Anda di halaman 1dari 7

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K.

Saha Aswina Dharmawan STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. SAHA ASWINA D., EKO YULI HANDOKO, M. TAUFIK Program Studi Teknik Geomatika FTSP - ITS Sukolilo, Surabaya Email : sahaaswina@yahoo.com Abstrak Pemantauan dan pemahaman mengenai perubahan kedudukan tinggi muka air laut global merupakan salah satu isu yang aktual akibat terjadinya fenomena pemanasan global. Di Indonesia yang sebagian besar wilayahnya berupa perairan, perubahan tinggi muka air laut ini akan memiliki dampak yang sangat besar. Dengan berkembangnya teknologi satelit, khususnya satelit altimetri, pemantauan lautan secara global dan terus menerus dapat dilakukan. Untuk mendapatkan kualitas data pengamatan yang baik secara waktu dan ruang diperlukan minimal dua satelit altimetri dengan lintasan dan waktu pengambilan data yang berbeda. Satelit Jason-1 milik Amerika Serikat dan Perancis serta satelit Envisat milik Eropa menjawab kebutuhan minimal tersebut. Dengan menggabungkan data kedua satelit tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan data dalam mempelajari perubahan kedudukan muka air laut. Pemantauan kenaikan muka laut dilakukan pada perairan Indonesia dengan koordinat geografis antara 20 LU - 20 LS dan 90 BT - 150 BT dalam kurun waktu empat tahun (2002-2005). Pengamatan dan analisa dilakukan pada setiap bulannya dengan mengambil 15 titik pengamatan. Dari pemantauan muka laut dengan menggunakan data satelit Jason-1 dan Envisat menunjukkan telah terjadinya fenomena sea level rise yang bervariasi di wilayah perairan Indonesia. Pola kenaikan tinggi muka air laut relatif lebih besar di laut lepas bagian timur perairan Indonesia yakni pada Samudera Pasifik, Laut Arafuru dan Perairan Halmahera. Kenaikan tinggi muka air laut rata-rata di Laut Arafuru memiliki tingkat kenaikan terbesar yaitu sebesar +7,99 mm. Sedangkan kenaikan tinggi muka air laut rata-rata terendah terjadi di Samudera Hindia dengan kenaikan sebesar +0,56 mm. Kata Kunci : Altimetri, Crossover, Sea Level Rise , Jason-1, Envisat I. PENDAHULUAN Pemantauan dan pemahaman mengenai perubahan kedudukan tinggi muka air laut global merupakan salah satu isu yang aktual saat ini dalam studi perubahan global dan lingkungan. Pemanasan global dapat menyebabkan terjadinya perubahan kedudukan tinggi muka air laut termasuk di Indonesia yang memiliki luas perairan sekitar 70% dari seluruh luas wilayahnya. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan mayoritas penduduknya tersebar di sekitar wilayah pesisir, akan merasakan secara langsung dampak negatif dari fenomena perubahan kedudukan tinggi muka air laut. Perilaku kedudukan tinggi muka air laut, baik variasi temporal maupun spasialnya di wilayah Indonesia tersebut

merupakan salah satu data penting yang diperlukan untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah secara berkelanjutan. Dengan berkembangnya teknologi satelit, dalam hal ini dengan munculnya satelit altimetri yang memang diperuntukkan untuk mengamati lautan, maka telah banyak membantu upaya pemantauan kedudukan tinggi muka air laut secara terus menerus, termasuk memantau kecenderungan kenaikan tinggi muka air laut di wilayah perairan Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas data baik secara ruang maupun waktu diperlukan minimal data dari dua satelit altimetri dengan lintasan dan waktu pengambilan data yang berbeda. Sejak

Jurnal Geoid Edisi / / /

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. Saha Aswina Dharmawan

tahun 1992, keperluan minimal ini dapat dipenuhi dengan adanya satelit TOPEX/Poseidon (waktu revolusi singkat tapi jarak antar lintasan yang lebar) dan satelit ERS-1/2 (waktu revolusi panjang tapi jarak antar lintasan yang berdekatan). Saat ini kombinasi kedua satelit tersebut digantikan dengan satelit Jason-1 (pengganti TOPEX/Poseidon) dan Envisat (pengganti ERS-1/2). Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah proses dan analisa untuk mendapatkan tingkat kenaikan tinggi muka air laut di wilayah perairan Indonesia dengan hasil yang lebih baik menggunakan data dari dua misi satelit altimetri yang berbeda, yaitu Jason-1 dan Envisat. Batasan permasalahan dari penelitian ini adalah: 1. Analisa kenaikan tinggi muka air laut untuk 15 titik di wilayah perairan Indonesia 2. Data yang digunakan adalah data GDR dari satelit altimetri Jason-1 dan Envisat. 3. Data yang digunakan adalah data dari tahun 2002 hingga tahun 2005 4. Pemrosesan data dan plotting hasil pemrosesan menggunakan perangkat lunak Matlab 7.0 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fenomena tingkat kenaikan tinggi muka air laut di perairan Indonesia menggunakan data satelit altimetri II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini mengambil beberapa titik daerah studi di wilayah perairan Indonesia dengan posisi geografis diambil dari 20 LU hingga 20 LS, dan dari 90 BT hingga 150 BT.

Gambar 2.1 Lokasi Penelitian Keterangan: = Lintasan satelit Jason-1 = Lintasan satelit Envisat 2.2 Data dan Peralatan 2.2.1 Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 1. Data GDR satelit altimetri Jason-1 perairan Indonesia tahun 2002-2005 2. Data GDR satelit altimetri Envisat perairan Indonesia tahun 2002-2005 2.2.2 Peralatan Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Hardware Personal Computer Intel Pentium 4 HT 521-2,8 GHz dengan 4GB DDR 2 RAM Printer 2. Software Matlab 7.0 Microsoft Office 2007 SP2 Adobe Acrobat Reader 9 2.3 Tahapan Penelitian Secara garis besar tahapan dari penelitian yang direncanakan adalah seperti pada diagram alir sebagai berikut:

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. Saha Aswina Dharmawan
Identifikasi Awal
GDR JASON-1 GDR ENVISAT

Pemilihan Waktu

Pemilihan Waktu

Tahap Pengumpulan Data

Pemilihan Lokasi

Pemilihan Lokasi

Konversi data biner menjadi ASCII Tidak Tidak

Konversi data biner menjadi ASCII

Tahap Pengolahan Data

Kualitas Data Telah Sesuai Kriteria Ya Data satelit dalam format ASCII

Kualitas Data Telah Sesuai Kriteria Ya Data satelit dalam format ASCII

Tahap Analisa

Gambar 2.2 Tahapan Penelitian

Perhitungan SLA

Perhitungan SLA

Nilai SLA per cycle

Adapun penjelasan diagram alir di atas adalah sebagai berikut: 1. Tahap Identifikasi Awal Pada tahap ini terdiri dari perumusan masalah penelitian, penetapan batasan, tujuan penelitian serta studi literatur yang terkait dengan penelitian ini. 2. Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang berupa data GDR satelit altimetri Jason-1 dan Envisat tahun 2002-2005. Data didapat dengan cara download dari server masing-masing pengelola satelit. 3. Tahap Pengolahan Data Tahapan ini merupakan tahapan utama yang dilakukan untuk pemrosesan data agar mendapatkan hasil pada penelitian ini. 4. Tahap Analisa Pada tahap ini dilakukan analisa hasil visualisasi dari SLA sehingga dapat diketahui kecenderungan perubahan tinggi muka air laut yang kemudian dapat di analisa kenaikan tinggi muka air lautnya (sea level rise). Analisa dilakukan dengan mengambil 15 titik pengamatan. 2.4 Tahap Pengolahan Data Tahap pengolahan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan dalam diagram alir sebagai berikut:

Pembuatan lintasan normal

Perhitungan rata-rata nilai SLA per bulan

Perhitungan nilai SLA di titik crossover

Nilai SLA per bulan

Nilai SLA per bulan dari dua satelit

Pembuatan grid

Visualisasi perubahan nilai SLA per bulan

Analisa kenaikan muka air laut

Visualisasi grafik kenaikan muka air laut

Gambar 2.3 Tahap Pengolahan Data

Adapun penjelasan diagram alir tersebut adalah sebagai berikut: 1. Data masukan berupa data Geophysical Data Record (GDR) dari satelit Jason-1 dan Envisat. 2. Pemilihan data dilakukan berdasarkan waktu dan lokasi. Pemilihan waktu dilakukan dengan memisahkan data perbulan yang dilakukan secara manual. 3. Sedangkan pemilihan lokasi disesuaikan dengan yang digunakan dalam penelitian. Proses ini dilakukan secara otomatis dengan menambahkan

Jurnal Geoid Edisi / / /

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. Saha Aswina Dharmawan mudah. Konversi data dilakukan dengan menggunakan software Matlab. Sebelum digunakan untuk memproses data yang sebenarnya, program konversi yang dibuat di uji cobakan terlebih dahulu pada data contoh yang ada kemudian hasil konversi menggunakan program tersebut dibandingkan dengan hasil konversi data contoh, setelah seluruh data sesuai dengan yang diharapkan coding program tersebut telah dianggap benar dan dapat digunakan untuk melakukan konversi terhadap data lainnya. Hasil konversi yang dilakukan program ini disimpan sebagai variabel-variabel untuk dilakukan perhitungan nilai Sea Level Anomaly (SLA). Dalam tahap perhitungan SLA dilakukan dua proses kontrol kualitas data, yaitu flagging dan editing. Tiap parameter memiliki batasan nilai sendiri, jika terdapat data yang salah satu parameternya diluar batas maka data tersebut dianggap rusak dan langsung dilanjutkan dengan perhitungan data pengukuran berikutnya. Satu cycle pada satelit Jason-1 merupakan data hasil pengukuran selama sepuluh hari, dalam satu bulan kurang lebih terdiri dari tiga cycle. Untuk keperluan penggabungan data dari dua cycle atau lebih diperlukan data dengan posisi lintang dan bujur yang benar-benar sama, sehingga variasi geoid akibat perbedaan waktu dapat dihilangkan. Akan tetapi, hasil pengukuran satelit altimetri tidak diperoleh pada posisi lintang dan bujur yang sama tiap cyclenya. Ada perbedaan sekitar satu detik dari lintasannya (jarak sekitar 6 km). Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan dengan membuat suatu lintasan baru dengan titik-titik pengukuran yang teratur yang disebut normal points. Data dari tiap cycle yang akan digabungkan diinterpolasi terlebih dahulu terhadap normal point, sehingga didapat cycle dengan data pengukuran yang lintang dan bujurnya benar-benar sama. Berikut adalah contoh pergeseran lintasan satelit Jason-1 pada bulan Oktober 2002:

perintah pada Matlab saat melakukan konversi. 4. Dilakukan konversi data dari format biner ke format ASCII agar dapat dilakukan perhitungan SLA. 5. Untuk mendapatkan data yang valid maka perlu dilakukan proses kontrol kualitas data, kontrol kualitas data berupa flagging dan editing. 6. Dilakukan perhitungan SLA dengan menggunakan persamaan SLA = SSH MSS Efek Geofisik. 7. Selanjutnya dilakukan proses penggabungan tiga cycle data hasil konversi satelit Jason-1 untuk mendapatkan nilai SLA perbulannya. Sedangkan data hasil konversi satelit Envisat sudah berupa data pengamatan perbulan. 8. Data SLA kedua satelit digabungkan untuk mendapatkan data SLA yang lebih baik. Dalam penggabungan data kedua satelit, diambil data dari titik dimana kedua satelit melalui lokasi yang sama (crossover point) dalam batasan waktu tertentu. 9. Dilakukan gridding data untuk menampilkan perubahan berupa peta kontur warna 2D serta mendapatkan gambar visualisasinya, gridding dilakukan dengan menggunakan interpolasi inverse distance weight. 10. Dari nilai SLA tiap bulan tersebut diambil 15 titik pengamatan untuk dihitung kenaikan tinggi muka air lautnya tiap bulan untuk kemudian mendapatkan trend linier kenaikan tinggi muka air laut dititik-titik tersebut selama empat tahun. III. HASIL DAN ANALISA Data satelit Jason-1 dan Envisat yang digunakan adalah data GDR (Geophysical Data Record) yang merupakan data dalam bentuk format biner dengan tujuan menghemat besar ukuran data. Untuk membaca data tersebut diperlukan bantuan perangkat komputer. Pada tahap konversi data, dilakukan pembacaan data biner yang kemudian diubah menjadi format data ASCII sehingga dapat dibaca dengan

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. Saha Aswina Dharmawan pengamatannya adalah 13,875 km x 13,875 km (ekuivalensi 1= 111 km). Dari perhitungan interpolasi maka diperoleh hasil dari griding nilai SLA berupa data tinggi muka air laut di wilayah perairan Indonesia perbulan dalam kurun waktu 4 tahun. Data tinggi muka air laut tersebut kemudian di plot sehingga mendapatkan hasil seperti pada gambar berikut:

Gambar 3.1 Pergeseran lintasan satelit Jason-1 pada bulan Oktober 2002 (Pass 001 dari Cycle 028, 029 dan 030) Garis berwarna merah merupakan lintasan satelit Jason-1 Cycle 028 Pass 001, garis berwarna kuning merupakan lintasan satelit Jason-1 Cycle 029 Pass 001, garis berwarna biru merupakan lintasan satelit Jason-1 Cycle 030 Pass 001 sedangkan garis berwarna hitam menunjukkan lintasan buatan (normal point) yang digunakan sebagai acuan. Satelit Jason-1 dan Envisat memiliki lintasan yang berbeda dengan waktu edar satelit yang berbeda pula. Hal ini memungkinkan penggabungan data dua satelit tersebut untuk meningkatkan ketelitian data pengukuran. Dalam menggabungkan data dari beberapa satelit altimetri diperlukan data yang homogen dan telah dikalibrasi, pemberian koreksi kesalahan orbit pada satelit yang memiliki ketelitian lebih rendah. Data yang akan dihitung juga harus menggunakan permukaan referensi yang sama. Data tersebut didapatkan dengan melakukan perhitungan perbedaan pada titik crossover kedua satelit. Setelah data dari kedua satelit digabungkan dilakukan proses gridding nilai SLA, proses ini dilakukan untuk memperoleh gambaran visual nilai SLA di perairan Indonesia, sehingga dengan jelas dapat melihat fenomenafenomena tertentu salah satunya mengenai fenomena kenaikan muka air laut. Proses griding dilakukan dengan menggunakan metode inverse distance weighted (IDW). Interval grid dibentuk setiap 0,125 x 0,125, sehingga jarak antar

Gambar 3.2 Sea Level Anomaly Perairan Indonesia hasil gridding bulan Oktober tahun 2002 Dari data SLA yang telah digriding tersebut diplot dengan menggunakan grafik untuk melihat perubahan tinggi muka air laut terhadap waktu. Adapun pengamatan dilakukan di 15 titik pengamatan yang tersebar di wilayah perairan Indonesia. Pemilihan daerah kajian (titik sample) berdasarkan karakteristik wilayah perairan Indonesia yang bermacam-macam. Berikut adalah daftar koordinat titik yang digunakan sebagai sample: Tabel 3.1 Koordinat Titik Sample Koordinat Titik Nama Lintang Bujur 1 Samudera Hindia dekat Sumatera 20LU 980BT 2 3 4 5 6 7 8 9 Selat Malaka Laut Bangka Samudera Hindia Perairan Terbuka Selat Sunda Laut Jawa Selat Bali Selat Makassar1 Selat Makassar2 40LU 40LU 80LS 6.1250LS 5 LS 7.50LS 2.50LS 2,6250LS
0

990BT 1070BT 1020BT 105.25BT 1110BT 1140BT 1190BT 119,120BT

Jurnal Geoid Edisi / / /

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. Saha Aswina Dharmawan 50LS 40LS 20LS 10LU 80LS 30LU 121.750BT 1270BT 1300BT 1300BT 1370BT 1380BT laut (mm) -0,46 +1,45 -4,15 +0,56 +1,85 +0,76 +1,76 +2,05 +2,07 +2,03 +3,21 +3,14 +4,02 +7,99 +6,06

10 11 12 13 14 15

Laut Flores Laut Banda Laut Seram Perairan Halmahera Laut Arafuru Samudera Pasifik

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Dari data tiap bulan tersebut di buat grafik fluktuasi perubahan tinggi muka air lautnya. Dari grafik fluktuasi tersebut diperoleh SLA maksimum dan minimum selama 4 tahun adalah sebagai berikut: Tabel 3.2 Nilai SLA minimum dan maksimum Titik Nama SLA (m) Min Max 1 Samudera Hindia +0,125 +0,647 dekat Sumatera +0,196 +1,140 2 Selat Malaka +0,096 +0,613 3 Laut Bangka +0,543 4 Samudera Hindia -0,02 Perairan Terbuka +0,074 +0,610 5 Selat Sunda +0.005 +0,747 6 Laut Jawa -0,229 +0,949 7 Selat Bali 8 Selat Makassar 1 -1,140 +1.531 9 Selat Makassar 2 -0,862 +1,595 -0,272 +0,652 10 Laut Flores -0,122 +0,571 11 Laut Banda -1,026 +1,628 12 Laut Seram -0,714 +1,291 13 Perairan Halmahera +0,161 +0,672 14 Laut Arafuru 15 Samudera Pasifik +0,060 +0,579 Kemudian dari nilai SLA selama 4 tahun tersebut dicari trend linier untuk mengetahui kenaikan tinggi muka air laut dengan menggunakan metode regresi linier (trendline). Berikut adalah rata-rata kenaikan tinggi muka air laut selama kurun waktu empat tahun (Tahun 2002-2005): Tabel 3.3 Rata-rata Kenaikan muka air laut selama empat tahun Titik Nama Kenaikan ratarata muka air

Samudera Hindia dekat Sumatera Selat Malaka Laut Bangka Samudera Hindia Perairan Terbuka Selat Sunda Laut Jawa Selat Bali Selat Makassar 1 Selat Makassar 2 Laut Flores Laut Banda Laut Seram Perairan Halmahera Laut Arafuru Samudera Pasifik

Pada grafik yang dihasilkan dapat dilihat seluruh perairan di Indonesia memiliki pola kenaikan tinggi muka air laut yang relatif sama. Tinggi muka air laut mengalami kenaikan dan penurunan tiap dua hingga tiga bulan, hal ini disebabkan karena adanya gerak semu matahari tiap tiga bulan sebagai akibat dari sumbu rotasi Bumi yang memiliki kemiringan 23,5. Selain itu, dari hasil diatas didapat pola kenaikan tinggi muka air laut relatif lebih besar di bagian timur perairan Indonesia yakni pada Samudera Pasifik, Laut Arafuru dan Perairan Halmahera. Kenaikan tinggi muka air laut ratarata di Laut Arafuru memiliki tingkat kenaikan terbesar yaitu sebesar +7,99 mm. Sedangkan kenaikan tinggi muka air laut rata-rata terendah terjadi di Samudera Hindia dengan kenaikan sebesar +0,56 mm. Hal ini tidak lepas dari pengaruh ekologi diperairan daerah tersebut. Dimana di daerah tersebut terdapat dua bentuk sirkulasi yang mendominasi sistem arusnya, yaitu arus yang dikendalikan oleh angin muson serta sistem arus global (Arus Lintas Indonesia ARLINDO). Sistem arus yang dikendalikan oleh angin muson menyebabkan pasang surut yang besar. Pada periode musim angin barat arus dan angin bergerak dari arah barat dengan kekuatan sekitar 4 beaufort. Arus angin

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. Saha Aswina Dharmawan permukaan yang dibangkitkan oleh angin muson barat menekan massa air ke arah pantai, kemudian bergerak ke tenggara (Laut Arafuru). Sistem arus global (Arus Lintas Indonesia ARLINDO) terutama yang menentukan pola sirkulasi yang datangnya dari Samudera Pasifik. Belum lagi di beberapa area dekat pantai, pengaruh desakan massa air dari Laut Banda yang mendorong pembentukan lapisan massa air bersalinitas relatif tinggi pada kedalaman mulai dari 15 meter. Pola ini diperkuat dengan pengaruh pasang yang kuat. Selain itu, masuknya air tawar dari daratan dan arus musiman juga mempengaruhi lingkungan perairan daerah tersebut. Dimana merupakan pertemuan dan terjadinya percampuran antara massa air dari Laut Banda dan dari Samudera Pasifik. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan berikut: 1. Berdasarkan perhitungan rata-rata SLA dari data altimetri satelit Jason-1 dan Envisat selama kurun waktu 4 tahun terjadi fenomena sea level rise di Indonesia. 2. Kenaikan tinggi muka air laut rata-rata di Laut Arafuru memiliki tingkat kenaikan terbesar yaitu sebesar +7,99 mm. Sedangkan kenaikan tinggi muka air laut rata-rata terendah terjadi di Samudera Hindia dengan kenaikan sebesar +0,56 mm 4.2 Saran Berdasarkan proses pengerjaan dan hasil yang didapat dari penelitian ini, terdapat beberapa saran bagi penelitianpenelitian selanjutnya, antara lain: 1. Diperlukan data dalam jangka waktu yang panjang (20 tahun) dalam suatu studi tentang sea level rise. 2. Untuk penelitian penyebab sea level rise diperlukan data-data pendukung lainnya seperti data suhu udara, suhu air laut, salinitas, densitas, tekanan, model pasut lokal, dan lainnya. 3. Untuk memperlancar proses penggabungan data multi satelit altimetri diperlukan spesifikasi komputer dengan prosesor dan memori yang tinggi. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z. 2001. Geodesi Satelit. Jakarta: Pradnya Paramita. AVISO/PODAAC. 1996. AVISO User Handbook Merged Topex/Poseidon Products. AVINT-02-101, Edition 3.0. Destin, L. 2008. Analisa Sea Level Variability Dari Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon. Surabaya: Tugas Akhir Prodi Teknik Geomatika-ITS. Handoko, E.Y. 2004. Satelit Altimetri dan Aplikasinya dalam bidang Kelautan. Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) 1. Surabaya: Teknik Geodesi ITS Ilk, K.H., Flury, J., Rummel, R. 2005. Mass Transport and Mass Distribution in the Earth System. Deutchland: Technisce Universitat Munchen Nurmaulia, S.L, Prijatna, K., Darmawan, D. dan Sarsito, D.A. 2005. Studi Awal Perubahan Kedudukan Muka Laut (Sea Level Change) di Perairan Indonesia berdasarkan Data Satelit Altimetri Topex (1992-2002). Bandung: Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan-ITB Picot, N., Case, K., Desai, S. dan Vincent, P. 2003. AVISO and PODAAC User Handbook. IGDR and GDR Jason Product. SMM-MU-M5-OP-13184-CN (AVISO), JPL D-21352 (PODAAC) Rosmorduc, V., J. Benveniste, O. Lauret, C. Maheu, M. Milagro, N. Picot. 2009. Radar Altimetry Tutorial. J. Benveniste and N. Picot Ed., http://www.altimetry.info Sea Level Rise. <URL: http://en.wikipedia.org/ wiki/Sea_level_rise>. Dikunjungi 31 Oktober 2009 jam 18.05 Shinta Mayasari, Ovi. 2009. Analisa Sea Level Rise dari Data Satelit Altimetri Topex/Poseidon dan Data Sea Surface Temperature Menggunakan Software BRAT 2.0.0 (Studi Kasus: Perairan Indonesia). Surabaya: Tugas Akhir Program Studi Teknik GeomatikaITS

Anda mungkin juga menyukai