Anda di halaman 1dari 41

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

Percobaan Kelompok Nama 1. 2. 3. 4.

: KOEFISIEN DISTRIBUSI : II A

: Alfian Muhammad Reza Siti Kartikatul Qomariah Ayu Maulina Sugianto Yosua Setiawan Roesmahardika

NRP. NRP. NRP. NRP.

2313 030 071 2313 030 081 2313 030 031 2313 030 083

Tanggal Percobaan Tanggal Penyerahan Dosen Pembimbing

: 18 Nopember 2013 : 26 Nopember 2013 : Warlinda Eka Triastuti, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

ABSTRAK
Percobaan koefisien distribusi ini adalah bertujuan untuk mencari harga Koefisien Distribusi dan jumlah Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH 1,25 N dan kloroform dengan variabel 1x ekstrasi selama 20 menit dan 2x ekstraksi selama 40 menit. Prosedur percobaan koefisien distribusi ini adalah pertama melakukan 1 x ekstraksi dengan variabel waktu 20 menit dengan cara: mengambil 30 ml larutan 1,25 N NaOH dan memasukannya ke dalam corong pemisah. Menambahkan 20 ml kloroform dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 1 x 20 menit. Mendiamkannya selama 1 menit. Kemudian mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukan masing masing lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer. Menghitung total NaOH 1,25 N pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah. Menghitung densitas larutan. Mentitrasinya dengan larutan 0,5 HCl dengan menggunakan indikator MO. Lalu mencatat volume titran yang digunakan untuk titrasi. Kedua melakukan 2x ekstrasi dengan variabel waktu 40 menit dengan cara: mengambil 20 ml larutan 1,25 N NaOH dan memasukannya ke dalam corong pemisah. Menambahkan 20 ml kloroform dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 2 x 40 menit. Mendiamkannya selama 1 menit. Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukan masing masing lapisan tesebut ke dalam Erlenmeyer. Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah. Menghitung densitas larutan. Mentitrasinya dengan larutan 0,5 HCl dengan menggunakan indikator MO. Lalu mencatat volume titran yang digunakan untuk titrasi. Dari percobaan koefisien disrtibusi ini dapat disimpulkan bahwa Pada ekstrasi 1 x diperoleh harga Kd sebesar 11,904. Sedangkan pada ekstraksi 2 x diperoleh harga Kd sebesar 10,7908. Pada ekstrasi 1x diperoleh harga Wn sebesar 60,7474 gram. Sedangkan pada ekstrasi 2x diperoleh harga Wn sebesar 103,1616 gram. Pada ekstrasi 1x diperoleh volume lapisan atas sebesar 30 ml, sedangkan pada ekstrasi 2x diperoleh volume lapisan atas sebesar 62 ml. Pada volume lapisan bawah diperoleh pada 1x ekstraksi sebanyak 25 ml, sedangkan volume lapisan bawah pada 2x ekstraksi sebanyak 38 ml. Pada 1x ekstraksi untuk konsentrasi lapisan atas diperoleh sebesar 1,25 M, sedangkan untuk 2x ekstraksi diperoleh konsentrasi untuk lapisan atas sebesar 0,6048 M. Untuk konsentrasi lapisan bawah pada ekstraksi 1x sebesar 14,88 M, sedangkan untuk lapisan bawah 2x ekstraksi diperoleh konsentrasi sebesar 6,5263 M.

DAFTAR ISI
ABSTRAK....................................................................................................................... i DAFTAR ISI........ ii DAFTAR GAMBAR....................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................................................ iv BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang.......... I-1 I.2 Rumusan Masalah..................... I-1 I.3 Tujuan Percobaan.............. I-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kesetimbangan Heterogen......................... II-1 II.2 Titrasi............................................................................................................. II-10 II.3 Ekstraksi........................................................................................................ II-12 BAB III METODOLOGI PERCOBAAN III.1 Variabel Percobaan............... III-1 III.2 Bahan yang Digunakan................. III-1 III.3 Alat yang Digunakan............ III-1 III.4 Prosedur Percobaan.............. III-2 III.5 Diagram Alir Percobaan........... III-3 III.6 Gambar Alat percobaan........................ III-5 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Hasil Percobaan............................................................................................. IV-1 IV.2 Hasil Perhitungan.......................................................................................... IV-2 IV.3 Pembahasan................................................................................................... IV-3 BAB V KESIMPULAN.................................................................................................... V-I DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ v DAFTAR NOTASI............................................................................................................ vi APPENDIKS..................................................................................................................... vii LAMPIRAN - Laporan Sementara - Fotokopi Literatur - Lembar Revisi

ii

DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1.1 Sel Daniel................................................................................................ II-4 Gambar III.6 Gambar Alat Percobaan.......................................................................... III-5

Gambar IV.3.1 Grafik Ekstraksi NaOH dengan Kloroform............................................ IV-3 Gambar IV.3.2 Grafik Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl 0,5 N...... IV-4 Gambar IV.3.3 Grafik Densitas Lapisan Atas dan Lapisan Bawah................................. IV-5 Gambar IV.3.4 Grafik Hubungan Antara Konsentrasi Larutan dengan Kd.................... IV-6 Gambar IV.3.5 Grafik Wn Dalam n x Ekstraksi.............................................................. IV-7

iii

DAFTAR TABEL
Tabel IV.1.1 Hasil Ekstraksi NaOH dengan Kloroform.................................................. Tabel IV.1.2 Hasil Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl 0,5 N........... Tabel IV.2.1 Hasil Perhitungan K pada Tiap Lapisan ( n x Ekstraksi ).......................... Tabel IV.2.2 Hasil Perhitungan Nilai Wn (n x Ekstraksi)................................................ IV-1 IV-1 IV-2 IV-2

iv

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu. Praktikum koefisien distribusi bertujuan untuk menentukan harga koefisien distribusi dan mencari jumlah Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan kloroform dalam HCl setelah beberapa kali ekstraksi serta kami akan memisahkan dua larutan yang tidak bisa tercampur sempurna (ekstraksi) kemudian larutan tersebut di keluarkan dari corong pemisah dan membedakannya menjadi larutan atas dan larutan bawah. Tujuan ekstraksi adalah memisahkan suatu komponen campurannya dengan menggunakan pelarut. Perbandingan konsentrasi solute (larutan) di dalam kedua pelarut tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara dua fasa sehingga masingmasing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Anita, 2011). Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor yang mempengaruhi tetapan distribusi adalah jenis zat pelarut, konsentrasi, jenis zat terlarut dan suhu.

I.2 Rumusan Masalah Bagaimana cara mencari harga koefisien distribusi dan menghitung Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan kloroform dengan variabel 1x dan 2x ekstraksi?

I.3 Tujuan Percobaan Untuk mencari harga koefisien distribusi dan jumlah Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan kloroform dengan variabel 1x dan 2x ekstraksi.

I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Kesetimbangan Heterogen Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi, pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas atau antara padat dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi pada fase yang sama

(Clausius, Antoni, 2011).

Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase antara lain kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara: a. Dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan untuk kesetimbangan kimia yang berisi gas. b. Dengan hukum koefisien distribusi nerst, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. c. Dengan hukum fase, untuk kesetimbangan yang umum. Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan sebagai berikut: 1. Pengaruh Perubahan Konsentrasi Perhatikan sistem kesetimbangan sebagai berikut: 2SO2 + O2 2SO2

(Clausius, Antoni, 2011)

Bila ke dalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbangan akan bergeser untuk menetralkan efek penambahan oksigen. 2. Pengaruh Tekanan Bila tekanan dinaikkan, keseimbangan akan bergeser ke kiri yaitu mengarah pada pembentukan NO2. Dengan bergesernya ke kiri, maka volume akan berkurang sehingga akan mengurangi efek kenaikan tekanan. 3. Pengaruh Perubahan Suhu Reaksi pembentukan bersifat endotermik dan eksotermik. Jika suhu dinaikkan maka keseimbangan akan bergeser ke kanan, ke arah reaksi yang endotermis sehingga pengaruh suhu dikurangi.
(Clausius, Antoni, 2011)

II-1

II-2 Bab II Tinjauan Pustaka Satu jenis kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu spesies terlarut antara dua fase pelarut yang tidak dapat bercampur. Misalkan, dua larutan tak bercampur seperti air dan karbon tetraklorida dimasukkan ke dalam bejana. Larutanlarutan ini terpisah menjadi dua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih rendah, dalam hal ini air berada pada bagian atas larutan satunya. Contoh penggunaan hukum koefisien distribusi dalam kimia yaitu dalam proses ekstraksi dan proses kromatografi
(Clausius, Antoni, 2011).

Persamaan hukum koefisien distribusi: GA = GAo + RT In A GB = GBo + RT In B Dalam kesetimbangan maka, GA = GB GAo + RT In A = GBo + RT In B RT In In = = GBo GAo =K

Dimana: GA dan GB : Tenaga bebas zat terlarut dalam pelarut A dan B GAo dan GBo : Tenaga bebas Gibbs A dan B K T A dan B : Konstanta : Suhu : Konsentrasi A dan B

(Clausius, Antoni, 2011)

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-3 Bab II Tinjauan Pustaka Bila larutan encer atau zat terlarut bersifat ideal maka aktifasi () dapat diganti c, hingga: =K Dimana: K CA CB : Koefisien distribusi : Konsentrasi zat terlarut pada pelarut organik : Konsentrasi zat terlarut pada pelarut anorganik Hukum koefisien distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam satu pelarut jika aktivasi zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantranya: 1. Temperatur yang Digunakan Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai K. 2. Jenis Pelarut Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya mempengaruhi harga K. 3. Jenis Terlarut Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap/higroskopi, maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut) akibatnya mempengaruhi harga K. 4. Konsentrasi Makin besar konsentrasi suatu zat yang terlarut makin besar pula harga K.
(Farx, 2011)

Harga K berubah dengan naiknya konsentrasi dan temperatur. Harga K tergantung jenis pelarutnya dan zat terlarut. Menurut Waiter Nerst, hukum diatas hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami disosiasi atau asosiasi, hukum di atas hanya berlaku unuk komponen yang sama (Clausius, Antoni, 2011). Hukum koefisien distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Dalam laboratorium ekstraksi dipakai untuk mengambil zat-zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-4 Bab II Tinjauan Pustaka tidak bercampur seperti eter, CHCl3, CCl4, dan benzena. Dalam industri ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak disukai dalam hasil, seperti minyak tanah, minyak goreng, dan sebagainya (Clausius, Antoni, 2011). Hukum koefisien distribusi Nerst ini menyatakan bahwa solute akan mendistribusikan diri diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur, sehingga setelah kesetimbangan koefisien distribusi tercapai, perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua fasa pelarut pada suhu konstan akan merupakan suatu tetapan yang disebut koefisien distribusi (KD), jika di dalam kedua fasa pelarut tidak terjadi reaksi-reaksi apapun. Akan tetapi, jika solute di dalam kedua fasa pelarut mengalami reaksi-reaksi tertentu seperti asosiasi, disosiasi, maka akan lebih berguna untuk merumuskan besaran yang menyangkut konsentrasi total komponen senyawa yang ada dalam tiap-tiap fasa, yang dinamakan angka banding koefisien distribusi (D), contoh dalam penggunaan koefisien distribusi dalam teknik kimia yaitu dapat dilihat pada aplikasi sel elektrik. Dimana dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.1.1 Sel Daniel


(Clausius, Antoni, 2011)

Pada sel elektrolit mengalir dari anoda tembaga ke katoda seng. Hal ini akan menimbulkan potensial antara kedua elektroda. Perbedaan potensial akan mencapai maksimum ini dinamakan GGL sel atau Esel. Nilai Esel bergantung pada berbagai faktor. Bila konsentrasi larutan seng dan tembaga adalah 1,0 M dan suhunya 298 o K (25o C. Esel berada dalam keadaan standart dan diberi simbol Eo sel (Clausius, Antoni, 2011). Salah satu faktor yang mempengaruhi Esel adalah konsentrasi. Persamaan yang menghubungkan konsentrasi dengan Esel dinamakan persamaan nerst. Bentuk persamaan tersebut adalah sebagai berikut: Esel = Eosel In Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-5 Bab II Tinjauan Pustaka Dimana: , F N , , : Aktivitas dipangkatkan dengan koefisien reaksi : Konsentrasi Faraday : Jumlah elektron yang diperlukan dalam reaksi redoks
(Clausius, Antoni, 2011)

Hal yang penting untuk diketahui adalah hukum koefisien distribusi Nerst hanya berlaku bila zat terlarut tidak mengalami perubahan pada kedua pelarut. Jika solut tersebut terdisosiasi menjadi ion-ion atau molekul-molekulnya yang lebih sederhana ataupun terasosiasi membentuk molekul yang lebih kompleks, maka hukum tersebut tidak berlaku untuk konsentrasi total dalam dua fasa tersebut tapi hanya untuk konsentrasi spesies yang sama yang hadir dalam kedua pelarut tersebut (Sukardjo, 1985). Jadi misalkan suatu zat X yang terlarut dalam dua buah pelarut, dimana pada pelarut pertama, X tidak mengalami perubahan molekul sedangkan pada pelarut yang kedua X mengalami perubahan total menjadi X1 maka koefisien distribusi X bukan merupakan konsentrasi total dalam kedua fase melainkan konsentrasi total pada pelarut yang pertama dibandingkan dengan konsentrasi X yang tidak mengalami perubahan molekul dalam pelarut yang kedua atau dengan kata lain koefisien distribusi suatu zat merupakan perbandingan konsentrasi molekul zat yang mempunyai berat molekul yang sama (Sukardjo, 1985). Seperti konstanta kesetimbangan yang lain, koefisien distribusi merupakan fungsi suhu yang dinyatakan dalam persamaan:

d ln K dT
(Sukardjo, 1985)

Ho RT 2

Dimana

H o adalah panas yang diperlukan untuk memindahkan 1 mol zat

tersebut dari pelarut satu ke pelarut yang lain. Asam asetat mengalami dissosiasi dalam air dan assosiasi dalam CHCl3. Besarnya koefisien distribusi dapat dicari sebagai berikut:

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-6 Bab II Tinjauan Pustaka Dalam air: CH3COOH Cw (1- ) CH3COO- + Cw H+ Cw


2

K
Keterangan:

0 1

(Cw ) 2 Cw(1 )

Cw 1

= derajat dissosiasi Cw = konsentrasi total asam dalam air


(Sukardjo, 1985)

Dalam Kloroform: (CH3COOH)2 Cc-m 2CH3COOH m

K1

m2 Cc m

Dimana : Cc : konsentrasi total mol/l dalam molekul tunggal m : konsentrasi dalam CHCl3
(Sukardjo, 1985)

Koefisien distribusi : CH3COOH (dalam CHCl3) m


K Cw(1 M
0

CH3COOH (dalam H2O) Cw(1- )


)

K1
(Sukardjo, 1985)

(Cw(1 ) / K )2 (Cc (Cw(1 ) / K)

K1, KD dan

tidak diketahui, namun demikian untuk setiap Cw dapat dicari dari (Cw )2 1-

K10 =

K10 = 6.6x10-5 Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-7 Bab II Tinjauan Pustaka Harga K1 tetap, dengan mengambil dua harga untuk Cc, Cw dan , maka K dapat ditentukan. Selanjutnya dapat dicari harga m (Sukardjo, 1985). Hukum koefisien distribusi telah banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang baik secara teoritis maupun praktek, misalnya dalam proses-proses ekstraksi, analisis, dan penentuan tetapan kesetimbangan. Ekstraksi mempunyai peranan penting dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur seperti eter, kloroform, karbon tetraklorida, dan benzena. Ekstraksi merupakan suatu proses pentransferan komponen suatu zat baik berupa solid maupun liquid ke dalam pelarut lain
(Sukardjo, 1985).

Proses ekstraksi telah banyak dilakukan baik dalam skala industri maupun skala laboratorium. Dalam skala laboratorium ekstraksi digunakan untuk mengambil zat terlarut yang tidak diinginkan dalam pelarut, misal untuk mengambil air dari pelarut eter, kloroform, karbon tetraklorida ataupun benzena. Dalam industri, ekstraksi dipakai untuk menghilangkan zat-zat yang tidak disukai dalam hasil seperti minyak tanah, minyak goreng, dan yang lain (Sukardjo, 1985). Bila zat mendistribusikan dirinya dalam dua pelarut dimana tidak terjadi disosiasi, asosiasi ataupun reaksi dengan pelarut., maka dapat dihitung berat zat yang dapat diambil dalam proses ekstraksi. Misal kita memiliki larutan yang berisi W gram dalam V1 cc larutan, dan larutan ini dikocok secara berulang-ulang dengan V2 cc pelarut lain yang tidak saling larut dengan pelarut yang pertama sampai koefisien distribusi mencapai kesetimbangan maka kita dapat menghitung solut yang tidak terekstraksi pada n kali ekstraksi (Sukardjo, 1985). Setelah satu kali ekstraksi, konsentrasi pada pada pelarut pertama adalah W 1/V1 dan pada pelarut kedua (W W1)/V2. Sehingga koefisien distribusinya dapat dituliskan sebagai berikut:
K W1 / BM i 1 / V2 W W1 / BM 1 V2
W1V2 W W1 V1

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-8 Bab II Tinjauan Pustaka

KWV1

KW1V1

W1V2 W KV1

W1 KV1 V2

W1
(Sukardjo, 1985)

KV1 KV1 V2

Setelah ekstraksi kedua, terdapat W2 gram zat terlarut dalam pelarut pertama. Volume pelarut pertama tetap V1 dan volume pelarut kedua tetap V2. Sehingga koefisien distribusi setelah ekstraksi kedua dapat dituliskan sebagai berikut :
K W2 / BM 1 / V1 W1 W2 / BM 1 V2
W2V2 W1 W2 V1
W2V2

K W1 W2 V1

KW1V1 W2 KV1

KW2V1 V2

W2V2 W1 KV1

W2

W1KV1 KV1 V2

Dengan mensubstitusikan persamaan (9) ke persamaan (10) maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
W2 W KV1 KV1 V2
2

KV1 KV1 V2

W2
(Sukardjo, 1985)

KV1 W KV1 V2

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-9 Bab II Tinjauan Pustaka Dengan menggeneralisasikan hasil penurunan untuk ekstraksi kedua tersebut maka diperoleh rumusan untuk ekstraksi yang ke-n sebagai berikut:

Wn
(Sukardjo, 1985)

KV1 W KV1 V2

Jadi berat solute yang terekstraksi adalah :

W Wn

KV1 W W KV1 V2

KV1 W 1 KV1 V2
dimana K = C1 / C2
(Sukardjo, 1985)

Bila harga K diketahui maka persamaan (12) dapat dipakai untuk menghitung jumlah ekstraksi yang diperlukan untuk mengurangi jumlah solut dari W menjadi Wn
(Sukardjo, 1985).

Hal lain yang penting adalah bila dalam suatu ekstraksi tersedia sejumlah volume pelarut untuk ekstraksi, maka efisiensi ekstraksi akan lebih besar bila volume pelarut yang tersedia ini digunakan dalam beberapa kali ekstraksi daripada jika digunakan langsung dalam satu kali ekstraksi (Sukardjo, 1985). Dengan kata lain, efisiensi dari ekstraksi yang besar diperoleh dengan membuat V2 kecil dan n besar, sehingga lebih baik untuk mengekstraksi dengan pelarut yang volumenya sedikit, tetapi dengan berulang kali, daripada mengekstraksi satu kali dalam volume yang besar (Sukardjo, 1985).

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-10 Bab II Tinjauan Pustaka II.2 Titrasi Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi didasarkan pada suatu reaksi yang digambarkan sebagai:

(Wiryawan, Adam, 2011)

Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui bahwa reaksi berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi (Wiryawan, Adam, 2011). Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah diketahui dari percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum diketahui dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Dimana: NB VB NA VA = konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya = volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya = konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) = volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standar) Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang

(Wiryawan, Adam, 2011)

harus

diperhatikan, seperti ; Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping. Reaksi harus berlangsung secara cepat. Reaksi harus kuantitatif Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-11 Bab II Tinjauan Pustaka Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam (jelas perubahannya). Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.
(Wiryawan, Adam, 2011)

Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam titrasi yaitu : Titrasi asam basa Titrasi pengendapan Titrasi kompleksometri Titrasi oksidasi reduksi
(Wiryawan, Adam, 2011)

Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pembuatan larutan standar. Suatu larutan dapat digunakan sebagai larutan standar bila memenuhi persyaratan sebagai berikut : mempunyai kemurnian yang tinggi mempunyai rumus molekul yang pasti tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang larutannya harus bersifat stabil mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi
(Wiryawan, Adam, 2011)

Suatu larutan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas disebut larutan standard primer. Sedang larutan standard sekunder adalah larutan standard yang bila akan digunakan untuk standardisasi harus distandardisasi lebih dahulu dengan larutan standard primer (Wiryawan, Adam, 2011). Pembagian Indikator dalam titrasi : 1. Indikator Asam Basa (Acid Base Indicators). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Asidimetri dan alkalimetri. 2. Indikator Pengendapan dan Adsorpsi. Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi presipitimetri seperti pada Argentometri. 3. Auto indikator. Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Iodometri, Permanganometri, Iodimetri dan Bromatometri. 4. Indikator Redoks. Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Bromatometri, Serimetri, dan titrasi K2Cr2O7, Iodimetri dan Iodometri. Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-12 Bab II Tinjauan Pustaka 5. Indikator dalam (Internal Indicator). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri. 6. Indikator luar (Eksternal Indicator). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Nitrimetri. 7. Indikator Metal (Metalochromatic Indicators). Titrasi yang menggunakan indikator ini adalah titrasi Kompleksometri dan Kelatometri.
(Musyaffa, Ripani, 2011)

II.3 Ekstraksi Ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat dengan pelarut. Ekstraksi menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) diantara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih, baik untuk zat organik atau anorganik, untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia, dan anorganik di laboratorium. Alat yang digunakan berupa corong pisah (paling sederhana), alat ekstraksi soxhlet, sampai yang paling rumit berupa alat counter current craig. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak bercampur dengan air. Tujuan ekstraksi ialah memisahkan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan pelarut. Proses ekstraksi dengan pelarut digunakan untuk memisahkan dan isolasi bahan-bahan dari campurannya yang terjadi di alam, untuk isolasi bahan-bahan yang tidak larut dari larutan dan menghilangkan pengotor yang larut dari campuran. Berdasarkan hal di atas, maka prinsip dasar ekstraksi ialah pemisahan suatu zat berdasarkan perbandingan distribusi zat yang terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling melarutkan. Perbandingan distribusi ini disebut koefisien distribusi (K) (Rahayu, 2011). Ekstraksi digolongkan menjadi dua macam ekstraksi yaitu: 1). Ekstraksi jangka pendek atau disebut juga proses pengocokan Hampir dalam semua reaksi organik, dalam proses pemurniannya selalui melalui proses ekstraksi (penarikan senyawa cair yang akan dimurnikan dari pelarut air oleh pelarut organik dengan cara mengocoknya dalam corong pisah). Pelarut organik yang biasa dipakai untuk melarutkan senyawa organik / ekstraksi ialah eter. Hal ini dikarenakan eter merupakan pelarut yang memiliki sifat inert, mudah melarutkan senyawa-senyawa organik, dan titik didihnya rendah sehingga mudah

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-13 Bab II Tinjauan Pustaka untuk dipisahkan kembali dengan cara destilasi sederhana. Cara ekstraksi ini biasa dipergunakan dalam: Pembuatan ester, untuk memisahkan ester dari pencampurnya. Pembuatan anilin, nitrobenzen, kloroform, dan preparat organik cair

lainnya.Bahan yang akan dipisahkan dalam suatu campuran akan terdistribusi diantara pencampurnya dan pelarutnya membentuk dua fasa/lapisan. Dengan demikian ekstraksi jangka pendek merupakan proses pengocokan yang dilakukan dengan menggunakan corong pisah, setelah dikocok dengan kuat dengan mencampurkan pelarut yang lebih baik bila didiamkan larutan akan membentuk dua lapisan (Rahayu, 2011). Cara melakukan ekstraksi jangka pendek (pengocokan) menggunakan corong pisah: Senyawa cair yang akan diekstraksi dimasukan ke dalam corong pisah, ditambahkan ke dalamnya eter secukupnya, dikocok kuat-kuat untuk memudahkan menarik senyawa tersebut dari pelarut air. Diamkan sebentar sampai terjadi dua lapisan. Kemudian ke dua lapisan tersebut dipisahkan dengan membuka kran corong pisah, lapisan yang bawah akan mengalir ke bawah, ditampung dalam suatu wadah. Sedangkan lapisan atas dibiarkan tertinggal dalam corong pisah. Zat yang terlarut dalam eter (biasanya ada di lapisan atas, sebab berat jenis eter lebih kecil daripada berat jenis air) dikeringkan dengan cara menambahkan zat pengering, disaring masuk ke dalam labu destilasi (Rahayu, 2011). 2). Ekstraksi jangka panjang Ekstraksi jangka panjang biasa dilakukan untuk memisahkan bahan alam yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan atau hewan. Senyawa organik yang terdapat dalam bahan alam seperti kafein dari daun teh dapat diambil dengan cara ekstraksi jangka panjang dengan menggunakan suatu alat ekstraksi yang disebut alat soxhlet. Cara melakukan ekstraksi jangka panjang menggunakan alat soxhlet:

Susun alat-alat soxhlet seperti yang ditunjukan dalam gambar. Masukan 5 gram zat sampel yang telah dihaluskan ke dalam timbel (bungkus dengan kertas saring) kemudian masukan ke dalam tabung soxhlet. Isi labu dengan pelarut kira-kira 2/3 bagiannya dengan cara memasukan pelarut tersebut melalui pendingin

gondok/spiral sampai badan soxhlet terisi setengahnya. Panaskan dengan hati-hati dalam water bath dan refluks selama 4 jam (sampai warna pelarut dalam badan soxhlet pada saat kontak dengan cuplikan tidak berubah). Pisahkan pelarut dari zat Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

II-14 Bab II Tinjauan Pustaka yang diekstrak dengan mendestilasi pelarut secara langsung menggunakan alat soxhlet, caranya ambil timbel yang mengandung cuplikan kemudian panaskan labu sehingga pelarut yang jernih tertampung pada badan soxhlet kurang lebih 2/3-nya, kemudian masukan pelarut yang sudah dimurnikan ke dalam botol penampung sisa pelarut. Ulangi pemanasan sehingga dalam labu hanya terdapat zat sampel. Perhatian: Zat sampel yang digunakan harus dalam keadaan kering. Hati-hati dalam menggunakan pelarut, perhatikan bagaimana sifat-sifatnya karena kebanyakan pelarut mudah terbakar jika kontak dengan api.
-

Cara pengesetan alat harus dimulai dari bawah, sedangkan kalau ingin membuka dimulai dari atas.

(Rahayu, 2011)

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI - ITS

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN


III.1. Variabel Percobaan 1 x Ekstraksi : 20 menit 2 x Ekstraksi : 40 menit

III.2. Bahan Yang Digunakan 1. Larutan NaOH 1,25 N 2. Kloroform 3. Larutan HCl 0,5 N 4. Aquadest 5. Indikator MO

III.3. Alat Yang Digunakan 1. Corong pemisah 2. Erlenmeyer 3. Statif, klem, dan buret 4. Gelas ukur 5. Labu ukur 6. Beaker gelas 7. Corong 8. Piknometer 9. Kaca arloji 10. Pipet tetes 11. Pipet volume 12. Spatula 13. Timbangan elektrik

III-1

III-2 Bab III Metodologi Percobaan III.4. Prosedur Percobaan III.4.1. 1 x Ekstraksi 1. Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya ke dalam corong pemisah. 2. Menambahkan 30 ml kloroform dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 1 x 20 menit. 3. Mendiamkannya selama 1 menit. 4. Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing lapisan tersebut ke dalam erlenmeyer. 5. Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah. 6. Menghitung densitas larutan. 7. Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO. III.4.2. 2 x Ekstraksi 1. Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya ke dalam corong pemisah. 2. Menambahkan 20 ml kloroform dan mengocoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 2 x 20 menit. 3. Mendiamkannya selama 1 menit. 4. Kemudian mengulangi kegiatan no. 1 dan 2. 5. Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing lapisan tersebut ke dalam erlenmeyer. 6. Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah. 7. Menghitung densitas larutan. 8. Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

III-3 Bab III Metodologi Percobaan III.5. Diagram Alir Percobaan III.5.1. 1 x Ekstraksi Mulai

Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya ke dalam corong pemisah.

Menambahkan 30 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 1 x 20 menit.

Mendiamkannya selama 1 menit.

Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing lapisan tesebut ke dalam erlenmeyer.

Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah.

Menghitung densitas larutan.

Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5 N dengan menggunakan indikator MO.

Selesai

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

III-4 Bab III Metodologi Percobaan III.5.2. 2 x Ekstraksi Mulai

Mengambil 30 ml larutan NaOH 1,25 N dan memasukkannya ke dalam corong pemisah.

Menambahkan 20 ml kloroform dan mengoccoknya hingga terjadi kesetimbangan selama 1 x 20 menit.

Mendiamkannya selama 1 menit.

Kemudian mengulangi kegiatan no. 1 dan 2.

Mengambil 10 ml lapisan atas dan lapisan bawah memasukkan masing-masing lapisan tesebut ke dalam erlenmeyer.

Menghitung total NaOH pada lapisan atas dan kloroform lapisan bawah.

Menghitung densitas larutan.

Mentitrasinya dengan larutan HCl 0,5N dengan menggunakan indikator MO.

Selesai

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

III-5 Bab III Metodologi Percobaan III.6. Gambar Alat Percobaan

Buret, statif, klem

Labu ukur

Kaca Arloji

Corong

Spatula

Corong pemisah

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

III-6 Bab III Metodologi Percobaan

Erlenmeyer

Gelas Ukur

Pipet Tetes

Piknometer

Beaker Gelas

Timbangan Elektrik

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN


IV.1. Hasil Percobaan Tabel IV.1.1 Hasil Ekstraksi NaOH dengan Kloroform Volume Sebelum Ekstraksi Waktu (Menit) NaOH 30 60 (ml) Kloroform 30 40 Konsentrasi NaOH (N) Volume Setelah (ml) Lapisan Atas 1,25 1,25 30 ml 62 ml Lapisan Bawah 25 ml 38 ml

I II

1 x 20 2 x 20

Tabel IV.1.2 Hasil Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl 0,5 N Titrasi Waktu (menit) V1 (ml) I II 1 x 20 2 x 20 7 7,5 Lapisan Atas (ml) V2 (ml) 8 9,5 V1 (ml) 3,8 5 Lapisan Bawah (ml) V2 (ml) 4,2 2,5

Ekstraksi

V rata-rata

V rata-rata

7,5 8,5

4 3,75

Tabel IV.1.3 Densitas Lapisan Atas dan Lapisan Bawah Densitas (gr/ml) Ekstraksi Lapisan Atas I II 1 1 Lapisan Bawah 1,4 1,4

IV-1

IV-2 Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan IV.2. Hasil Perhitungan Tabel IV.2.1 Hasil Perhitungan K pada Tiap Lapisan ( n x Ekstraksi ) nx ekstraksi Waktu (menit) 20 menit 40 menit Konsentrasi (M) Kd Lapisan Atas 1,25 0,6048 Lapisan Bawah 14,88 6,5263 11,904 10,7908

1 x 20 2 x 20

Tabel IV.2.2 Hasil Perhitungan Nilai Wn (n x Ekstraksi) n x ekstraksi 1 x 20 2 x 20

Vlap. atas
30 ml 62 ml

Vlap. bawah 25 ml 38 ml

K 14,904 10,7908

W (gr) 65 115,2

Wn (gr) 60,7474 103,1616

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-3 Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan IV.3 Pembahasan Percobaan ini bertujuan untuk menentukan harga koefisien distribusi dan jumlah Wn yang tertinggal dalam campuran larutan NaOH dan kloroform dalam HCl setelah 1 kali dan 2 kali ekstraksi. Variabel waktu yang diperlukan pada 1 x ekstraksi yaitu selama 20 menit dan waktu yang diperlukan pada 2 x ekstraksi yaitu selama 20 menit. 70 60 50 40 Lapisan atas (ml) 30 20 10 Lapisan bawah (ml)

0
1 x ekstraksi 2 x ekstraksi

Gambar IV.3.1 Grafik Ekstraksi NaOH dengan Kloroform Pada Gambar IV.3.1 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan jumlah volume (atas dan bawah) yang didapat. Pada 1 x ekstraksi diperoleh lapisan atas sebanyak 30 ml sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh lapisan atas sebanyak 62 ml. Sedangkan untuk lapisan bawah pada 1 x ekstraksi diperoleh sebanyak 25 ml sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh sebanyak 38 ml. Hal ini sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstraksi yang dilakukan, maka zat yang tinggal (Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent, dikarenakan semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh kloroform sehingga mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstraksi. Semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin banyak volume lapisan atas yang diperoleh (Sukardjo,
1985).

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-4 Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan 9 8 7 6 5 4 3 Vrata-rata lapisan atas (ml) Vrata-rata lapisan bawah (ml)

2
1 0

Ekstraksi 1

Ekstraksi 2

Gambar IV.3.2 Grafik Titrasi Lapisan Atas dan Lapisan Bawah dengan HCl 0,5 N Pada Gambar IV.3.2 menjelaskan bahwa volume HCl yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi pada lapisan bawah membutuhkan lebih sedikit HCl dibandingkan dengan lapisan atas. Pada lapisan atas ekstraksi pertama dibutuhkan volume rata-rata penitran sebanyak 7,5 ml dalam 3x titrasi dan sebanyak 4 ml pada lapisan bawah dalam 3x titrasi. Sementara untuk ekstraksi kedua dibutuhkan volume rata-rata penitran sebanyak 8,5 ml untuk lapisan atas dalam 3x titrasi dan 3,75 ml untuk lapisan bawah dalam 3x titrasi. Hal ini dikarenakan larutan lapisan bawah lebih cepat tepat dalam habis bereaksi dengan HCl dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan HCl akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari oranye menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran asam dengan indikator MO. Percobaan diatas sesuai dengan literatur, karena kloroform bersifat lebih cepat mencapai titik ekuivalen.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-5 Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan 1,6 1,4 1,2 1

0,8
0,6 0,4 0,2 0 Ekstraksi 1 Ekstraksi 2

Lapisan atas (gr/ml) Lapisan bawah (gr/ml)

Gambar IV.3.3 Grafik Densitas Lapisan Atas dan Lapisan Bawah Pada Gambar IV.3.3 menjelaskan densitas lapisan atas lebih kecil dari lapisan bawah. Hal ini sesuai dengan literatur karena dijelaskan dalam literatur tersebut bahwa densitas lapisan atas atau NaOH sebesar 1,12 gr ml-1 dan lapisan bawah atau kloroform sebesar 1,49 gr ml-1. Dalam percobaan ekstraksi pertama didapat densitas lapisan atas sebesar 1 gr ml-1 dan lapisan bawah sebesar 1,4 gr ml-1, sementara pada ekstraksi kedua Dalam percobaan ekstraksi pertama didapat densitas lapisan atas sebesar 1 gr ml-1 dan lapisan bawah sebesar 1,4 gr ml-1. Densitas dalam ekstraksi pertama dan kedua memiliki persamaan, densitas ekstraksi pertama sama besar dengan ekstraksi kedua. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka zat yang tinggal (Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent, dikarenakan semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh kloroform sehingga mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstraksi. Semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar densitas lapisan atas yang diperoleh dibandingkan densitas pada lapisan bawah (Sukardjo, 1985).

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-6 Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Ekstraksi 1 Ekstraksi 2

Lapisan atas
Lapisan bawah Kd

Gambar IV.3.4 Garfik Hubungan Antara Konsentrasi Larutan dengan Kd Pada Gambar IV.3.4 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan koefisien distribusi. Pada 1 x ekstraksi diperoleh koefisien distribusi sebesar 11,904 sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh koefisien distribusi sebesar 10,7908. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka zat yang tinggal (Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent, dikarenakan semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh kloroform sehingga mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstraksi. Semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar harga koefisien distribusinya (Sukardjo, 1985).

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-7 Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan 140 120 100 80 W (gr) 60 40 20 0 Ekstraksi 1 Ekstraksi 2 Wn (gr)

Gambar IV.3.5 Grafik Wn Dalam n x Ekstraksi Pada Gambar IV.3.5 menunjukan hubungan antara n x ekstraksi dengan Wn (zat yang tertinggal) lapisan atas dan lapisan bawah. Pada 1 x ekstraksi diperoleh Wn sebesar 60,7474 gram. Sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh Wn sebesar 103,1616 gram. Hal ini tidak sesuai dengan literatur, yaitu semakin banyak ekstraksi yang dilakukan, maka zat yang tinggal (Wn) volume yang diperoleh pada lapisan bawah/original solvent, dikarenakan semakin banyaknya NaOH yang terekstrak oleh khloroform sehingga mempengaruhi lapisan atas/lapisan bawah. Hubungan lapisan atas berbanding lurus dengan ekstraksi. Semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin besar koefisien distribusi, sehingga semakin kecil harga Wn

(Sukardjo, 1985).

Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena: a. Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut. b. Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan fasa air untuk titrasi. c. Kesalahan dalam menitrasi. d. Pada saat pengambilan fasa NaOH dari campuran larutan kloroform menggunakan pipet tetes dalam erlenmeyer, masih ada bagian kloroform yang ikut bersama dengan fasa NaOH sehingga mempengaruhi titik akhir titrasi. Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

IV-8 Bab IV Hasil Percobaan dan Pembahasan e. Pada saat pengocokan larutan NaOH dengan larutan kloroform terdapat bagian buih/busa pada perbedaan kedua fasa sehingga mempengaruhi pengambilan lapisan atas dan lapisan bawah dengan begitu juga mempengaruhi jumlah volume total pada lapisan atas dengan lapisan bawah. f. Kelarutan sampel yang tidak sempurna.

Laboratorium Kimia Fisika Program Studi D3 Teknik Kimia FTI-ITS

BAB V KESIMPULAN
1. Pada 1 x ekstrasi diperoleh harga Kd sebesar 11,904, sedangkan pada 2 x ekstraksi diperoleh harga Kd sebesar 10,7908. 2. Pada 1 x ekstrasi diperoleh harga Wn sebesar 60,7474 gram, sedangkan pada 2 x ekstrasi diperoleh harga Wn sebesar 103,1616 gram. 3. Pada 1 x ekstrasi diperoleh volume lapisan atas sebesar 30 ml. Sedangkan pada 2 x ekstrasi diperoleh volume lapisan atas sebesar 62 ml. Pada volume lapisan bawah diperoleh pada 1 x ekstraksi sebanyak 25 ml, sedangkan volume lapisan bawah pada 2 x ekstraksi sebanyak 38 ml. 4. Pada 1 x ekstraksi untuk densitas lapisan atas diperoleh densitas sebesar 1 gr ml-1, sedangkan untuk 2 x ekstraksi diperoleh densitas untuk lapisan atas sebesar 1 gr ml-1. Untuk densitas lapisan bawah pada 1 x ekstraksi sebesar 1,4 gr ml-1, sedangkan untuk 2 x ekstraksi diperoleh densitas sebesar 1,4 gr ml-1. 5. Pada 1 x ektraksi diperoleh kosentrasi lapisan atas sebesar 1,25 M; sedangkan untuk 2 x ekstraksi diperoleh kosentrasi sebesar 0,6048 M. Sedangkan untuk kosentrasi lapisan bawah pada ekstraksi 1 x diperoleh kosentrasi sebesar 14,88 M, dan untuk kosentrasi lapisan bawah pada 2 x ekstraksi diperoleh kosentrasi sebesar 6,5263 M. 6. Banyaknya ektraksi berbanding terbalik dengan harga Kd, semakin banyak ekstraksi yang dilakukan maka semakin kecil harga Kd yang diperoleh. 7. Semakin banyak ekstraksi maka nilai Wn semakin besar.

V-1

DAFTAR PUSTAKA
Anita. 2011. Diperoleh dari http://anitabintiakhamad.blogspot.com/2011/12/praktikum-kimiafisika_27.html. Clausius, Antoni. 2011. Diperoleh dari http://www.scribd.com/doc/56213662/17162567Praktikum-Koefisien-Distribusi. Farx. 2011. Diperoleh dari http://artikelteknikkimia.blogspot.com/2011/12/koefisien-

distribusi.html. Musyaffa, Ripani. 2011. Diperoleh dari

http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2011/02/indikator-titrasi.html. Rahayu, N. K. 2011. Diperoleh dari

http://alchemistviolet.blogspot.com/2011/02/ekstraksi.html. Sukardjo. 1985. Kimia Fisika. Wiryawan, Adam. 2011. Diperoleh dari http://www.chem-is-

try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/titrasi-volumetri/prinsip-titrasi/.

DAFTAR NOTASI
Simbol W Wn V Nama Berat sebelum distribusi Berat setelah distribusi Volume Densitas Kd Ca Cb Koefisien distribusi Konsentrasi zat pelarut pada pelarut organik Konsentrasi zat terlarut pada pelarut anorganik M Satuan gram gram ml gr/ml atau gr ml-1 M

vi

APPENDIKS
1. Hasil titrasi lapisan atas dan lapisan bawah dengan HCl 0,5 N a. Ekstrasi 1 Vrata-rata lapisan bawah = = = 7,5 ml

Vrata-rata lapisan bawah

= = = 4 ml

b. Ekstrasi 2 Vrata-rata lapisan bawah = = = 8,5 ml

Vrata-rata lapisan bawah

= = = 3,75 ml

2. Densitas lapisan atas dan lapisan bawah

vii

a. Ekstraksi 1 Lapisan bawah =

= 1,4 gr/ml

Lapisan atas

= = 1 gr/ml

b. Ekstraksi 2 Lapisan bawah =

= 1,4 gr/ml

Lapisan atas

= = 1 gr/ml

3. Hasil perhitungan K pada tiap larutan a. Ekstraksi 1 Cakloroform = = = 12,4 M

M1 V1 = M2 V2 12,4 30 = M2 25 M2 = 14,88 M

Cb (NaOH) =

M1 V1 = M2 V2 1,25 30 = M2 30
viii

M2 = 1,25 M

Kd

= 11,904

b. Ekstraksi 2 Caklorofom = = = 12,4 M

M1 V1 = M2 V2 12,4 20 = M2 38 M2 = 6,5263 M

Cb (NaOH)

= M1 V1 1,25 30 M2

= M2 V2 = M2 62 = 0,6048 M

Kd

= 10,7908

4. Hasil perhitungan nilai Wn (nekstraksi) a. Ekstraksi 1 W = ma + m b =( Va) + ( Vb)

= ( 1 30) + (1,4 25) = 30 + 35

= 65 gram

ix

Wn = W = 65 = 65 = 60,7474 gram

b. Ekstraksi 2 W = ma + m b =( Va) + ( Vb)

= ( 1 62) + (1,4 38) = 62 + 53,2

= 115,2 gram

Wn = W = 115,2 = 115,2 = 103,1616 gram

Anda mungkin juga menyukai