1.1 PERDARAHAN POST PARTUM Perdarahan post partum atau Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum yaitu : 1). Tonus yaitu ada kelainan dari kontraksi misalnya atonia uteri, hipotoni 2). Trauma yang disebabkan oleh perlukaan pada jalan lahir ataupun adanya robekan pada pembuluh darah, 3). Tissue, apabila sebagian besar plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. 4). Thrombin yaitu adanya kelainan proses pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia.[1,2] Penyebab terpenting perdarahan post partum ialah Atonia Uteri. Ini dapat terjadi sebagai akibat dari : 1) Partus lama, 2) pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion atau janin besar, 3) multiparitas, 4) anestesi yang dalam, 5) anestesi lumbal. Atonia uteri juga dapat timbul karena adanya kesalahan penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sementara plasenta belum terlepas dari uterus.[1,2] Kehilangan darah akibat persalinan normal tergantung pada jenis persalinan. Kira-kira rata-rata darah yang hilang untuk persalinan pervaginam, seksio sesar, dan histerektomi sesar masing-masing 500, 1000, dan 1500cc.
Jumlah ini kadang-kadang tidak diperhitungkan secara klinis karena adanya penambahan jumlah darah yang signifikan yang menyertai kehamilan.[5] Kematian maternal di Amerika sekitar sekitar 7-10 wanita/100,000 kelahiran hidup. Statistik nasional mendeteksi 8% kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum. American College of Obstetricians adn Gynecologists memperkirakan 140,000 kematian maternal pertahun ataupun 1 perempuan meninggal tiap 4 menitnya.[5] Etiologi dari perdarahan postpartum dapat dikategorikan menjadi perdarahan post partum primer yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah persalinan, dan perdarahan post partum sekunder yang terjadi dari 24 jam sampai 6 minggu setelah persalinan. [4]
ANATOMI UTERUS Uterus terbentuk seperti buah avokad/pir sedikit gepeng, ke arah antefleksi (depan belakang). Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm, lebar sekitar 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, demikian pula korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri). [2,6]
Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal. Korpus uteri merupakan bagian uterus yang terbesar sebagai tempat janin berkembang, rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis serviks uteri yang dinamakan porsio, pars supravaginalis serviks uteri yaitu bagian serviks yang berada diatas vagina.[2,6] Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5cm. Pintu saluran serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum. Secara histologi uterus terdiri atas endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri, otot-otot polos, lapisan serosa yakni peritoneum viserale.[2,6] Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Pada masa haid, endometrium sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian tumbuh lagi pada fase proliferasi dan selanjutnya ke fase sekretorik. [2,6] Lapisan otot- otot polos dibagian dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk logitudinal. Diantara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, dan lapisan ini paling penting pada
persalinan oleh karena sesudah plasenta lahir, uterus berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh- pembuluh darah yang terbuka.[2,6] Uterus dalam rongga pelviks disokong oleh jaringan ikat dan ligamen yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Adapun Ligamen yang memfiksasi uterus adalah : 1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt), yakni ligamentum yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteri uterine 2. Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri, kanan, kearah os sakrum kiri dan kanan. 3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. 4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. 5. Ligamentum infundibulo pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. [2,5] Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, yang diliputi oleh peritoneum viserale. Di tempat inilah dinding uterus dibuka
saat seksio sesarea transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi oleh peritoneum viserale yang membentuk suatu rongga yang disebut kavum Douglasi yang menonjol jika ada cairan (darah atau asites) atau ada tumor di daerah tersebut.[2,6] Vaskularisasi uterus diberikan oleh arteria uterine sinistra et dekstra yang terdiri dari ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari a.iliaka interna (=a.hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum, masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 dari forniks vagina.[2,6] Vaskularisasi uterus yang lain ialah arteri ovarika sinistra et dekstra. Vaskularisasi ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Falloppii, beranastomosis dengan ramus ascendens arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama dengan arteri-arteri tersebut diatas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika. [2,5]
ATONIA UTERI A. DEFINISI Atonia uteri, atau ketidakmampuan myometrium uteri untuk berkontraksi secara efektif. Atonia uteri ini merupakan penyebab terbanyak dari perdarahan post partum primer. Otot dari uterus biasanya berkontraksi untuk menghentikan perdarahan sesaat setelah bayi dan plasenta lahir. Otot bekerja untuk menarik pembuluh darah yang terbuka, menghentikan aliran darah dan memperbaiki dinding uterus. Atoni uteri menyebabkan uterus dalam kondisi yang relaksasi dan membuat otot terhenti untuk berkontraksi secara teratur. Pembuluh darah yang tidak tertutup dapat mengeluarkan aliran darah dalam volume yang banyak, yang menyebabkan perdarahan yang berat dan hipotensi. Aliran darah melalui plasenta ialah 600cc/min.[5,6]
B. EPIDEMIOLOGI Kematian maternal di Amerika sekitar sekitar 7-10 wanita/100,000 kelahiran hidup. Statistik nasional mendeteksi 8% kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum. American College of Obstetricians adn Gynecologists memperkirakan 140,000 kematian maternal pertahun ataupun 1 perempuan meninggal tiap 4 menitnya.[5]
C. FAKTOR RESIKO Identifikasi perempuan dengan resiko atonia uteri adalah yang terpenting untuk mencegah terjadinya kejadian ini. Persiapan kelahiran harus dilakukan dengan baik.[8] Faktor resiko yang berhubungan dengan atonia uteri ialah : o Faktor yang berhubungan dengan peregangan uterus yang berlebihan : Kehamilan ganda Polihidramnion Bayi macrosomia
o Faktor intrinsik Riwayat perdarahan post partum sebelumnya Perdarahan antepartum Obesitas Umur > 35 thn[8]
D. PATOFISIOLOGI Pada awal persalinan, estrogen akan meningkat dalam darah. Hal ini menyebabkan uterus menjadi lebih mudah terangsang, meningkatnya jumlah antara sel-sel miometrium, dan pembentukan prostaglandin lebih banyak lagi, yang kemudian menyebabkan kontraksi uterus. Jumlah reseptor oksitosin di miometrium dan desidua (endometrium kehamilan) meningkat lebih dari 100 kali selama kehamilan dan mencapai puncaknya selama awal persalinan. Estrogen meningkatkan jumlah reseptor oksitosin, dan peregangan uterus pada akhir kehamilan juga dapat meningkatkan pembentukan reseptor tersebut. Pada awal kehamilan konsentrasi oksitosin dalam plasma ibu tidak lebih tinggi dari kadar prapersalinan yaitu sekitar 25pg/mL. Peningkatan mencolok reseptor oksitosin dapat menyebabkan uterus berespon terhadap konsentrasi oksitosin plasma yang normal. Begitu persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan dilatasi serviks, dilatasi ini selanjutnya menimbulkan sinyal pada saraf aferen yang dipancarkan ke nukleus supraoptik dan paraventrikel meningkatkan sekresi oksitosin. Kadar oksitosin plasma meningkat dan lebih banyak oksitosin tersedia untuk bekerja pada
uterus. Dengan demikian, terjadi umpan balik positif yang membantu persalinan dan berakhir setelah hasil konsepsi dikeluarkan. Oksitosin meningkatkan uterus dengan dua cara:1) bekerja langsung pada sel otot polos uterus untuk membuatnya berkontraksi, dan 2) merangsang pembentukan prostaglandin di desidua.[2,9]
Dalam persalinan, pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana. Setelah persalinan, kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. [9]
Gambar 4. Kontraksi miometrium uteri menutup pembuluh setelah persalinan Dikutip dari kepustakaan 2
Adanya peregangan yang berlebih atau berkurangnya kerja reseptor oksitosin di miometrium pasca persalinan menyebabkan kontraksi uterus menurun atau disebut hipotonia uteri, yang jika tidak tertangani akan jatuh menjadi atonia uteri. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabutserabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
10
memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.[10,11]
E. GAMBARAN KLINIS Atonia uteri didiagnosa dengan adanya tanda-tanda perdarahan uterus yang disertai dengan kurangnya kontraksi tonus miometrium yang merupakan salah satu etiologi dari perdarahan post partum.[10,11] Tanda dan gejala atonia uteri adalah: 1) Perdarahan pervaginam Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah. Jumlah darah yang keluar ialah 500cc.[10,11] 2) Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.[10,11] 3) Fundus uteri tidak teraba Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan menggumpal.[10,11] 4) Terdapat tanda-tanda syok Hipotensi, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain. [10,11]
11
F. PENATALAKSANAAN Banyaknya darah yang keluar mempengaruhi keadaan pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai menjadi syok hipovolemik berat. Perdarahan yang lebih dari 1000 cc atau 1500 cc (20-25% volume darah) akan menimbulkan gangguan vaskular hingga terjadi syok hemoragik sehingga transfusi darah diperlukan segera. Tindakan pertama yang dilakukan tergantung pada keadaan klinisnya. Pada umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut: Manajemen Atonia Uteri [1,2,3,8,10,12,15] 1. Resusitasi Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan sikap trendelenberg, memasang venous line, memberikan oksigen, dan pemberian cairan intravena cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.[1,2,3] 2. Merangsang kontraksi uterus dengan cara: Masase fundus uteri dan kompresi bimanual. Masase fundus uteri dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik).[1,2,3]
12
1) Jika uterus berkontraksi Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.[1,2,3] 2) Jika uterus tidak berkontraksi maka : Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong.Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.[1,2,3,10,11]
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan
13
jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.[1,3]
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat, 15 menit untuk 1 jam pertama, 30 menit untuk 1 jam kedua. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.[1,2,3] Terapi Farmakologik Pengobatan uterotonik merupakan terapi terpilih untuk pemberian obat-obatan perdarahan post partum karena atonia uteri. Tabel dibawah ini menunjukkan obat-
14
obat
uterotonik,
dosis,
efek
samping,
dan
kontraindikasinya.[4]
Penggunaan Tampon uterus Tamponade uterus sangatlah aman, sederhana, dan efektif untuk mengontrol perdarahan post partum dengan menggunakan tampon pada permukaan uterus yang perdarahan. Meskipun tampon ini mempunyai banyak variasi teknik, beberapa prinsip dasar harus diikuti. Letakkan kain kasa diantara plastik bag steril ataupun sarung tangan yang dapat memindahkan tampon. Balutan kain kasa seharusnya diletakkan diatas fundus untuk mencegah adanya spasi yang tertinggal yang dapat menyebabkan adanya akumulasi dari darah.[12] Foley transurethral dipasang dan antibiotik prophilaksis harus
dipertimbangkan untuk mencegah retensi urin dan infeksi. Balutan kain kasa harus dihindari (tidak lebih dari 12-24 jam), dan follow up tanda vital serta hemoglobin maupun hematocrit untuk meminimalkan perdarahan yang sedang
15
terjadi. Balon kateter ini dimasukkan kedalam uterus dan dikembangkan dengan 500 ml saline.[12]
Gambar 8. The SOS Bakri Tamponade Balloon. (Courtesy of Cook OB/GYN Products.)
16
3. Operatif a. Ligasi arteri uterina Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi, hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3- cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian. (10,11,16)
17
b. Ligasi arteri Iliaka Interna Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien. (10,11,16)
18
19
c. Teknik B-Lynch Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk mengatasi perdarahan postpartum. (11,16)
Gambar 12.Teknik B-Lynch pada penanganan Atonia Uteri Dikutip dari kepustaakaan 12
d. Histerektomi Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-4 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan persalinan pervaginam.(1,2,3,11,16)
20
Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir (maksimal 15 detik) Ya Uterus berkontraksi tidak Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban Kompresi Bimanual Interna (KBI) maksimal 5 menit Uterus berkontraksi tidak Evaluasi rutin
Ya
Pertahankan KBI selama 1-2 mnt Keluarkan tangan secara hati-hati Lakukan pengawasan kala IV
Ajarkan keluarga melakukan Kompresi Bimanual Eksterna (KBE) Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati Suntikan methyl ergometrin 0,2 mg i.m Pasang infus RL+20 IU oksitoksin, guyur Lakukan lagi KBI
Uterus berkontraksi
Tidak
Ya
Pengawasan kala IV
Rujuk siapkan laparotomy Lanjutkan pemberian infus+20 IU oksitosin minimal 500cc/jam hingga mencapai tempat rujukan Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi Aorta Abdominalis atau Kompresi Bimanual Eksternal Ligasi arteri uterine dan atau hipogastrika B-Lynch method Perdarahan tetap Histerektomi
Gambar 13: Bagan penanganan atonia uteri Dikutip dari kepustakaan 3
berhenti
Pertahankan uterus
21
Tabel 2: Langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pasca persalinan (Depkes RI 2007): No. 1. Langkah Keterangan
Lakukan masase fundus uteri segera Massase merangsang kontraksi uterus. setelah plasenta dilahirkan selama 15 Sambil melakukan masase sekaligus dapat detik. dilakukan penilaian kontraksi uterus.
2.
Bersihkan kavum uteri dari selaput Selaput ketuban atau gumpalan darah ketuban dan gumpalan darah. dalam kavum uteri akan dapat
menghalangi kontraksi uterus secara baik. 3. Mulai lakukan kompresi bimanual Sebagian besar atonia uteri akan teratasi interna. Jika uterus berkontraksi dengan tindakan ini. Jika kompresi
keluarkan tangan setelah 1- 2 menit. bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, Jika uterus tetap tidak berkontraksi diperlukan tindakan lain. teuskan kompresi bimanual interna hingga 5 menit. 4. Minta keluarga untuk melakukan Bila penolong hanya seorang diri, keluarga kompresi bimanual eksterna. dapat meneruskan proses kompresi
bimanual secara eksternal selama anda melakukan langkah selanjutnya. 5. Berikan metil ergometrin 0,2 mg Metil ergometrin yang diberikan secara intramuskular/ intravena intramuskular akan mulai bekerja dalam 57 menit dan menyebabkan kontraksi uterus. Pemberian intravena bila sudah
22
terpasang infus sebelumnya. 6. Berikan infus cairan larutan ringger Anda telah memberikan oksitosin pada laktat dan oksitosin 20 unit dalam waktu penatalaksanaan aktif kala tiga dan 500cc RL metergin intravena intramuskuler. Oksitosin
memulihkan volume cairan yang hilang selama atoni. Jika uterus wanita belum berkontraksi selama 6 langkah pertama, sangat mungkin bahwa ia mengalami perdarahan postpartum dan memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat. 7. Mulai lagi kompresi bimanual interna Jika atoni tidak teratasi setelah 7 atau pasang tampon uterovagina. langkah pertama, mungkin ibu
mengalami masalah serius lainnya. Tampon uterovagina dapat dilakukan apabila penolong telah terlatih. Rujuk segera ke rumah sakit. 8. Buat persiapan untuk merujuk segera Atoni bukan merupakan hal yang
23
fasilitas dimana dapat dilaksanakan bedah dan pemberian darah. 9. Teruskan cairan intravena hingga ibu Berikan infus 500cc cairan pertama dalam mencapai tempat rujukan waktu 10 menit. Kemudian ibu
memerlukan cairan tambahan, setidaktidaknya 500cc/jam pada jam pertama, dan 500cc/jam pada jam-jam berikutnya. Jika tidak menpunyai cukup persediaan cairan intravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga tersebut secara perlahan, hingga cukup untuk sampai di tempat rujukan. Berikan ibu minum untuk tambahan rehidrasi. 10. Laparotomi dengan : pertahankan arteri uterus Pertimbangan antara lain paritas, kondisi uterina/ ibu, jumlah perdarahan.
(ligasi
hipogastrika)/ histerektomi.(3)
G. PROGNOSIS Prognosis bergantung pada jumlah darah yang hilang (sesuai dengan rasio berat badan pasien), komplikasi yang terjadi, dan keberhasilan terapi.(16)
24
H. PENCEGAHAN Untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum ialah manajemen aktif kala III. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cochrane yang membandingkan pasien yang mendapat oksitosin profilaktik saat kala III dengan pasien yang tidak mendapat oksitosin ternyata terjadi penurunan rata-rata jumlah darah yang hilang, perdarahan postpartum, dan kebutuhan akan oksitosin tambahan dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan oksitosin. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian oksitosin sebelum pengeluaran plasenta dapat mengurangi jumlah darah yang hilang dan juga jumlah tranfusi postpartum yang dibutuhkan. Beberapa penelitian lain justru menunjukkan tidak ada pangaruh mengenai waktu pemberian oksitosin.(11) Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
25
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin.[11]
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Perdarahan Pascapersalinan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2002. 2. Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Anatomi Alat Kandungan. In : Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2002. 3. Pelatihan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Atonia Uteri. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.2008 4. Foley MR, Strong TH, Garite JT. Post Partum Hemorrhage. In : Obstetric Intensive Care Manual. Third edition. McGraw-Hill. United States. 2011 5. Smith RJ. Postpartum Hemorrhage. December 2012. Available in URL : http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview 6. Behera A Millie, Gest RT. Uterus Anatomy. 2011. Availble in URL : http://emedicine.medscape.com/article/1949215overview?pa=VEV0D8qHEZEPa3DpaL0Z4H6GEErrqd0H6jn2CADArcI W6IG47O7N2CdhrQhWqR3b0JcUOutPyeGdWbhqt6RaMA%3D%3D#sh owall 7. Uterus. Encyclopaedia Britannica Facts matter. 2012. Available in URL: http://global.britannica.com/EBchecked/topic/620603/uterus
27
8. Lim Shan Pei. Uterine Atony: Management Strategies. University Kebangsaan Malaysia Medical center. Available in URL :
www.intechopen.com 9. Sherwood L. Sistem Reproduksi. In: Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC. 2001. Hal.728 32. 10. Cunningham,FG. Obstetrical Hemorrhage. In : Williams Obstetrics. Twenty Second edition. USA. McGraw-Hill. 2005 11. Pernoll, ML. Uterine atony. In : Benson and Pernolls Obstetrics and Gynecology. Tenth Edition. USA. McGraw-Hill.2001. 12. Gabbe GS, Niebyl RJ, Simpson LJ. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. 5th edition. Uterine Atony. 2007 13. Pearlman, Mark D.; Tintinalli, Judith E.; Dyne, Pamela L. Obstetric & Gynecologic Emergencies: Diagnosis and Management. 1st edition. McGraw-Hill. 2004
28