tidak mampu ditanggulangi , meminta bantuan konsultasi dari dokter ahli yang sesuai.
14 | P a g e

Sedangkan Praktek dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit pada mana tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak di batasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit. Dokter keluarga mempunyai peranan yang unik dan terpadu dalam menyelenggarakan peantalaksanaan pasien , penyelesaian masalah ,

pelayanan konseling serta dapat bertidank sebagai dokter pribadi yang mengkoordinasikan seluruh pelayanan kesehatan. Prinsip dasar pelayanan Dokter Keluarga(DK): 1. Memberikan pelayanan secara komprehensif Memberikan pelayanan secara komprehensif atau dengan kata lain adalah pelayanan yang paripurna.DK menggunakan segenap kemampuan ilmunya, serta sarana dan prasarana medis yang tersedia untuk sebesar-besarnya kepentingan pasien. Dokter keluarga bukan hanya menyembuhkan pasien dari sakitnya, tetapi juga

menyehatkannya serta menjadi mitra, konsultan, atau penasihat di kala sakit dan sehat. Jika masalahnya dinilai memerlukan pendapat atau penanganan spesialistis, DK akan mengkonsultasikan atau bahkan merujuk pasien ke dokter spesialis yang tepat. 2. Memberikan pelayanan secara bersinambung(kontinu). Pelayanan yang kontinu berarti pasien harus dipantau secara terus menerus, boleh dikatakan mulai dari konsepsi (pembuahan/dalam rahim) sampai mati dan tentu saja selama sakit sampai sembuh dan sehat kembali. Wujud kontinuitas pelayanannya itu berupa pemantauan bersinambung, antara lain melalui penyelenggaraan rekam medis yang handal dan kerjasama profesional dengan naramedik (medical professionals) lainnya. 3. Memberikan pelayanan yang koordinatif. DK akan mengkoordinasikan keperluan pasien dengan DK yang lain, dengan para spesialis yang diperlukan, dengan paramedik, dengan fasilitas kesehatan yang diperlukan, dan bahkan dengan keluarganya. Koordinasi ini pun merupakan salah satu
15 | P a g e

bentuk kesinambungan pelayanannya. Dengan koordinasi yang baik dapat dihindari tumpang-tindih penggunaan obat, duplikasi pemeriksaan penunjang, atau perbedaan pendapat mengenai manajemen pasien. 4. Memberikan pelayanan yang kolaboratif. Kerjasama dengan para spesialis yang dikoordinasikan oleh DK ini akan menjadikan kolaborasi saintifik yang handal untuk meningkatkan kepercayaan pasien kepada pelayanan medis yang disediakan. Dengan demikian terjadi saling kontrol sehingga efektivitas pengobatan dan efisiensi biaya dapat terwujud. 5. Mengutamakan pencegahan. Pencegahan di sini berarti luas; DK harus melakukan upaya peningkatan kesehatan misalnya melalui ceramah kesehatan. Selain itu DK juga akan melakukan upaya pencegahan penyakit melalui vaksinasiJika pasien datang dalam keadaan sakit, DK harus dapat membuat diagnosis dini dan memberikan pengobatan yang cepat dan tepat agar penyakit tidak semakin parah. Jika penyakit sudah parah, DK harus segera bertindak cepat misalnya dengan segera merujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih tinggi dengan persiapan yang memadai, agar jangan sampai terjadi cacat permanen. Seandainya diperkirakan akan terjadi cacat, DK harus berusaha agar jangan sampai kecacatan itu menjadi penghalang besar bagi pasien nantinya. Di sini juga dituntut partisipasi DK untuk membantu upaya rehabilitasi bagi pasien penyandang cacat, baik secara fisik, psikologik, maupun sosial, agar keterbatasannya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. 6. Mempertimbangkan keluarganya. Sekalipun unit terkecil pasiennya adalah individu, artinya pekerjaan DK berawal dari keluhan individu setiap pasien, DK tidak pernah mengabaikan bahwa pasien adalah bagian dari keluarganya. Saling-aruh (interaksi) antara pasien dan keluarganya merupakan salah satu fokus perhatian DK. 7. Evidence Based Medicine Penerapan pendekatan dan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran berdasarkan bukti-bukti ilmiah terbaik yang ada. Merupakan keterpaduan antara bukti16 | P a g e

bukti ilmiah yang berasal dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan keahlian klinis (clinical expertise) dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat (patient values). Suatu sistem atau cara untuk menyaring semua data dan informasi dalam bidang kesehatan. Sehingga seorang dokter hanya memperoleh informasi yang sahih dan mutakhir untuk mengobati pasiennya.

Dokter Bintang Lima adalah Profil Dokter Standar Dunia yang meliputi: 1. Health care provider (penyedia layanan kesehatan) yaitu kemampuan dokter sebagai tenaga medis, memberikan tindakan terhadap keluhan-keluhan pasiennya. Tindakan kesehatan yang dilakukan dapat berupa kuratif, preventif, promotif dan rehabilitatif. 2. Decision maker (pembuat keputusan), salah satu peran seorang dokter yaitu memberikan keputusan terhadap suatu permasalahan, yang sudah ditimbang dari sudut pandang medis dari ilmu yang dikuasainya. 3. Community leader (pemimpin komunitas), didalam lingkungan bermasyarakat, seorang dokter harus dapat mengayomi masyarakat untuk dapat hidup sehat, dapat menjadi contoh bagi komunitas disekelilingnya 4. Manager (manajer), adakalanya seorang dokter akan menjadi pemimpin dari sebuah lembaga kesehatan (puskesmas, DinKes atau Rumah Sakit), untuk itu, kemampuan mengelola sistem, staf, dan berkolaborasi dengan struktur lembaga merupakan sesuatu yang perlu dimiliki oleh setiap dokter. 5. Communicator (penyampai), memutuskan untuk menjadi seorang dokter, berarti memutuskan untuk menjadi pekerja sosial, yang berhubungan dengan manusia. Di masyarakat, dokter merupakan sosok panutan, lantaran karena ilmunya yang luas dan kepeduliannya terhadap hidup sesama. Untuk itu, keterampilan berkomunikasi, menyampaikan sesuatu dengan baik merupakan softskill yang harus dimiliki setiap dokter

17 | P a g e

Oleh itu,pendekatan kedokteran keluarga bagi pasien diare dan keluarganya perlu dilaksanakan bagi mengingatkan pengobatan untuk penyakit diare akut pada balita sangat bergantung pada faktor kebersihan keluarga dan lingkungan. Untuk itu, telah diadakan program family folder. Tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan berdasarkan pendekatan kedokteran keluarga.2 Pada prinsipnya, pelayanan dokter keluarga mencakup 4 hal yakni : Tindakan Promotif Tindakan Preventif Tindakan Kuratif Tindakan Rehabilitatif

Pada kasus Diare Akut pada Anak Balita, kita akan membahas bagaimana pendekatan dokter keluarga pada pasien anak ini.

PROMOTIF Promotif merupakan suatu tindakan yang lebih memberikan informasi - informasi sebagai edukasi mengenai kesehatan, termasuk masalah penyakit, sehingga keluarga mengetahui bahaya-bahaya dari suatu penyakit dan bagaimana cara menghindari dan mengatasinya termasuk tindakan preventifnya yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan anggota keluarga. Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah berupa Penyuluhan mengenai PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat ) dan diare : Perorangan :
18 | P a g e

o adanya penyuluhan perorangan kepada setiap penderita diare yang berobat di BPU puskesmas secara wawancara o kepada ibu-ibu pengunjung Posyandu o kepada penderita/keluarganya di puskesmas o kunjungan rumah oleh kader/petugas puskesmas Kelompok : o adanya penyuluhan kepada masyarakat dan ibu-ibu di Posyandu berupa ceramah mengenai PHBS dan diare Penyuluhan melalui media massa o TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk.II, I, dan pusat) Penyuluhan kepada perorangan dan kelompok masyarakat diarahkan pada penyuluhan hygiene perorangan dan kesehatan lingkungan.:5 Tentang gejala diare dan pengobatannya. Pengguanaan oralit dan cairan rumah tangga misalnya larutan gula garam, air tajin, dan kuah sayur. Meneruskan makanan / ASI selama dan sesudah diare

Menggerakan masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat penting terutama sebelum musim penularan (musim kemarau) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala wilayah setempat. Di Puskesmas kegiatan ini seyogyanya diintegrasikan dalam program sanitasi Lingkungan.2

PREVENTIF Tindakan preventif merupakan tindakan atau program yang dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi penyakit. Berbagai tindakan preventif yang bisa dilakukan supaya tidak terjadinya penyakit Diare adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan ASI
19 | P a g e

Feachem dan koblinsky (1983) telah mengumoulkan data penelitian dari 14 negara mengenai dampak pemberian ASI terhadap morbiditas dan mortalitas dan menyimpulkan bahwa peningkatan penggunaan ASI akan menurunkan morbiditas sebesar 6-20 % dan mortalitas 24 27 % selama 6 bulan pertama kehidupan. Untuk bayi dan anak balita penurunan morbiditas sebesar 1-4 % dan mortalitas 8 9 %. 2. Perbaikan pola penyapihan Hal ini disebabkan karena (1) tercemarnya makanan dan minuman oleh bakteri, (2) rendahnya kadar kalori dan protein, (3) tidak tepatnya pemberian makanan, (4) kurang sabarnya ibu memberikan makanan secara sedikit-sedikit tetapi sering. 3. Imunisasi campak Program imunisasi campak mencakup 60 % bayi berumur 9 11 bulan, dengan efektivitas sebesar 85 %, dapat menurun morbiditas diare sebesar 1,8 % dan mortalitas diare sebesar 13 % pada bayi dan anaki balita. 4. Perbaikan higiene perorangan Amerika serikat menunjukan bahwa kebiasaan mencuci sebelum makan, dan sebelum masak dan setelah buang air kecil atau buang air besar dapat menurunkan morbiditas diare sebesar 14 48% . KURATIF Tindakan kuratif adalah mengobati suatu penyakit dan komplikasi.5 Pengobatan untuk kasus Diare Akut pada Balita ada terdapat lima lintas tatalaksana, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. Rehidrasi Dukungan nutrisi Suplementasi Zinc Antibiotik selektif Edukasi orang tua

A. REHIDRASI
20 | P a g e

1) Rencana Terapi A : Diare Tanpa Dehidrasi Terapi dilakukan di rumah. Menerangkan 4 cara terapi diare di rumah : a) Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi b) Berikan tablet Zinc. Dosis yang digunakan untuk anak-anak : Anak dibawah usia 6 bulan : 10 mg ( tablet) per hari Anak diatas usia 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari

Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut, walaupun anak sudah sembuh. Cara pemberian tablet zinc pada bayi, dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit. c) Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi. Teruskan ASI / berikan susu PASI Bila anak 6 bulan / lebih, atau telah mendapatkan makanan padat : Berikan bubur, bila mungkin campur dengan kacang-kacangan, sayur, daging / ikan. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur sop tiap porsi Berikan sari buah / pisang halus untuk menambah kalium Berikan makanan segar, masak dan haluskan / tumbuk dengan baik Bujuklah anak untuk makan Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu d) Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut : Buang air besar cair lebih sering Muntah terus menerus Rasa haus yang nyata Makan atau minum sedikit Demam Tinja berdarah
21 | P a g e

Anak harus diberi oralit dirumah apabila : Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare memburuk Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan pemerintah. Berikan oralit formula baru sesuai ketentuan yang benar. Formula oralit baru yang berasal dari WHO dengan komposisi sbb : Natrium Klorida : 75 mmol/L : 65 mmol/L : 75 mmol/L : 20 mmol/L : 10 mmol/L : 245 mmol/L

Glukosa, anhidrous Kalium Sitrat Total Osmolaritas

Ketentuan pemberian oralit formula baru : Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 L air matang, untuk persediaan 24 jam. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali BAB, dengan ketentuan sebagai berikut : Untuk anak usia < 2 tahun Untuk anak usia > 2 tahun : : berikan 50-100 mL tiap kali buang air. berikan 100-200 mL tiap kali buang air.

Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan itu harus dibuang.

2) Rencana Terapi B : Diare Dengan Dehidrasi Tidak Berat Pada dehidrasi tidak berat, cairan rehidrasi oral diberikan dengan pemantauan yang dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan diberikan selama 4 jam pertama.

22 | P a g e

Usia BB

< 4 bln < 5 kg 200 400 ml

4 11 bln 5 7,9 kg 400 600 ml

12 23 bln

2 - 4 thn

5 14 thn 16 29,9 kg 1200 2200 ml

15 thn 30 kg 2200 4000 ml

8 10,9 kg 11 15,9 kg 600 800 ml 800 1200 ml

Jmlh

Jika anak minta minum lagi, berikan. a. Tunjukkan kepada orang tua bagaimana cara memberikan rehidrasi oral o Berikan minum sedikit demi sedikit. o Jika anak muntah, tunggu 10 menit lalu lanjutkan kembali rehidrasi oral perlahan. o Lanjutkan ASI kapanpun anak minta. b. Setelah 4 jam : o Nilai ulang derajat dehidrasi anak. o Tentukan tatalaksana yang tepat unuk melanjutkan terapi. o Mulai beri makan anak di klinik. c. Bila ibu harus pulang sebelum rencana terapi B : o Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam 3 jam dirumah. o Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam Rencana Terapi A. o Jelaskan 4 cara dalam Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya. Beri tablet zinc. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi. Kapan anak harus dibawa kembali ke petugas kesehatan.

23 | P a g e

3) Rencana Terapi C : Diare Dengan Dehidrasi Berat Ikuti arah anak panah berikut sesuai keadaan pasien :
- Mulai beri cairan IV segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Berikan 100 mL/kgBB cairan RL (atau NS, atau Ringer Asetat) sebagai berikut : Usia Pemberian 1 Kemudian 30 mL/kgBB 70 mL/kgBB By < 1 thn : 1 jam 5 jam Anak 1-5 thn : 30 menit 2 jam - Ulangi bila denyut nadi lemah atau tidak teraba. - Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan IV. - Juga berikan oralit (5 mg/kgBB/jam) bila penderita masih bisa minum, biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak). - Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai ulang penderita menggunakan tabel penilaian. Lalu pilihlah rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk melanjutkan terapi.

Apakah saudara dapat menggunakan cairan IV segera?

Ya

Tidak

Apakah ada terapi IV terdekat (dalam 30 menit) ?

Ya

- Kirim penderita untuk terapi intravena. - Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selama perjalanan.

Tidak

Apakah saudara dapat menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi ?

Tidak

- Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas mulut. Berikan 20 mL/kgBB/jam selama 6 jam (total 120 mL/kgBB). - Nilailah penderita tiap 1-2 jam : Bila muntah / perut kembung, berikan cairan perlahan. Bila rehidrasi tidak tercapai selama 3 jam, rujuk penderita untuk terapi IV. - Setelah 6 jam, nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang sesuai.

Segera rujuk anak untuk rehidrasi melalui NGT atau IV

Catatan : Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit. Bila usia > 2 thn, pikirkan kemungkinan kolera dan berikan 24 | P a g e antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.

B. DUKUNGAN NUTRISI4 Makanan tetap diteruskan sesuai usia anak dengan menu yang sama pada aktu anak sehat sebagai pengganti nutrisi yang hilang, serta mencegah tidak terjadi gizi buruk. ASI tetap diberikan pada diare cair akut (maupun pada diare akut berdarah) dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari biasanya. C. SUPLEMENTASI ZINC Pemakaian zinc sebagai obat pada diare didasarkan pada alasa ilmiah bahwa zinc mempunyai efek pada fungsi kekebalan saluran cerna dan berpengaruh pada fungsi dan struktur saluran cerna serta mempercepat proses penyembuhan epiel selama diare. Kekurangan zinc ternyata sudah pandemik pada anak anak di negara sedang berkembang. Zinc telah diketahui berperan dalam metallo-enzymes, polyribosomes, membran sel, fungsi sel, dimana hal ini akan memacu pertumbuhan sel dan meningkatkan fungsi sel dalam sistem kekebalan. Perlu diketahui juga bahwa selama diare berlangsung zinc hilang bersama diare sehingga hal ini bisa memacu kekurangan zinc ditubuh. Bukti bukti yang telah disebar luaskan dari hasil penelitian bahwa zinc bisa mengurangi lama diare sampai 20% dan juga bisa mengurangai angka kekambuhan sampai 20%. Bukti lain mengatakan dengan pemakaian zinc bisa mengurangi jumlah tinja sampai 18-59%. Dari bukti-bukti juga dikatakan tidak ada efek samping pada penggunaan zinc, jika ada ditemukan hanya gejala muntah. Pada penelitian selanjutkan didapatkan bahwa zinc bisa digunakan sebagai obat pada diare akut, diare persisten, sebagai pencegahan diare akut dan persisten serta diare berdarah. Dalam penelitian biaya untuk diare dengan menggunakan zinc dikatakan zinc bisa menekan biaya untuk diare. Pemberian zinc untuk pengobatan diare bisa menekan penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Efek zinc antara lain sebagai berikut : Zinc merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). SOD akan merubah anion superoksida (merupakan radikal bebas hasil sampingan dari proses sintesis ATP yang sangat kuat dan dapat merusak semua struktur dalam sel) menjadi H2O2, yang
25 | P a g e

selanjutnya diubah menjadi H2O dan O2 oleh enzim katalase. Jadi SOD sangat berperan dalam menjaga integritas epitel usus. Zinc berperan sebagai anti-oksidan, berkompetisi dengan tembaga (Cu) dan besi (Fe) yang dapat menimbulkan radikal bebas. Zinc menghambat sintesis Nitric Oxide (NO). Dengan pemberian zinc, diharapkan NO tidak disintesis secara berlebihan sehingga tidak terjadi kerusaan jaringan dan tidak terjadi hipersekresi. Zinc berperan dalam penguatan sistem imun. Zinc berperan dalam menjaga keutuhan epitel usus, berperan sebagai kofaktor berbagai faktor transkripsi sehingga transkripsi dalam sel usus dapat terjaga. D. ANTIBIOTIK SELEKTIF Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, kecuali dengan indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera. E. EDUKASI ORANG TUA Nasihat pada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah, muntah berulang, makan / minum sedikit, sangat haus, diare semakin sering, atau belum membaik dalam tiga hari. Indikasi rawat inap pada penderita diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari satu tahun, menderita campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi.3,4

REHABILITATIF Tindakan rehabilitatif adalah program untuk meminimalisasi dampak suatu penyakit. Pada kasus dapat dikatakan tindakan rehabilitatif yang penting adalah untuk mencegah komplikasi dari penyakit diare akut yakni terjadinya dehidrasi, tindakan yang dapat diberikan adalah : Kontrol Keadaan pasien secara berkala terutama untuk balita Meningkatkan konsumsi nutrisi pada anak untuk memulihakn kembali fungsi-fungsi tubuh yang terganggu akibat diare
26 | P a g e

Memberikan makanan kepada balita sedikit-sedikit tetapi frekuensi sering. Pemulihan sanitasi lingkungan Tersedianya air yang bersih tanpa tercemar dengan limbah

PROGNOSIS Secara umum prognosis untuk diare akut bergantung pada penyakit penyerta/komplikasi yang terjadi. Jika diarenya segera di tangani sesuai dengan kondisi umum pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh. Yang paling penting adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan syok karna dapat berakibat fatal. jika terdapat penyakit penyerta yang memberatkan keadaan pasien maka perlu di lakukan pengobatan terhadap penyakitnya selain penanganan terhadap diare.

RESUME Pasien Marsyah, 15 bulan, datang ke Puskesmas Grogol I dengan Keluhan buang air besar dengan frekuensi sering dan konsistensi encer yang sudah berlangsung selama 3 hari. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien sudah menjalani imunisasi lengkap, tetapi terlihat tingkat pengetahuan ibu yang kurang mengenai penyakit diare, disertai lingkungan yang tercemar oleh aliran kali disekitar rumah. Pada pemeriksaan fisik normal, didapatkan suhu tubuh anak 38OC, BB 10 kg, anak tampak rewel tetapi tidak tampak dehidrasi. Pada pemeriksaan kunjungan kedokteran keluarga, didapatkan lingkungan yang padat dengan perumahan penduduk dan sanitasi yang kurang sehat.

27 | P a g e

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan

Dari hasil Kunjungan yang dilakukan di Puskesmas Grogol I, Kelurahan Grogol, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat pada tanggal 15 Juli 2011, maka dapat disimpulkan bahwa diare masih menjadi masalah yang sering terjadi di Indonesia ini. Maka dari itu harus cepat ditanggulangi agar tidak terjadinya KLB maupun wabah. Etiologi diare banyak yaitu bisa dari virus, bakteri, protozoa, cacing, dll.1,3-5 Oleh karena penyakit diare ini masih banyak terjadi terutama mengenai usia balita, maka kita sebagai seorang dokter, kita harus menjelaskan dengan baik kepada Ibu-Ibu yang mempunyai balita mengenai apa itu penyakit diare, penyebab yang dapat menimbulkan terjadinya diare, pengobatan baik secara farmakologi dan non-farmakologi, dan akibat yang terjadi pada penderita diare akut pada anak. Sebagai seorang dokter keluarga, kita melihat pasien sebagai bagian dari unit keluarga. Dokter keluarga harus menggunakan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga diantaranya Promotif, Preventif, Kuratif, Rehabilitatif.2 1.2. Saran 1. Diperlukan pendekatan kedokteran keluarga yang serupa dengan cakupan yang lebih luas meliputi daerah pedesaan mengingat sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah itu. 2. Perlunya pembuatan poster atau leaflet oleh pemerintah tentang diare dan pengobatan pertama pada balita yang terserang diare. 3. Perlunya program penyuluhan kesehatan masyarakat di puskesmas maupun di posyandu untuk memperbaiki perilaku tentang diare, terutama kelompok ibu yang berperilaku kurang, berpendidikan rendah dan mempunyai jumlah anak yang banyak.

28 | P a g e

4.

Perlunya dilakukan pelatihan mengenai diare terhadap kader-kader posyandu agar dapat memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu, maupun memberikan motivasi agar perilaku ibuibu dapat berubah.

5.

Perlunya peran serta ibu-ibu dalam mencari informasi atau berperan aktif di masyarakat agar dapat mengasuh balitanya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Kerja Puskesmas Jilid III. Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Bakti Husada; 1991.h.G-62 5 2. Aswar, Asrul. Pengantar administrasi Kesehatan. Ed III. Keterampilan dokter keluarga.FK UI : Jakarta ;2008. h 109-19 3. Behram,Kliegman,Arvin. Dalam Nelsom Ilmu Kesehatan Anak. vol2. ed15. EGC: Jakarta, 2000.hlm 889-93. 4. Tatalaksana penderita diare. Di unduh dari

http://www.ppmplp.depkes.go.id/images_data/Pedoman%20Tata%20Laksana%20Diare .pdf 5. Widoyono. Diare. .Penyakit tropis,epidemiologi,penularan,pencegahan dan

pemberantasan. Jakarta. Erlangga; 2008

29 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai