Revisi : 19-September-2009
Atmonadi,
Tulisan ini merupakan bagian dari Bab 5 Risalah Mawas “Kun Fa Yakuun :
Mengenal Diri, Mengenal Ilahi” . Dokumen ini dipublikasikan dibawah naungan
Creative Common License. Copyright 2004-2009 Atmonadi
http://www.atmonadi.com
Peta Jalan Ruhani adalah sebuah konsep yang menjelaskan manjilah-manjilah
perjalanan ruhani dengan bantuan ayat-ayat Al Qur’an. Tentu saja, peta ini
merupakan generalisasi saja dari suatu proses belajar Al Qur’an dimana kita
dituntut untuk secara mendalam merenungkan makna dan arti ayata-
ayattersebut dan langsung dibandingkan dengan keadaan psikis kita sendiri.
Karena itu, mutlak diperlukan bagi pejalan ruhani untuk berpedoman kepada Al
Qur’an, sunnatullah, maupun informasi lainnya sebagai pembanding.
Risalah ini merupakan bagian ke-6 dari buku Kun fa Yakuun. Meskipun begitu
dapat dibaca secara terpisah sebagai topik tersendiri. Jadi, meskipun Anda tidak
membaca keseluruhan buku yang saya tulis tersebut, topik Peta Jalan Ruhani
dapat dibaca sebara bebas. Modularitas topik ini memang sengaja saya buat
supaya bagian-bagian buku tersebut dapat saya preteli menjadi topik-topik
tersendiri.
6.3.1 Penciptaan
Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya;
dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu. (QS
15:21)
Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya (QS 13:8).
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (QS 54:49).
Isyarat kata "Kami" pada QS 54:49 dan QS 15:21 juga menegaskan bahwa
penciptaan sesuatu ada juga yang melibatkan selain Allah. Itulah meta-makhluk,
benda-benda yang dibuat oleh makhluknya, baik dari golongan malaikat, jin,
manusia, binatang, atau makhluk lainnya. Namun apapun yang dapat dibuat oleh
makhluk hakikatnya tetaplah mengikuti ukuran dan aturan tertentu yang sudah
menjadi ketetapan-Nya. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan keterbatasan
kemampuan makhluk ketika menciptakan makhluk lainnya. Artinya, dalam
konteks hukum-hukum alam fisis berupa sunnatullah dan inayatullah, suatu
makhluk - misalnya manusia - hanya akan mampu membuat benda-benda
seperti kendaraan, gedung dan lain-lainnya dengan asumsi dan batasan, baik
dalam dalam fungsinya maupun keberlakuannya. Sedangkan hakikat dari semua
benda yang dibuat oleh makhluk adalah atas izin dan kehendak Allah SWT baik
melalui "kun" maupun melalui ilmu pengetahuan-Nya yang terpahami oleh
manusia (artinya boleh jadi ilmu pengetahuan Allah tidak lengkap dipahami
sepenuhnya oleh makhluk seperti misalnya konsep kontinuum ruang-waktu yang
mestinya kontinuum kesadaran diri-ruang-waktu) berupa sunnatullah maupun
terpahami oleh makhluk lainnya secara naluri alamiah sebagai suatu
pengetahuan mendasar yang diberikan-Nya misalnya teknologi pembangungan
rumah rayap, sarang semut, sarang tawon, sarang burung dll.
(Al Qur'an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya
mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui
bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang
berakal mengambil pelajaran. (QS 14:52)
Ketika esensi manusia diciptakan Allah dalam bentuk asalnya yang suci dan
termurnikan, maka esensi itu adalah ruh yang bermula dari cahaya
kemegahannya yang menjadi rahmat bagi semua alam serta isinya yaitu Nur
Muhammad sebagai Muhammad Utusan Allah,
Aku adalah Perbendaharaan Yang Tersembunyi, Aku suka untuk dikenal. Maka
ku Ciptakan Makhluk. DenganKu mereka mengenalKu.
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, kecuali
golongan kanan, berada di dalam surga, mereka tanya menanya, tentang
(keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke
dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-
orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-
orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,
hingga datang kepada kami
kematian". Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang
memberikan syafaat.
Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang
kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu
perbuat".(QS 34:25)
siapa yang mendapat petunjuk, maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan
siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian)
dirinya sendiri dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab
terhadap mereka.(Qs 39:41)
Kendati ia dimunculkan secara kausalitas dengan hikmah dan pembelajaran,
kebijaksanaan dan keadilan sudah sesuai dengan kehendak Allah sebagai
takdirnya (qadar, ikhtiar, sunnatullah, qada) sebagai makhluk yang ditempatkan
dalam kontinuum kesadaran ruang-waktu. Artinya, tidak ada alasan untuk
mengelak dengan menisbahkan kesalahannya kepada kedua orangtuanya
semata apalagi kepada Tuhannya.
Sesungguhnya Allah tidak berbuat lalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi
manusia itulah yang berbuat lalim kepada diri mereka sendiri. (QS 10:44)
Dan demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu, agar mereka kembali (kepada
kebenaran).
Kata "kami" dalam ayat diatas sekali lagi menegaskan kembali peran manusia
sebagai pribadi untuk menelaah Al Qur'an (cari, dengar, baca, pelajari, ambil
hikmah dan pengetahuannya, amalkan) agar mereka bisa mengenal dirinya, dan
menemukan jalan kembali yakni jalan yang lurus dan diridhai-Nya (QS 1:6) -
"Shiraat al-Mustaqiim".
Setelah ruh ditiupkan ke dalam jasad (QS 38:72), maka ruh murni dan suci
tertabiri oleh karena adanya interaksi energetis sehingga sistem ruh berkembang
menjadi nafs (QS 91:7-9) dan ruh yang murni dan cahayanya yang membawa
penyaksian pra-eksistensi tertabisi oleh sifat-sifat jasmaniah manusia. Ketika
manusia dilahirkan ia berada dalam keadaan fitrah yang suci. Dalam arti
mempunyai potensi yang seimbang antara potensi baik dan buruk. Dalam
perkembangannya kemudian faktor pendidikan dan lingkunganlah yang
menentukan baik buruknya seseorang, terutama ibu bapaknya. Hadis Nabi SAW
menyebutkan,
Potensi buruk adalah potensi yang berkembang kearah kiri, cabang pohon
penciptaan yang menjulur mengikuti hawa nafsunya (QS 7:175-176, 38:26,
45:23) dengan cabang-cabang dan ranting-rantingnya yang menyesatkan,
menjulurkan semua makhluk yang menelusui jalan tersebut menuju kemurkaan-
Nya.
Dua kecenderungan manusia untuk masuk ke golongan kiri atau kanan secara
alamiah menuntut suatu proses penalaran, memilah dan memilih, suatu
kemampuan yang sudah dinisbahkan kepada manusia karena akal dan
kehendak bebasnya. Maka bagi dia yang mampu memahami jatidirinyalah yang
akan menentukan kecondongan akhirnya, apakah dia lebih menyukai dunia dan
menolak adanya akhirat yang kekal. Atau sebaliknya menjadi tidak terlalu
mempedulikan dunia dan mengarah pada jalan yang lurus yang
mengarahkannya pada pengertian kehidupan yang hakiki.
Ada banyak ayat-ayat yang dapat digunakan sebagai pedoman, maupun dari
petunjuk para utusan-Nya sehingga seseorang mendapatkan petunjuk yang
benar atas realitas kehidupan yang sebenarnya dari kitab yang memberikan
petunjuk ke jalan yang lurus yaitu jalan Tauhid dengan realitasnya berupa al-
Qur'an.
Banyak surat dan ayat yang senyatanya menunjukkan berbagai aspek yang
memberikan jalan pada kebenaran. Namun, seringkali kita mengabaikannya atau
membacanya tanpa tahu apa maksudnya. Maka hikmah dan ilmu dari-Nya pun
tak dapat diraihnya. Hanya dengan tafakkur dan berfikir mendalam maka al-
Qur’an dan Hadis menjadi penuh makna yang menunjukkan jalan hidup manusia
yang sebenarnya.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun"
(QS 2:155-156)
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS 7:168)
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kami lah kamu dikembalikan. (QS 21:35)
Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (QS 37:106)
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran,
membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah
perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah
berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, (QS 5:48)
Ketika seorang manusia memahami arti ujian tersebut, maka ketetapan hatipun
tumbuh mandiri sebagai suatu hidayah dan rahmat-Nya yang tak ternilai. Dari
berbagai ujian tersebut, yang diperlukan adalah suatu kedewasaan mengambil
sikap kita kepada Allah Yang Maha Menentukan sehingga apakah ujian itu
disikapi dengan benar atau sebaliknya akan menentukan proses perjalanan
ruhani selanjutnya. Yang diperlukan ketika ujian terjadi adalah tahap awal
evaluasi diri sehingga diperoleh sikap yang benar dengan keyakinan ilmul/ainul
yaqin. Sikap benar adalah sikap seorang hamba yang kembali dijalan Allah
dengan cara bertaubat yang benar semurni-murninya.
Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya, (QS 66:8)
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas.
Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS 11:112)
Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman
supaya kamu beruntung. (QS 24:31)
Inilah pintu masuk seorang hamba kepada perjalanan ruhani selanjutnya yaitu
Jihad Al Akbar memasuki medan perang sesungguhnya yaitu melawan nafsu
dan hasrat dirinya sendiri yang hakikatnya adalah menyucikan jiwa atau
memperhalus qolbu dengan tarikat.
Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya.(QS 89:27-28)
Menyelami seruan itu, hasratnya tiba-tiba muncul begitu saja, bagai benih-benih
bunga cinta yang muncul menjadi putik, lantas mekar mengembang disiram air
jernih menyejukkan yang mengalir dari sungai-sungai kesuburan. Sebuah medan
gravitasi ruhaniah universal seperti menariknya ke dalam pusat kelopak Bunga
Cinta Ilahi, membuka lintasan perjalanan yang menjadi penentu takdirnya. Iapun
kemudian lebih pasti memasuki pintu gerbang Jihad Al-Akbar yang sebenarnya.
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
Dan barang siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul
tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.(31:22)
Berserah diri adalah jalan dimana selimut kesabaran, tawakkal, dan syukur akan
mengembang, melindungimu dari semua badai cobaan yang datang, yang akan
semakin memantapkan para pejalan ruhani dengan sikap istiqamah selama
meniti Shiraatal Mustaqiim.
Dari berserah diri dan istiqamah maka menjadi jelas bahwa semua yang telah
dilakukan oleh penempuh jalan ruhani memiliki kepastian sebagai suatu Rahmat
dan Hidayah dari-Nya sematanya.
Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat
petunjuk;
dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang
merugi. (QS 7:178)
Ketika kesadaran diri yang lebih intens muncul atas hubungan dirinya dan
Tuhannya, maka penggalian yang lebih terinci harus dilakukan dengan melalui
penyucian jiwa atau penghalusan kualitas qolbu dengan memaknai secara lebih
mendalam al-Qur'an, Hadis, dan sumber-sumber pengetahuan lainnya. Di
tingkatan ini, fitrah diri yang suci murni hanya akan muncul bila semua bercak
angus dari nyala-nyala pelita dunia digosok dengan keistiqamahan. Bercak-
bercak inilah yang harus dihilangkan dari qolbu sehingga seseorang dapat
bercermin.
Sikap yang benar selanjutnya setelah melalui tobat, menetapnya wara dan
zuhud, alamiahnya berserah diri dan istiqamah, adalah menyuburkan bumi hati
dengan menyianginya dengan mawas diri, menyuburkannya dengan pupuk
peribadahan dan amaliah yang lahir dan batin dengan Ihsan, dan sampai
akhirnya bumi hati pun menjadi ladang keikhlasan yang siap menerima
datangnya kilatan cahaya dan curahan hujan dari langit. Itulah curah hujan yang
langsung diturunkan di qolbu manusia sehingga ia bisa memahami semua
hikmah dibalik setiap peristiwa.
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah;
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 64:11)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal-amal saleh,
mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya,
di bawah mereka mengalir sungai-sungai
di dalam surga yang penuh kenikmatan. (QS 10:9)
Ketika bumi hati semakin subur dan curah hujan mulai turun, maka bumi hati
adalah tempat tumbuhnya segala macam tanaman, pepohonan, tetumbuhan,
rerumputan, pengetahuan, rahasia-rahasia, dan tempat singgah malaikat, ruh,
jin, dan semua makhluk. Ketika itu, semua langkah perjalanan telah menjadi
fondasi-fondasi yang kukuh dan nyata membangun jembatan Shiraathal
Mustaqiim (QS 1:4, 5:16, 22:54).
Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang,
yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita
yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? (QS 6:122)
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan
Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi
kamu tidak menyadarinya. (QS 2:154)
Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS 10:62)
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya,
sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap,
dan mereka menafkahkan sebahagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.(QS 30:24)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati)
mereka rasa kasih sayang.(QS 19:96)
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.(QS 20:39)
Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari
dengan mengharap keridhaan-Nya;
dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan
perhiasan kehidupan dunia ini; (QS 18:28)
Itulah Sidratul Muntaha - Taman Bunga Cinta Kasih Ilahi - tempat dimana para
kekasih menanamkan tanda cinta-Nya. Maka ia tanamkan benih-benih bunga
cintanya disana menjadi bagian dari Para Pecinta yang telah menjadi
penghulunya. Ketika kegembiraan, takut dan harap, kerinduan dan cinta, ridha
dan kepasrahannya, meluruhkan semua hasrat dirinya, iapun terfanakan dan
terbaqakan dipelukan Kemahaagungan dan Kemahaindahan Cinta Ilahi.
Kemudian, belaian Kemahalembutan-Nya mengagetkannya: "Akulah Cinta".
Maka ia telah kembali menyaksikan-Nya sebagai Yang Esa seperti ia pernah
menyaksikan-Nya pada pra-eksistensi dirinya (QS 7:172). Bagi Tuhannya,
kehidupannya di dunia yang fana sekedar mimpi yang sekejap, tanpa arti,
mungkin sedetik mungkin semenit; bagi dirinya bisa berarti 30, 40, 60, 70 atau
100 tahun. Tapi pra-eksistensinya kembali terbuka dengan kejernihan qolbu
seperti awal mula sebelum esensi dirinya ditiupkan ke dalam jasad.
Demikian kira-kira peta perjalanan ruhani yang sejatinya dapat dilakukan oleh
semua orang yang Muslim bila ia menyadarinya. Dui al-Qur’an dan petunjuk
Nabi Muhammad SAW, semua peta perjalaann itu sudah tertulis dan
difirmankan-Nya.
Atmonadi,
Tulisan ini merupakan bagian dari Bab 6 Risalah Mawas “Kun Fa Yakuun :
Mengenal Diri, Mengenal Ilahi” Release ke-3.