Anda di halaman 1dari 64

BAB II KAJIAN TEORI METODE STORYTELLING DENGAN MEDIA PANGGUNG BONEKA UNTUK MENIN GKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK DAN

BERBICARA ANAK USIA DINI A. Konsep Metode Storytelling dengan Media Panggung Boneka 1. Pengertian Storyte lling Menurut Echols (1975) Storytelling terdiri atas dua kata yaitu story berart i cerita dan Telling berarti penceritaan. Penggabungan dua kata storytelling bera rti penceritaan cerita atau menceritakan cerita. Storytelling disebut juga berce rita atau mendongeng seperti yang dikemukakan oleh Malan, (1991) Mendongeng adala h bercerita berdasarkan tradisi lisan. Storytelling merupakan usaha yang dilakuka n oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikiran atau sebuah ceri ta kepada anak-anak secara lisan. Storytelling sangat bermanfaat sekali bagi gur u seperti yang dikemukakan oleh Loban, (1972:521) menyatakan bahwa Storytelling d apat menjadi motivasi untuk mengembangkan daya kesadaran, memperluas imajinasi a nak, orang tua atau menggiatkan kegiatan storytelling pada berbagai kesempatan. M aksud berbagai kegiatan misalnya pada anak-anak sedang bermain, anak menjelang t idur atau guru sedang membahas tema digunakan metode storytelling. Kegiatan stor ytelling dapat memperbaiki daya nalar anak dan memperluas komunikasi anak dengan orang dewasa, anak dengan temannya atau anak itu sendiri. Fisher (1985) menyata kan bahwa Storytelling adalah bentuk kreatifitas yang 18

19 menyenangkan yang terbentuk dalam lintas negara dan budaya-budaya. Maksud dari pe rnyataan di atas bahwa cerita yang lahir dari masyarakat memberikan komunikasi k omunikasi dan memperluas wawasan tentang berbagai ragam budaya. Storytelling ata u penceritaan merupakan suatu cara pencapaian tujuan apresiasi cerita. Aktivitas storytelling memberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berbahasa atau keterampilan berbicara. Morrow dalam Tompkins (2005:15) menyatakan bahwa Storytelling dapat memberi kesenangan dan merangsang imajinasi anak. Menurut Bachrudin (2008:15) Melalui keterlibatan dengan dongeng (virtual rea lity), anak akan tergaet masuk kedalam rangkaian kejadian dan pertarungan nasib tokoh cerita (plot). Dengan berbekal emosi, intelegensi dan daya imajinasi anak, mereka akan turut mengalami kejadian dalam cerita itu. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa storytelling dapat memberi kesenangan, kegembiraan, kemakmuran, meng embangkan daya imajinasi, memberikan pengalaman baru, mengembangkan wawasan anak dan menurunkan warisan budaya dari g enerasi satu kegenerasi berikutnya. Hal yang paling utama bahwa storytelling dap at memperkaya wawasan yang dimiliki anak berkembang dan menjadi perilaku insani, yang mempertimbangkan tentang baik dan buruknya tindakan yang dilakukan. Storyt elling adalah seni bercerita yang lebih tinggi dan memerlukan banyak berlatih se bagai salah satu kegiatan seni bercerita. Storytelling adalah kegiatan aktivitas yang bermanfaat dalam pembelajaran, Storytelling dapat menumbuhkan motivasi untu k menyimak cerita atau bercerita (Muh-Nur Mustakim, 2005:175). Kegiatan storytell ing dapat dilakukan oleh anak-anak dengan tujuan memperbaiki

20 keterampilan komunikasi menyongsong pertumbuhan imajinasi anak, memotivasi anak untuk mengisahkan cerita yang dialaminya, dan memberi hiburan pada anak. 2. Manf aat Storytelling Storytelling dengan mendongeng atau bercerita. Menurut Saxby (1 991:5-10) menyatakan bahwa Manfaat dongeng bagi anak terbentang luas mulai dari d ukungan terhadap pertumbuhan berbagai pengalaman, perasaan, emosi, bahasa, perke mbangan kognitif, sosial, estetis, spritual, eksplorasi dan penemuan. Namun juga penikmatan pertualangan seperti diuraikan oleh Huck, dkk, (1987:54-61) dan (Stew ig, 1980:1820) bahwa Manfaat sastra bagi anak termasuk dongeng adalah membuka keb ermanfaatan baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Manfaat intrinsik adalah keg unaan batiniah, baik secara langsung maupun secara tidak langsung bagi anak, sed ang manfaat ekstrinsik adalah kegunaan sakinah. Manfaat dari storytelling member i kesenangan kegembiraan, kenikmatan, mengembangkan daya imajinasi anak, memberi kan pengalaman baru, mengembangkan wawasan anak, menurunkan warisan budaya dari generasi satu kegener asi berikutnya. Berdasarkan manfaat dari storytelling bahwa, setelah anak menden garkan dongeng yang disampaikan guru, mereka mendapat kesenangan, kegembiraan, d an kenikmatan. Dongeng dapat mengembangkan daya imajinasi anak artinya bahwa don geng dapat membantu anak mengenali berbagai gagasan yang belum atau tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Melalui dongeng anak dapat menjawab berbagai pertanyaan yang ada pada pikirannya.

21 Storytelling dapat memberi berbagai pengalaman baru termasuk di dalamnya masalah kehidupan yang ada dilingkungan anak. Dengan demikian anak akan merasakan bahwa dirinya tidak sendirian dalam kehidupannya dan ternyata ada orang lain yang ada disekitarnya dan kadang-kadang cerita dalam dongeng tersebut menceritakan dirin ya. Storytelling dikatakan mampu mengembangkan wawasan anak. Storytelling, merup akan refleksi kehidupan. Hal ini karena storytelling dapat memperlihatkan kepada anak tentang kehidupan dan storytelling dapat memberikan pemahaman yang baik te ntang diri mereka sendiri dan orang lain disekitar mereka. Dengan demikian wawas an yang dimiliki anak berkembang dan menjelma menjadi perilaku insani, yang memp ertimbangkan tentang baik dan buruknya tindakan yang dilakukan. Storytelling dap at menurunkan warisan budaya dari generasi satu kegenerasi berikutnya, bagi anak storytelling dapat mengarahkan pada sikap-sikap positif yang sesuai dengan buda ya kita, hal ini tentang perkembangan pribadi anak. Mereka harus mencintai buday a miliknya sendiri, kemudian mencintai budaya yang baik yang berasal dari bangsa lain. Jadi dengan diperdengarkan dongeng atau membaca sendiri, anak tidak saja m emperoleh kenikmatan dalam membaca cerita namun juga memiliki pengetahuan pemaha man tentang budaya (Norton and Norton, 1994:355). Nilai ekstrinsik bermanfaat unt uk mengembangkan, bahasa, kognisi, kepribadian, dan sosial. Storytelling bermanf aat untuk mengembangkan bahasa, dapat dikembangkan melalui kegiatan menyimak dan berbicara. Melalui menyimak dan berbicara, anak akan memperoleh pengetahuan ten tang kosa kata baru dari storytelling. Menurut

22 Farris, (1993:131) bahwa Dongeng disamping menambah kemampuan berbicara juga mamp u mempelajari pendengaran melalui kejelasan dan volume suara yang didengarnya se rta mampu menumbuhkan sikap tenang dan percaya diri dalam berbicara. Dengan demik ian jelas bahwa storytelling dapat mengembangkan bahasa anak. Pengalaman anak da lam mendengarkan storytelling dapat mengembangkan keterampilan bahasa dengan kat a lain bahasa adalah fikiran. Storytelling melatih kemampuan anak artinya ketika bercerita atau mendengarkan cerita, anak belajar berbicara dalam gaya yang menyenangkan serta m enambah pembendaharaan kata dan bahasanya, dongeng dapat mengaktifkan dan meliba tkan seluruh indranya, bagaimana seorang anak yang tak mau diganggu ketika asyik mendengarkan cerita. Storytelling dapat memperoleh banyak hal, baik secara intr insik maupun secara ekstrinsik, untuk itu agar pesan yang disampaikan oleh penga rang melalui cerita dapat ditangkap oleh anak sehingga anak dapat mengetahui man a pesan yang disampaikan dalam bercerita itu apakah baik atau buruk, yang baik d ilaksanakan dan yang buruk ditinggalkan seperti yang dikemukakan oleh Bachrudin (2008:15) bahwa Agar jatuh cinta pada kebaikan dan membenci kejahatan, biasakan a nak-anak dengan cerita, musik dan seni yang tepat. Storytelling merupakan salah s atu cara yang efektif untuk menanamkan kebaikan. 3. Konsep Metode dan Tujuan Sto rytelling Storytelling merupakan salah satu jenis metode mengajar yang dilakukan dengan cara mengunakan suatu peristiwa atau kejadian dengan melibatkan beberapa tokoh di dalamnya. Metode ini digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan

23 bahasa, pengalaman dan fantasi serta menanamkan berbagai terhadap anak. karakter yang baik Tujuan dari metode storytelling adalah, (a) melatih daya tangkap, (b) daya konse ntrasi, (c) melatih daya fikir dan fantasi, (d) mengembangkan kemampuan berbahas a, (e) menciptakan suasana yang menyenangkan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembela jaran di Taman Kanak-Kanak metode storytelling dilaksanakan dalam upaya memperke nalkan memberikan keterangan atau penjelasan tentang hal baru dalam rangka penya mpaian pembelajaran yang dapat mengembangkan pencapaian perkembangan dan pertumb uhan anak. 4. Pemilihan materi storytelling Pada langkah ini, yang dilakukan ada lah memilih materi storytelling dan menyiapkan bahan dalam storytelling . Memili h jenis storytelling tidaklah mudah. Anak yang sedang berada pada masa pertumbuh an dan perkembangan, fisik, sosial, emosi, bahasa, kognitif dan sebagainya ini, dalam pemilihan bahan dongeng hendaklah memperhatikan tingkat kesesuaian, baik k esesuaian dari segi bahasa, lingkungan, maupun isi cerita (Ellis dan Brewster, 1 991; Supriyadi. 1992/1993; Kusumo, 2001). Bahasa yang digunakan dalam sebuah cer ita, hendaklah sesuai dengan bahasa anak. Kalimatnya tidak terlalu panjang, kosa kata mudah dikenali anak, isi cerita hendaklah relevan menarik, menghibur, mudah diingat, mengandung nilai-nilai budaya, baik pendidikan, agama, nilai sosial, k eluarga, dan sebagainya. Semua itu hendaknya berada pada alam pikiran anak. Untu k itu, saran pencerita dapat memilih jenis yang isi ceritanya tepat untuk anak. C erita dalam dongeng hendaklah yang lucu atau jenaka, boleh juga yang menyedihkan , menyenangkan, bahkan tragis sekalipun (Majid, 2003).

24 Menyajikan cerita yang lucu atau jenaka, menyenangkan, menyedihkan, dan bahkan c erita yang tragis akan menunjukkan kepada anak bahwa ternyata dalam kehidupan di sekitar anak ini memiliki berbagai variasi seperti halnya yang dilihat anak dal am kehidupan sehari-hari. Untuk itu dalam isi cerita perlu dipilih buku cerita y ang sesuai dengan usianya, bahasanya, dan sesuai pula dengan lingkungannya. Jadi untuk memberikan cerita kepada anak, perlu diperhatikan karakteristik usia anak , karena tahapan usia yang berbeda akan memiliki karakteristik yang berbeda pula . Buku anak adalah sebuah bacaan atau cerita yang berangkat dari kacamata anak k arena sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa anak. Bacaan atau materi cerita an ak ini berkisah tentang kehidupan anak, bahkan kadang-kadang tidak masuk akal ji ka diterapkan pada ukuran orang dewasa. Misalnya kisah binatang yang dapat berbi cara, berperilaku dan bersikap serta bergotong royong layaknya manusia. Akan tet api sebaliknya, anak juga mampu menerima cerita yang justru menggambarkan sebali knya. Misalnya ibu tiri sangat baik anak tirinya, ada ibu tiri yang tidak jahat, pimpinan ternyata tidak galak ketika menjadi pimpinan. 5. Penentuan Sarana Pend ukung Sarana pendukung dalam storytelling merupakan masalah yang tidak dapat dia nggap remeh. Hal ini karena sarana pendukung justru yang membuat cerita lebih hi dup dan mampu memukau penontonnya. Hal ini diharapkan anak tidak hanya senang ke tika cerita diperdengarkan, namun mereka juga mampu menikmati, menghayati, memah ami, karena mereka mampu pula berimajinasi dan berfantasi, dan diharapkan mereka kelak mampu mengapresiasikannya. Sarana pendukung meskipun tidak selalu digunak an untuk menyertai pendongeng selama bercerita, namun perlu disiapkan. Sarana pe ndukung yang

25 dimaksudkan sebelum bercerita dapat berupa benda dan kemampuan diri pencerita. Be nda-benda tersebut tentunya yang mampu menumbuhkan daya imajinasi bagi anak misa lnya berupa gambar, boneka, wayang, papan planel, buku, dan benda-benda lainnya ( Mallan, 1991). Bercerita dengan menggunakan benda-benda sebagai alat peraga, bia sanya memiliki pendengar yang cukup banyak. Hal ini dimungkinkan jika bercerita mengharapkan agar anak lebih mampu memahami tentang sesuatu yang akan diceritaka n dan menarik bagi anak. Masalah penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini, bahwa alat peraga sebaiknya jangan membelenggu atau membatasi daya imajinasi dan kreativitas berpikir anak. Namun sebaliknya yang diharapkan dengan alat peraga justru mampu mengembangkan kreativitas berpikir anak. Untuk itu, alat peraga seb aiknya tidak digunakan jika tidak terpaksa. Alat peraga difungsikan hanya untuk memperjelas pemahaman anak tentang sesuatu yang diceritakan. 6. Teknik Mendongen g Pada saat mendongeng, pendongeng dapat memilih teknik yang tepat dan menarik a gar pesan yang disampaikan oleh penulis atau pengarang cerita melalui pendongeng dapat disampaikan. Untuk itu, pendongeng hendaknya memiliki bekal sesuai bebera pa pertanyaan selama berlatih mendongeng. Mengawali cerita pada sebuah dongeng, pendongeng hendaklah mampu menyakinkan bahwa perlunya dilontarkan pertanyaan-per tanyaan umum untuk merangsang kepekaan anak-anak terhadap dongeng yang akan dibe rikan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada anak tentang hal-ha l yang akan dimunculkan dalam dongeng. Misalnya anak diajak menyanyikan lagu yan g sesuai dengan tema yang akan diceritakan, menirukan suara (binatang) sebagai t okoh utama

26 cerita, menanyakan tentang setting tempatnya dan tokoh ceritanya yang keduanya m elalui gambar, menanyakan judulnya dan sebagainya. Pendongeng tersebut akan dapa t membawa anak-anak pada dongeng yang akan disampaikannya. Disamping itu, agar p ikiran anak dapat terfokus pada dongeng yang akan ditampilkan. a. Vokal, atau Pe ngucapan atau Peniruan Suara Untuk memiliki pengucapan yang baik, pendongeng hen daklah melakukan berbagai latihan, meskipun pada dasarnya pendongeng tidak memil iki cacat dalam pengucapan. Pendongeng yang memiliki pengucapan yang baik, dia m ampu mengartikulasikan huruf mati dan huruf hidup dengan sempurnya, dan diharapk an dia mampu menirukan suara makhluk hidup di muka bumi ini dengan sempurna pula . Pendongeng mampu menirukan suara binatang apa saja, khususnya binatang di seki tar anak. Misalnya suara ular mendesis, kucing mengeong, suara anjing menggonggo ng, suara anak ayam berkokok, suara anak ayam menciap-ciap, suara tikus mencicit , suara nenek atau kakek yang sudah jelas lagi (pelo), suara raksasa yang begitu menyeramkan. Suara mobil, suara sepeda motor, dan suara yang lain dia mampu men irukannya. Diharapkan mampu membuat benda-benda mati seolah-olah menjadi hidup. Misalnya ketika dia mendongen tentang buah-buahan atau bendabenda mati lainnya, pendongeng mampu menghidupkan ceritanya. b. Intonasi atau nada suara Intonasi at au nada suara adalah keras lemahnya dan tinggi rendahnya suara. Seorang pendonge ng hendaklah memiliki warna suara yang mampu untuk mengubah suara tersebut denga n tidak selalu monoton. Seperti yang diungkapkan Majid semua

27 hal tersebut bergantung dari suara yang dikehendaki dari lakon dalam dongeng yan g diceritakan. Tinggi rendahnya suara dan nada bicara, hendaknya disesuaikan den gan situasi dan kondisi yang ada pada alur cerita itu. Selanjutnya dinyatakan pe ndongeng. Membawakan cerita dimulai dari suara yang pelan, tenang, enak didengar , dan secara berangsur-angsur suara tersebut dapat ditinggikan volumenya. Ketika ia sampai pada bagian plot cerita yang diisi dengan adegan-adegan yang memacu k onflik, maka ia harus membawakannya dengan suara yang menggugah perhatian penden garannya. Seperti yang dikatakan Majid (2003:64) bahwa Sesungguhnya tingginya per hatian anak-anak pada suatu cerita tergantung pada kuat tidaknya peningkatan (im provisasi) alur cerita pada dongeng yang diperdengarkan. Hal ini akan tampak pada memukau tidaknya pendongeng saat menyampaikan ceritanya. Oleh karena itu, suara pendongeng diharapkan yang mampu merasuk pada jiwa pendengarnya, dan mampu meng gugah jiwa mereka. c. Penghayatan watak tokoh cerita Penghayatan terhadap tokoh dalam dongeng, dapat dipahami melalui ungkapanungkapan yang diucapkan pendongeng di hadapan anak-anak dengan lancar. Pendongeng, dikatakan menguasai atau mengha yati watak tokoh dalam dongeng tersebut, jika pada saat pendongeng mengucapkan d ialog-dialognya dengan lancar. Daya imajinasi anak-anak semakin kuat, karena pen dongeng mampu membawa mereka ke dalam penghayatan tokoh-tokoh cerita yang dipera nkannya. Dinyatakan Majid (2003:65) bahwa, Pendongeng dalam mengisahkan mampu mem berikan peran pada setiap tokoh cerita dengan karakteristik tokoh yang sebenarny a. Karakter tokoh dalam dongeng ini semuanya tampak pada perwujudan

28 dari pendongengnya misalnya perwujudan gerakannya, suaranya, kelembutannya dan s ebagainya, yang semua itu tampak pada saat dongeng tersebut diperdengarkan. Juml ah tokoh dalam dongeng hendaklah dibatasi. Jumalah tokoh yang terlalu banyak, ha l tersebut akan mengaburkan makna dan pesan yang disampaikan oleh pendongeng, da n pada akhirnya tidak dapat dipahami oleh anak. d. Ekspresi Ekspresi yang akan d iciptakan pendongeng akan mendukung jalannya cerita saat dongeng tesebut diperde ngarkan, selain itu juga akan mendukung proses pemahaman anak terhadap jalannya cerita. Ekspresi tentulah sesuai dengan yang dituntut oleh cerita dalam dongeng tersebut. Ekspresi hendaklah disajikan secara reflek. Untuk itu pendongeng henda klah banyak melakukan latihan agar dirinya tahu akan kemampuannya dalam berekspr esi. Bentuk ekspresi ini dapat ditampakkan pada raut muka dan perwajahan si pend ongeng. Manakala harus menangis, tertawa, tersenyum, berteriak, berbisik, bersed ih, Dari gambaran pada cermin tersebut, pendongeng akan dapat mengetahui secara pasti kekurangan dan kelebihan pada diri sendiri. e. Gerak dan penampilan Mendon geng dihadapan anak, selalu bersifat menafsirkan, sehingga tidak mungkin pendong eng tanpa melakukan gerakan dan tanpa emosi. Gerakan dan penampilan, hendaklah y ang berhubungan secara tepat dengan kata-kata yang diucapkan. Ibaratnya pendonge ng bagaikan dalam (pelaku cerita dalam pewayangan).

29 f. Kemampuan komunikatif Pendongeng yang baik adalah pendongeng yang memahami te ntang teknik mendongeng yang baik pula. Pendongeng tahu persis siapa yang diajak mendongeng, apa yang didongengkan, apa tujuan mendongeng, di mana dia mendongen g, alat perantara apa yang digunakan selama mendongeng, dan bagaimana caranya me ndongeng. Mendongeng adalah sebuah seni pertunjukkan dihadapan anak-anak. Dengan demikian, kehadiran pendongeng hendaklah mempunyai hubungan dengan anak-anak, b aik hubungan batin, perasaan, maupun hubungan pikiran. Dengan demikian, antara p endongeng dan yang diberi dongeng diharapkan memiliki kemampuan komunikatif. Jad i pendongeng dituntut untuk memiliki kontak mata, batin dan perasaan secara baik , sehingga dapatlah terwujud makna kekomunikatifan antara pendongeng dan anak-an ak. Pendongeng memiliki penguasaan terhadap anak-anak, dalam kontak mata, pendon geng selalu memandang anak-anak sebagai pendengarnya. Pendongeng melihat ke atas atau ke bawah, bahkan ke arah luar, dari pandangan mata tersebut, hubungan di a ntara mereka akan terjadi bukan hanya hubungan mata saja namun, batin dan pikira n. Pendongeng hendaklah memiliki hubungan yang komunikatif dengan anakanak sebag ai pendengar dongeng, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh anak d engan baik. jelaslah bahwa dalam teknik mendongeng, tidak dapat dipisahkan denga n tujuan yang ingin dicapai dalam mendongeng. Dalam aspek penokohan terkandung d ua hal pokok, yaitu tokoh cerita dan watak tokoh yang bersangkutan. Tokoh cerita dengan karakter, tingkah laku, dan

30 sikap para tokoh dalam cerita anak, tokoh cerita tidak harus terwujud manusia, t etapi dapat juga diangkat dari dunia binatang sesuai dengan perkembangan fantasi nya, anak akan dapat menerima perilaku para tokoh binatang itu sebagaimana halny a menerima tingkah laku manusia, bahkan para tokoh binatang itu pun dapat pula b erbicara sebagaimana halnya manusia. Karakter yang diperankannya, karakter tokoh hendaklah bersifat sederhana dan mudah dikenali anak, sehingga anak dengan muda h pula akan mengidentifikasikan dirinya lewat sikap simpati dan empati terhadap tokoh-tokoh yang baik, atau sebaliknya terhadap tokoh-tokoh yang jahat. Penggamb aran karakter tokoh cerita hendaklah jelas dan bijaksana serta dalam bahasa yang juga sederhana. Peran yang dimainkan oleh tokoh-tokoh tersebut, diharapkan anak mampu memaknainya dan dapat memilih tokoh mana yang baik dan layak ditiru, diha rapkan kepribadian anak dapat terbentuk. Dalam mendongeng, ada beberapa hal yang seharusnya dikuasai oleh pendongeng. Penguasaan kesesuaian materi yang akan did ongengkan, pemilihan sarana pendukung, penempatan posisi ketika didongengkan, pe milihan kostum, dan penguasaan teknik mendongeng. Penguasaan teknik mendongeng i ni meliputi pemilihan gerak dan penampilan, suara, bahasa yang digunakan, intona si, ucapan, penghayatan tokoh cerita, ekspresi kemampuan komunikatif dan sebagai nya. Melalui penguasaan teknik mendongeng yang tepat, diharapkan pendengar akan mampu menangkap inti cerita dari dongeng yang diperdengarkannya secara tepat pul a. Penangkapan isi cerita yang tepat, secara langsung anak akan memperoleh kesen angan, pengalaman, mengembangkan wawasan, imajinasi, dan juga berkembang bahasa, kognitif, kepribadian, dan

31 keterampilan sosialnya. Secara tidak langsung diharapkan terbentuk kepribadian m elalui peniruan anak terhadap tokoh cerita yang dianggap sebagai model. 7. Kegia tan pembelajaran strategi Storytelling Kegiatan pembelajaran dengan strategi sto rytelling di Taman Kanak-kanak memberi dampak positif bagi perkembangan bahasa d an perkembangan kognitif anak dalam mengupayakan perkembangan bahasa. Misalnya a nak diberi kesempatan menyampaikan cerita dengan bahasa yang sederhana, kalimat yang pendek, dan pilihan kosakata yang tepat. Anak diberi kesempatan menyampaika n pengalaman yang tepat. Anak diberi kesempatan menyampaikan pengalaman kesehari an dengan kegiatan keterampilan berbahasa lisan dan mengomunikasikan perasaan ke inginannya pada berbagai kesempatan. Untuk menyajikan storytelling kepada anak-a nak TK, guru mengadakan kegiatan persiapan menyusun perencanaan pembelajaran, me laksanakan pembelajaran, dan menilai pembelajaran. a. Persiapan Perencanaan Pemb elajaran dengan Strategi Storytelling Suatu hal yang harus dilakukan oleh guru s ebelum mengajar ialah menyusun program mengajar. Program mengajar ini bertujuan untuk memudahkan guru melaksanakan pembelajaran dan hal yang diperlukan oleh gur u TK dalam penyusunan program, adalah Menelaah kurikulum, Menetapkan tujuan pemb elajaran, Menyusun Persiapan Mengajar. Kurikulum Taman Kanak-kanak merupakan ped oman guru merencanakan program, melaksanakan dan menilai program. Kurikulum memu at tema dan subtema, tujuan pembelajaran, strategi atau metode dan alokasi waktu pertemuan. Pengembangan program ini dilakukan dalam bentuk Rencana Kegiatan Min gguan

32 dan Rencana Kegiatan Harian. Program RKM memuat perencanaan kegiatan belajar sel ama seminggu dan program ini dapat diaplikasikan dalam kegiatan RKH di kelas. Pr ogram RKM memuat sasaran anak dalam kelompok (A atau B), semester, minggu, dan t ema. Tema-tema itu diambil dari kurikulum dan ketika mengembangkan tema itu guru memadukan penerapan pembelajarannya dengan pengembangan pendidikan moral dari n ilai agama, bahasa, seni, dan fisik motorik. Kegiatan RKH adalah kegiatan pembel ajaran harian yang dijabarkan dari program pembelajaran RKM. Program Rencana Keg iatan Harian ini berisikan sasaran, semester, tema, waktu kegiatan. Kegiatan bel ajar mengajar berisikan kegiatan pembukaan, inti dan penutup. Perencanaan kegiat an belajar di Taman Kanak-kanak bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Da ri tujuan pengetahuan diharapkan anak memahami, membedakan, menilai tema atau su b tema yang diberikan. Sedangkan tujuan keterampilan diharapkan anak terampil be rbuat sesuai dengan isi tema atau sub tema. Tujuan yang positif dan negatif terh adap tema atau sub tema yang diberikan kepada anak. Untuk menentukan tujuan khus us pembelajaran hendaknya guru memiliki kemampuan menyusun. Tujuan pencapaian pe rkembangan dengan berpedoman pada kriteria penyusunan Tingkat Pencapaian Perkembangan mengukur tingkat behavioris, isi atau konten pembelajaran, dan tingkat keterukuran pembelajaran. Dalam penyusunan TPP ini diharapkan guru mempedomaninya sehingga kesulitan dalam merumuskan tujuan p embelajaran khusus dari kegiatan strategi Storytelling terlaksana baik.

33 Guru mengadakan penilaian akan terarah aspek apa yang dinilai dari kegiatan bela jar mengajar tersebut. Persiapan mengajar disusun guru sebagai pedoman pelaksana an pembelajaran di kelas.. Persiapan mengajar yang dibuat oleh guru ada dua jeni s, yaitu persiapan Rencana Kegiatan Mingguan dan Rencana Kegiatan Harian. Persia pan mengajar untuk RKM dibuat guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran sela ma satu minggu. b. Pelaksanaan Pembelajaran dengan Strategi Storytelling Pelaksa naan pembelajaran dengan Strategi storytelling dilakukan oleh guru dengan memper hatikan rencana kegiatan. Untuk melaksanakan kegiatan itu guru mengadakan kegiat an persiapan dengan memilih bahan cerita dan mengatur langkahlangkah persiapan p enyajian storytelling, pelaksanaan storytelling dan penilaian. 1) Persiapan Stor ytelling Untuk pelaksanan storytelling diperlukan langkah persiapan secara manta p. Kingore (dalam Tompkins 1991:153) bahwa: Memberikan enam langkah persiapan St orytelling adalah sebagai berikut Pilihlah cerita yang disukai. Bacalah cerita b eberapa kali agar dapat menghayati dan memahami alur dan perhatian atau frase ya ng akan diulang-ulang untuk menghidupkan cerita Buatlah rancangan pendukung atau gerakan atau isyarat untuk menarik pendengar atau anak Persiapan sebuah pengant ar singkat yang menghubungkan cerita dan pengalaman pendengar atau anak Berlatih menyampaikan cerita di depan cermin. Cerita dipilih, maka bacalah cerita itu de ngan teliti dan seksama. Tentukan garis-garis besar isi cerita kemudian dipahami bentuk bagaimana unsur cerita dan tema cerita. Unsur cerita meliputi alur, sett ing, penokohan, dengan bahasa yang digunakan, sedangkan tema cerita merupakan pe rmasalahan yang paling penting dipahami anak. Cerita yang telah dibaca tadi dibu atkan pokok-pokoknya seperti di

34 atas, kemudian tentukan penggalan cerita itu untuk diingat dan diulang-ulang sup aya dalam penyajian lancar dan hidup temannya. Demikian pula jika dalam melakonk an bagian cerita maka penggalan dialog yang sudah dibaca kemudian ulang-ulangi d ialog itu supaya dalam penyajiannya menarik perhatian anak. Guru menyajikan ceri ta memperhatikan ekspresi dengan gaya gerak yang membuat imaji anak terhadap cer ita semakin meningkat. Dalam kegiatan ini diciptakan suasana yang menarik, seper ti guru menguasai kelas, suasana akrab, dan membantu anak yang mengalami kesulit an bercerita. Pada saat anak menyampaikan cerita perhatian guru bertuju kepadany a. Motivasilah anak dan bimbinglah mereka pada waktu memulai bercerita, sedang b ercerita, dan pada waktu mengakhiri cerita. Kalau terjadi ketidakmampuan anak me mulai cerita, berilah kata-kata yang pengarah pada terbentuknya dan terlaksanann ya kegiatan bercerita. Upaya guru menyajikan pembelajaran pada tahap membuka sup aya menanyakan pengetahuan dan pengalaman anak tentang kata dan cara menyusun ce rita. Pada tahap ini guru menghubungkan pengalaman dan pengetahuan anak untuk me mudahkan. Anak dapat memahami jalan cerita dan isi cerita dan segala kesukaran y ang dialami ketika bercerita teratasi semuanya. 2) Menyampaikan Strategi Storyte lling Setelah menyusun Rencana Kegiatan Harian, maka guru melaksanakan kegiatan storytelling. RKH sebagai pedoman pelaksanaan bercerita, hendaknya diperhatikan langkah-langkah kegiatan belajar mengajarnya. Dalam pelaksanaan kegiatan storyte lling di Taman Kanak-kanak hendaknya diperhatikan azas belajar seraya bermain, p rinsip berpusat pada pengembangan anak. Prinsip bermain dan

35 menghidupkan suasana bermain sambil belajar. Misalnya sambil bercerita menyebutk an nama tokoh cerita, anak diminta mengambil nama tokoh yang dipajang di depan k elas atau di papan tulis. Anak juga diminta mengucapkan kalimat yang diucapkan o leh tokoh tersebut. Tentu dari segi perkembangan dengan bercerita. Atau pada saa t anak menyusun kalimat sederhana dari cerita yang didengar maka aspek pengemban gan kognitifpun terbentuk dengan sendirinya lewat kegiatan belajar. Penyajian st orytelling di Taman Kaak hendaklah memperhatikan Rencana Kegiatan Harian yang di buat agar pelaksanaan pembelajaran berjalan lancar. Dalam Rencana Kegiatan Haria n itu perilaku pengajar dan belajar harus diperhatikan, demikian pula pengembang an kemampuan yang diharapkan dari kegiatan itu diaplikasikan dalam pembelajaran. 8. Prinsip-prinsip Storytelling dengan media panggung boneka Storytelling denga n media panggung boneka memiliki prinsip-prinsip berikut. a. Visibilitas Storyte lling dengan media panggung boneka dari storytelling melalui radio. Storytelling dengan media panggung boneka juga berbeda dari storytelling semata yang dilakuk an hanya dengan membacakan cerita yang tertera pada buku. Pada kedua cara itu, c erita yang disampaikan hanya menyentuh indera pendengaran dan anakanak sebagai a udience harus berupaya membayangkan tokoh-tokoh cerita sendirisendiri. Menurut B rewer (2007:286) bahwa Storytelling dengan media panggung boneka memiliki prinsip visibilitas, yang berarti bahwa bukan hanya storyteller yang tampak di depan ma ta audience, melainkan juga tokoh-tokoh yang menjadi lakon

36 cerita. Sebagaimana halnya pertunjukan wayang, Storytelling dengan media panggung boneka meniscayakan penonton dapat melihat gerak-gerak boneka. Pentingnya gerak an dalam pertunjukkan ini disebut dalam sebuah pemeo motion makes emotion_gerakan membuat emosi (Maadsa, 2006:8). Implikasinya panggung boneka hendaknya berada pa da posisi yang memungkinkan penonton dapat dengan mudah melihat secara langsung. Implikasi berikutnya adalah bahwa boneka beserta panggungnya hendaknya didesain semenarik mungkin dengan paduan warna yang diperhitungkan dapat menjadi eye cat ching bagi anak-anak. Penampilan boneka dan panggung membentuk kesan pertama seb elum pertunjukan dimulai. b. Imajinasi Menurut pendapat Endarmoko Imajinasi arti nya bersifat khayalan. Ceritacerita yang dipilih untuk storytelling dengan media panggung boneka adalah cerita yang tak ada dalam realitas, rekaan dan fantastic . Di dalam realitas tak ada hewan yang dapat berkomunikasi seperti manusia, teta pi dalam storytelling ada. c. Konkretisasi Pada satu sisi, storytelling dengan m edia panggung boneka memiliki prinsip imajinasi yang menghendaki pemilihan cerit a yang bersifat khayalan. Akan tetapi, pada sisi lain, ia juga memiliki prinsip konkretisasi. Tokoh dan latar cerita tidak hanya diucapkan dengan kata-kata teta pi juga mengalami konkretisasi dalam wujud fisik, dapat dilihat dan disentuh. Ten tu saja wujud fisik tersebut bukan tokoh yang sebenarnya melainkan rekaan yang s ekiranya dapat mewakili tokoh imajinatif yang dimaksud (Santyasa, 2006:5).

37 d. Dramatisasi Prinsip dramatisasi menuntut bahwa cerita yang ditampilkan adalah cerita yang utuh dengan tokoh, peran, dan alur yang jelas. Ide cerita boleh jad i bersumber dari dunia nyata, tetapi dengan prinsip dramatisasi, ide tersebut di bumbui dan dibubuhi berbagai tambahan, meskipun tampak berlebihan. Oleh karena i tu, erat kaitannya dengan prinsip ini adalah perlunya sikap berpura-pura yang ha rus dipilih oleh pencerita. Seorang pencerita yang masih muda belia tak tertutup kemungkinan ketika bercerita berkomunikasi dengan meniru suara seorang kakek, n enek, atau bayi. Dengan demikian, prinsip dramatisasi menghendaki supaya sebuah c erita ditampilkan bukan apa adanya melainkan bagaimana sepantasnya agar menarik ( Syantyasa, 2006:7). e. Menghibur Prinsip menghibur dalam storytelling berarti ba hwa suatu cerita harus mendatangkan rasa senang. Prinsip penghibur juga merupaka n prinsip bermain yang seharusnya menjadi strategi pembelajaran pada anak usia d ini. Prinsip ini berimplikasi pada perlunya pencerita memiliki keterampilan membu at humor yang lucu dan segar (Santyasa, 2006:7). f. Kontak Storytelling merupakan komunikasi tatap muka yang bersifat dua arah. Walaupun guru, sebagai storyteller, lebih banyak mendominasi komunikasi, ia haru s memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan anak-anak, baik yang berupa katakat a maupun bukan kata-kata. Guru harus menjalin hubungan dengan anak-anak.

38 Itulah sebabnya, sebagian ahli komunikasi menyebut kontak dengan kata rapport, yang berarti hubungan yang erat dengan pendengar. Ada dua macam kontak: kontak visual dan kontak mental. Kontak visual dilakukan dengan mempertemukan pandangan guru dengan pandangan anak. Guru dapat menyatakan pandangannya ke seluruh anak dan me mandang anak-anak tertentu sebagai wakil keseluruhan secara bergantian. Adapun g uru perlu melakukan kontak mental mendapatkan Feedback dari anak. Selanjutnya, p enyampaian story disesuaikan dengan feedback tersebut. Kernyitan dahi anak-anak perlu ditindaklanjuti dengan penjelasan dari guru. Begitu juga komentar anak-ana k perlu ditindaklanjuti seperlunya. g. Olah Vokal Olah vokal berkaitan dengan ca ra mengeluarkan suara untuk memberikan makna tambahan atau bahkan membelokkan ma kna kata, ungkapan, atau kalimat. Oleh vokal memiliki tiga unsur; kejelasan atau intellegibility, keragaman atau variety, dan irama atau rhytm. Intelligibility ditentukan oleh dua faktor; fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis meliput i dua hal; artikulasi dan kekerasan. Sedangkan faktor psikologis berkaitan denga n pelafalan dan dialek. Artikulasi adalah proses pembentukan dan pemisahan bunyi oleh organ-organ bunyi (tenggorokan, langit-langit, lidah, gigi, bibir, rahang dan hidung). Loudness menunjukkan jumlah energi atau tekanan suara pada gendang telinga. Secara fisiologis, loudness dipengaruhi oleh tiga hal. Pertama, besarny a energi yang diproduksi oleh storyteller, kedua, jarak yang harus ditempuh oleh bunyi dari sumber

39 suara guru ke pendengar (anak), dan ketiga, jumlah gangguan yang harus dilewati. Secara psikologis, tingkat kekerasan suara dipengaruhi oleh perubahan yang haru s dilewati. Secara psikologis, tingkat kekerasan suara dipengaruhi oleh perubaha n yang signifikan. Bila tingkat kekerasan berada di sekitar 50-60 desibel kemudi an bergerak ke 70 desibel, perubahan tidak terasa. Tetapi, apabila tingkat keker asan semula berada di sekitar 30-40 desibel kemudian berubah mendadak menjadi 70 desibel, maka efek psikologis akan muncul berupa munculnya perhatian. Pelafalan menunjukkan cara pengucapan setiap bunyi. Pelafalan merujuk pada dua hal pertam a, cara suatu kata diucapkan kedua, tata cara pengucapan suatu kata. Pelafalan y ang kurang benar bukan saja dapat mengaburkan arti melainkan juga menjatuhkan kr edibilitas storyteller. Disamping itu, kesalahan pelafalan dapat mengalihkan per hatian anak dari pesan ke bunyi, dari isi story ke storyteller. Aspek yang erat kaitannya dengan pelafalan adalah dialek. Dialek adalah sejenis ragam bahasa yan g dikembangkan oleh suatu kelompok, terdiri dari perbendaharaan bahasa, tata, ba hasa, pelafalan, yang membedakannya dari kelompok pengguna bahasa yang lain. Ker agaman merupakan karakteristik vokal yang paling mempengaruhi makna. Keragaman t erdiri dari pitch (nada). Duration (rentang waktu), rate (kecepatan) dan pauses (hentian). Pitch adalah jumlah gelombang yang dihasilkan sebuah sumber energi. P itch naik bila orang berkomunikasi pada saat emosional. Nada adalah berkomunikas i, nada tinggi dapat menunjukkan kemarahan, takut, atau kaget. Nada rendah menun jukkan rasa senang, tenang, atau sedih. Nada datar menunjukkan suara

40 bosan atau tidak serius. Nada yang naik turun (infleksi) menunjukkan antusias, s emangat, atau rasa takut. Duration adalah rentang waktu yang digunakan untuk men gucapkan satu suku kata sedangkan rate atau kecepatan berkomunikasi adalah jumla h kata yang diucapkan dalam satu menit. Kecepatan berkomunikasi dipengaruhi oleh isi pesan, tingkat emosionalitas, intelektualitas storyteller, jumlah pendengar , dan luas ruangan. Rate dikontrol oleh pauses (hentian). Pauses penting untuk m emberikan kesempatan kepada anak untuk mencerna dan memahami apa yang dikatakan guru. Bagi guru sendiri, pauses berfungsi untuk berfikir, mencari kata yang pali ng tepat, dan merencanakan gagasan yang dikemukakan. Pauses juga diperlukan untu k mengatur satuan-satuan pikiran, seperti koma, titik, atau titik koma dalam tul isan. Ritme adalah pengaturan dalam meletakkan tekanan pada bunyi, suku kata, ka limat, atau paragraf. Tekanan pada satuan ungkapan yang kecil disebut stress ata u akses. Tekanan pada ungkapan yang panjang disebut tempo. Stress dan tempo meru pakan petunjuk bagi anak-anak mengenai bagian yang penting. h. Olah Visual Penti ngnya olah visual berangkat dari kesadaran bahwa story tidak hanya didengar anak tetapi juga dilihat. Slogannya adalah Seeing is beleiving. Meskipun bangunan makn a aspek visual tidak cukup terstruktur, tetapi aspek visual diakui dapat mengata si 9. Bentuk pelaksanaan metode storytelling dengan media panggung boneka Metode storytelling dengan media panggung boneka merupakan salah satu metode yang sang at efektif dalam membantu anak usia dini mempelajari bentuk-

41 bentuk perilaku. Anak-anak sangat tertarik dengan boneka-boneka, juga boneka tan gan yang digunakan untuk storytelling dengan media panggung boneka. Mereka seger a dapat menerima keanehan yang membuat boneka-boneka itu seperti hidup. Di TK, m edia panggung boneka merupakan cara yang efektif dalam menunjang berbagai progra m kegiatan belajar. Media panggung boneka sebagai suatu media, tidak begitu muda h pelaksanaannya karena memerlukan kecekatan tertentu. Guru perlu terus melatih diri agar terampil dalam memainkan media panggung boneka, terutama bila mengguna kan banyak boneka sebagai tokoh. Tangan harus terampil, demikian juga suara yang berbeda untuk tiap boneka. Secara khusus, panggung boneka bertujuan untuk melat ih daya tangkap, daya pikir, konsentrasi, melatih membuat kesimpulan, membantu p erkembangan fantasi dan menciptakan suasana menyenangkan di kelas. Menggunakan p anggung boneka membutuhkan beberapa alat pokok, diantaranya adalah: boneka-boneka yang khusus dibuat untuk storytelling dengan m edia panggung boneka adalah bentuk manusia dan hewan, panggung boneka yang cukup besar dengan layar yang mudah dibuka dan ditutup. Jumlah boneka yang dapat dima inkan dalam suatu panggung boneka tergantung dari usia anak yang akan menontonny a. Untuk anak umur tiga dan empat tahun, jumlah boneka yang dimainkan sebaiknya tidak lebih dari tiga boneka. Untuk anak umur lima atau enam tahun tidak lebih d ari lima boneka. Untuk dapat menonton dan menikmati panggung boneka dengan baik, anak-anak yang baru pertama kali menyaksikan perlu semacam persiapan lebih dahu lu. Persiapan tersebut dilakukan dengan memainkan sebuah boneka tanpa panggung d an tanpa cerita tertentu. Dari permainan storytelling dengan

42 media panggung boneka yang paling sederhana ini dapat ditingkatkan ke pelaksanaa n yang agak lebih panjang. Sehingga akhirnya kita sampai pada storytelling denga n media panggung boneka yang sebenarnya, lengkap dengan panggung, lelakon dan ju mlah boneka yang sesuai dengan taraf kemampuan daya tangkap anak. Bentuk-bentuk pelaksanaan storytelling dengan media panggung boneka adalah, storytelling dengan media panggung boneka dengan satu boneka, dalam pela ksanaannya, percakapan dilakukan antara boneka dengan anak-anak, storytelling de ngan media panggung boneka dengan dua boneka dalam pelaksanaannya percakapan dil akukan antar kedua boneka tersebut, sementara anak-anak menyimak. Boneka dipegan g oleh guru, satu di tangan kanan dan sebuah lagi di tangan kiri dan Storytellin g dengan media panggung boneka dengan beberapa buah boneka dan panggung, dalam p elaksanaannya, percakapan dilakukan antara boneka yang sedang memerankan tokoh t ertentu dan biasanya menggunakan panggung serta ada prolog atau pendahuluan dan pengiring sementara anak-anak menyimak jalan ceritanya. Guru menyiapkan boneka y ang akan digunakan dengan atau tanpa panggung, sebelum percakapan dimulai, guru memberikan pendahuluan (prolog) berupa perkenalan dengan tokoh-tokoh dalam cerit a dan bila anak banyak, sebaiknya ada lagi seorang guru yang mendampingi anak me nonton agar tertib. Demikian pula bila menggunakan boneka lebih dari tiga tokoh sebaiknya dibalik panggung ada dua guru, kecuali bila guru sudah sangat mahir da n cekatan dalam menggunakan metode storytelling dengan media panggung boneka ini . Anak-anak dalam menyaksikan storytelling dengan media panggung boneka, makin a syik saja mereka walaupun mereka tahu bahwa dibalik panggung ada guru

43 yang bercakap-cakap untuk boneka. Apa yang dikatakan oleh guru di balik panggung itu harus ditangkap anak sebagai perkataan boneka. Pada saat pertunjukan, anakanak merasakan seolah-olah boneka-boneka itu benar-benar hidup, bergerak, berbic ara, bernyanyi dan tertawa. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, untuk menjel askan jalannya suatu cerita serta untuk menciptakan suasana cerita itu, diadakan prolog dan pengiring, cara mengucapkan kata-kata pendahuluan, pengiring dan jug a penutupnya dilakukan dengan nada dan suara yang berlainan sewaktu melakukan di alog, sehingga anak-anak dapat membedakan katakata guru sebagai percakapan bonek a. Pemunculan boneka harus dari samping kiri atau kanan panggung bukan dari bawa h ke atas. Demikian pula bila akan keluar dari panggung, boneka-boneka itu tidak diturunkan ke bawah tetapi berjalan ke kiri atau ke kanan panggung Kegiatan sto rytelling dengan media panggung boneka, guru meminta anak untuk menceritakan kem bali apa yang diceritakan tadi dan sebelum mementaskan sebuah cerita guru perlu memilih cerita yang dapat diperagakan dalam storytelling dengan media panggung b oneka. Tidak mungkin diperagakan misalnya anak yang sedang memanjat pohon atau i bu yang duduk memangku adik yang sedang diperiksa dokter. B. Media panggung boneka 1. Pengertian Media Pembelajaran Media berasal dari bah asa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berart i perantara, yaitu perantara sumber pesan (a source) dengan penerima pesan (a re ceiver).

44 Dalam situasi pembelajaran di Taman Kanak-kanak terdapat pesan-pesan yang harus dikomunikasikan. Pesan tersebut biasanya merupakan isi dari tema atau topik pemb elajaran. Pesan-pesan tersebut disampaikan oleh guru kepada anak melalui suatu m edia dengan menggunakan suatu prosedur pembelajaran tertentu yang disebut metode . Setelah mencermati beberapa pengertian di atas, ternyata yang disebut dengan m edia pembelajaran itu selalu terdiri atas dua unsur penting yaitu unsur peralata n atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawahnya (message atau software). Unsur pesan (software) adalah informasi atau bahan ajar dalam tema at au topik tertentu yang akan disampaikan atau dipelajari anak sedangkan unsur per angkat keras (hardware) adalah sarana atau peralatan yang digunakan untuk menyaj ikan pesan tersebut. Dengan demikian, suatu baru dikatakan media pembelajaran ji ka sudah memenuhi dua unsur tersebut. Sebagai ilustrasi, pesawat televisi belum berfungsi sebagai media pembelajaran apabila tidak mengandung pesan-pesan yang a kan dipelajari anak, jadi pesawat televisi baru merupakan alat atu hardware saja . Agar dapat disebut sebagai media pembelajaran maka pesawat televisi harus meng andung program atau acara yang mengandung informasi atau pesan atau bahan ajar y ang akan dipelajari anak, menggunakan pesawat televisi sebagai alat peraga untuk memperkenalkan kepada anak tentang komponen-komponen yang ada dalam pesawat tel evisi dan cara kerjanya maka pesawat televisi tersebut dapat berfungsi sebagai m edia pembelajaran.

45 Dari uraian ilustrasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pesan tidak harus se lalu berasal dari media tetapi dapat berasal dari guru atau siapa saja yang meng gunakan media tersebut untuk menyampaikan pesan. Media yang diidentikkan dengan berbagai jenis peralatan atau sarana. Media dapat dikatakan sebagai sarana atau peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting bukanlah peralatannya, t etapi pesan belajar yang dibawa oleh media tersebut atau guru yang memanfaatkann ya. Media merupakan peralatan yang digunakan dalam peristiwa komunikasi dengan t ujuan membuat komunikasi lebih obyektif, media pembelajaran merupakan peralatan pembawa pesan atau wahana dari pesan yang oleh sumber pesan (guru) ingin diterus kan kepada penerima pesan (anak), pesan yang disampaikan adalah isi pembelajaran dalam bentuk tema atau topik pembelajaran dan tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar pada diri anak. 2. Nilai dan Manfaat Media Pembelajara n Masih banyak guru saat ini yang menganggap bahwa peran media proses pembelajar an hanya terbatas sebagai alat bantu semata dan boleh diabaikan manakala media i tu tidak tersedia sebagai alat bantu semata dan tidak tersedia di sekolah. Guru Taman Kanak-kanak yang profesional harus memiliki pandangan sebaliknya, yaitu ba hwa media itu merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran. Me dia pembelajaran merupakan salah satu komponen yang tidak berdiri sendiri, tetap i saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi be lajar yang diharapkan. Tanpa media maka proses pembelajaran tidak akan berjalan dengan efektif.

46 Nilai-nilai media pembelajaran diantaranya. a. Mengkonkretkan konsep-konsep yang abstrak Konsep-konsep yang dirasakan masih bersifat abstrak dan sulit dijelaska n secara langsung kepada anak bisa dijelaskan melalui pemanfaatan media pembelaj aran. Misalnya untuk menjelaskan tentang keadaan siang dan malam, kehidupan di a ir dan sebagainya bisa menggunakan media visual berupa film atau gambar sederhan a. b. Menghadirkan obyek-obyek yang terlalu berbahaya atau sukar untuk dibawa ke dalam lingkungan belajar misalnya guru menjelaskan dengan menggunakan gambar at au media televisi tentang binatang buas seperti harimau, beruang, gajah atau bah kan hewan-hewan yang sudah punah seperti dinosaurus dan lain-lain. c. Menampilka n obyek yang telalu besar. Melalui media, guru dapat menyampaikan gambaran menge nai sebuah kapal laut, pesawat udara, pasar, candi dan sebagainya di depan kelas atau menampilkan obyek-obyek yang terlalu kecil seperti bakteri, virus, semut, nyamuk dan lainlain. 3. Penggunaan alat media dalam storytelling Alat peraga yan g dapat dipakai dalam kegiatan penceritaan cerita perlu disiapkan karena alat pe raga yang tepat dapat mempercepat proses pemahaman isi cerita. Biasanya alat per aga yang digunakan dalam cerita berupa boneka atau barangbarang visual tentang t okoh-tokoh yang ada dalam cerita misalnya tokoh itu berupa gambar hendaknya memp erhitungkan warna yang cocok dengan warna tokoh itu. Alat peraga yang lain dan n yata seperti tokoh cerita binatang piaraan dapat dihadirkan

47 di kelas asalkan tidak merusak suasana dalam kelas. Menggunakan alat media lain untuk penceritaan cerita seperti kaset cerita tape recorder disiapkan untuk mema hami cerita. Fungsi lain dari alat media dalam proses penceritaan adalah suasana menjadi hidup dan dapat menimbulkan daya tarik tersendiri bagi anak. Penggunaan alat media dikemukakan Morrow dalam Tomkins (1991:153), sebagai berikut: (1) Fl annel board (papan planel) tempat melekatkan gambar sesuai cerita. (2) Boneka-bo neka. Gunakan boneka untuk mewakili karakter utama dalam mengisahkan cerita dala m bentuk dialog. Boneka dapat berperan sebagai narator atau pelaku cerita. (3) O bjek benda-benda visual. Gunakan binatang-binatang buatan untuk mewakili binatan g atau objek yang lain untuk mewakili hal-hal penting dalam cerita yang sedang d ikisahkan misalnya penggunaan bola warna keemasan dan lain-lain. Cerita ada yang menggelikan, menyenangkan, atau menggugah rasa ingin tahu mereka, berceritalah terus jika mereka tidak kehilangan minat, namun hentikan bila anak-anak jenuh su ruhlah mereka berpartisipasi dengan menyatakan frase berulang bersama-sama mengu tip pendapat Stewig dalam Tompkins (1991:111) menyatakan bahwa para pencerita ti dak berfokus pada mengingat-ingat cerita karena akan mengganggu keluwesan dalam bercerita, dan mengurangi keakraban yang melekat pada proses penuturan itu sendi ri. Dengan menunjukkan kemampuan bercerita kepada anak dapat merangsang anak unt uk membaca. Peragaan ini dapat memperkenalkan kultur dan nilai-nilai yang berbed a dengan apa yang dimiliki anak. Guru memberi kesempatan kepada anak untuk mende ngarkan bahasa yang kaya dan hidup sebagai penambah perbendaharaan kata dan peng gunaan bahasa lisan. Guru juga melatih keterampilan menyimak anak untuk memahami cerita dan berperan memotivasi anak untuk menikmati aktivitas cerita, menyampai kan cerita itu

48 dengan ekspresi yang menarik dan mengubah suara sesuai percakapan dialog dalam c erita. 4. Media panggung boneka Media panggung boneka menurut Moeslichatun (1996 ) dapat dilaksanakan di Taman Kanak-kanak dan di Sekolah Dasar kelas rendah. Med ia panggung boneka dapat mengembangkan komunikasi beberapa arah, sehingga dapat mengaktifkan kognitif dan pancaindra (Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 15 No. 1, 200 4:11.21). Pelaksanaan panggung boneka sama dengan pelaksanaan kesenian Wayang Gol ek. Ada medium panggung boneka. Pengertian panggung dalam tata dan seni pentas di jelaskan bahwa panggung adalah suatu tempat yang mempunyai batas kesadaran untuk membuat tempat pertunjukkan dengan maksud mengangkat pertunjukan agar mendapat cukup perhatian atau penglihatan tertentu. Pengertian golek ialah boneka atau menca ri . golekan (Bahasa Jawa) berarti boneka. Apakah dibuat dari kayu, lilin atau ke rtas. Arti golek (Bahasa Jawa) adalah mencari. Hubungan antara boneka dan mencari yaitu boneka berkeliling, berputar untuk mencari sesuatu, atau melihat berkelil ing mencari sesuatu (Mulyono, 1989). Wayang Golek menurut asal-usul wayang bentuk nya merupakan kombinasi wayang kulit dan arca. Wayang golek dibuat dari kayu dan berbentuk boneka. Pertunjukan wayang golek diadakan pada malam hari (Ismunandar, 1994). Berdasarkan penjelasan di atas maka media panggung boneka dapat dilaksana kan sebagai media pembelajaran di sekolah rendah. Naskah panggung boneka harus me ngandung tema, plot, penokohan dan latar (Nurgiantoro, 1998).

49 Tema adalah makna arti yang menggambarkan isi cerita. Plot adalah urutan kejadia n atau waktunya dan mengandung hubungan sebab akibat dari cerita. Plot dapat dib edakan plot lurus dan plot sorot balik. Penelitian ini menggunakan plot lurus. P enokohan adalah seseorang yang dijadikan tokoh atau sebagai titik sentral dalam cerita. Tokoh dalam cerita dibagi menjadi tokoh tunggal dan tokoh jamak. Latar a tau setting adalah tempat dan waktu dimana suatu cerita ditampilkan. Latar dibag i latar khas dan latar netral. Penelitian ini menggunakan latar netral. Panggung boneka bermacam-macam bentuk dari yang sederhana sampai ke yang kompleks. Bentu k yang sederhana terdiri dari sebuah bangku yang rata atau meja, dengan sehelai kain yang menutupi bagian atas ke muka sehingga operator tidak bisa dilihat keti ka membukukan tubuh dibelakangnya. Guru berlutut dibelakang meja sehingga tubuh atau kepala tidak tampak di atas permukaan meja panggung boneka yang lebih reali stis mudah diciptakan yaitu terbuat dari kotak kardus. Kotak kardus dibuat sisin ya, dengan bagian yang terbuka dihadapkan kepada penonton. Pada bagian atas kota k menjadi bagian belakang panggung, dimana dekor digambar atau dilukiskan pada k ertas putih yang ditempelkan, tepat dimuka dekor, di bagian kota yang kiri menja di lantai panggung, sebuah lubang dibuat untuk lengan guru yang menahan boneka-b oneka berdiri di permukaan panggung tempat mereka dipertunjukkan. Bila panggung berdiri cukup tinggi, guru dapat berdiri tegak dib elakangnya. Panggung boneka bisa terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan layar yang bisa ditarik dengan tali-tali penarik, disertai lampu-lampu sorot dan bater ai untuk cahaya.

50 Secara umum boneka (marionette dalam bahasa Perancis) ada dua yaitu, Tubuh yang dihubungkan dengan lengan, kaki dan badannya, digerakkan dari atas dengan tali-t ali atau kawat-kawat halus dan boneka yang digerakkan dari bawah oleh seorang ya ng tangannya dimasukkan ke bawah pakaian boneka. Kadang-kadang boneka itu digera kkan oleh tali temali dan disebut marionette, sedangkan boneka yang digerakkan o leh tangan disebut boneka tangan. Secara umum boneka itu lebih mudah dibuat dan lebih mudah dimainkan. Bagaimanapun, gerakan-gerakannya lebih banyak terbatas da ripada marionet. Sekali-kali boneka tangan dan marionet bisa dimainkan bersama-s ama. Mungkin jenis boneka tanganlah yang paling sederhana, dengan menggunakan ka ntung kertas. Sebuah kantung kertas yang dimasuki tangan, dan bagian yang terbuk a diikat erat-erat sekeliling pergelangan oleh karet gelang atau sepotong tali. Sebentuk wajah dilukis pada kantung itu atau disket dengan krayon. Kadang-kadang bisa juga membuat lubang di sampingnya sebagai daun telinga. Atau membuat belah an sebagai mulutnya, dan sebuah jari tangan bisa disorongkan sebagai lidah bilam ana boneka itu berbicara. Benang atau tali direkatkan ke kepala sebagai rambut. Jadi dalam waktu beberapa menit saja siaplah satu set boneka kantung kertas, yan g menggambarkan binatang atau orang, serta dapat dibuat oleh anak-anak dari seti ap tingkat usia sekolah. Boneka kertas bisa dibuat tanpa lengan atau kaki, dan m emiliki kemampuan dramastis yang terbatas. Sekalipun demikian boneka jenis ini s angat mudah dan cepat dibuatnya. Jenis boneka sederhana lainnya, yang memiliki k emungkinan berperan secara terbatas adalah wayang. Terdiri atas suatu bentuk pot ongan karton yang diikatkan

51 kepada sebuah batang atau tongkat. Gerakan-gerakannya terbatas pada gerakan dari satu tempat ke tempat lain pada satu panggung sambil bercerita. Kesederhanaan d ari pembuatan dan permainannya menyebabkan wayang mudah diadaptasikan dalam peng gunaannya di tingkat pertama pada sekolah dasar. Sebuah bola tenis bekas atau bo la karet, dapat melengkapi sebentuk kepala yang sederhana ketika membuat boneka tangan. Pertama-tama buatlah lubang pada bola itu cukup besar sehingga memudahka n jari tangan pemain ketika menggerakkan kepala boneka itu. Lalu wajahnya digamb ar atau dilukis pada bagian muka bola tenis itu. Bilamana permukaan bola telah d icukur, maka permukaannya akan mudah sekali dilukis. Rambut pun bisa dilukiskan dan sebuah topi kertas diikatkan kepadanya, bisa juga dengan benang atau tali ya ng direkatkan kepadanya sebagai rambut. Tak terhitung banyaknya berbagai jenis s osok tubuh yang dipergunakan kepada boneka bola tenis itu. Paling sederhana adal ah sehelai saputangan sutera, atau serbet yang dililitkan kepada jari tangan per tama sebelum dimasukkan ke dalam kepala boneka. Tentu saja boneka itu tidak memp unyai tangan, tetapi untuk menyempurnakan kekurangannya itu bisa ditutupi oleh p ercakapan yang hidup disertai anggukan kepala. Jenis sosok tubuh sederhana lainn ya, faedahnya sama untuk kepala dari bola tenis atau kepala dari bubur kertas; y ang akan dijelaskan selanjutnya adalah dari sebuah kaus kaki. Sama halnya dengan saputangan, tangan dimasukkan ke dalam kaus kaki sebelum kepala dimasuki jari t angan si pemain. Dalam cara ini boneka tidak berlengan, tetapi bila sebuah luban g dibuat pada bagian samping kaus kaki itu, telunjuk dan ibu jari bisa dijulurka n untuk melengkapi sepasang lengan boneka. Pakaian yang lebih indah

52 untuk boneka tangan adalah pakaian boneka atau pakaian yang dijahit khusus untuk menggambarkan perwatakan. Pakaian ini bisa dibuat dari kain atau kertas krep. B erbagai jenis boneka dari bubur kertas dapat dibuat dengan variasi bentuk wajah boneka yang lebih banyak dibanding jenis boneka-boneka lainnya. Untuk membuat sa tu macam jenis kepala boneka, letakanlah sebentuk silinder kecil dari kardus yan g melingkari jari tangan yang akan dipergunakan untuk memainkan kepala itu. Sili nder itu disimpulkan oleh sepotong tali atau karet gelang. Lalu pita kertas hand oek dicelupkan ke dalam campuran lem kertas tembok yang mirip dengan krim yang l engket. Pita kertas basah itu dililitkan sekeliling dan atas silinder sehingga m embentuk sebuah bola yang membesar berangsur-angsur. Setelah beberapa lapis kert as dililitkan kepala itu akan menjadi lembab dan belum terbentuk cukup. Oleh kar ena itu perlu dikeringkan satu atau dua hari, sebelum lilitan dari kertas ditamb ah lagi. Proses ini terus dilanjutkan, sampai ukuran yang dikehendaki tercapai. Pada tahap akhir pembuatan gumpalan kepala dari kertas berperekat selanjutnya bi sa dibentuk telinga, hidung, bibir, ceruk, mata, atau dagu. Selembar pita panjan g menyelubungi kepala ini menjadi bentuk yang tetap. Bilamana telah kering, cat poster bisa dipergunakan untuk medekornya. Pakaian boneka bisa dijahitkan dengan benang yang kuat atau ditempelkan kepada bagian silinder karton yang menonjol t empat pegangan jari tangan. Bila lengan diperlukan, dapat dibentuk dengan bubur kertas (papier mache) dan dijahitkan atau ditempelkan kepada ujung lengan baju. Beberapa orang siswa ingin menambahkan kaki serta telapaknya. Itu bisa saja dibu at dengan cara menjahitkan telapak kaki dari bubur kertas kepada engsel kaki yan g bebas,

53 dalam hal ini penting membiarkan bagian belakang pakaian itu dibuat terbuka untu k lengan operator. Mempercepat proses pembentukan kepala dari boneka bubur kerta s dan agar lebih ringan memainkannya, jangan mulai dengan silinder kardus sepert i telah dijelaskan di atas. Sebaliknya, buatlah bentuk kepala kasar dan besar de ngan plastisin. Pita kertas koran atau kertas handuk yang dicelupkan ke pasta di pergunakan kepada bentuk ini disertai ceruk yang disediakan untuk jari operator. Bila sejumlah lapisan telah dipergunakan, kepala boneka dan bentuk-bentuk jari telah dibentuk, biarkanlah bubur kertas mengering sama sekali. Bila telah kering , belahan sisinya dengan pisau dan keluarkanlah tanah liatnya. Belahan kepala it u ditautkan kembali, dan belahan itu ditambal dengan beberapa lapisan bubur kert as. Setelah kering baru dicat. Cara ini menghasilkan kepala boneka yang sangat r ingan yang dapat dikerjakan dengan cepat, daripada yang diperlukan oleh berbagai macam cara silinder kardus. Selain mempergunakan plastisin sebagai bentuk dasar dari kepala, sebagian pembuat boneka ada yang membuat beberapa lapisan bubur ke rtas ke atas ukuran besarnya bola lampu, serta bentuk yang diinginkan dapat dike mbangkan terus. Bila telah kering, lapisan luar bubur keras dibelah, bola lampun ya dikeluarkan, lalu kedua belah lapisan itu ditambal dengan pita kertas berpere kat. Pada umumnya membuat dan memainkan marionet lebih sulit daripada boneka tan gan. Jenis umum dari marionet terdiri atas sebuah kepala, tubuh dan anggota bada n dari kayu, semuanya dipegang oleh kaitan-kaitan kawat atau kepala-kepala sekru p sehingga bagian-bagian yang berbeda dari boneka itu dapat bergerak bebas.

54 Jenis marionet lebih mudah dan sederhana yang dibuat dari bubur kertas dan kawat bila dibandingkan dengan yang dibuat dari kayu. Kepala boneka dibuat dari bubur kertas. Sebuah kerangka kawat membentuk sosok tubuh, dan bubur kertas menyelimu ti bentuk anggota badan dari kawat. Tali temali untuk setiap anggota tubuh, bagi an belakang tubuh dan puncak kepala diikatkan kepada sebuah rangka kayu kecil be rbentuk H dengan alat tersebut operator mengendalikan gerakan-gerakan marionet d ari atas panggung. Macam-macam boneka yang digunakan untuk media panggung ialah Boneka tangan atau puppet terbuat dari kayu atau akrilik atau bubur kertas atau kain, baju, dan tangan dari kain. Bentuk boneka orang atau binatang, ukuran dari warna boneka disesuaikan dengan jenisnya, boneka orang atau bayi (laki-laki dan perempuan) terbuat dari plastik, karet atau kain. Ukuran sesuai proporsi bentuk orang atau bayi atau ukuran baju boneka terbuat dari kain, boneka binatang terb uat dari kain berbulu halus berisi dacron atau busa atau kapas dengan bentuk ber bagai binatang, wayang kulit atau wayang golek terbuat dari kulit sapi atau kerb au atau karton atau kayu, ukuran sesuai kebutuhan. Bentuk wayang sesuai keadaan atau daerah setempat. C. Menyimak dan Berbicara 1. Pengertian Menyimak Istilah menyimak sering kita ju mpai dalam kehidupan sehari-hari. Menyimak tentu saja berbeda dengan istilah men dengarkan, meskipun memilki keterkaitan makna yaitu sama-sama berhubungan dengan kegiatan mendengarkan. Makna

55 mendengarkan lebih sederhana daripada menyimak. Kegiatan mendengarkan belum tent u menyimak sesuatu hal bila ia tidak memahami apa yang didengarnya. Kemampuan me nyimak adalah suatu bentuk kemampuan berbahasa yang bersifat represif. Pada wakt u proses pembelajaran, kemampuan ini jelas mendominasi aktivitas siswa dibanding kemampuan yang lainnya, termasuk kemampuan berbicara. Pada hakekatnya menyimak berarti mendengarkan dan memahami bunyi bahasa. Namun, sebelum penyimak sampai p ada taraf pemahaman, penyimak harus menerima gelombang-gelombang suara. Kenyataa n ini membuktikan bahwa menyimak sebenarnya bersifat aktif. Bila perhatian kita hanya terpusat pada aktivitas fisik penyimak selama yang bersangkutan terlibat d alam peristiwa menyimak, maka seolah-olah menyimak bersifat pasif. Anggapan sepe rti ini memang pernah dianut sebagian orang. Namun sekarang anggapan itu sudah m ulai ditinggalkan berubah menjadi penyimak yang bersifat aktif dan represif. Art inya, setiap yang terlibat dalam proses menyimak harus memahami, menghayati, men ginterpretasi, mengapresiasi, dan mengidentisifikasi sejumlah kemampuan yang dig unakan itu sesuai denagan aktivitas menyimak. Pada saat penyimak menagkap bunyi bahasa, yang bersangkutan harus menggunakan kemampuan memusatkan perhatian. Arti nya bunyi atau yang dilihatnya harus di identifikasikan. Mendengarkan adalah sua tu proses menerima bunyi bahasa dengan disengaja dan penuh perhatian tetapi tida k sampai pada tahap memahami bunyi bahasa tersebut. Sedangkan menyimak adalah pr oses mendengarkan bunyi-bunyi bahasa dengan penuh perhatian, pemahaman apresiasi dan interpretasi sehingga bunyi bahasa

56 tersebut menjadi bermakna. Seperti yang dikemukakan Russell dan Anderson bahwa m enyimak adalah mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi (Tarigan, 1994: 28). Agar lebih jelas apa yang dimaksud dengan menyimak, akan d iuraikan pengertian menyimak menurut para ahli sebagai berikut: Keterampilan men yimak merupakan keterampilan menangkap bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan atau di bacakan orang lain dan diubahnya menjadi bentuk makna untuk terus dievaluasi, di tarik kesimpulan dan ditanggapi. Jelas hal ini merupakan salah satu kegiatan kom unikasi (berbahasa) untuk sanggup dan mampu atau terampil (menerima sejumlah inf ormasi dari orang lain) (Suhendar dan Supinah, 1992: 4) Menyimak adalah suatu pro ses mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresi asi serta interpretasi untuk m,emperoleh informasi; menangkap isi atau pesan ser ta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan (Tarigan, 1994: 28). Menyimak memiliki makna mendengarka n atau memperhatikan baik-baik yang dikatakan oleh orang lain. Selain itu, secar a sederhana dapat dikatakan bahwa menyimak merupakan suatu peristiwa penerimaan pesan gagasan, pikiran atau perasaan orang lain (Sutari dkk, 1998: 18). Menurut Brown (1995) terdapat delapan proses dalam kegiatan menyimak, yakni: 1. Pendenga r Merespons raw speech dan menyimpan image darinya dalam short term memory. Imag e ini berisi frase, klausa, tanda-tanda baca, intonasi dan polapola tekanan kata dari suatu rangkaian pembicaraan yang ia dengar. 2. Pendengar menentukan tipe d alam setiap peristiwa pembicaraan yang sedang diproses. Pendengar sebagai contoh , harus menentukan kembali apakah pembicaraan tadi berbentuk suatu dialog, pidat o, siaran radio, dan kemudian ia menginterpestasikan pesan yang ia terimanya.

57 3. Pendengar mencari maksud dan tujuan pembicara dengan mempertimbangkan bentuk dan jenis pembicaraan, konteks dan isi. 4. Pendengar me-recall latar belakang in formasi (melalui skema yang ia miliki) sesuai dengan konteks subjek masalah yang ada. Pengalaman dan pengetahuan akan digunakan dalam membentuk hubungan-hubunga n kognitif untuk memberikan interperstasiyang tepat terhadap pesan yang disampaikan. 5. Pendengar mencari arti literal dari pesan yang ia dengar. Proses ini melibatkan kegiatan interprestasi semantik. 6. Pendengar menentukan arti yang dimaksud. 7. Pendengar mempertimbangkan apakah informasi yang ia terima harus disimpan didalam memorin ya atau ditunda. 8. Pendengar menghapus bentuk pesan-pesan yang telah ia terima. Pada dasarnya, 99% kata-kata dan frase, serta kalimat yang diterima akan menghi lang dan terlupakan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa m enyimak merupakan suatu rangkaian proses mendengarkan dengan sengaja lambang-lam bang lisan yang bermakna, mulai dari proses mengidentifikasi bunyi ujaran terseb ut lalu menginterperstasikannya, kemudian mengevaluasinya, dan terakhir proses m erespon atau menanggapi ujaran tersebut. 2. Tujuan Menyimak Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan manusia mempunyai tujuantujuan yang ingin dicapai. Begi tupun dengan kegiatan menyimak yang dilakukan penyimak, didorong oleh tujuan-tuj uan tertentu yang ingin dicapai. Logan (1995)

58 membagi tujuan menyimak sesuai dengan kepentingan penyimak itu sendiri, seperti berikut ini. a. b. Menyimak Untuk Belajar. Orang menyimak bertujuan utama agar d apat memperoleh pengetahuan dari bahan ujuan pembicara. Menyimak untuk menikmati keindahan audial. Orang menyimak pada penekanan kenikmatan terhadap sesuatu dar i materi yang diujarkan atau yang diperdengarkan atau yang digelarkan (terutama sekali dalam bidang seni). Menyimak untuk mengevaluasi. Orang menyimak dengan ma ksud agar dapat memilih apa-apa yang dia simak itu. Menyimak untuk mengapresiasi . Orang menyimak agar dapat menikmatiserta menghargai apa-apa yang disimaknya it u (Misalnya: pembacaan cerita, pembacaan puisi, music dan lagu, dialog, diskusi panel, perdebatan). Menyimak untuk mengkomunikasikan ide-idenya sendiri. Orang m enyimak dengan maksud agar dapat mengkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan maup un perasaan-perasaannya kepada orang lain dengan lancar dan tepat. Banyak contoh dan ide yang dapat diperoleh dari pembicara dan semua ini menjadi bahan penting yang menunjangnya dalam mengkomunikasikan ide-idenya. Menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi. Orang menyimak dengan maksud dan tujuan agar dapat membedakan buny i-bunyi dengan tepat, mana bunyi yang membedakan arti; biasanya ini terlihat nya ta pada seorang yang sedang belajar bahasa asing yang asik mendengarkan ujaran b ahasa asli. Menyimak untuk memecahkan masalah. Orang menyimak dengan maksud untu k dapat memecahkan masalah secara kreatif dan analisis, sebab dari pembicara mun gkin dia banyak mendapatkan masukan yang berharga. Menyimak untuk meyakinkan. Or ang tekun menyimak sang pembicara untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu masala h atau pendapat yang selama ini dia ragukan; dengan perkataan lain ia menyimak s ecara persiasif. c. d. e. f. g. h. 3. Jenis-jenis Menyimak Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa tujuan umum kegiatan menyimak adalah untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang hendak disampaikan pembicara melalui ujaran. Selain tujuan umum menyimak terdapat juga tujuan khusus, yang menyebabkan jenis menyimak

59 beraneka ragam. Sebagai bagian dari program pengajaran bahasa (menyimak intesif) dapat dibedakan menjadi enam jenis. 1. Menyimak kritis Menyimak kritis adalah j enis kegiatan menyimak untuk mencari kesalahan atau kekeliruan dari seorang pemb icara. Jenis-jenis menyimak kritis: a. Membedakan fakta dari khayalan menurut kr iteria tertentu. b. Menentukan validitas dan ketepatan gagasan utama, argument-a rgumen, dan hipotesis. c. Membedakan pertanyaan-pertanyaan yang didukung dengan bukti-bukti yang tepat dari opini dan penilaian, dan mengevaluasinya. d. Membeda kan pertanyaan yang didukung dengan bukti-buktiyang tepat dari buktibukti yang t ak relevan dan sekaligus mengevaluasinya. e. Memeriksa, membandingkan, dan mengk ontraskan gagasan dan menyimpulkan pembicaraan, misalnya mengenai ketetapan dan kesesuaian suatu deskripsi. f. Mengevaluasi kesalahan-kesalahan, seperti misalny a : generalalisasi yang tergesagesa, analogi yang salah, dan gagal dalam menyaji kan contoh. g. Mengenal dan menentukan pengaruh-pengaruh berbagai alat yang mung kin di pakai oleh pembicara untuk mempengaruhi pendengar, misalnya:, musik, kata -kata yang tak penting, intonasi suara, permainan isu emosional dan kontrovesion al dan propaganda. 2. Menyimak konsentratif Menyimak konsentratif (konsentrtife listening) sering juga disebut a study type listening atau menyimak yang sejenis menelaah.

60 3. Menyimak kreatif Menyimak kreatif (creative listening) adalah sejenis kegiata n dalam menyimak yang dapat mengakibatkan kesenangan rekontruksi imajinatif para penyimak terhadap bunyi, penglihatan, gerakan, serta perasaan-perasaan kinestet ik yang disarankan atau dirangsang oleh apa-apa yang disimaknya. 4. Menyimak eks ploratif Menyimak eksploratif, menyimak yang bersifat menyelidik atau eksplorato ry listening adalah sejenis kegiatan menyimak intensif dengan maksud dan tujuan menyelidiki sesuatu lebih terarah dah lebih sempit. 5. Menyimak intogratif Menyi mak intogratif (intergrative listening) adalah sejenis kegiatan menyimak intrens if yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi, pemusatan perhatian dan p emilihan butir-butir dari ujaran sang pembicara, karena sang penyimak akan menga jukan pertanyaan-pertanyaan. 6. Menyimak selektif Menyimak selektif adalah kegia tan menyimak yang biasanya dipergunakan dalam mempelajari bahasa asing. 4. Menyi mak sebagai Suatu Kemampuan Berbahasa Keterampilan berbahasa mencakup empat kete rampilan, yaitu keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut dibagi menjadi dua macam keterampilan dengan sifat yang be rbeda, yaitu keterampilan aktif reseptif dan aktif produktif. Menyimak dan membac a bersifat reseptif, sedangkan menulis dan berbicara bersifat produktif (tarigan, 1994: 4). Dengan demikian, dapat dikomentar bahwa menyimak merupakan keterampil an berbahasa yang bersifat aktif

61 reseptif. Hal tersebut disebabkan pada waktu orang menyimak pikiran penyimak buk an pasif menerima pesan yang disampaikan oleh pembicara. Pikiran secara aktif me ndengarkan bunyi-bunyi mengenali satuan-satuan bunyi yang bermakna, dan mengenal i pesan yang serupa dari system kognitifnya sendiri sesuai dengan kaidahkaidah y ang sudah diinternalisasikan, serta membandingkannya dengan apa yang didengarnya . Jadi, pada waktu mendengarkan pikiran anak terlibat secara aktif dalam kegiata n ini. Ditinjau dari segi sarana yang digunakan untuk menghasilkan bahasa terdap at dua ragam bahasa yang kita gunakan yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan. Sec ara alamiah anak belajar berbahasa melalui proses menyimak dan berbicara. Lingku ngan yang banyak memberikan stimulasi dan memperkaya pembendaharaan kata anak adalah lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, oleh sebab itu orang tua dan guru dapat memberikan stimulasi pada anak agar kemampua n bahasa lisan dapat berkembang secara optimal. Ragam bahasa lisan adalah menyim ak dan berbicara bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan. Dengan alat ucap ya ng mencakup aspek lafal, kata, susunan kalimat dan kosa kata. Menurut Dendy Sugo n (1997:14) bahwa: Bahasa lisan adalah bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasarnya. Kemampuan menyim ak merupakan dasar bagi seorang anak untuk dapat berbicara dengan baik dan merup akan peranan penting dalam kehidupannya. Perbedaan kemampuan menyimak dan berbic ara adalah kemampuan menyimak bersifat aktif reseptif (menerima pesanan) sedangk an kemampuan berbicara bersifat aktif produktif (menyampaikan pesan).

62 5. Fungsi Menyimak Kegiatan menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang paling b anyak dilakukan. Pendapat ini diperkuat oleh Bromley bahwa ada dua alasan mengajari an ak mendengarkan. Pertama, anak dan orang dewasa sebagian besar menghabiskan wakt unya untuk mendengar. Kedua, kemampuan mendengar sangat penting tidak hanya bela jar dalam kelas tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dan peranan peny imak bagi anak adalah sebagai dasar belajar bahasa penunjang keterampilan berbic ara, membaca, dan menulis, penunjang komunikasi lisan dan penambah informasi ata u pengetahuan. Menurut Hun dalam Tarigan (1986:55) fungsi menyimak adalah Mempero leh informasi, membuat hubungan antar pribadi lebih efektif, memberikan respon p ostif dan mengumpulkan data agar dapat membuat keputusan yang masuk akal. Fungsi keterampilan menyimak adalah: a. Menyadari dasar belajar bahasa, baik bahasa per tama maupun bahasa kedua. Kegiatan mendengar merupakan awal dari kemampuan berba hasa seorang anak dapat mengucapkan kata mama, papa setelah ia sering menyimak p engucapan kata-kata tersebut. Belajar bahasa asing diawali dengan menyimak cara pengucapan fonem, kata dan kalimat dan menggunakannya dalam kegiatan berbicara. b. Menjadi dasar pengembangan kemampuan bahasa tulis (membaca dan menulis) sebel um membaca anak harus memilih kemampuan mendengar. Dari kemampuan mendengar anak dapat menuangkan kedalam tulisan dan kesiapan anak untuk membaca. c. Menunjang keterampilan berbahasa lainnya dari hasil semakin akan dapat mengetahui ciri-cir i bahasa pembicara. Hal ini akan dapat menunjang kemampuan

63 berbicara penyimak. Dari hasil simakan akan memperoleh tambahan pembendaharaan kata yang dapat meningkatkan keterampilan berbahasanya. d. Memper lancar komunikasi lisan Setelah menyimak akan dapat mengetahui isi atau makna pe mbicaraan, berarti menyimak dapat memperlancar, komunikasi lisan e. Menambah inf ormasi atau pengetahuan Melalui menyimak akan memperoleh pengetahuan tentang kem ajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui ber ita ceramah, diskusi. 6. Jenis-jenis Menyimak yang Dikembangkan di Taman Kanak-k anak Kemampuan berbahasa merupakan salah satu kemampuan dasar yang di kembangkan di Taman Kanak-kanak, kemampuan bahasa lisan adalah kemampuan berbahasa yang di peroritaskan untuk dikembangkan di lembaga ini sebelum diajarkan membaca dan men ulis anak, terlebih dahulu harus memiliki kemampuan menyimak. Jenis-jenis menyim ak; (1) menyimak informatif, (2) menyimak kritis, (3) menyimak apresiatif. 7. St rategi Pengembangan Kemampuan Menyimak di Taman Kanak-kanak Strategi untuk menin gkatkan kemampuan menyimak adalah.: a. Tetap diam artinya penyimak tidak menamba hkan kata-kata sewaktu terjadi keragu-raguan ketika seseorang pembicara sedang t erhenti. b. Anak belajar lebih banyak jika guru mendengarkan lebih banyak (Broml ey). c. Mempertahankan kontak mata adalah tetap menjaga kontak mata dengan pembi cara.

64 d. Menggunakan bahasa non verbal agar dapat membantu pemahaman anak terhadap apa yang diperdengarkan, bisa memanfaatkan bahasa non verbal seperti gerakan tangan , mimik atau ekspresi. e. Menangkap pengertian Mendengarkan sesuatu yang tidak s esuai dapat menemukan waktu yang tepat untuk menanyakan sebuah pernyataan atau p ertanyaan. f. Membagi kesan mental Pendengar terlihat aktif dalam mendengarkan m engolah apa yang didengar sehingga lebih mengerti. g. Mendorong berbicara Mendor ong anak untuk berani berbicara dan percaya diri. h. Partisipasi kelompok Kegiat an yang dapat dilakukan secara berkelompok yang dapat meningkatkan kemampuan men yimak adalah berpasangan, bermain peran, atau dramatisasi. 8. Metode Pengembanga n Kemampuan Menyimak di Taman Kanak-kanak Metode yang digunakan di Taman Kanak-k anak adalah a. Simak ulang ucap Digunakan dalam memperkenalkan bunyi-bunyi terte ntu seperti bunyi kendaraan, suara binatang, bunyi pintu dan lain-lain. b. Simak kerjakan Model berisi kalimat perintah misalnya anak mampu melaksanakan 2-3 per intah secara berurutan kegiatan ini bisa digunakan dalam bentuk permainan atau p erlombaan.

65 c. Simak terka Guru menyiapkan benda-benda yang tidak diketahui atau tidak diper hatikan kepada anak, lalu menyebutkan ciri-ciri benda tersebut dan ditugaskan un tuk menerka benda yang dimaksud. d. Menjawab pertanyaan Guru menyiapkan bahan si makan berupa cerita, kemudian guru menyampaikan bahan tersebut secara membacakan cerita. Setelah bercerita guru mengajukan pertanyaan pada saat kegiatan menyima k berlangsung tujuan untuk memahami isi cerita. e. Parafrase Guru mempersiapkan sebuah puisi yang cocok untuk anak, guru membacakan puisi tersebut, anak menyima k kemudian ditugaskan untuk menceritakan kembali isi puisi tersebut. f. Merangku m Guru menyiapkan bahan simakan berupa cerita yang tidak terlalu panjang, setela h guru bercerita anak ditugaskan untuk menceritakan isi cerita tersebut dengan k alimat sendiri. g. Bisik berantai Membisikkan pesan kepada anak lalu anak terseb ut membisikkan kembali kepada anak lain dan seterusnya. h. Identifikasi kata kun ci Anak sudah memiliki pengetahuan tentang struktur kalimat

66 9. Program kegiatan pengembangan kemampuan menyimak Program kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menyimak pada Taman Kanak-kanak. a. Kemampuan yang diharapkan menceritakan kembali isi ce rita sederhana yang sudah diceritakan guru. b. Kegiatan bercerita judul Mawar yan g Sombong. c. Metode teknik yang digunakan bercerita, tanya jawab dan penugasan. d. Langkah-langkah pelaksanaan guru mengatur posisi tempat duduk anak, Guru meng adakan apersepsi untuk memancing perhatian anak untuk mendengarkan cerita guru s eperti dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan cerita, Guru mulai b ercerita dan anak menyimak, Setelah selesai bercerita guru memberi tugas pada an ak untuk mengungal kembali yang diucapkan tokoh ketika tokoh itu meminta tolong dan Guru memberikan penghargaan kepada anak yang sudah lancar bercerita dan memb eri motivasi pada anak yang belum. D. Hubungan Menyimak dengan Kemampuan Berbahasa Lainnya a. Menyimak dengan berbi cara Berdasarkan pendapat Tgarigan (1994:3) bahwa Menyimak dan berbicara merupaka n kegitan komunikasi dua arah secara langsung, merupakan komunikasi tatap muka a tau face to face communication. Maka antara menyimak dan berbicara terdapat hubun gan yang sangat erat salah satu contoh yang menunjukkan betapa eratnya hubungan tersebut, ketika anak-anak kontak pertama dengan bahasa melalui menyimak. Mereka mempelajari sesuatu melalui peniruan dan penyimakan. Hal ini berarti menyimak i tu mendahului perkembangan keterampilan berbicara.

67 b. Menyimak dengan membaca Berdasarkan pendapat Brook (1964:134) bahwa Menyimak d engan membaca mempunyai persamaan, keduanya bersifat reseftif atau bersifat mene rima. Berarti menyimak menerima informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca me nerima informasi dari sumber tulisan. c. Menyimak dengan tulisan Menurut pendapa t Ramlan (1981:19-20) bahwa Pada kebiasaan menyimak dan kemampuan menulis terdapa t korelasi yang tinggi. Berarti orang mahir menulis biasanya banyak menyimak dan mempunyai daya simak yang baik. Penyimak yang baik dapat menulis hasil yang disi maknya. Kemampuan menulis yang baik membuktikan bahwa ada upaya menyimak yang ba ik pula. E. Kemampuan Bicara Anak Usia Dini 1. Pengertian Bicara Anak Berbicara secara um um dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hat i) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud t ersebut dapat dipahami oleh orang lain (Depdikbud, 1984/1985:7). Pengertian bica ra secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Tarigan (1986:15) mengemuka kan Bicara adalah kemampuan mengucapkan bunyibunyi artikulasi atau kata-kata untu k mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Menurut Hariyadi dan Zamzami (1996/1 997:54) Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab di dalamnya terjadi pesan dari suatu

68 sumber ke tempat lain. Berbicara juga merupakan bentuk perilaku manusia yang mema nfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantic, dan linguistic. Pada saat bicara, seseorang akan memanfaatkan fisiknya yaitu alat ucap untuk men ghasilkan bunyi bahasa. Bahkan organ tubuh yang lain seperti kepala, tangan, dan roman muka pun dimanfaatkan dalam berbicara. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Stabilitas emosi misalnya, tida k saja berpengaruh terhadap kualitas suara yang dihasilkan oleh alat ucap tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan. Demikian pula faktor se mantik yang berhubungan dengan makna dan faktor linguistik yang berkaitan dengan struktur bahasa selalu berperan dalam kegiatan berbicara. Bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap dan kata-kata harus disusun menurut aturan tertentu agar bermakn a. Jika kata-kata yang disusun itu tidak mengikuti aturan bahasa yang dipakai ak an berpengaruh terhadap pemahaman makna oleh lawan bicaranya. Berbicara merupaka n tuntutan kebutuhan manusia hidup. Manusia sebagai makhluk sosial, manusia akan berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat utamanya . Stewart dan Kenner Zimmer (Depdikbud, 1984/1985:8) Memandang kebutuhan akan kom unikasi yang efektif dianggap sebagai suatu yang esensial untuk mencapai keberha silan dalam setiap individu, baik aktivitas individu maupun kelompok. Selanjutnya bagaimana dengan pengertian bicara anak? Kalau kita mengamati anak bicara, dapa t dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan bicara anak adalah suatu penyampaian mak sud tertentu dengan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa supaya bunyi tersebut dapat d ipahami oleh orang yang ada dan mendengar di sekitarnya. Bunyi tangisan bayi seb enarnya juga

69 mempunyai maksud tertentu, mungkin memanggil orang tuanya, mungkin kedinginan, m ungkin lapar, mungkin haus, dan sebagainya. Bicara anak lebih luas maknanya diba nding dengan makna bicara secara umum. Jika berbicara lebih diartikan bunyi-buny i bahasa supaya bunyi tersebut dapat dipahami oleh lawan bicara, tetapi bicara a nak lebih diartikan bunyi yang diucapkan oleh anak, baik bunyi bahasa maupun buk an bunyi-bunyi bahasa tetapi diucapkan oleh alat ucap anak. Sejalan dengan penda pat Tarigan (1981:15) bahwa Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi ar tikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pik iran, gagasan dan perasaan. Lebih jauh lagi Tarigan (2005:1) menyatakan bahwa : Ke terampilan berbahasa mempunyai empat komponen yaitu keterampilan menyimak, keter ampilan berbicara, keterampilan membaca dan menulis. Keempat komponen tersebut sa tu sama lain berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Berbicara merupakan suatu k emampuan yang penting dalam berbahasa disamping kemampuan menyimak, membaca dan menulis. Kegiatan komunikasi seseorang lebih banyak secara lisan dibandingkan ko munikasi secara tertulis dalam kehidupan sehari-hari digunakan sebagian besar wa ktu bicara dan mendengarkan. Berbicara merupakan prakarsa nyata dalam mengungkap kan bahasa gagasan atau perasaan secara lisan. Kemampuan berbicara adalah salah satu komponen yang harus dikembangkan dalam perkembangan bahasa, sebab manusia m erupakan makhluk sosial yang selalu ingin berkomunikasi dengan orang lain. Agar komunikasi bisa berjalan dengan baik anak harus membentuk hubungan sosial sehing ga anak dapat memecahkan masalahmasalah yang timbul dalam hubungan sosial dengan temannya.

70 2. Tahapan Perkembangan Bicara Anak Perkembangan bicara anak prasekolah disebut juga perkembangan bahasa anak sebelum ia memasuki sekolah. Berbagai teori dikemu kakan bahwa pada awalnya, ujaran anak berbentuk bunyi yaitu bunyi tangis anak. M engenai bunyi tangis bayi itu sulit untuk dilambangkan dan dimaknai. Oleh karena itu, perkembangan bahasa anak awalnya dapat diamati bila ia berujar dengan kata -kata yang mempunyai makna. Pateda (1990:65-70) menjelaskan Tahapan perkembangan awal ujaran anak, yaitu tahap penamaan, tahap telegrafis, dan tahap transformasi onal. Ketiga tahap ujaran anak tersebut sebelum anak sekolah dan dapat diuraikan berikut ini. a) Tahap Penamaan Pada tahap penamaan, anak baru mulai mampu menguj arkan urutan bunyi kata tertentu dan ia belum mampu untuk memaknainya. Urutan bu nyi yang diujarkan anak itu biasanya terbatas dalam satu kata. Misalnya, anak me ngujarkan urutan bunyi mama, papa, makan, atau minum. b) Tahap Telegrafis Pada tahap egrafis ini anak sudah mulai bisa menyampaikan pesan yang diinginkannya dalam be ntuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata. Maksudnya kalimat-kalimat ya ng diucapkan anak terdiri atas dua atau tiga kata. Yang termasuk pada tahap ini yaitu anak yang berumur sekitar dua tahun (Steinbergh, 1982). Misalnya urutan bu nyi mama makan, adik minum. c) Tahap Transformasional Pengetahuan dan penguasaan kat a-kata tertentu yang dimiliki anak dapat dimanfaatkan untuk mengucapkan kalimatkalimat yang lebih rumit. Anak yang berumur lima tahun adalah sudah mulai member anikan diri untuk bertanya,

71 menyuruh, menyanggah, dan menginformasikan sesuatu. Berbagai kegiatan anak aktiv itasnya dikomunikasikan atau diujarkan melalui kalimat-kalimat. Di sini anak sud ah mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam. Misalnya, Bu, saya masih kenyang tidak mau makan. Anak usia sekol ah mulai berkembang kreativitas kebahasaannya. Di sekolah aktivitas anak senang berkelompok-kelompok. Setiap kelompok anak mencoba mengembangkan penggunaan baha sa yang khas untuk dia. Anak mencoba berkreativitas membuat suatu permainan kata -kata atau humor-humor dengan memakai kata-kata tertentu. Ia menemukan istilah-i stilah khusus. Misalnya, untuk mengungkapkan kegembiraannya dengan kata hore, asyik dan untuk kekesalan dengan kata aduh atau sialan. 3. Tujuan Berbicara Anak Usia Dini Dengan merujuk pada pendapat Syaodih dan Soemantri (Mushaffa, 2008:5), tujuan b erkomunikasi anak usia dini adalah sebagai berikut. a. Memuaskan Kebutuhan Berko munikasi merupakan salah satu dorongan yang terdapat pada diri anak. Karena itu, berkomunikasi merupakan kebutuhan anak. Dengan mampu berkomunikasi, anak merasa puas. Sebaliknya, apabila dorongan ini terhambat, mak a akan timbul masalah. Menurut Davis dan Washerman, kurangnya berkomunikasi akan menghambat perkembangan kepribadian. Dan menurut Ashley, agen paling penting ba gi anak untuk memanusiakan adalah komunikasi (Rakhmat, 1992: 2). b. Mengungkapka n Kebutuhan dan Keinginan Berkomunikasi, anak dapat mengungkapkan kebutuhan dan keinginan tanpa harus menangis seperti yang dilakukannya saat bayi. Dengan kemam puan

72 berkomunikasi, anak dapat mengurangi frustrasi yang disebabkan oleh orang tua at au lingkungannya yang tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh anak. Dengan kema mpuan berkomunikasi, anak dapat menyatakan berbagai ide, sekalipun sering kali t idak masuk akal-bagi orang tua. c. Menarik Perhatian Setiap anak membutuhkan per hatian orang lain. Seiring dengan perkembangan intelektualnya, anak berpendapat bahwa perhatian orang lain terhadapnya dapat diperoleh misalnya melalui berbagai pertanyaan yang diajukan baik kepada orang tua maupun anak sebaya. Apabila jawa ban ia peroleh, maka anak tersebut akan merasa bahwa kehadirannya diterima di li ngkungannya. Perasaan mendapat penerimaan dari lingkungan merupakan salah satu s yarat kebahagiaan (Hurlock, 1980: 19). d. Membina Hubungan Sosial Erat kaitannya dengan tujuan berkomunikasi untuk menarik perhatian adalah tujuan berkomunikasi untuk membina hubungan sosial. Kemampuan anak berkomunikasi merupakan syarat pe nting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok di lingkungannya. Dengan keteramp ilan berkomunikasi, anak-anak lebih mudah diterima oleh kelompok sebayanya dan d apat memperoleh kesempatan lebih banyak untuk mendapat peran sebagai pemimpin. H al ini dapat dibandingkan dengan temannya yang kurang terampil atau tidak memili ki kemampuan berkomunikasi lebih baik. e. Mengevaluasi Diri Dengan kemampuan ber komunikasi, anak dapat bertanya kepada orang lain mengenai dirinya sendiri. Pert anyaan biasanya dimulai dari yang paling sederhana,

73 misalnya komentar orang lain mengenai baju yang dikenakannya. Dengan kata lain, anak dapat mengevaluasi diri melalui orang lain. f. Mempengaruhi Pikiran dan Per asaan Orang Lain Untuk mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain, anak biasa berkomentar, mngucapkan kata-kata, baik yang menyenangkan atau menyakitkan orang lain. Mengucapkan kata-kata yang menyenangkan dilakukan anak agar diterima dan mendapat simpati dari lingkungannya. Sebaliknya, mengucapkan kata-kata yang meny akitkan dapat menyebabkan dirinya kurang diterima lingkungannya. 4. Mengevaluasi Kemampuan Berbicara Dalam mengevaluasi kemampuan berbicara seseorang, pada prin sipnya kita harus memperhatikan lima faktor, yaitu: a. b. Apakah bunyi-bunyi ter sendiri ( vokal, konsonan) diucapkan dengan tepat? Apakah pola-pola intonasi, na ik dan turunnya suara serta tekanan suku kata, memuaskan? c. Apakah ketetapan da n ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal me mahami bahasa yang dipergunakannya? d. e. Apakah kata-kata yang diucapkan itu da lam bentuk dan urutan yang tepat? Sejauh manakah kewajaran atau kelancaran ataupun ke -native-speaker-an yang tercermin bila seseorang berbicara? (Brooks, 1964 : 252). Hal-hal tersebut kita kemukakan, sebab merupakan kenyataan yang tidak dapat dip ungkiri bahwa kemampuan berbicara secara efektif merupakan suatu unsur penting te rhadap keberhasilan kita dalam semua bidang kehidupan. (Albert [et al], 1961a : 3 9). Berbicara dan berpikir mempunyai hubungan erat, kedua-duanya harus berada da lam keserasian. Jonathan Swift mengatakan : Vlugge sprekers zijn gewoonlijk

74 langzame denkers , yang berarti Orang-orang yang berbicara cepat biasanya lamban b erpikir (Buddingh, 1967 : 525). Pengembangan bicara anak yaitu usaha meningkatkan kemampuan anak untuk berkomunikasi secara lisan sesuai dengan situasi yang dima sukinya. Pengembangan kemampuan berkomunikasi lisan khususnya bicara anak pada d asarnya merupakan program kemampuan berfikir logis sistematis, dan analitis deng an menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan gagasannya. 5. Tujuan Pen gembangan Bicara Anak Secara umum tujuan pengembangan bicara anak usia dini yait u agar anak mampu mengungkapkan isi hatinya (pendapat sikap) secara lisan dengan lafal yang tepat untuk kepentingan berkomunikasi. Tujuan pengembangan bicara su paya anak memiliki pembendaharaan kata yang cukup yang diperlukan untuk berkomun ikasi sehari-hari. Strategi pengembangan bicara anak adalah cara atau langkah-la ngkah yang dilakukan oleh guru untuk mengembangkan kemampuan bicara anak. Ruang lingkup dalam pengembangan bicara anak meliputi penurunan bunyi bahasa, pengenal an kata, pengenalan kalimat, dan penggunaan bahasa sesuai konteks. Untuk mengemb angkan bicara anak, guru hendaknya memahami lambang bunyi dari suatu bahasa lamb ang bunyi dinamakan huruf. Huruf dalam bahasa Indonesia terdiri dari atas huruf vokal dan huruf konsonan. Strategi untuk menukarkan bunyi bahasa dapat dilakukan dengan langkahlangkah memilih dan menentukan bunyi-bunyi bahasa (vokal atau kon sonan) yang akan diperkenalkan, menyediakan, menyiapkan atau menyediakan gambargambar benda yang namanya mengandung bunyi-bunyi yang akan diperkenalkan, melaku kan pengucapan bunyi-bunyi yang akan diperkenalkan, melakukan pengucapan bunyi-

75 bunyi yang diperkenalkan berdasarkan contoh gambar. Guru memberi contoh pengucap an bunyi dengan fasih dan jelas, lalu siswa mengulangi atau memerlukan bunyi yan g diucapkan guru dan lakukan pengecekan di akhir kegiatan. Langkah-langkah untuk memperkenalkan kata kepada anak adalah menentukan jenis kata yang akan diperken alkan kepada anak, mempersiapkan atau menyediakan media yang digunakan, melakuka n pengenalan kata yang dipadukan dengan kegiatan dan mengecek kembali ingatan an ak. Pengenalan kalimat kepada anak dengan strategi membaca strategi bercerita di lakukan dengan bercerita berdasarkan teks naskah dan bercerita berdasarkan gamba r. Teks naskah cerita dapat disediakan guru dengan berbagai metode bercerita sal ah satunya metode Storytelling dengan media panggung boneka. 6. Cara Anak Berbic ara Bicara merupakan keterampilan, dan seperti halnya semua keterampilan, ia har us dipelajari. Bicara terdiri atas, pertama, kemampuan mengeluarkan bunyi terten tu dalam kombinasi yang dikenal sebagai kata, yaitu aspek motorik bicara; kedua, kemampuan mengaitkan arti dengan kata-kata tersebut, yaitu aspek mental dan bic ara. Diperlukan adanya koordinasi otot untuk menghasilkan kombinasi suara yang d ikenal sebagai kata, rumitnya pasti sama seperti keterampilan yang mengharuskan praktek belajar dan memerlukan waktu yang banyak. Lebih lanjut, keharusan mengai tkan arti dengan kata dan mempelajari tata bahasa memperumit keterampilan berbic ara. 7. Metode Belajar Berbicara Belajar berbicara adalah suatu keterampilan, se bagaimana keterampilan yang lainnya bicara dapat dipelajari dengan metode yang b erbeda. Elizabeth B Hurlock

76 (1978:185) menyatakan bahwa dalam belajar berbicara yang terpenting diantaranya adalah : a. Persiapan fisik untuk berbicara Kemampuan berbicara tergantung pada kamatangan mekanisme bicara. Pada waktu lahir saluran suara kecil, langit-langit mulut datar, dan lidah terlalu besar untuk saluran suara. Sebelum semua sarana itu mencapai bentuk yang lebih matang, syaraf dan otot mekanisme suara tidak dap at menghasilkan bunyi yang matang, syaraf dan otot mekanisme suara tidak dapat m enghasilkan bunyi yang diperlukan bagi kata-kata. b. Kesiapan mental untuk berbi cara Kesiapan mental untuk berbicara tergantung pada kematangan otak, khususnya bagian-bagian asosiasi otak. Biasanya kesiapan tersebut berkembang diantara umur 12 dan 18 bulan dan dalam perkembangan bicara dipandang sebagai saat dapat diaj ar. c. Model yang baik untuk ditiru Agar anak mengetahui pengucapan kata dengan benar dan kemudian menggabungkannya menjadi kalimat yang benar, maka mereka haru s memiliki model bicara yang baik untuk ditiru. Model tersebut bisa orang tua, g uru, pengasuh, saudara, penyiar radio atau televisi. Jika mereka kekurangan mode l yang baik, maka mereka akan sulit belajar berbicara dan hasil yang dicapai ber ada di bawah kemampuan mereka. d. Kesempurnaan untuk praktek Jika karena alasan apapun kesempatan berbicara dihilangkan, jika anak tidak dapat membuat orang lai n mengerti, mereka akan putus asa dan marah. Ini seringkali melemahkan motivasi mereka untuk belajar bicara.

77 e. Motivasi Jika anak mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh apa saja yang mer eka inginkan tanpa memintanya, dan jika pengganti bicara seperti menangis dan is yarat dapat mencapai keinginan tersebut, maka dorongan untuk belajar berbicara a kan melemah. f. Bimbingan Cara yang paling baik untuk membimbing belajar berbica ra adalah pertama, menyediakan model yang baik, kedua, mengatakan kata-kata deng an perlahan dan cukup jelas sehingga anak dapat memahaminya, dan ketiga, memberi kan bantuan mengikuti model tersebut dengan membetulkan setiap kesalahan yang mu ngkin dibuat anak dalam meniru model tersebut. Semua metode dapat dikatakan baik , tetapi yang dianggap paling baik adalah dengan metode pelatihan (training). Ke terampilan bicara yang mungkin dipelajari anak dengan metode coba dan tirukan (t rial-and-error) atau dengan meniru model tertentu. Dalam pelatihan anak tidak ha nya diberi model yang baik untuk ditiru, tetapi juga menerima bimbingan dan bant uan untuk mengikuti model tersebut dengan tepat. 8. Pola Belajar Bicara Pola bel ajar berbicara pada semua anak pada umumnya sama. Meskipun demikian, laju perkem bangannya berbeda. Dari berbagai studi perkembangan pengendalian motorik dan bic ara telah terungkap bahwa pola perkembangan bicara hampir sejalan dengan pola pe rkembangan motorik, juga sangat sejalan dengan pola perkembangan mental. Alasann ya adalah, bahwa bicara tergantung pada perkembangan mental dan motorik.

78 Dalam perkembangan bicara, pola tersebut merupakan dorongan yang diikuti oleh pe riode mendatar atau plateaus yaitu saat terjadi perbaikan yang nyata. Kapan saja tindakan motorik yang baru terbentuk, ada masa mendasar temporer dalam pola per kembangan bicara. Contoh, antara umur sembilan sampai dengan delapan belas bulan , dorongan untuk berjalan kelihatan lebih kuat daripada dorongan untuk berbicara . Setelah berjalan, perhatian anak diarahkan pada berbicara, pada saat itu anak belajar berbicara dengan cepat. Dari umur 18 bulan sampai dengan empat atau lima tahun, anak menguasai kemampuan berbicara, tetapi mereka harus belajar lebih ba nyak sebelum mereka mencapai kemampuan berbahasa orang dewasa. Pada waktu anak m asuk sekolah, hasrat mereka untuk belajar merupakan ciri khas anak tersebut, mem berikan dorongan yang kuat bagi mereka untuk mempelajari kata-kata baru. Terlepa s dari kenyataan, bahwa anak belajar berbicara dalam pola yang dapat diramalkan, terdapat perbedaan individual dalam laju mengikuti pola tersebut, yaitu dalam u kuran kualitas kosa kata dan dalam ketepatan pengucapan serta struktur tata baha sa bicara mereka. Elizabeth B. Hurlock (1978:186) menyatakan ada sejumlah kondis i yang mendorong keragaman tersebut, diantaranya adalah : a. Kesehatan Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara daripada anak yang tidak sehat, karena mot ivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi deng an anggota kelompok tersebut. b. Kecerdasan Anak yang memiliki kecerdasan tinggi belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih u nggul dari pada anak yang tingkat kecerdasannya rendah.

79 c. Keadaan sosial ekonomi Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya ting gi lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih ba nyak berbicara daripada anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, leb ih banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak dibimbing melakukannya. d. J enis kelamin Dibandingkan anak perempuan, anak laki-laki tertinggal dalam belaja r bicara. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosa kata yang diucapkannya lebih sedikit dan pengucapanny a kurang tepat daripada anak perempuan. e. Keinginan berkomunikasi Semakin kuat keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara, dan semakin bersedia menyisihkan waktu dan usaha yang diperl ukan untuk belajar. f. Dorongan Semakin banyak anak didorong untuk berbicara den gan mengajaknya bicara dan didorong menanggapinya, akan semakin awal mereka bela jar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya. g. Ukuran keluarga Anak tungg al atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan lebih baik da ripada anak dari keluarga besar, karena orang tua dapat menyisihkan waktu yang l ebih banyak untuk mengajar anaknya berbicara.

80 h. Urutan kelahiran Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul daripada anak yang lahir kemudian. Ini disebabkan karena orang tua dapat menyisihkan wak tunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama bel ajar bicara daripada anak yang lahir kemudian. i. Metode pelatihan anak Anak yan g dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa anak harus dilihat dan bukan did engar merupakan hambatan belajar, sedangkan pelatihan yang memberikan keluasan d an demokratis akan mendorong anak untuk belajar. j. Kelahiran kembar Anak yang l ahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bicaranya terutama karena merek a lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang mereka miliki. Ini melemahkan motivasi mereka untuk belajar berbicara agar orang lain dapat memahami mereka. k. Hubungan dengan teman sebaya Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar keinginan mereka untuk d iterima sebagai anggota kelompok sebaya, anak semakin kuat motivasi mereka untuk belajar berbicara. l. Kepribadian Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung kemampuan bicaranya lebih baik, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif, daripada anak yang penyesuaian dirinya kurang. Pada kenyataannya, b icara seringkali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mental.

Anda mungkin juga menyukai