Anda di halaman 1dari 25

Peta Jalan Ruhani

Revisi : 19-September-2009

Atmonadi,
Tulisan ini merupakan bagian dari Bab 5 Risalah Mawas “Kun Fa Yakuun :
Mengenal Diri, Mengenal Ilahi” . Dokumen ini dipublikasikan dibawah naungan
Creative Common License. Copyright 2004-2009 Atmonadi
http://www.atmonadi.com
Peta Jalan Ruhani adalah sebuah konsep yang menjelaskan manjilah-manjilah
perjalanan ruhani dengan bantuan ayat-ayat Al Qur’an. Tentu saja, peta ini
merupakan generalisasi saja dari suatu proses belajar Al Qur’an dimana kita
dituntut untuk secara mendalam merenungkan makna dan arti ayata-
ayattersebut dan langsung dibandingkan dengan keadaan psikis kita sendiri.
Karena itu, mutlak diperlukan bagi pejalan ruhani untuk berpedoman kepada Al
Qur’an, sunnatullah, maupun informasi lainnya sebagai pembanding.

Risalah ini merupakan bagian ke-6 dari buku Kun fa Yakuun. Meskipun begitu
dapat dibaca secara terpisah sebagai topik tersendiri. Jadi, meskipun Anda tidak
membaca keseluruhan buku yang saya tulis tersebut, topik Peta Jalan Ruhani
dapat dibaca sebara bebas. Modularitas topik ini memang sengaja saya buat
supaya bagian-bagian buku tersebut dapat saya preteli menjadi topik-topik
tersendiri.

6.3 Peta Perjalanan Ruhani

Setelah bekal seyakin-yakinnya sudah dipersiapkan maka perlu juga


dipersiapkan peta perjalanan yang akan dilalui. Inilah Road Map dari perjalanan
suluk dengan judul “Journey To The Center Of The Heart” yang akan dilalui salik
sampai akhirnya wusul kepada Allah dan menyaksikan-Nya dengan qolbu yang
jernih.

Bagaimanakah perjalanan ruhaniah seorang manusia pada umumnya, sejak ia


ditakdirkan untuk menghirup kehidupan duniawi sebagai manusia berjasad, lahir,
berkembang menuju dewasa, mengenal hakikat diri, kemudian meniti jalan
kembali kepada-Nya?

Secara umum, sebenarnya perjalanan kehidupan manusia dapat digambarkan


sebagai suatu gelombang sinusiodal mulai dari dia dilahirkan dalam keadaan
berfitrah suci, dalam arti mempunyai potensi atau qadar baik dan buruk yang
seimbang, berkembang menuju kedewasaan dalam bimbingan orang tua dan
Gambar 44. Peta Jalan Ruhani
lingkungannya, serta kemudian memasuki kehidupan penuh tanggung jawab
sebagai manusia yang dikenai kewajiban sesuai agamanya, bermasyarakat, dan
akhirnya menemukan pola yang semi permanen, kemudian kembali kepada-Nya
dengan totalitas kemantapan hati sebagai Pribadi Muslim. Gelombang sinusoidal
tersebut tidak lain adalah gambaran umum yang berlaku kepada manusia sejak
ia dilahirkan kedunia. Gambar 44 menunjukkan secara skematis peta perjalanan
ruhani yang disusun berdasarkan konteks risalah mawas diri “Kun”. Peta
tersebut sebenarnya bersifat umum, namun dalam tahap-tahap penempuhan
jalan ruhani biasanya apa yang diperoleh sang salik akan sesuai dengan potensi
yang dimilikinya masing-masing. Namun, banyak atau sedikit konteks penciptaan
selalu terlibat di dalamnya, tetapi dalam perinciannya pengungkapan yang dapat
dilakukan oleh salik biasanya sesuai dengan kemampuannya. Berikut ini saya
ringkas tahapannya sesuai dengan uraian-uraian sebelumnya.

6.3.1 Penciptaan

Penciptaan semua makhluk sebenarnya merupakan maujud dari rahmat, cinta,


dan pertolongan Allah semata (QS 1:1) “Bismillahirrahmaanirrahiim”. Sebelum
suatu eksistensi mengada, maka Allah menetapkan suatu kehendak dari ar-
Rahiim-Nya berupa al-Iradah dan al-Qudrah dengan firman "Kun fa Yakuun" (QS
2:117, 3:47, 3:59, 6:73, 16:40, 19:35, 36:82, 40:68),

Allah Pencipta langit dan bumi,


dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu,
maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
"Jadilah". Lalu jadilah ia. (QS 2:117)

Semua entitas kemudian mengada sebagai suatu eksistensi makhluk dengan


potensi, qadar, ukurannya dan ketentuannya masing-masing (QS 15:21, 13:8,
13:17-19, 25:2, 54:49),

Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya;
dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS
15:21)
Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya (QS 13:8).
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (QS 54:49).

Isyarat kata "Kami" pada QS 54:49 dan QS 15:21 juga menegaskan bahwa
penciptaan sesuatu ada juga yang melibatkan selain Allah. Itulah meta-makhluk,
benda-benda yang dibuat oleh makhluknya, baik dari golongan malaikat, jin,
manusia, binatang, atau makhluk lainnya. Namun apapun yang dapat dibuat oleh
makhluk hakikatnya tetaplah mengikuti ukuran dan aturan tertentu yang sudah
menjadi ketetapan-Nya. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan keterbatasan
kemampuan makhluk ketika menciptakan makhluk lainnya. Artinya, dalam
konteks hukum-hukum alam fisis berupa sunnatullah dan inayatullah, suatu
makhluk - misalnya manusia - hanya akan mampu membuat benda-benda
seperti kendaraan, gedung dan lain-lainnya dengan asumsi dan batasan, baik
dalam dalam fungsinya maupun keberlakuannya. Sedangkan hakikat dari semua
benda yang dibuat oleh makhluk adalah atas izin dan kehendak Allah SWT baik
melalui "kun" maupun melalui ilmu pengetahuan-Nya yang terpahami oleh
manusia (artinya boleh jadi ilmu pengetahuan Allah tidak lengkap dipahami
sepenuhnya oleh makhluk seperti misalnya konsep kontinuum ruang-waktu yang
mestinya kontinuum kesadaran diri-ruang-waktu) berupa sunnatullah maupun
terpahami oleh makhluk lainnya secara naluri alamiah sebagai suatu
pengetahuan mendasar yang diberikan-Nya misalnya teknologi pembangungan
rumah rayap, sarang semut, sarang tawon, sarang burung dll.

(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran. (QS 14:52)

Ketika esensi manusia diciptakan Allah dalam bentuk asalnya yang suci dan
termurnikan, maka esensi itu adalah ruh yang bermula dari cahaya
kemegahannya yang menjadi rahmat bagi semua alam serta isinya yaitu Nur
Muhammad sebagai Muhammad Utusan Allah,

Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah,


dan kitab yang menerangkan. (QS 5:15)
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang
yang mengikuti keridaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang
itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya,
dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.(QS 5:16)

Nabi Muhammad SAW adalah citra-Nya yang disempurnakan, sebagai salah


satu manifestasi Perbendaharaan-Nya Yang Tersembunyi yang diciptakan
sebagai makhluk-Nya yang pertama dan dimunculkan terakhir sesuai dengan
sabda nabi SAW.

Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi, Aku suka untuk dikenal. Maka
ku Ciptakan Makhluk. DenganKu mereka mengenalKu.

Setelah keinginan dan kehendak terfirmankan dengan "kun", semua makhluk


mempunyai suatu pola mendasar memuja memuji-Nya (QS 1:2) sebagai suatu
kewajiban mutlak bahwa eksistensi dirinya semata-mata ada karena rahmat,
cinta, dan pertolongan Tuhan semata (QS 1:1).

Setelah masing-masing makhluk ditetapkan ketentuan-Nya (takdir) yang sesuai


dengan potensinya masing-masing (qadar) (QS 15:21, 13:8, 13:17-19, 25:2
54:49), maka eksistensi semua makhluk termanifestasikan dalam wadah
semesta sebagai suatu penampakkan dari perbuatan, nama-nama dan sifat-sifat
Allah yang tercerap inderawi makhluk-Nya yang ditugaskan untuk menyingkap
diri-Nya sebagai penyaksi atas ketauhidan Tuhan (QS 7:172). Itulah tugas yang
diembankan oleh-Nya kepada makhluk yang disempurnakan sebagai Adam yang
secara langsung mencerminkan citra kesempurnaan-Nya yang pertama (QS
2:30, 91:7).

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku


hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (QS 2:30)
…dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya).. (QS 91:7)

6.3.2 Perjanjian Pra-Eksistensi

Sebelum memasuki alam dunia, manusia mempunyai perjanjian pra-eksistensi


yang diinformasikan Allah dalam QS 7:172 sebagai ruh murni dan suci yang
menyaksikan dan menauhidkan Tuhan Yang Esa.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari


sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), kami menjadi saksi". (QS 1:72)

Perjanjian pra-eksistensi bukan sekedar stempel atau tanda bahwa semua


makhluk menauhidkan-Nya, namun QS 7:172 juga mengisyaratkan bahwa
semua makhluk secara azali memuja-memuji-Nya (QS 1:2) dan menyembah-
Nya (QS 1:5, 51:56). Penyangkalan pada hal demikian adalah penentangan atas
semua perintah-Nya (QS 1:7, 4:172). Sehingga, perjanjian primordial inilah
sebenarnya yang kemudian menjadi memori terdalam yang tersimpan di dalam
diri manusia dan sesekali muncul sebagai suatu bisikan hatinurani terdalam
bahwa semua manusia secara alamiah beriman pada-Nya. Adanya memori
terdalam ini akan menangkal penyangkalan mereka setelah dilahirkan ke dunia
seperti tersirat dalam sambungan berikutnya (QS 172-173),
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan Tuhan)", atau agar kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya orang-
orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini
adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah
Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat
dahulu?" (QS 7:172-173)

Secara langsung firman di atas menunjukkan bahwa masing-masing dari


manusia membawa tanggung jawabnya secara sendiri-sendiri (QS 10:44, 74:38-
48)

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali
golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang
(keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke
dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-
orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-
orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,
hingga datang kepada kami
kematian". Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang
memberikan syafaat.
Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang
kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu
perbuat".(QS 34:25)
siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan
siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian)
dirinya sendiri dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab
terhadap mereka.(Qs 39:41)
Kendati ia dimunculkan secara kausalitas dengan hikmah dan pembelajaran,
kebijaksanaan dan keadilan sudah sesuai dengan kehendak Allah sebagai
takdirnya (qadar, ikhtiar, sunnatullah, qada) sebagai makhluk yang ditempatkan
dalam kontinuum kesadaran ruang-waktu. Artinya, tidak ada alasan untuk
mengelak dengan menisbahkan kesalahannya kepada kedua orangtuanya
semata apalagi kepada Tuhannya.

Sesungguhnya Allah tidak berbuat lalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi
manusia itulah yang berbuat lalim kepada diri mereka sendiri. (QS 10:44)

Dan dengan kapabilitasnya untuk belajar, menghimpun pengetahuan dan


bernalar logis dengan benar (yaitu mengikuti petunjuk ayat-ayat Al Qur'an QS
10:108) maka, setelah dewasa masing-masing perbuatannya akan ditanggung
oleh diri sendiri (QS 34:25, 39:41), sehingga sekiranya ia mau berpikir dengan
mendalam (QS 10:24, 13:4, 2:219, 39:42 ) maka semestinya manusia bisa
menemukan jalan kembali (QS 7;174, QS 1:6),

Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada
kebenaran).

Kata "kami" dalam ayat diatas sekali lagi menegaskan kembali peran manusia
sebagai pribadi untuk menelaah Al Qur'an (cari, dengar, baca, pelajari, ambil
hikmah dan pengetahuannya, amalkan) agar mereka bisa mengenal dirinya, dan
menemukan jalan kembali yakni jalan yang lurus dan diridhai-Nya (QS 1:6) -
"Shiraat al-Mustaqiim".

Banyak sebenarnya ayat-ayat al-Qur'an yang dengan logis dan indah


menunjukkan suatu alur yang jelas bagaimana manusia dalam bentuknya yang
esensial yang Menyaksikan KeEsaan-Nya diberi suatu petunjuk jelas di dalam al-
Qur'an sehingga ia bisa mengenal dirinya dan menemukan jalan kembali
kepada-Nya. Namun, al-Qur’an nampaknya bagi Bangsa Indonesia baru sekedar
dihafal lafal Arabnya belaka, tanpa pendalaman yang hakiki untuk
mengungkapkan semua hikmahnya baik berupa amaliah lahir, batin, maupun
ilmu pengetahuan untuk kemajuan manusia. Informasi yang saya kutipkan di
atas hanya beberapa ayat saja yang saya susun dan saya sesuaikan dengan
maksud bagian ini. Masih banyak ayat-ayat lain yang mempunyai makna
senada.

6.3.3 Menjadi Manusia Sejati

Setelah ruh ditiupkan ke dalam jasad (QS 38:72), maka ruh murni dan suci
tertabiri oleh karena adanya interaksi energetis sehingga sistem ruh berkembang
menjadi nafs (QS 91:7-9) dan ruh yang murni dan cahayanya yang membawa
penyaksian pra-eksistensi tertabisi oleh sifat-sifat jasmaniah manusia. Ketika
manusia dilahirkan ia berada dalam keadaan fitrah yang suci. Dalam arti
mempunyai potensi yang seimbang antara potensi baik dan buruk. Dalam
perkembangannya kemudian faktor pendidikan dan lingkunganlah yang
menentukan baik buruknya seseorang, terutama ibu bapaknya. Hadis Nabi SAW
menyebutkan,

Manusia terlahir dalam keadaan yang suci, Bapak Ibunyalah yang


menjadikannya Yahudi, Kristiani atau Majusi.

Ketika dalam perkembangannya suatu pola dasar kehidupan terbentuk maka


ada dua kemungkinan yang dapat diambil oleh seseorang sebagai manusia
dewasa yaitu mengambil jalan kiri atau jalan kanan. Keduanya menjadi tanggung
jawabnya masing-masing kelak dikemudian hari.

Potensi buruk adalah potensi yang berkembang kearah kiri, cabang pohon
penciptaan yang menjulur mengikuti hawa nafsunya (QS 7:175-176, 38:26,
45:23) dengan cabang-cabang dan ranting-rantingnya yang menyesatkan,
menjulurkan semua makhluk yang menelusui jalan tersebut menuju kemurkaan-
Nya.

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya


nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan (QS 12:53)
Maka pernahkah kamu melihat
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya,
dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya
dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?
Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah
(membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Qs
45:23)
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,
karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah
akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan.(QS 38:26)
Dan kalau Kami menghendaki,
sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu,
tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang
rendah, maka perumpamaannya seperti anjing
jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya
dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). (QS 7:176)
dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan
dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya
dan adalah keadaannya itu melewati batas. (Qs 18:28)

Golongan kanan adalah ranting pohon penciptaan yang menjulur dibawah


naungan rahmat dan hidayah-Nya dan berkembang menjadi cabang dan ranting
yang mampu mengembangkan diri dengan potensi yang membawa kebaikan,
inilah nafsu yang mendapatkan rahmat :

kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. (QS 12:53)


Dan Kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan;
di antaranya ada orang-orang yang saleh
dan di antaranya ada yang tidak demikian.
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik
dan (bencana) yang buruk-buruk,
agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS 7:168)

Dua kecenderungan manusia untuk masuk ke golongan kiri atau kanan secara
alamiah menuntut suatu proses penalaran, memilah dan memilih, suatu
kemampuan yang sudah dinisbahkan kepada manusia karena akal dan
kehendak bebasnya. Maka bagi dia yang mampu memahami jatidirinyalah yang
akan menentukan kecondongan akhirnya, apakah dia lebih menyukai dunia dan
menolak adanya akhirat yang kekal. Atau sebaliknya menjadi tidak terlalu
mempedulikan dunia dan mengarah pada jalan yang lurus yang
mengarahkannya pada pengertian kehidupan yang hakiki.

Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai


kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang kafir. Mereka itulah orang-orang yang hati,
pendengaran dan penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah
orang-orang yang lalai. (QS 16:107-108)

Ketika seseorang memutuskan untuk memilih dunia, maka jalan kehidupannya


akan mengarah pada pemuasan hasrat yang berhubungan dengan kebendaan
atau materialistik misalnya mencari kekayaan, pemenuhan hasrat seksual,
bermabuk-mabukan, kemewahan, kesombongan , ketamakan, iri, dengki serta
kesia-siaan lainnya. Pada akhirnya kabut gelap meliputi qolbunya yang semakin
terkotori oleh gelimang dosa akibat semua perbuatnnya :

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api,


maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat
melihat. (QS 2:17)
Mereka tuli, bisu dan buta,
maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar). (QS 2:18)
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,
bahkan lebih keras lagi. (QS 2:74)

Padahal diantara kebutaan, kebisuan, ketulian, diantara kerasnya hati yang


membatu, terdapat suatu air yang menjernihkan, yang semestinya dapat
digunakan untuk membersihkan dan melunakkan, bahkan menghancurkan
selubung kegelapan yang sudah membatu sekalipun :

Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai


daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air
daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut
kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
(QS 2:74)

6.3.4 Petunjuk dan Pedoman : Al Qur'an, Hadis, dan Ilmu

Ada banyak ayat-ayat yang dapat digunakan sebagai pedoman, maupun dari
petunjuk para utusan-Nya sehingga seseorang mendapatkan petunjuk yang
benar atas realitas kehidupan yang sebenarnya dari kitab yang memberikan
petunjuk ke jalan yang lurus yaitu jalan Tauhid dengan realitasnya berupa al-
Qur'an.

Tunjukilah kami jalan yang lurus, (QS 1:6)


Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan
penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa
mengembalikannya kepadamu?" Perhatikanlah, bagaimana Kami berkali-kali
memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami),
kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS 6:46)
Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia
melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia
tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (QS 7:175)
Hanya milik Allah asmaulhusna,
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu
dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang
dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya.
Nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan. ( QS 7:180)
Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk
dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. (QS
7:181)
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik
mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak
mereka ketahui. (QS 7:182)
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang
mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya. (QS 12:105)
Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka
dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu
dalam hal itu dan Kami telah memberikan kepada mereka pendengaran,
penglihatan dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan dan hati mereka itu tidak
berguna sedikit jua pun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-
ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka
memperolok-olokkannya. (QS 46:26)
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitarmu dan
Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya
mereka kembali (bertobat). (QS 46:27)
Maka barang siapa menghendaki, niscaya dia mengambil pelajaran daripadanya
(Al Qur'an). (QS 74:55)

Banyak surat dan ayat yang senyatanya menunjukkan berbagai aspek yang
memberikan jalan pada kebenaran. Namun, seringkali kita mengabaikannya atau
membacanya tanpa tahu apa maksudnya. Maka hikmah dan ilmu dari-Nya pun
tak dapat diraihnya. Hanya dengan tafakkur dan berfikir mendalam maka al-
Qur’an dan Hadis menjadi penuh makna yang menunjukkan jalan hidup manusia
yang sebenarnya.

6.3.5 Iman dan Islam

Ketika manusia untuk memilih tidak mempedulikan dunia, keberuntungan dan


kemalangannya, serta semua aspek kehidupannya adalah ujian Allah semata
(QS 21:35, 2:155,7:166),

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"
(QS 2:155-156)
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS 7:168)
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kami lah kamu dikembalikan. (QS 21:35)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (QS 37:106)
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. Untuk tiap-tiap umat

di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS 5:48)

Ketika seorang manusia memahami arti ujian tersebut, maka ketetapan hatipun
tumbuh mandiri sebagai suatu hidayah dan rahmat-Nya yang tak ternilai. Dari
berbagai ujian tersebut, yang diperlukan adalah suatu kedewasaan mengambil
sikap kita kepada Allah Yang Maha Menentukan sehingga apakah ujian itu
disikapi dengan benar atau sebaliknya akan menentukan proses perjalanan
ruhani selanjutnya. Yang diperlukan ketika ujian terjadi adalah tahap awal
evaluasi diri sehingga diperoleh sikap yang benar dengan keyakinan ilmul/ainul
yaqin. Sikap benar adalah sikap seorang hamba yang kembali dijalan Allah
dengan cara bertaubat yang benar semurni-murninya.

Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, (QS 66:8)
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS 11:112)
Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. (QS 24:31)

Inilah pintu masuk seorang hamba kepada perjalanan ruhani selanjutnya yaitu
Jihad Al Akbar memasuki medan perang sesungguhnya yaitu melawan nafsu
dan hasrat dirinya sendiri yang hakikatnya adalah menyucikan jiwa atau
memperhalus qolbu dengan tarikat.

6.3.6 Jihad Al Akbar

Setelah pertaubatannya, jiwanya semakin tenang bagai air yang tenang


menghanyutkan. Maka, terpanggillah ia dengan seruan,

Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya.(QS 89:27-28)

Menyelami seruan itu, hasratnya tiba-tiba muncul begitu saja, bagai benih-benih
bunga cinta yang muncul menjadi putik, lantas mekar mengembang disiram air
jernih menyejukkan yang mengalir dari sungai-sungai kesuburan. Sebuah medan
gravitasi ruhaniah universal seperti menariknya ke dalam pusat kelopak Bunga
Cinta Ilahi, membuka lintasan perjalanan yang menjadi penentu takdirnya. Iapun
kemudian lebih pasti memasuki pintu gerbang Jihad Al-Akbar yang sebenarnya.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan


berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS 2:218)
Jihad yang dimasukinya adalah arena perang untuk menauhidkan-Nya secara
hakiki inilah Jihad Untuk Tauhid. Maka, siklus hidupnya pun kemudian
dijungkirbalikkannya. Parameter-parameter kehidupannya telah ia ubah total
dengan parameter yang sama sekali baru yaitu Qolbu. Bekalnya sudah ia
siapkan dengan ketulusan “Ksatria Ruhani” apa adanya : Iman dan Islam,
dengan satu baju jirah tanpa pengganti bernama baju taqwa.

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,

hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta


yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya);
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS 2:177)
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.
Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.(3:92)

Pintu gerbang medan Jihad al-Akbar membuka tiba-tiba. Pintunya yang


berbentuk lingkaran seperti Galaksi Bima Sakti berputar saling berlawanan arah;
Seperti Yin dan Yang. Samudera keheningan yang luas terhampar di depannya.
Sebuah perahu dengan bendera Tauhid tertulis mantap “Laa ilaaha illaa Allaah,
Muhammadurrasulullah” berkibar tertiup angin pantai yang semilir mengalir
disela-sela deburan ombak samudera kerahasiaan. Wangi semerbak bunga
hakikat tercium samar-samar, segar seperti udara pegunungan, harum manis
rasanya, wangi yang aneh itu tetap menempel seperti hinggap di ujung
hidungnya. Sebuah perahu siap-sedia dengan sebuah nama : Syariat

6.3.7 Mengarungi Samudera Kerahasiaan

Kakinya melangkah di pantai berpasir yang putih mengkilat ditimpa cahaya;


deburan ombak yang melenyap dikejauhan berkejaran dengan kilau kemilau
membutakan. Seorang Nakhoda berdiri di anjungan perahu sambil
menetapkannya, “Berserah diri dan Istiqamahlah”, begitu pesannya. Ketika layar
terkembang, angin samudera yang menyimpan kerahasiaan berhembus
perlahan. Perahupun meluncur memecah ombak pantai. Di kejauhan kelap-kelip
pelita dengan angus yang menggelapkan qolbu masih terlihat dikelilingi anai-anai
yang masih mabuk pada gemerlap dunia yang maya.

Sang Nakhoda menasihatinya, “Sikap yang benar akan mewujudkan kesabaran,


tawakkal dan syukur yang tidak lain adalah jalan Berserah Diri yaitu jalan para
rasul, nabi, wali dan kaum saleh lainnya yang dengan tabah meniti jalan menuju
kepada Allah SWT. “

Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.(31:22)

Berserah diri adalah jalan dimana selimut kesabaran, tawakkal, dan syukur akan
mengembang, melindungimu dari semua badai cobaan yang datang, yang akan
semakin memantapkan para pejalan ruhani dengan sikap istiqamah selama
meniti Shiraatal Mustaqiim.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah",


kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS 46:13)

Dari berserah diri dan istiqamah maka menjadi jelas bahwa semua yang telah
dilakukan oleh penempuh jalan ruhani memiliki kepastian sebagai suatu Rahmat
dan Hidayah dari-Nya sematanya.

Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat
petunjuk;
dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang
merugi. (QS 7:178)

Ketika kesadaran diri yang lebih intens muncul atas hubungan dirinya dan
Tuhannya, maka penggalian yang lebih terinci harus dilakukan dengan melalui
penyucian jiwa atau penghalusan kualitas qolbu dengan memaknai secara lebih
mendalam al-Qur'an, Hadis, dan sumber-sumber pengetahuan lainnya. Di
tingkatan ini, fitrah diri yang suci murni hanya akan muncul bila semua bercak
angus dari nyala-nyala pelita dunia digosok dengan keistiqamahan. Bercak-
bercak inilah yang harus dihilangkan dari qolbu sehingga seseorang dapat
bercermin.

Sikap yang benar selanjutnya setelah melalui tobat, menetapnya wara dan
zuhud, alamiahnya berserah diri dan istiqamah, adalah menyuburkan bumi hati
dengan menyianginya dengan mawas diri, menyuburkannya dengan pupuk
peribadahan dan amaliah yang lahir dan batin dengan Ihsan, dan sampai
akhirnya bumi hati pun menjadi ladang keikhlasan yang siap menerima
datangnya kilatan cahaya dan curahan hujan dari langit. Itulah curah hujan yang
langsung diturunkan di qolbu manusia sehingga ia bisa memahami semua
hikmah dibalik setiap peristiwa.
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah;
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 64:11)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal-amal saleh,
mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya,
di bawah mereka mengalir sungai-sungai
di dalam surga yang penuh kenikmatan. (QS 10:9)

Ketika bumi hati semakin subur dan curah hujan mulai turun, maka bumi hati
adalah tempat tumbuhnya segala macam tanaman, pepohonan, tetumbuhan,
rerumputan, pengetahuan, rahasia-rahasia, dan tempat singgah malaikat, ruh,
jin, dan semua makhluk. Ketika itu, semua langkah perjalanan telah menjadi
fondasi-fondasi yang kukuh dan nyata membangun jembatan Shiraathal
Mustaqiim (QS 1:4, 5:16, 22:54).

Layar masih terkembang, perahu masih melaju menembus keheningan


samudera kerahasiaan yang sesekali masih bergolak. Pelayaran selanjutnya
akan memasuki batas-batas antara dua alam, yang gaib dan yang nyata,
terbangun diantaranya adalah lintasan pelayaran bernama Shiraathal Mustaqiim
yang menyebabkan pejalan ruhani menjadi antara ada dan tiada, timbul
tenggelam diantara gelombang dahsyat kesombongan yang mengintai, puting
beliung kebodohan yang menghantui, pusaran syahwat yang
memporakporandakan semua hasrat ruhani, binatang buas bernama iri dan
kedengkian, hantu kebendaan yang menggoda dengan gemerlap kekayaan,
siulan putri duyung yang merdu yang mewakili duniawi, dan gempuran-
gempuran lainnya yang masih sering menggelegak di samudera tarikat. Ketika
mereka mabuk dalam keliaran gelombang samudera, semua naluri serasa mati,
harap dan cemas menghantui, mereka pun terkatung-katung dalam keheningan
samudera, bermunajat dengan penuh harap dan cemas. Ketika semua badai
terlewati, mereka seperti makhluk tanpa nyawa. Mereka tidaklah mati, ia hidup
disisi Allah dan berjalan di tengah manusia,

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang,
yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita
yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? (QS 6:122)
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi
kamu tidak menyadarinya. (QS 2:154)

Sebuah daratan terlihat, kemilaunya menunjukkan adanya cahaya yang tak


pernah padam. Pantai Makrifat di depan mata, gunung-gunung hakikat
menjulang dikejauhan menembus awan. Ia harus terbang dengan sayap-sayap
yang bernama keikhlasan dan kefakiran. Alam keperakan adalah daratan lembut
malakut yang penuh misteri. Ia lewati pintu gerbangnya yang bertuliskan “Laa
Illaaha Ilaa Allaah”. Ketika alam malakut telah menjadi bagian dirinya, maka
batas-batas psikologisnya telah runtuh.

Luluh dalam ketakberdayaan di hadapan gelombang kekuasaan-Nya. Ia menjadi


apa seperti yang diinginkankan-Nya sesuai kapasitasnya, maka dirinya
memasuki wilayah kegembiraan, takut dan harap, rindu dan cinta dengan
kesabaran dan ridha-Nya :

Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS 10:62)
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,
sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap,
dan mereka menafkahkan sebahagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(QS 30:24)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati)
mereka rasa kasih sayang.(QS 19:96)
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.(QS 20:39)
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya;
dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; (QS 18:28)

Dilewatinya surga dengan semerbak mewangi taman cinta-Nya dan neraka


dengan gemuruh kemurkaan-Nya, ia tak memerlukan semua itu. Maka ketika
rindu dan cinta-Nya terpadu di Taman Cinta Kasih Ilahi, dilihatnya aneka warna
bunga semerbak dengan wewangian keabadian rahmat dan cinta-Nya. Di taman
hijau itu, bunga-bunga bermekaran. Ada Bunga Sidrath yang membawakan
rahmat bagi seluruh makhluk di semua alam, bunga itulah penghulu dari semua
bunga yang ada. Ada juga Bunga Matahari, Bunga Anggrek, dan entah bunga
apa lagi.

Itulah Sidratul Muntaha - Taman Bunga Cinta Kasih Ilahi - tempat dimana para
kekasih menanamkan tanda cinta-Nya. Maka ia tanamkan benih-benih bunga
cintanya disana menjadi bagian dari Para Pecinta yang telah menjadi
penghulunya. Ketika kegembiraan, takut dan harap, kerinduan dan cinta, ridha
dan kepasrahannya, meluruhkan semua hasrat dirinya, iapun terfanakan dan
terbaqakan dipelukan Kemahaagungan dan Kemahaindahan Cinta Ilahi.
Kemudian, belaian Kemahalembutan-Nya mengagetkannya: "Akulah Cinta".
Maka ia telah kembali menyaksikan-Nya sebagai Yang Esa seperti ia pernah
menyaksikan-Nya pada pra-eksistensi dirinya (QS 7:172). Bagi Tuhannya,
kehidupannya di dunia yang fana sekedar mimpi yang sekejap, tanpa arti,
mungkin sedetik mungkin semenit; bagi dirinya bisa berarti 30, 40, 60, 70 atau
100 tahun. Tapi pra-eksistensinya kembali terbuka dengan kejernihan qolbu
seperti awal mula sebelum esensi dirinya ditiupkan ke dalam jasad.

Ketika eksistensinya terbaqakan didalam-Nya maka ia mengada mandiri,


berjalan diantara semua manusia sebagai dia yang menjadi hamba-Nya semata.
Ia telah kembali dengan keyakinan haqqul yaqin, keyakinan hakiki tentang
dirinya dan Tuhan-Nya, ia telah menjadi , "Dialah, Yang Awal Dan Yang Akhir,
Yang Lahir dan Yang Batin" (QS 57:3). Ia berjalan diantara manusia sebagai
"yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia (QS 6:122)”. Itulah cahaya makrifat.

Demi matahari dan cahayanya di pagi hari,


dan bulan apabila mengiringinya,
dan siang apabila menampakkannya,
dan malam apabila menutupinya,
dan langit serta pembinaannya,
dan bumi serta penghamparannya,
dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu
sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS 91 1:10)

Demikian kira-kira peta perjalanan ruhani yang sejatinya dapat dilakukan oleh
semua orang yang Muslim bila ia menyadarinya. Dui al-Qur’an dan petunjuk
Nabi Muhammad SAW, semua peta perjalaann itu sudah tertulis dan
difirmankan-Nya.
Atmonadi,

Tulisan ini merupakan bagian dari Bab 6 Risalah Mawas “Kun Fa Yakuun :
Mengenal Diri, Mengenal Ilahi” Release ke-3.

Anda mungkin juga menyukai