Kondisi ini disebut impaksi. Gigi terhalang oleh gigi depannya (molar dua) atau jaringan tulang / jaringan lunak yang padat disekitarnya. Kemungkinannya, gigi bisa muncul sebagian atau tidak bisa erupsi sama sekali. Kalaupun muncul, erupsinya salah arah atau posisinya tidak normal. Posisi impaksi gigi molar ketiga bisa bermacam-macam, ada yang miring ke depan, vertical dan muncul sebagian, serta terpendam horizontal atau vertical. Semua itu tergantung letak dan posisi gigi molar ketiga terhadap rahang dan molar kedua, serta kedalamannya tertanam terhadap molar kedua. Tidak jarang dalam pertumbuhannya molar ketiga ini menimbulkan infeksi pada jaringan lunak sekitarnya yang menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan perikoronitis. Perikoronitis adalah keradangan jaringan gingiva disekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian, paling sering terjadi pada gigi molar ketiga rahang bawah. Perikoronitis terjadi akibat penumpukan bakteri, plak, dan sisa makanan pada rongga operkulum gusi dan gigi yang erupsi sebagian (Topazian, 2002). Sedangkan beberapa peneliti mengatakan bahwa perikoronitis merupakan suatu proses infeksi. Pada gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi ditutupi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Operkulum tidak dapat dibersihkan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi (Keys and Bartold, 2000). Penyebab perikoronitis adalah terjebaknya makanan di bawah operkulum. Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada pseudopoket antara operkulum
1
dan gigi impaksi. Poket yang tidak bisa dibersihkan mengakibatkan bakteri berkolonisasi dan menyebabkan perikoronitis (Hupp et al, 2008). Dalam makalah ini akan dilaporkan sebuah kasus yang didapat di poli gigi dan mulut RSD Mardi Waluyo Blitar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang didapat adalah: 1. Bagaimana tinjauan kepustakaan pada kasus perikoronitis ? 2. Bagaimana cara melakukan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat pada kasus dengan perikoronitis ? 1.3 Tujuan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui tinjauan kepustakaan pada kasus perikoronitis. 2. Untuk mengetahui cara melakukan penegakan diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat pada kasus dengan perikoronitis. 1.4 Manfaat Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai perikoronitis secara menyeluruh, baik dari defenisi, klasifikasi, manifestasi klinik, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosisnya sehingga dapat dijadikan tambahan pengetahuan dalam penegakkan diagnosa maupun penatalaksanaan pada kasus-kasus perikoronitis yang terjadi di masyarakat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operculum) yang bagian paling utama dari jaringan lunak tersebut berada diatas dan menutupi mahkota gigi. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox, 2006). 2.2 Etiologi Etiologi utama perikoronitis adalah flora normal rongga mulut yang terdapat dalam sulkus gingiva. Flora normal yang terlibat adalah polibakteri, meliputi bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Sixou et al, 2003). Mikroflora pada perikoronitis didapatkan mirip dengan mikroflora pada poket periodontal. Bakteribakteri tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona. Sixou et al (2003)
menyatakan bahwa mikroorganisme yang ditemukan pada kasus-kasus perikoronitis adalah bakteri aerob Gram positif coccus seperti Gamella, Lactococcus, Streptococcus, dan Staphylococcus. Aerob Gram positif bacillus
seperti Actinomyces, Bacillus, Corynenebacterium, Lactobasillus, bacterium, aerob gram negative bacillus
cytophaga dan Pseudomonas, anaerob gram positif coccus seperti Peptostreptococcus, anaerob gram positif bacillus seperti Bacteroides, Fusobacterium,
tersebut memicu inflamasi pada daerah perikorona terutama bakteri streptococcus, actinomyces, dan prevotella yang dominan, membuat penderita mengalami kondisi akut (Leung, 1993). Hal ini berkaitan erat dengan patogenesis dimana peradangan terjadi akibat adanya celah pada perikorona yang menjadi media subur bagi koloni bakteri. (Sixou et al, 2003). 2.3 Faktor predisposisi
Impaksi gigi molar 3 2.4 Patogenesis Perikoronitis berawal dari gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh jaringan lunak yang disebut dengan operkulum. Antara operkulum dengan mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasia, bagian dari dental follicle, yang berhubungan dengan rongga mulut melalui celah membentuk pseudopoket (Guiterrez and Perez, 2004). Selama makan, debris makanan dapat berkumpul pada poket antara operkulum dan gigi impaksi. Operkulum tidak dapat dibersihkan dari sisa makanan dengan sempurna sehingga sering mengalami infeksi oleh berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama mikroflora subgingiva yang membentuk koloni di celah tersebut. Kebersihan rongga mulut yang kurang, sehingga terdapat akumulasi plak, dapat mendukung berkembangnya koloni bakteri (Bataineh et al, 2003). Menurut Keys dan Bartold (2000) infeksi tersebut dapat bersifat lokal atau dapat
4
meluas ke jaringan yang lebih dalam dan melibatkan spasia jaringan lunak. Perikoronitis juga diperparah dengan adanya trauma akibat gigi antagonis. Selain itu faktor emosi, merokok, dan infeksi saluran respirasi juga memperparah perikoronitis (Topazian, 2002). 2.5 Klasifikasi Perikoronitis Perikoronitis secara klinis terbagi menjadi tiga, yaitu perikoronitis akut, perikoronitis subakut, dan perikoronitis kronis (Topazian, 2002). 2.5.1 Perikoronitis Akut Perikoronitis akut diawali dengan rasa sakit yang terlokalisir dan kemerahan pada gingiva. Rasa sakit dapat menyebar ke leher, telinga, dan dasar mulut. Pada pemeriksaan klinis pada daerah yang terinfeksi, dapat terlihat gingiva yang kemerahan dan bengkak, disertai eksudat, dan terasa sakit bila ditekan. Gejala meliputi limfadenitis pada kelenjar limfe submandibularis, dan kelenjar limfe yang dalam, pembengkakan wajah, dan eritema, edema dan terasa keras selama palpasi pada operkulum gigi molar, malaise, bau mulut, eksudat yang purulen selama palpasi. Demam akan terjadi apabila tidak diobati. Umumnya serangan akut dapat menyebabkan demam dibawah 38,5C, selulitis, dan ketidaknyamanan. Pada inspeksi biasanya ditemukan akumulasi plak dan debris akibat pembersihan yang sulit dilakukan pada pseudopoket sekitar gigi yang erupsi sebagian. Trismus dapat terjadi pada perikoronitis akut. (Shepherd and Brickley, 1994).
2.5.2 Perikoronitis Subakut Perikoronitis subakut ditandai dengan timbulnya rasa kemeng/nyeri terus menerus pada operkulum tetapi tidak ada trismus ataupun gangguan sistemik. (Shepherd and Brickley,1994). 2.5.3 Perikoronitis Kronis Perikoronitis kronis ditandai dengan rasa tidak enak yang timbul secara berkala. Rasa tidak nyaman dapat timbul apabila operkulum ditekan. Tidak ada gejala klinis yang khas yang menyertai perikoronitis kronis. Pada gambaran radiologi bisa didapatkan resorpsi tulang alveolar sehingga ruang folikel melebar, tulang interdental di antara gigi molar kedua dan molar ketiga menjadi atrisi dan menghasilkan poket periodontal pada distal gigi molar kedua (Laine et al,2003). 2.6 Gejala Klinis o Pembengkakan jaringan gingival pada daerah yang terkena o Rasa sakit yang hebat dan terus-menerus, terutama saat menutup mulut, dapat menyebabkan kesulitan menelan. Dapat menjalar ke tenggorok dan telinga o Halitosis (foetor ex ora) atau rasa tak enak di mulut Suhu badan meningkat (tidak terlalu tinggi) o Trismus o Pembengkakan kelenjar limfe di leher (submandibular) o Palpasi pada regio M3 bawah sakit
2.7 Penegakan diagnosa 2.7.1 Anamnesa Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan nyeri pada gigi geraham bagian belakang Penderita perikoronitis biasanya mengeluh kesakitan yang tidak tertahankan dan seringkali menyebabkan perasaan yang kurang nyaman pada saat membuka mulutnya, dengan membuka mulut pasien akan merasa semakin terasa sakit. Pasien mengeluh nafsu makannya menjadi berkurang dikarenakan lebih terasa sakit bila tersentuh dan mengunyah makanan. 2.7.2 Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan pemeriksan itegral (inspeksi, palpasi, perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang karies, kedalaman karies, vitalitas gigi, lokasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi. Daerah yang terinfeksi terlihat ginggiva yang hiperemi, bengkak, dan mengkilat daripada daerah gingiva yang lain. Kadang sudah timbul pus, disebut perikoronal abses, pus dapat keluar melalui marginal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda keradangan yaitu: 1. Rubor : permukaan kulit atau mukosa kemerahan akibat vasodilatasi dan proliferasi pembuluh darah. 2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi pus atau keluarnya plasma ke jaringan.
7
3. Kalor : teraba hangat saat palpasi karena terjadi peningkatan aliran darah ke area infeksi 4. Dolor : terasa sakit karena adanya stimulasi ujung syaraf oleh mediator inflamasi 5. Fungsio lasea : terdapat masalah dengan proses mastikasi, trismus, disfagia, dan gangguan pernafasan. 2.7.3 Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kultur, foto rongent dan CT scan (bila diperlukan). Bila infeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan pemeriksaan CT scan, foto rongent panoramik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. CT scan harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang fascia di daerah mata atau leher. Gambaran Radiologi Radiograf dari daerah tersebut menggambarkan tampak gigi geligi yang terpendam dengan posisi miring atau tegak ke depan atau ke belakang. 2.8 Diferensial Diagnosis
2.9 Penatalaksanaan dan Terapi Terapi dari perikoronitis bervariasi, tergantung dari keparahan, komplikasi sistemik, dan kondisi gigi yang terlibat. Terapi umum dilakukan pada penderita perikoronitis adalah terapi simptomatis, antibiotika, dan bedah. Berkumur dengan air garam hangat dan irigasi dengan larutan H2O2 3% di daerah pseudopoket merupakan terapi perikoronitis yang bersifat lokal. Terapi simtomatis dilakukan dengan pemberian analgetik yang adekuat untuk mengurangi rasa sakit. Analgetik yang sering diberikan adalah golongan anti inflamasi non steroid atau golongan opioid ringan apabila pasien mengeluh rasa sakit yang berat (Soelistiono, 2005). Terapi antibiotika dilakukan untuk mengeleminasi mikroflora penyebab perikoronitis. Antibiotika diberikan kepada penderita pada fase akut yang supuratif apabila tindakan bedah harus ditunda (Martin, Kanatas, Hardy, 2005). Terapii bedah meliputi operkulektomi dan odontektomi yang dilakukan setelah fase akut reda, tergantung dari derajat impaksi gigi (Blakey, White, Ofenbacher, 1996). Bila terbentuk abses pada jaringan perikoronal, perlu dilakukan insisi. 2.9.1 Prosedur Operkulektomi Operkulum adalah flap yang padat berseratyang mencakup sekitar 50 % dari permukaan oklusal yang menutupi sebagian d ari molar ketiga pada mandibula. Pengambilan flap ini dikenal sebagai operkulektomi. Operkulektomi dilakukan dengan menggunakan menggunakan pisau bedah biasa atau gunting. Operkulektomi dilakukan untuk mempertahankan gigi molar yang masih memiliki tempat untuk erupsi tetapi tertutup oleh sebagian operculum. Tujuan utama dari operkulektomi ini adalah untuk menghilangkan operculum yang menutupi gigi
9
molar tiga yang akan erupsi tersebut. Flap periodontal diinsisi menggunakan pisau periodontal atau electro surgical. Insisi dilakukan mulai dari anterior sampai ke perbatasan anterior ramus dan dibawa ke bawah dan ke depan ke permukaan distal mahkota sedekat mungkin ketingkat CEJ, yang akan mendeteksi jaringan lebar yang tajam. Hal ini diperlukan untuk menghilangkan jaringan distal gigi. Serta flap pada permukaan oklusal. Penggoresan yang hanya dilakukan pada bagian oklusal flap meninggalkan poket distal yang dalam,yang mengundang kekambuhan pericoronitis akut. Indikasi dan Kontra indikasi Indikasi: 1. Erupsi sempurna ( bagian dari gigi terletak pada ketinggian yang sama pada garisoklusal). 2. Adanya ruang yang cukup untuk ditempati coronal, adanya ruangan yang cukupantara ramus dan sisi distal M2 3. Inklinasi yang tegak 4. Ada antagonis dengan oklusi yang baik. Kontraindikasi: 1. Erupsi tegak tetapi erupsi belum sempurna karena tertutup tulang 2. Erupsi horizontal saat difoto posisi gigi miring. Langkah-langkah melakukan operkulektomi : 1. Menentukan perluasan dan keparahan struktur jaringan yangterlibat serta komplikasi toksisitas sistemik yang ditimbulkan.
10
2.Menghilangkan
debris
dan
eksudat
yang
terdapat
pada
permukaan
operkulumdengan aliran air hangat atau aquades steril. 3. Usap dengan antiseptik. 4. Operkulum/pericoronal flap diangkat dari gigi dengan menggunakan scaler dan debrisdi bawah operkulum dibersihkan. 5. Irigasi dengan air hangat/aquades steril. 6. Cek pocket periodontal yang ada untuk mengetahui apakah tipe pocket (false pocketatau true pocket). Lakukan probing debt pada semua sisi. 7. Anastesi daerah yang ingin dilakukan operkulektomi. Anastesi tidak perlu mencapai sampai tulang, hanya sampai periosteal. 8. Lakukan operkulektomi (eksisi periodontal flap) dengan memotong bagian distal M3 9. Bersihkan daerah operasi dengan air hangat/aquades steril. 10. Keringkan agar periodontal pack yang akan diaplikasikan tidak mudah lepas. 11. Aplikasikan periodontal pack
2.9.2 Prosedur Odontektomi : Odontektomi adalah tindakan pembedahan untuk mengeluarkan gigi yang tidak dapat dilakukan dengan cara ekstraksi biasa atau dapat dilakukan pada gigi yang impaksi atau tertanam di bawah tulang atau mukosa.
11
Indikasi dilakukan tindakan odontektomi gigi impaksi yaitu: Sebagai tindakan pencegahan dari terjadinya infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (Perikoronitis), dan mencegah berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (Kista odontegenik dan Neoplasia). Usia periode emas (akar 1/3 atau 2/3) dan sebelum mineralisasi tulag 25 th). Bila terdapat infeksi (fokus selulitis). Bila terdapat kelainan Patologis (odontegenik). Maloklusi. Terdapat keluhan rasa sakit atau pernah merasa sakit. Gigi impaksi terlihat mendesak gigi molar kedua. Diperkirakan akan mengganggu perawatan orthodonsia dan pembuatan protesa. Akan mengganggu perawatan di bidang konservasi atau pembuatan mahkota gigi pada gigi molar kedua. Terdapat keluhan neurologi, misalnya : cephalgia, migrain, pain lokal atau diteruskan (reffered). Merupakan penyebab karies pada molar kedua karena retensi makanan. Terdapat karies yang tidak dapat dilakukan perawatan. Telah terjadi defek pada jaringan periodontal pada gigi molar kedua. Karies distal molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar ketiga. (15
12
Kontraindikasi odontektomi gigi impaksi yaitu: Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut. Bila panjang akar belum mencapai sepertiga atau dua pertiga. Bila tulang yang menutupi gigi yang tertanam terlalu banyak. Bila tulang yang menutupinya sangat termineralisasi dan padat yaitu pada pasien yang berusia lebih dari 26 th atau usia lanjut. Compromised Medical Status. Yaitu apabila kemampuan pasien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh kondisi fisik atau mental tertentu. Kemungkinan timbulnya kerusakan yang parah pada jaringan yang berdekatan.
Prinsip dan langkah-langkah untuk menghilangkan gigi impaksi sama dengan surgical extraction lain. Ada 5 teknik dasar : 1. Mendapatkan exposure yang cukup ke area gigi impaksi 2. Mendapatkan akses yang diperlukan untuk pembuangan tulang agar gigi terlihat untuk dilakukan pemotongan atau pengangkatan. 3. Membelah/membagi gigi dengan bor atau chisel (pisau bedah) agar eks-traksi gigi dapat dilakukan tanpa pembuangan tulang berlebihan. 4. Mengangkat potongan gigi dari prosesus alveolar dengan elevator. 5. Pembersihan dengan irigasi dan pembersihan mekanis dengan kurettase dan ditutup dengan simple interrupted suture.
13
2.10 Komplikasi Perikoronitis dapat menyebabkan terjadinya abses perikoronal. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea yang terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringal. Selain itu, juga ditemukan sebuah selulitis dari pipi atau jaringan submandibular, dengan trismus kuat merupakan suatu gambaran penyakit yang banyak ditemui. 2.11 Prognosa Prognosis penyakit perikoronitis biasanya baik. Kebanyakan faktor lokal dapat diobati jika disebabkan oleh infeksi dapat diobati dengan obat obatan dari golongan antibiotik. Perikoronitis berulang sebaiknya dilakukan pencabutan, untuk menghindari berbagai komplikasi yang kemungkinan akan timbul jika tidak dilakukan pencabutan sedini mungkin
14
BAB III STATUS PASIEN 3.1 IDENTITAS PENDERITA Nama Umur Alamat Pekerjaan Jenis kelamin Tanggal periksa 3.2 ANAMNESIS 1. Keluhan utama Nyeri di gusi 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke rumah sakit Mardiwaluyo Blitar dengan keluhan nyeri di gusi gigi belakang rahang bawah sebelah kiri. Nyeri dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri hanya di daerah gusi tidak menjalar ke tempat lain. Selain nyeri terlihat juga bengkak di tempat nyeri. Bengkak muncul bersamaan dengan nyeri. Pasien juga merasakan seperti ada muncul gigi baru pada daerah yang sakit. 3. Riwayat Penyakit Dahulu : Penderita pernah mengalami sakit seperti ini sekitar 3 tahun yang lalu. Saat itu pasien berobat ke dokter gigi dan bengkaknya di sedot. Kemudian diberi obat kalium diklofenak dan perhidrol. : Ny. E : 36 tahun : Jl. Madura, Blitar : PNS : Perempuan : 30 Oktober 2013
15
Penyakit
yang sama
disangkal
pasien,
hipertensi (-), DM (-), tumor (-) 5. Riwayat Pengobatan : pernah berobat sekitar 3 tahun yang lalu, diberi
kalium diklofenak dan perhidrol. 6. Riwayat Kebiasaan 7. Riwayat Alergi 3.3 PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS Kesadaran : compos mentis (GCS 456) Vital sign : TD= 120/80 mmhg Kulit Kepala Hidung Telinga : Warna sawo matang, pucat (-), kering (-). : Rambut tidak mudah dicabut, tumor (-). : Deforitas (-), sekret (-) : Bentuk normal, sekret (-) : sikat gigi teratur : Disangkal
Mulut dan Tenggorokan: Bibir kering (-), stomatitis (-), faring hiperemi (-) Leher Thoraks : Trakea ditengah, pembesaran KGB (-), tumor (-). : Cor : dalam batas normal Pulmo : dalam batas normal Abdomen : dalam batas normal Ekstremitas : Superior/inferior : dalam batas normal 1. Pemeriksaan Ekstra Oral a. Wajah Inspeksi : asimetri wajah (-), pembengkakan (-),trismus (-),
16
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-) b. Leher Inspeksi : simetris Palpasi : pembesaran tiroid. -/2. Pemeriksaan Intra Oral Mukosa pipi Mukosa palatum Mukosa dasar mulut Mukosa pharynx Kelainan periodontal Ginggiva atas Ginggiva bawah : Tidak ditemukan kelainan : Tampak edema di sebelah kiri Dibelakang gigi 37 Karang gigi 3. STATUS LOKALIS Rahang bawah kiri Inspeksi : tampak bengkak gingiva di belakang gigi 37. :: Tidak ditemukan kelainan : Tidak ditemukan kelainan : Tidak ditemukan kelainan : Tidak ditemukan kelainan
17
3.5 DIAGNOSIS KERJA Diagnosis Keluhan Utama: Perikoronitis akibat impaksi gigi 38 Diagnosis Banding: Periodontitis 3.6 PENATALAKSANAAN Medikamentosa : Amoxicilin 3x500mg Kalium Diklofenak 2x 50mg Perhidrol 3%
Nonmedikamentosa : Pro odontektomi KIE pasien mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan
18
3.7 FLOW SHEET No 1 Tanggal 29-102013 Keluhan Nyeri Bengkak gusi sejak Hasil Pemeriksaan Rencana
dan Tampak edema di gusi Pro odontektomi di rahang bawah di Medikamentosa : amoxicilin 3x500mg, kalium diklofenak 2x50mg dan
1 belakang gigi 38
yang
irigasi perhidrol 3%. Tampak jahitan di regio Medikamentosa : 38 dan 48, bengkak pada amoxicilin 3x500mg, kalium 48 pipi kanan dan ada diklofenak 2x50mg,
tampak bengkak
19
BAB IV PEMBAHASAN
Pada kasus ini pasien di diagnosis dengan perikoronitis karena impaksi gigi 38 dan 48. Anamnesis didapatkan keluhan nyeri di gusi gigi belakang rahang bawah sebelah kiri. Nyeri dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Nyeri hanya di daerah gusi tidak menjalar ke tempat lain. Selain nyeri terlihat juga bengkak di tempat nyeri. Bengkak muncul bersamaan dengan nyeri. Pasien juga merasakan seperti ada muncul gigi baru pada daerah yang sakit. Dari riwayat penyakit dahulu : Penderita pernah mengalami sakit seperti ini sekitar 3 tahun yang lalu. Saat itu pasien berobat ke dokter gigi dan bengkaknya di sedot. Kemudian diberi obat kataflam dan perhidrol. Pada pemeriksaan ekstraoral didapatkan kesan normal pada pasien, tidak ada pembengkakan, maupun trismus. Pemeriksaan intraoral didapatkan edema pada gusi rahang bawah sebelah kiri di belakang gigi 37.Pada pemeriksaan yang lain ditemukan gigi 38 dan 48 belum erupsi. Keluhan utama pasien didiagnosis sebagai karena impaksi gigi 38 yang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berupa foto panoramik untuk mengetahui dengan pasti adakah impaksi sehingga terjadi infeksi sebagai penyebabnya. Melihat gejala klinis, kondisi pasien dan pemeriksaan pada pasien di simpulkan diagnosis perikoronitis karena impaksi gigi 38 dan 48 mengalami posisi mesio anguler. Faktor yang diduga dapat menyebabkan perikoronitis adalah impaksi gigi 38 atau molar 3 rahang bawah sebelah kiri. Problem yang sering dialami gigi molar 3 adalah kesulitan bererupsi. Kondisi ini biasa disebut impaksi. Dalam pertmbuhannya
20
molar 3 ini dapat menimbulkan infeksi pada jaringan lunak sekitarnya ( ginggiva ) yang menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan perikoronitis. Pada pasien ini dari hasil pemeriksaan foto panoramic didapatkan gigi molar 3 mengalami impaksi dengan posisi mesio anguler. Akibat impaksi tersebut terjadi infeksi di daerah sekitarnya. Tata laksana lebih lanjut meliputi terapi perikoronitis adalah odontektomi yaitu terapi pembedahan mencabut gigi molar 3. Teknik ini dilakukan karena penyebab dari perikoronitis pada pasien ini adalah impaksi molar 3. Sehingga dilakukan odontektomi. Pemberian obat amoxicilin dimaksudkan untuk mengobati infeksi dan pemberian kalium diklofenak dimaksudkan untuk mengurangi gejala nyeri yang dirasakan oleh pasien.
21
BAB V KESIMPULAN
Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operculum) yang bagian paling utama dari jaringan lunak tersebut berada diatas dan menutupi mahkota gigi. Gigi yang sering mengalami perikoronitis adalah pada gigi molar ketiga rahang bawah. Proses inflamasi pada perikoronitis terjadi karena terkumpulnya debris dan bakteri di poket perikorona gigi yang sedang erupsi atau impaksi (Mansour and Cox, 2006) Pada kasus ini pasien di diagnosis dengan perikoronitis karena impaksi gigi 38. Melihat gejala klinis, kondisi pasien dan pemeriksaan pada pasien di simpulkan diagnosis perikoronitis karena impaksi gigi 38. Tata laksana lebih lanjut meliputi terapi perikoronitis adalah odontektomi yaitu terapi pembedahan mencabut gigi molar 3 karena posisi miring. Pemberian obat amoxicilin dimaksudkan untuk mengobati infeksi dan pemberian asam mefenamat dimaksudkan untuk mengurangi gejala nyeri yang dirakan oleh pasien.
22
DAFTAR PUSTAKA 1. Bataineh et al. 2003.The Predisposing Factors of Pericoronitis of Mandibular Third Molars in a Jordania Population. J Oral Maxillofacial surgery. 2. Blakey GH et al. 1996. Clinical Biological Outcomes of Treatment for Pericoronitis.J Oral Maxillofac surg. 3. Guiterrez and Perez JL. 2004.Third Molar Infections. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 4. Hupp J, Ellis E, Tucker H. 2008.Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 5th edition. St. Louis Missouri. Mosby Elsevier. 5. Keys D and Bartold M. 2000. Periodontal conditions of relevance to the Australian Defence Force. Australian Defence Force Health. 6. Laine M, Venta I, Hyrkas T, Jian MA and Konttinen YT. 2003. Chronic Inflamation around painless partially erupted third molars. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 7. Mansour MH, Cox SC.. 2006. Patiens Presenting to the general practitioner with pain from dental origin. Australia Med J. 8. Martin MV, Kanatas AN, Hardy P. 2005. Antibiotic prophylaxis and third molar surgery. British Dent J. 9. Shepherd JP, Brickley M. 1994. Surgical removal of third molars. British Med J. 10. Sixou JL, Magaud C, Jolived-Gougeon A, Cormier M, Bonnaure-Mallet M. 2003. Evaluation of the Mandibular Third Molar Pericoronitis Flora and Its Susceptibility to Different Antibiotics Prescribed in France. J. Clin. Micro. 11. Soelistiono H. 2005. Analgesics in Dental Pain (Clinical Review). PABMI. 12. Topazian RG, Goldberg MH, and Hupp JR. 2002. Oral and Maxillofacial Infection.4th Edition. Philadhelphia: WB Saunders Company.
23