Anda di halaman 1dari 9

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Ekologi Ekologi berasal dari bahasa Yunani oikos (rumah atau tempat hidup) dan

logos (ilmu).

Secara harafiah ekologi merupakan ilmu yang mempelajari

organisme dalam tempathidupnya atau dengan kata lain mempelajari hubungan timbal -balik antara organisme dengan lingkungannya. Ekologi hanya bersifat eksploratif dengan tidak melakukan percobaan, jadi hanya mempelajari apa yang ada dan apa yang terjadi di alam. Struktur ekosistem menurut Odum (1983), terdiri dari beberapa indikator yang menunjukan keadaan dari system ekologi pada waktu dan tempat tertentu. Beberapa penyusun struktur ekosistem antara lain adalah densitas (kerapatan), biomas, materi, energi, dan faktor -faktor fisik-kimia lain yang mencirikan keadaan system tersebut. Fungsi ekosistem

menggambarkan hubungan sebab akibat yang terjadi dalam system. Laut merupakan bagian dari ekosistem perairan yang memiliki ciri -ciri antara lain:bersifat continental, luas dan dalam, asin, memiliki arus dan gelombang, pasang -surut, dan dihuni oleh organisme baik plankton, neuston maupun bentos. Ekosistem laut yang luas dan dalam menyebabkan terdinya varasi fisiko-kimiawi lingkungan yang akan menjadi factor pembatas bagi kehidupan organisme 2.1.1. Keberlanjutan Ekologi Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan halhal sebagai berikut:

a. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan. b. Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatansumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan yaitu hindarkan konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan kelola dengan buku mutu ekologis yang tinggi, dan limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatifnya lingkungan. c. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologis. Proses yang menjadikan rangkaian jasa pada manusia masa kini dan masa mendatang. Terdapat tiga aspek keanekaragaman hayati yaitu keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut perlu hal-hal berikut yaitu menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan, memelihara seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian. Pengelolaan pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan hal penting untuk keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat dilaksanakan melalui : pencegahan pencemaran lingkungan; rehabilitasi dan pemulihan ekosistem dan sumberdaya alam yang rusak; meningkatkan kapasitas produksi dari ekosistem alam dan binaan manusia (Jaya, 2004)

2.2.

Teripang (Holothuroidea) Teripang termasuk ke dalam Filum Echinodemata. biota ini dikenal pula

dengan nama mentimun laut, sea cucumber (Inggris), be-chede-mer (Prancis) atau dalam istilah pasaran internasional dikenal dengan teat fish. Di Indonesia biota ini lebih sering disebut dengan nama Teripang, gamat atau gamet (Hartati et al, 2009 dalam Muttaqin, 2013). Teripang merupakan hewan berkulit duri sehingga tergolong Filum Echinodermata. Filum Echinodermata terbagi manjadi lima kelas yaitu Holothuroidea (timun laut atau teripang), Asteroidea (bintang laut), Echinoieda (bulu babai), Ophiuroidea (bintang laut ular), dan Crinoidea (Jasin, 1992 dalam Andirisnanti, 2011). Duri-duri pada Teripang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang letaknya tersebar dalam lapisan epidermis. Namun, tidak semua jenis Teripang mempunyai duri pada kulitnya (Maryoto dkk., 2006 dalam Andirisnanti, 2011) Teripang adalah salah satu kelompok Echinodermata yang mempunyai arti ekonomis penting. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur

pakan (trophic levels). Teripang berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan suspensi (suspension feeder) (Setiawan, 2010 dalam Rudiyanti, 2012). Salah satu sumberdaya hayati laut yang mempunyai potensi nilai ekonomi adalah dari kelompok teripang yang mempunyai hidup tersebar di perairan Indonesia yang luas. Ada beberapa jenis Teripang diantaranya merupakan sumberdaya perikanan bernilai ekonomis penting, terutama sebagai komoditas ekpor ke luar negeri (SLOAN 1985; AZIZ 1987; CONAND & SLOAN 1989 dalam Yusron, 2009). Beberapa jenis teripang banyak dimanfaatkan sebagai

bahan makanan secara langsung dengan model pengolahannya yang sangat sederhana yang berbentuk teripang segar maupun dengan proses yang melalui pengeringan, pembekuan, pembuatan tepung dan diolah menjadi makanan kerupuk teripang. Masyarakat Cina menggunakan teripang atau haisom sebagai salah satu hidangan istimewa semasa musim perayaan hari besar etnis Cina, dan juga sebagai makanan suplemen dan sebagai ramuan obat tradisional untuk segala penyakit. Salah satu contoh untuk menyembuhkan luka, meredakan rasa sakit di persendian dan memperlancar sirkulasi darah, karena teripang banyak mengandung zat gizi seperti protein, mineral, omega 3 dan zat bio aktif. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika pemanfaatan fauna tersebut, yang saat ini sepenuhnya mengandalkan dari stok alami, cenderung dilakukan secara intensif tanpa melihat jenis dan ukuran. Cara ini pada akhirnya akan menurunkan

populasi teripang di alam, seperti yang terjadi di berbagai wilayah perairan Indonesia, contoh salah satunya di Kepulauan Seribu (Romimohtarto,1977 dalam Yusron, 2009). 2.3. Morfologi Teripang (Holothuroidea) Tubuh Teripang umumnya berbentuk silindris memanjang seperti timun sehingga sering disebut timun laut (sea cucumber). Dinding tubuh teripang

bersifat elastis, dengan mulut dibagian anterior dan anus dibagian posterior. Teripang memiliki kaki tabung yang berfungsi untuk pergerakan dan dibagian dorsal terdapat papilla sebagai alat sensor (Jasni, 1992; Darsono, 1998 dalam Andirisnanti, 2011). Menurut Barnes (1963) dalam Andirisnanti (2011) sebagian besar teripang berwarna hitam, coklat, coklat keabuan atau kehijauan, tetapi ada pula yang berwarna jingga atau ungu, bahkan memiliki pola bergaris, struktur tubuh teripang dapat kita lihat pada (Gambar 1):

(Sumber: Jasin, 1992 dalam Andirisnanti, 2011) Gambar 1. Struktur tubuh Teripang Secara morfologi, perbedaan teripang jantan dan Teripang betina tidak jelas. Umumnya Teripang berkelamin terpisah (dioceus), bereproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual pada teripang dilakukan dengan cara membelah tubuh menjadi dua bagian. Masing-masing bagian kemudian akan tumbuh menjadi individu yang normal sedangkan reproduksi seksual dilakukan secara eksternal dikolom air laut sehingga terjadi pembuahan (Darsono, 1998; Castor & Huber, 2010 dalam Andirisnanti, 2011). Identifikasi Teripang dapat dilakukan secara makroskopis dan

mikroskopis. Identifikasi secara makroskopis dilakukan dengan cara mengamati morfologi teripang yaitu variasi warna, bentuk tubuh, ada tidaknya gigi anal, serta ada tidaknya kaki tabung sedangkan identifikasi secara mikroskopis dilakukan dengan pengamatan spikula yang terdapat pada bagian dalam dinding tubuh Teripang (Lal, 1986 & Birtles, 1989 dalam Andirisnanti, 2011). Tidak semua jenis Teripang yang ditemukan diperairan Indonesia mempunyai nilai ekonomis penting, hanya sekitar 10 jenis Teripang yang memiliki nilai komersial. Jenis Teripang yang dapat dimakan dan yang memiliki nilai ekonomis penting terbatas pada suku Holothuriidae dan Stichopodidae yang meliputi marga Holothuria,

Actinopyga, Bhodaschia, Theloneta dan Stichopus (Arlyza, 2009 dalam Andirisnanti, 2011) dapat kita lihat pada (Gambar 2):

(Sumber: Zubi, 1999 dalam Andirisnanti, 2011) Gambar 2. Beberapa jenis Teripang yang memiliki nilai ekonomis Secara garis besar klasifikasi dari teripang yang memiliki nilai ekonomis penting adalah sebagai berikut: (Arnold & Birtles, 1989; Kamarudin dkk, 2010 dalam Andirisnanti, 2011) Kerajaan Filum Kelas Bangsa Suku : Animalia : Echinodermata : Holothuroidea : Aspidocchirotida : 1. Holothuriidae Marga : Holothuria Bohadshia Actinopyza 2. Stichopodidae Marga : Stichopus Thelenota

10

2.4.

Habitat dan penyebaran Teripang (Holothuroidea) Habitat Teripang adalah ekosistem terumbu karang dan padang lamun.

Teripang umumnya ditemukan pada perairan laut dangkal, tetapi dapat juga ditemukan hingga kedalaman 10.000 meter (Purwati. 2002 dalam Andirisnanti, 2011). Kondisi perairan yang ideal bagi pertumbuhan dan kehidupan Teripang adalah perairan yang bersih dan jernih serta airnya relatif tenang dengan suhu berkisar 28-31C dan salinitas 30-40 (Aziz, 1997; Darsono, 2003 dalam Andirisnanti, 2011). Sumber utama makanan Teripang di alam yaitu kandungan zat organick dalam lumpur, detritus (sisa pembusukan bahan organik), dan plankton. Jenis makanan lain adalah organisme-organisme kecil, protozoa, alga filament, rumput laut, dan potongan-potongan kecil hewan maupun tumbuhan laut serta partikelpartikel pasir (Darsono, 2007 dalam Andirisnanti, 2011). Penyebaran Teripang di Indonesia sangat luas. Daerah penyebaran tersebut meliputi, perairan pantai Madura, Jawa Timur, Bali, Sumba, Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau dan sekitarnya, Belitung, Kalimantan Sulawesi, Maluku, Timor, dan Kepulauan Seribu (Jakarta) (Maryoto dkk, 2006 dalam Andirisnanti, 2011). 2.5. Parameter Fisika dan Kimia Perairan Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan serta kedalaman perairan. Organisme akuatik memiliki kisaran tertentu yang disukai untuk pertumbuhannya. Kondisi lingkungan perairan yang cocok untuk pertumbuhan teripang dengan suhu air laut 24,030,0 C (Martoyo et al. 2006 dalam Hana, 2011).

11

Salinitas adalah gambaran padatan total dalam air setelah semua karbonat diubah menjadi oksida, bromida dan iodida diganti oleh klorida, dan bahan organik telah teroksidasi (Effendi, 2003 dalam Hana 2011). Sebaran salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai (Nontji 1987 in Dwindaru 2010 dalam Hana, 2011). Teripang menyukai perairan dengan salinitas optimum sekitar 32,035,0.

Perubahan salinitas melebihi 3,0 dapat menyebabkan terjadinya pengelupasan kulit Teripang yang dalam kondisi ekstrim dapat terjadi kematian (James et al. 1988 in Gultom 2004 dalam Hana, 2011). Arus di laut dipengaruhi oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, dan gerakan periodik pasang surut. Teripang hidup dan pertumbuhannya

berkembang dengan baik pada perairan yang tenang. Kecepatan arus yang cocok untuk hidup teripang adalah 0,30 0,50 m/detik (Martoyo et al, 2006 dalam Hana, 2011). Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air sampai kedalaman tertentu. Kecerahan perairan harus tinggi dan bebas dari bahan pencemar dengan nilai 50 150 cm (Martoyo et al, 2006 dalam Hana, 2011). Setiap organisme memiliki nilai toleransi pH yang berbeda. Umumnya makrozoobenthos hidup pada pH perairan 7,0 8,5. Perairan yang terlalu asam atau basa dapat mengganggu metabolisme dan respirasi biota. Selain itu, perairan dengan pH yang terlalu rendah dapat menyebabkan tingginya mobilitas logam berat sedangkan pH yang tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi amoniak (Effendi, 2003 dalam Hana, 2011).

12

Kelarutan oksigen di perairan bergantung dan berbanding terbalik dengan suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas maka kandungan oksigen terlarut semakin kecil. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 9,0 mg O2/l (KepMen No. 51 Tahun 2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota laut ) Kandungan oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kehidupan dan pertumbuhan Teripang sebesar 4,08,0 ppm (Martoyo et al. 2006 dalam Hana, 2011). basa dapat mengganggu metabolisme dan respirasi biota. Selain itu, perairan dengan pH yang terlalu rendah dapat menyebabkan tingginya mobilitas logam berat sedangkan pH yang tinggi dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi amoniak (Effendi, 2003 dalam Hana, 2011). Kelarutan oksigen di perairan bergantung dan berbanding terbalik dengan suhu dan salinitas. Semakin tinggi suhu dan salinitas maka kandungan oksigen terlarut semakin kecil. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 9,0 mg O2/l (Kep.Men.LH No. 51 Tahun 2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota). Kandungan oksigen terlarut di perairan yang baik untuk kehidupan dan

pertumbuhan Teripang sebesar 4,08,0 ppm (Martoyo et al. 2006 dalam Hana, 2011).

Anda mungkin juga menyukai