Anda di halaman 1dari 14

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai

pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3- COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16,7C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku
3

industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Industri asam asetat merupakan salah satu industri kimia yang berprospek di Indonesia. Kebutuhan asam asetat di dalam negeri terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan oleh industri penggunanya. Berdasarkan pada penggunaan asam asetat Indonesia sampai tahun 2000, industri PTA ( Purified Terepthalic Acid ) merupakan pengkonsumsi asam asetat terbesar yaitu sekitar 59,1 % dari 139.242 ton total asam asetat yang dikonsumsi ( PT CIC, Indochemical 330, hal 20 ). Konsumsi industri PTA pada tahun 2005 diproyeksikan mencapai kurang lebih 54,1 % dari 194.025 ton total konsumsi asam asetat di Indonesia. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati. Konsumsi asam asetat menurut sektor industri dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.1. Total Konsumsi Asam Asetat di Indonesia 1996 2000 Konsumsi Asam Asetat (ton) Konsumen Industri PTA Industri Ethyl Acetat Industri Benang Karet Industri Asam Cuka Industri Tekstil Industri industri lain Total 1996 240721 4.950 2.276 2.445 9.780 3.827 47.999 1997 45.538 4.172 1.558 2.931 11.274 7.331 72.804 1998 58.915 4.402 1.457 2.68 18.925 8.056 94.623 1999 76.065 5.125 2.133 2.796 23.988 19.560 129.667 2000 82.294 23.912 2.286 2.920 24.367 3.463 139.242

(Sumber : PT. CIC, Indochemical 330, hal 20)

1. Macam-macam Proses
Teknologi pembuatan asam asetat mungkin yang paling beragam dari pembuatan semua bahan kimia organik industri. Ada beberapa teknik yang digunakan dalam pembuatan asam asetat, diantaranya ialah; karbonilasi methanol, sintesis gas metan, oksidasi asetaldehida, oksidasi etilena, oksidasi alkana, oksidatif fermentasi, dan anaerob fermentasi. Karbonilisasi methanol merupakan teknik yang umum digunakan dalam produksi industry asam asetat dan menjadi teknik penghasil asam asetat lebih dari 65% dari kapasitas global. Dari asam asetat yang diproduksi oleh industri kimia, 75% diantaranya diproduksi melalui karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan melalui metode-metode alternatif. Karbonilisasi Methanol Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan melalui karbonilasi. Dalam reaksi ini metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat CH3OH + CO CH3COOH Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua. (1) CH3OH + HI CH3I +H2O (2) CH3I + CO CH3COI (3) CH3COI + H2O CH3COOH + HI Karbonilasi metanol sejak lama merupakan metode paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena baik metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Proses karbonilisasi pertama yang melibatkan perubahan metanol menjadi asam asetat dikomersialisasikan pada tahun 1960 oleh BASF. Pada metode BASF ini digunakan katalis kobalt dengan promotor iodida dalam tekanan yang sangat tinggi (600 atm) dan suhu tinggi (230oC) menghasilkan asam asetat dengan tingkat selektivitas mencapai 90%. Pada tahun 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis[Rh(CO) I ] yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan
2 2

rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang menggunakan katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada tahun 1970, dan metode karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi metode produksi asam asetat paling dominan. Proses Monsanto berjalan pada tekanan 3060 atm dan temperatur 150-200C. Proses ini memberikan selektivitas yakni lebih besar dari 99%. Pada era 1990-an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO) I ]) yang didukung oleh ruthenium.
2 2

Proses Monsanto dapat digantikan dengan proses Cativa, yang merupakan proses serupa menggunakan katalis iridium. Proses Cativa sekarang lebih banyak digunakan karena lebih ekonomis dan ramah lingkungan, sehingga menggantikan proses Monsanto. Sintesis Gas Metan Asam asetat disintesis dari metana melalui dua tahap. Tahap pertama, gas metan, bromina dalam bentuk hidrogen bromida (40 wt% HBr/H2O) dan oksigen direaksikan dengan menggunakan katalis Ru/SiO2 menghasilkan CH3Br dan CO.

Tahap kedua CH3Br dan CO direaksikan lagi dengan H2O dengan bantuan katalis RhCl3 menghasilkan asam asetat dan asam bromide. Mekanisme reaksinya dapat ditunjukkan:

Oksidasi Hidrokarbon (n-butana) dan oksidasi asetaldehida fase cair Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat diproduksi melalui oksidasi asetaldehida. Namun, metode manufaktur ini masih yang paling penting, meskipun tidak sekompetitif dengan metode karbonilisasi metanol. Dalam produksi asetaldehida dapat dihasilkan melalui oksidasi dari butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Ketika butana atau cahaya nafta dipanaskan dengan udara di hadapan berbagai logam ion, termasuk mangan, kobalt dan kromium; peroksida bentuk dan kemudian membusuk untuk menghasilkan asam asetat sesuai dengan persamaan kimia: 2C4H10 + 5O2 4CH3COOH + 2H2O Dalam reaksi ini dijalankan pada suhu dan tekanan yang tinggi namun tetap menjaga butana dalam keadaan cair. Tipikal kondisi reaksinya ialah pada temperature 150C, tekanan 55 atm dan yield 70-80 %. Produk sampingan mungkin juga terbentuk termasuk butanone, etil asetat, asam format, dan asam propionat. Produk sampingan ini juga bernilai komersial, dan kondisi-kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan lebih banyak dari mereka jika ini bermanfaat secara ekonomis. Namun, pemisahan asam asetat dari produk tersebut dapat menambah biaya proses. Di bawah kondisi yang sama dan menggunakan sejenis katalis sebagaimana digunakan untuk oksidasi n-butana, asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen di udara untuk menghasilkan asam asetat (Prosen Hoescht AG) 2CH3CHO + O2 2CH3COOH Dengan menggunakan katalis modern, reaksi ini dapat menghasilkan asam asetat lebih besar dari 95%. Produk sampingan utama adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, yang semuanya memilki titik didih yang lebih rendah dari asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan teknik destilasi. Perbandingan Proses Hoechst AG dengan Proses Oksidasi n-Butana disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1.2. Perbandingan Proses Hoechst AG dengan Proses Oksidasi n-Butana

No. 1 2 3 4 5 6 7

Pertimbangan Bahan baku Yield Kondisi operasi Katalis Alat Pemurnian Biaya investasi Biaya operasi

BASF Metanol dan CO 90 % 500 bar, 455-515 K Co / HI, tidak efektif 3 kolom destilasi tinggi rendah

Monsanto Metanol dan CO 90 - 99% 30-60 bar, 425-475 K Rh / HI, efektif 4 kolom destilasi tinggi rendah

Dari beberapa proses pembuatan asam asetat tersebut di atas, maka dipilih pembuatan asam asetat Proses Monsanto dengan alasan-alasan sebagai berikut : 1. Yield reaksi yang tinggi (99%) dan hasil samping yang rendah 2. Bahan baku yang mudah diperoleh dari dalam negeri dengan harga lebih murah. 3. Reaktor bekerja pada tekanan yang tidak terlalu tinggi ( 30 60 bar ) sehingga mudah dicapai. 2. Mekanisme Pembuatan Asam Asetat dalam Pabrik Dalam pabrik pembuatan asam asetat lebih sering menggunakan metode karbonilasi methanol. Ada dua macam proses pembuatan asam asetat dalam pabrik yakni proses monsanto dan proses cativa. Proses monsanto menggunakan katalis kompleks Rhodium (cis[Rh(CO) I ]), sedangkan proses cativa menggunakan katalis iridium
2 2

([Ir(CO)2I2]) yang didukung oleh ruthenium.

Proses Monsanto Metode ini pertama kali dikembangkan oleh pabrik Perusahaan Monsanto di Texas City. Keunggulan dari metode ini ialah dapat dijalankan pada tekanan yang rendah. Bahan dasar dari pembuatan asam asetat menggunakan metode ini ialah methanol. Prinsip pembuatannya ialah methanol direaksikan dengan gas CO2 mengahsilkan asam asetat difasilitasi katalis rhodium. Sebelumnya pembuatan asam asetat dengan teknik BASF dapat dilakukan dengan menggunakan katalis iodinepromoted kobalt, namun kurang efektiv dalam hal biaya karena katalis ini bekerja pada tekanan tinggi yakni sekitar 7.500 lb/in2 . Sedangkan katalis rhodium bekerja pada tekanan antara 200 - 1800 lb/in2. Katalis rhodium menghasilkan asam asetat sampai 99% sedangkan katalis iodinepromoted kobalt hanya sekitar 90% saja. Mekanisme kerja proses monsanto berjalan dengan beberapa tahap. Siklus katalitik konversi metanol menjadi metil-iodida CH3I + H2O Penambahan katalis Rh (I) kompleks (d8 segi empat planar) ke dalam metil iodida menghasilkan struktur baru koordinat 6 alkil rhodium (III) kompleks (d6). CH3I + [Rh-kompleks] Mekanisme Reaksi Katalis Katalis Carbonylation terdiri dari dua komponen utama yaitu rhodium kompleks yang larut dan iodida promotor. Hampir setiap sumber Rh dan I- akan bekerja dalam reaksi ini karena akan dikonversi menjadi katalis [Rh (CO)2I2]- di bawah kondisi reaksi. Struktur katalis [Rh(CO) I ]- dapat dilihat seperti gambar berikut.
2 2

CH3OH + HI

Katalis ini sangat aktif sehingga akan memberikan reaksi dan distribusi produk yang baik. Skema pembuatan dalam pabrik dapat dilihat seperti pada gambar berikut:

Proses yang terjadi ialah; pertama methanol dimasukkan dalam tangki reaktor dan direaksikan dengan HI. Peran iodida adalah hanya untuk mempromosikan konversi methanol menjadi metil iodida:

Setelah metil iodida telah terbentuk maka diteruskan ke reaktor katalis. Siklus katalitik dimulai dengan penambahan oksidatif metil iodida ke dalam [Rh(CO) I ]2 2

sehingga terbentuk kompleks [MeRh(CO)I3]- (Gambar 2). Kemudian dengan cepat CO pindah berikatan dengan CH3 membentuk kompleks seperti pada gambar 3 pada diagram reaksi berikut. Setelah itu direaksikan dengan karbon monoksida, dimana gas CO berkoordinasi sebagai ligan dalam kompleks Rh, menjadi rhodium-alkil kemudian membentuk ikatan menjadi kompleks asil-rhodium (III) (Gambar 4). Dengan terbentuknya kompleks pada gambar 4 maka gugus CH 3COI mudah lepas. Kompleks ini kemudian direduksi menghasilkan asetil iodide dan katalis rhodium yang terpisah. Ditangki ini bekerja suhu 150oC - 200oC dan tekanan 30 atm- 60 atm. Asetil iodida yang terbentuk kemudian dihidrolisis dengan H2O menghasilkan CH3COOH dan HI. Dimana HI yang terbentuk dapat digunakan lagi untuk mengkonversi methanol menjadi MeI yang akan masuk dalam proses reaksi.dan melanjutkan siklus. Sedangkan asam asetat yang dihasilkan masuk dalam tangki pemurinian untuk dipisahkan dari pengotor yang mungkin ada seperti asam propionat. Pemurnian dilaskukan dengan cara destilasi. Mekanisme reaksinya dapat dilihat pada gambar berikut:

13

Kelebihan dan kekurangan dari proses Monsanto Keuntungan dari Proses Monsanto: Proses ini memiliki efisiensi yang tinggi hingga mencapai 100%, semua atom dalam reaktan akan menjadi produk. Energi yang dibutuhkan dalam seluruh proses kurang, terutama untuk pemisahan dan pemurnian produk. Memiliki hasil tinggi, sekitar 98% berdasarkan metanol (90% didasarkan pada karbon monoksida). Menggunakan metanol, sebuah bahan baku lebih murah daripada sebelumnya nafta / butana. Meskipun metanol biasanya dibuat dari gas sintesis, yang dihasilkan dari minyak, juga dapat dihasilkan dari biomassa (kayu), limbah kota dan limbah. Ini akhirnya dapat menyebabkan proses yang tidak lagi tergantung pada minyak. Reaksi sangat cepat, dan katalis memiliki umur panjang. Kekurangan dari Proses Monsanto ialah: Rhodium logam sangat mahal - lebih mahal daripada emas Rhodium dan bentuk garam iodida larut seperti RHI3, sehingga air konten dalam tangki reaksi harus tetap relatif tinggi untuk mencegah hal ini. Langkah terakhir distilasi diperlukan untuk menghapus air, menambah biaya dan permintaan energi. Setiap terjadi hujan menghapus katalis, yang harus kembali dan kembali ke reaktor utama. Rhodium juga mengkatalisis reaksi-reaksi samping seperti: CO + H2O CO2 + H2 Hal ini mengurangi tekanan parsial karbon monoksida, sehingga campuran harus dibuang dari tanki reaksi dan diganti dengan lebih banyak karbon monoksida. Proses Cativa Proses Cativa adalah metode lain untuk produksi asam asetat oleh carbonylation dari metanol . Teknologi ini mirip dengan proses Monsanto hanya berbeda dalam penggunaan katalis. Proses ini didasarkan pada iridium yang mengandung katalis seperti kompleks Ir[(CO) I Proses ini pertama kali
2

dikembangkan oleh BP Chemicals dan lisensi oleh BP Plc. Pada awalnya kajian Monsanto telah menunjukkan bahwa iridium kurang aktif dari rhodium untuk proses carbonylation metanol. Namun penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa katalis 2] . iridium bisa dipromosikan dengan bantuan ruthenium. Kombinasi ini menghasilkan sebuah katalis yang lebih unggul daripada sistem berbasis rhodium. Penggunaan iridium memungkinkan penggunaan air lebih sedikit dalam campuran reaksi. Dengan demikian dapat mengurangi jumlah kolom pengeringan yang diperlukan, mengurangi produk samping dan menekan gas air reaksi bergeser. Selain itu, proses ini memungkinkan loading katalis yang lebih tinggi. Dibandingkan dengan proses Monsanto, proses Cativa menghasilkan asam propionat sangat kecil dalam produk.

Proses reaksi dalam tangki dapat digambarkan dalam diagram berikut ini:

Pertama methanol direaksikan dengan asam iodide menghasilkan Metil Iodida. Setelah itu, metal iodida masuk dalam tangki reaktor bereaksi sengan katalis kompleks iridium (gambar 1) membentuk [Ir(CO) I CH ]- (gambar 2), setelah terbentuk
2 3 3

struktur ini dengan cepat direaksikan dengan gas CO sehingga I - akan keluar dari kompleks digantikan CO sehingga terbentuk kompleks baru [Ir(CO)3I] (gambar 3), struktuir ini kurang stabil sehingga untuk menstabilkan CO di mutasi berikatan dengan CH3 (gambar 4). Gugus CH3CO pada kompleks mudah lepas, sehingga dengan adanya ion I- di sekitar kompleks menyebabkan gugus CH CO lepas dari kompleks
3

dan bereaksi dengan I- membentuk CH3COI. Senyawa CH3COI ini kemudian dihidrolisis menghasilkan asam asetat (CH3COOH) dan asam halida (HI). Dimana HI yang terbentuk ini ditarik lagi masuk dalam siklus bereaksi dengan methanol membentuk Metil Iodida yang akan bereaksi lagi dengan katalis. Asam asetat yang terbentuk belum murni. Untuk memisahkan asam asetat dari pengotor maka dilakukan destilasi. Mekanisme pembuatan asam asetat dalam pabrik dengan proses Cativa dapat dipresentasikan seperti berikut ini.

Kelebihan proses Cativa: Seperti proses Monsanto, reaksi secara teoritis mencapai 100% efisien. Penggunaan iridium / iodida sebagai katalisator memiliki banyak manfaat dibandingkan dengan rhodium / iodide diantaranya: Lebih ekonomis, penggunaan Iridium biaya yang digunakan hanya sekitar seperlima dari rhodium Proses ini lebih cepat dan lebih efektif, dan hanya membutuhkan katalis dalam jumlah sedikit. Iridium bahkan lebih selektif terhadap metanol, yang meningkatkan hasil secara keseluruhan dan mengurangi produk samping, sehingga biaya pemurnian yang lebih rendah dan mengurangi limbah. Iridium kompleks lebih larut dalam campuran reaksi daripada kompleks rhodium. Ini berarti bahwa katalis tidak hilang oleh hujan dan tidak harus sering diganti. Kadar air dalam tangki reaksi juga dapat dikurangi, sehingga mempercepat proses dan mengurangi energi yang dibutuhkan pada tahap penyulingan dan pemurnian.

1. Project Name

Project Charter Acetic Acid Production by Cativa technology Business Director of British Petroleum, Inc. Eng. Jonny Miharyono Built on the ability to deliver products to market at the lowest possible cost and to participate in new growth markets.

Project Champions Project Leaders Specific Goals

Project Scope

In scope Acetic Acid Production by Cativa technology,

Minimizing costs, maximizing opportunities Improved delivery

Out of scope Deliverables Time Line Major manufacturing changes Business opportunity assessment Technical feasibility assessment Product life-cycle assessment

Feasible processing within 8 months

Costumer Value Proposition


High yield Asetic acid Asetic acid can be prepared in only 24 hours in batch process, produce acetic acid more efficiently than ethanol-oxidizers

slow, not always successful

Product Technology
-Yield 90% -high cost investation -Low cost operation -Yield 90-99% -high cost investation -Low cost operation -Yield 93-96% -high cost investation -Low cost operation -Yield 70-80% -high cost investation -Low cost operation

Technical Diferentiation
P= 500 bar T= 455-515 K 3 Distillation column Catalyst Co/HI P= 30-60 bar T= 455-515 K 4 Distillation column Catalyst Rh/HI P= 3-10 bar T= 425-475 K 3 Distillation column Catalyst Co/Mn P= 45-55 bar T= 395-475 K 3 Distillation column Catalyst Co/Mn

Process/ Manufacturing
BASF Mosanto

Technology

Hoechst AG Aldehyde oxidation oksidation

Oxidation n-Buthane

Carbonilation of Methanol Synthetically

An aerobic

Oksidative

Bacterial Fermentation Alcoholic foodstuff

Material Technology
Crude oil

DAFTAR PUSTAKA Jones Jone H., The Cativa Process For The Manufacture Plant Of Acetic Acid Iridium Catalyst Improves Productivity In An Established Industrial Process. BP Chemicals Ltd., Hull Research &Technology Centre, Salt End, Hull HU12 8DS, U.K Li Xuebing and Enrique Iglesia. The Synthesis of Acetic Acid from Ethane, Ethene, or Ethanol on Mo-V-Nb Oxide. Department of Chemical Engineering, University of California, Berkeley, CA 94720, USA Roth J. F. The Production of Acetic Acid Rhodium Catalysed Carbonylation Of Methanol. Monsanto Co., St. Louis, Missouri Scates, Mark O et al. 2003. Low Energy Carbonylation Process. US006657078B2 Seider, Warren D. 2010. Product and Process Design Principles. John Wiley & Son: United State Shakhashiri. 2008. Acetic Acid & Acetic Anhydride. General Chemistry. World-leading petrochemicals processing with continuous incremental improvement. www.bp.com accessed 29 November 2013

Anda mungkin juga menyukai