Anda di halaman 1dari 15

BAB I LAPORAN KASUS 1.

IDENTITAS PASIEN Nama Suku Bangsa Umur Jenis Kelamin Alamat Pendidikan Pekerjaan Agama Status Marital

: Tn. AS : Sunda : 46 tahun : Laki-laki : Pintu Sari, Banjaran Kulon Kab. Bandung : SMA : Pegawai Swasta : Islam : Menikah

2.

ANAMNESA Autoanamnesa dilakukan dengan pasien pada tanggal 17 Desember 2013 Keluhan Utama : Terdapat bercak-bercak merah yang terasa gatal pada lipat paha kanan dan kiri. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poliklinik Kulit dengan keluhan kulit pada lipat paha kanan dan kiri terdapat bercak merah yang terasa gatal sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya kulit tampak adanya bruntus merah pada lipat paha kanan dan kiri yang muncul bersaamaan. Keluhan tersebut terasa gatal dan semakin lama bruntus-bruntus merah tersebut semakin melebar. Pasien mengatakan dirinya sering menggaruk daerah yang gatal tersebut. Sebelumnya pasien pernah mencoba membersihkan bruntus tersebut dengan sabun mandi biasa, setelah itu keluhan semakin bertambah parah. Keluhan ini pertama kali muncul sekitar hampir 1 tahun yang lalu dimana pasien membeli sendiri obat kloramfenikol. Keluhan sempat dirasa membaik namun tidak lama keluhan kembali muncul. Pasien mengakatan dirinya mandi dua kali sehari namun terkadang juga ia mandi hanya satu kali sehari yakni ketika pagi hari, dimana sore hari selepas bekerja pasien hanya mengganti baju dan celana dalam nya. Ia juga mengatakan dirinya seringkali menggunakan celana yang agak ketat, ia tidak pernah menggunakan pakaian dan handuk secara bergantian dengan anggota keluarganya, dan tidak ditemukan keluhan yang sama pada anggota keluarga nya. Dirumah, pasien menggunakan air sumur, pasien menyangkal dirinya memelihara binatang, sering bercocok tanam. Sehari-hari pasien bekerja sebagai mandor yang kerap kali berkegiatan di luar ruangan. Riwayat menderita penyakit kronis maupun meminum obat dalam waktu lama disangkal.

3.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tanda Vital

Status Gizi

: Baik : Compos mentis : TD 120/80 mmHg N 80 x/menit R 20 x/menit S 36,55C : Kesan Normal

Kepala Rambut Mata Telinga Hidung Mulut Thorax Abdomen Ekstremitas atas Ekstremitas bawah

: Normocephal : Hitam : Konjungtiva anemis (-/-) Skelra Ikterik (-/-), alis mata hitam, tidak ada madarosis : Normotia, tidak ada kelainan kulit : Normal, deviasi (-) sekret (-) tidak ada kelainan kulit : Bibir tidak kering, karies dentis (-) : COR: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-). Pulmo: Ves, Rh(-) Wh(-) : Datar, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba : Akral hangat, edema (-/-) sianosis (-/-) : Akral hangat, edema (-/-) sianosis (-/-)

STATUS DERMATOLOGIS Distribusi : Regional Regio : Inguinal dextra dan sinistra Karakteristik Lesi : Multiple, sebagian konfluens, bentuk tidak teratur, ukuran terbesar 5x8 cm & terkecil 0,5x1 cm, batas tegas dengan tepi aktif, sebagian menimbul, sebagian kering. Efloresensi : Makula hiperpigmentasi, sebagian makula eritema, yang dikelilingi papula eritema pada tepi lesi dan di permukaannya terdapat sedikit skuama (Central Healing)

Inguinal dextra

Inguinal Sinistra

4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan langsung berupa kerokan kulit dengan KOH 10% Pemeriksaan lampu Woods RESUME Seorang pasien laki-laki berusia 46 tahun datang ke poliklinik Kulit dengan keluhan kulit pada lipat paha kanan dan kiri terdapat bruntus-bruntus merah yang terasa gatal sejak 2 minggu yang lalu, keluhan dirasakan pertama kali hampir 1 tahun lalu dan pasien pernah melakukan pengobatan dan menggunakan obat kloramfenikol salep. Pasien mengaku sering menggaruk pada bagian yang terasa gatal. Sehari-hari pasien melakukan pekerjaan yang banyak mengeluarkan keringat dan terkadang pasien tidak mandi saat sepulang bekerja, hanya mengganti pakaian nya saja. Dari pemeriksaan fisik didapatkan statu generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologis ditemukan : lesi multiple, sebagian konfluens, bentuk tidak teratur, ukuran terbesar 5x8 cm & terkecil 0,5x1 cm, batas tegas dengan tepi aktif, sebagian menimbul, sebagian kering. Dan juga terdapat makula hiperpigmentasi, sebagian makula eritema, yang dikelilingi papula eritema pada tepi lesi dan di permukaannya terdapat sedikit skuama (Central Healing) Faktor Predisposisi: Pasien sering menggunakan celana yang ketat dan melakukan pekerjaan yang banyak mengeluarkan keringat

5.

Faktor Presipitasi: Garukan pada kulit yang gatal

6.

DIAGNOSIS BANDING Tinea Kruris Eritrasma DIAGNOSIS KERJA Tinea Kruris USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan SGOT/SGPT Kultur dan tes resistensi anti jamur PENATALAKSANAAN Umum : - Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit tersebut bahwa penyakit ini adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur - Bila gatal jangan digaruk, dikarenakan garukan dapat mengakibatkan infeksi - Selalu menjaga kebersihan kulit khususnya ketika sedang berkeringat dan rajin mengganti pakaian yang lembab juga mandi sebanyak 2 kali sehari - Menjaga daerah lesi tetap kering - Gunakan pakaian yang bahannya dapat menyerap keringat dan tidak terlalu ketat - Pencegahan penularan penyakit kepada anggota keluarga lain dengan cara mencuci dan merendam pakaian pasien dan handuk dengan air panas Khusus : Topikal : Antimikotik topikal Ketokonazol 2% 2x1 selama 2 sampai 4 minggu Sistemik : Antimikotik oral Ketokonazol 1x200 mg/hari selama 2 minggu Antihistamin oral Loratadin 1x10 mg/ hari selama 10 hari

7.

8.

9.

10.

PROGNOSIS Quo Ad Vitam : ad bonam Quo Ad Functionam : ad bonam Quo Ad Sanationam : ad bonam

BAB II LANDASAN TEORI I.DEFINISI Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsun seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerahgenito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch.

II.ETIOLOGI Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan Epidermophython fluccosum Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton tonsurans (6%).

III EPIDEMIOLOGI Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris.Jamur ini sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan lembab.

III.PATOFISIOLOGI Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabangcabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah: 5

a. Faktor virulensi dari dermatofita Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam. b. Faktor trauma Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur. c. Faktor suhu dan kelembapan Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur. d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik e. Faktor umur dan jenis kelamin.

IV.MANIFESTASI KLINIS 1. Anamnesis Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.

2. Pemeriksaan Fisik Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran likenifikasi. Manifestasi tinea cruris : 6

1.Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah dan pubis 2.Daerah bersisik 3.Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif 4.Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi 5.Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang tersebar dan sedikit skuama 6.Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena 7.Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin muncul karena garukan 8.Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler 9.Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis.

Gambar : Tinea Cruris

V.PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%. a. Pemeriksaan dengan sediaan basah Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh di obyek glass tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes 7

tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu c. Punch biopsi Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc AcidSchiff, jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam d. Penggunaan lampu wood Bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata

VI.DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau penggunaan lampu wood.

VII.DIAGNOSIS BANDING Candidosis intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik lakilaki maupun perempuan. Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan,

kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita. Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar. Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadangkadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih. Erytrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red) Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis,

kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi. Dermatitis Seboroik

Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5% populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak disertai eksudat dan krusta tebal.

VIII.PENATALAKSANAAN Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu. Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam empat golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana struktur tersebut merupakan komponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik: Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah: 1. Golongan Azol 10

a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec) Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak mata. b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm) Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata. c. Econazole (Spectazole) Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.

d. Ketokonazole (Nizoral) Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata. e. Oxiconazole (Oxistat) Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa. 11

Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar. f. Sulkonazole (Exeldetm) Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari).

2. Golongan alinamin a. Naftifine (Naftin) Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk 1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4 kali sehari selama 2-4minggu).

b. Terbinafin (Lamisil) Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anakanak. Digunakan selama 1-4 minggu

3. Golongan Benzilamin a. Butenafine (mentax) Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari. 4.Golongan lainnya a. Siklopiroks (Loprox) Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA 12

b. Haloprogin (halotex) Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari. c. Tolnaftate Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu(Wiederkehr, Michael. 2008). Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris: a. Ketokonazole Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4 minggu.

b. Itrakonazole Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat sitokrom P450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia jantung. c. Griseofulfin Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari d. Terbinafine Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan: 12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu 20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu >40kg:250mg/ hari selama 2 minggu 13

Edukasi kepada pasien di rumah : 1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering 2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi. 3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan mengganti pakaian yang lembab 4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti katun, tidak ketat dan ganti setiap hari. 5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan penderita harus segera dicuci dan direndam air panas. IX.KOMPLIKASI Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.

X.PROGNOSIS Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Tinea

cruris.

Diunduh

dari:

http://www.news-medical.net/health/What-is-

tineacruris.aspx. July 2013. 2. Djuanda A. Mikosis. Dalam Djuanda A., Hamzah M.Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi kelima. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2007.h.18995. 3. Geng A., McBean J., Zeikus P.S., et al. Tinea cruris. Dalam Kelly A.P., Taylor S.C., Editors. Dermatology for skin of color. New York:Mc Graw Hill;2009. 4. Tinea cruris. Diunduh dari: Yayasan Psoriasis Indonesia dalam

http://www.tineacruris.or.id/ 2005. 5. Goldenstein B., Goldenstein A. Tinea cruris. Dalam Goldenstein B.,Goldenstein A., Melfiawaty., Pendit B.U., Editors. Dermatologi Praktis.Jakarta:Hipokrates;2001.

15

Anda mungkin juga menyukai