Anda di halaman 1dari 36

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Hipertensi saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat. Meskipun

tidak dapat diobati secara permanen, akan tetapi pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat dapat menurunkan kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya. Hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri. Satusatunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur. Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab penyakitnya. Itulah sebabnya hipertensi dijuluki silent killer. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke.1 Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini.2 Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di

Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke. Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.2 Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar 21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data Riskesdas menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.3 Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80

mmHg). Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita hipertensi adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita hipertensi.2 Dalam laporan kasus ini, saya akan membahas tentang hasil kunjungan saya ke salah satu pasien dari Puskesmas Lhoksukon. Kegiatan ini diadakan untuk melihat langsung keadaan pasien dan keluarganya, serta lingkungan tempat tinggal mereka. 2

BAB II TINJAUN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. 3 Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output.4 2.2 Epidemiologi Hipertensi Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang cukup banyak mengganggu kesehatan masyarakat. Pada umumnya, terjadi pada manusia yang sudah berusia setengah umur (usia lebih dari 40 tahun). Namun, banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi. Hal ini disebabkan gejalanya tidak nyata dan pada stadium awal belum menimbulkan gangguan yang serius pada kesehatannya. 3 Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau 26,4% penghuni bumi menderita hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta penderita hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 juta sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk

Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan tahun 2007, 31,7 % dari penduduk Indonesia mengalami hipertensi.4 Boedi Darmoyo dalam penelitiannya, menemukan bahwa antara 1,8%28,6% penduduk dewasa adalah penderita hipertensi, angka 1,8% berasal dari penelitian di Desa Kalirejo, Jawa Tengah, sedangkan nilai 28,6% dilaporkan dari hasil penelitian di Sukabumi, Jawa Barat.3 2.3 1. Etiologi Hipertensi Hipertensi primer (essensial) Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.6

2.

Hipertensi sekunder Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit

komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.5 Jenis Penyakit 1. penyakit ginjal kronis 2. hiperaldosteronisme primer 3. penyakit renovaskular 4. sindroma Cushing 5. pheochromocytoma 6. koarktasi aorta 7. penyakit tiroid atau paratiroid Obat 1. Kortikosteroid, ACTH 2. Estrogen (biasanya pil KB dg kadar estrogen tinggi) 3. NSAID, cox-2 inhibitor 4. Fenilpropanolamine dan analog 5. Cyclosporin dan tacrolimus 6. Eritropoetin 7. Sibutramin 8. Antidepresan(terutamavenlafaxine)

Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi/hipertensi sekunder.5 2.4 Klasifikasi Hipertensi Ada beberapa klasifikasi dari hipertensi, diantaranya menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,

Eveluation, and Tretment of High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (dilihat tabel 2), menurut World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) (dilihat tabel 3).2 Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 7 Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prehipertensi Hipertensi stadium 1 Hipertensi stadium 2 < 120 120 139 140 159 160 Dan Atau Atau Atau < 80 80 89 90 99 100 TDS (mmHg) TDD (mmHg)

TDS = Tekanan Darah Sistolik, TDD = Tekanan Darah Diastolik Tabel 3. Klasifikasi Tekanan Darah World Health Organization (WHO) dan International Society Of Hypertension Working Group (ISHWG) Kategori Optimal Normal Pra hipertensi Hipertensi derajat I Hipertensi derajat II Hipertensi derajat III Sistolik (mmHg) < 120 < 130 130 139 140 159 160 179 180 Dan Dan Atau Atau Atau Atau Diastolik (mmHg) < 80 < 85 85 89 90 99 100 109 110

2.5 Faktor Risiko Hipertensi 1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol a. Umur Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika 50an dan 60an.3 b. Jenis Kelamin Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita.3 c. Riwayat Keluarga Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer.

Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.2 d. Genetik Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala.12 2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol a. Kebiasaan Merokok Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok.4 Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi.4

b. Konsumsi Asin/Garam Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.5 Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.5 Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.5 c. Konsumsi Lemak Jenuh Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan

dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.5 d. Penggunaan Jelantah Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak. Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai, jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh (ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin, cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak, karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya, minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.5 e. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi

10

belum diketahui secara pasti. Orangorang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum atau minum sedikit.5 Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.5 f. Obesitas Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.5 Berat badan dan indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada

11

penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.5 g. Olahraga Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita

hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.5 h. Stres Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.5 i. Penggunaan Estrogen Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara

epidemiologi belum ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen. MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen ( 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan.5

12

2.6

Patofisiologi Hipertensi Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem

sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.6

Gambar 1. Patofisiologi hipertensi dan faktor yang mempengaruhi.11 2.7 Gejala Klinis Hipertensi Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:

13

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium. 2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi. 3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf. 4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus. 5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.8 2.8 Diagnosis Hipertensi Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan: 1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi. 2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan. 3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.7 4. Anamnesis meliputi : a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah b. Indikasi adanya hipertensi sekunder Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuri, pemakaian obat-obat analgesik Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

14

c.

Faktor-faktor risiko : a. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga b. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarga pasien

c. Pola hidup : merokok, pola makan, aktivitas fisik d. Riwayat Gejala kerusakan organ Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient ischemic attack, deficit sensoris atau motoris Jantung : nyeri dada, sesak, bengkak kai Ginjal : haus, poliuria, nokturia, hematuri Arteri perifer : ekstremitas dingin

5. Pemeriksaan fisik selain memeriksa tekanan darah, juga untuk evaluasi adanya penyakit penyerta, kerusakan organ target serta kemungkinan adanya hipertensi sekunder. a. Pengukuran tekana darah : Pengukuran rutin di kamar periksa Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure MonitoringABPM) Pengukuran sendiri oleh pasien

b. Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari : Tes darah rutin Glukosa darah Kolesterol total , LDL dan HDL serum dan Trigliserida serum

15

2.9

Asam urat serum Ureum dan Kreatinin serum Elektrokardiogram

Penatalaksanaan Hipertensi

1. Penatalaksanaan Non Farmakologis Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal: 1. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis. Menurut Corwin berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.8 Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.8 2. Olahraga dan aktifitas fisik Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,

16

minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan darah walaupun berat badan belum tentu turun.8 Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan hipertensi.8 Menurut Dede Kusmana, beberapa patokan berikut ini perlu dipenuhi sebelum memutuskan berolahraga, antara lain: a. Penderita hipertensi sebaiknya dikontrol atau dikendalikan tanpa atau dengan obat terlebih dahulu tekanan darahnya, sehingga tekanan darah sistolik tidak melebihi 160 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melebihi 100 mmHg. b. Alangkah tepat jika sebelum berolahraga terlebih dahulu mendapat informasi mengenai penyebab hipertensi yang sedang diderita. c. Sebelum melakukan latihan sebaiknya telah dilakukan uji latih jantung dengan beban (treadmill/ergometer) agar dapat dinilai reaksi tekanan darah serta perubahan aktifitas listrik jantung (EKG), sekaligus menilai tingkat kapasitas fisik. d. Pada saat uji latih sebaiknya obat yang sedang diminum tetap diteruskan sehingga dapat diketahui efektifitas obat terhadap kenaikan beban.

17

e. Latihan yang diberikan ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan tidak menambah peningkatan darah. f. Olahraga yang bersifat kompetisi tidak diperbolehkan. g. Olahraga peningkatan kekuatan tidak diperbolehkan. h. Secara teratur memeriksakan tekanan darah sebelum dan sesudah latihan. i. Salah satu dari olahraga hipertensi adalah timbulnya penurunan tekanan darah sehingga olahraga dapat menjadi salah satu obat hipertensi. j. Umumnya penderita hipertensi mempunyai kecenderungan ada kaitannya dengan beban emosi (stres). Oleh karena itu disamping olahraga yang bersifat fisik dilakukan pula olahraga pengendalian emosi, artinya berusaha mengatasi ketegangan emosional yang ada. k. Jika hasil latihan menunjukkan penurunan tekanan darah, maka dosis/takaran obat yang sedang digunakan sebaiknya dilakukan penyesuaian (pengurangan).9 3. Perubahan pola makan a. Mengurangi asupan garam Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan

18

asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas garam. 10 b. Diet rendah lemak jenuh Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya

aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.10 c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah lemak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayursayuran dan buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.10

19

4. Menghilangkan stress Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban stres. Perubahan-perubahan itu ialah: a. Rencanakan semua dengan baik. Buatlah jadwal tertulis untuk kegiatan setiap hari sehingga tidak akan terjadi bentrokan acara atau kita terpaksa harus terburu-buru untuk tepat waktu memenuhi suatu janji atau aktifitas. b. Sederhanakan jadwal. Cobalah bekerja dengan lebih santai. c. Bebaskan diri dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. d. Siapkan cadangan untuk keuangan e. Berolahraga. f. Makanlah yang benar. g. Tidur yang cukup. h. Ubahlah gaya. Amati sikap tubuh dan perilaku saat sedang dilanda stres. i. Sediakan waktu untuk keluar dari kegiatan rutin. j. Binalah hubungan sosial yang baik. k. Ubalah pola pikir. Perhatikan pola pikir agar dapat menekan perasaan kritis atau negatif terhadap diri sendiri. l. Sediakan waktu untuk hal-hal yang memerlukan perhatian khusus.

20

m. Carilah humor. n. Berserah diri pada Yang Maha Kuasa. 15

2. Penatalaksanaan Farmakologis Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7: a. Diuretic, terutama jenis Thiazide (Thiaz) Aldosteron Antagonist (Ald Ant) b. Beta Blocker (BB) c. Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB) d. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) e. Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor angiotensint/ blocker (ARB).2 Tabel 4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi Menurut ESH. Kelas obat Indikasi Kontraindikasi Mutlak
Diuretika (Thiazide) Gagal jantung kongestif, usia lanjut, isolated systolic hypertension, ras afrika Diuretika (loop) Insufisiensi ginjal, gagal jantung kongestif Gagal jantung Diuretika (anti kongestif, pasca Gagal ginjal, gout

Tidak mutlak
Kehamilan

21

aldosteron) penyekat

infark miokardium Angina pectoris, pasca infark myocardium gagal jantung kongestif, kehamilan, takiaritmia

hiperkalemia

Asma, paru

penyakit Penyakit obstruktif pembuluh A-V perifer, intoleransi glukosa, atlit atau pasien yang aktif secara fisik Takiaritmia, gagal kongestif jantung darah

menahun, block

Calcium Antagonist (dihydropiridine)

Usia lanjut, isolated systolic hypertension, angina pectoris, penyakit pembuluh darah perifer, aterosklerosis karotis, kehamilan

Calcium Antagonist (verapamil, diltiazem) Penghmbat ACE

Angina pectoris, aterosklerosis karotis, takikardia supraventrikuler Gagal jantung kongestif, disfungsi ventrikel kiri, pasca infark myocardium, non-diabetik nefropati, nefropati DM tipe 1, proteinuria

A-V block, gagal jantung kongestif

Kehamilan, hiperkalimea, stenosis arteri

renalis bilateral

22

Nefropati DM Angiotensi reseptor antagonist blocker) II tipe 2, mikroalbumiuria (AT1- diabetic, proteinuria, hipertrofi ventrikel kiri, batuk karena ACEI -Blocker Hyperplasia prostat (BPH), hiperlipidemia Hipotensi ortostatis Gagal kongestif jantung Kehamilan, hiperkalemia, stenosis arteri

renalis bilateral

Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas utama Obat Antihipertensi.2 Adapun Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 dapat dilihat pada tebel 5 dibawah ini :
Tabel 5. Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7 Klasifikasi Tekanan Darah Normal Prehipertensi TDS (mmHg) < 120 120-139 TDD (mmHg) Dan <80 atau 80-89 Atau 90-99 Perbaik an Pola Hidup Dianjur kan Ya Tanpa indikasi yang memaksa

Dengan indikasi yang memaksa

Tidak indikasi Obat-obatan obat untuk indikasi Diuretic jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus, dapat dipertimbang kan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi Kombinasi 2 obat untuk

Hipertensi derajat 1

140-159

Ya

yang memaksa Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa Obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan

Hipertensi derajat 2

160

Atau 100

Ya

23

sebagian besar kasus umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB

Tatalaksana hipertensi menurut menurut JNC7.2 Masing-masing obat antihipertensi memliki efektivitas dan

keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : a. Faktor sosio ekonomi b. Profil factor risiko kardiovaskular c. Ada tidaknya kerusakan organ target d. Ada tidaknya penyakit penyerta e. Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi f. Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain g. Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan risiko kardiovasskular.2 Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti-bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu. Untuk keperluan pengobatan, ada

24

pengelompokan pasien berdasar yang memerlukan pertimbangan khusus (special considerations), yaitu kelompok indikasi yang memaksa

(compelling indication) dan keadaan khusus lainnya (special situations).2 Indikasi yang memaksa meliputi: a. Gagal jantung b. Pasca infark miokardium c. Risiko penyakit pembuluh darah koroner tinggi d. Diabetes e. Penyakit ginjal kronis f. Pencegahan strok berulang.2 Keadaan khusus lainnya meliputi : a. Populasi minoritas b. Obesitas dan sindrom metabolic c. Hipertrofi ventrikel kanan d. Penyakit arteri perifer e. Hipertensi pada usia lanjut f. Hipotensi postural g. Demensia h. Hipertensi pada perempuan i. Hipertensi pada anak dan dewasa muda j. Hipertensi urgensi dan emergensi.2 Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa

25

minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatnya dosis obat tertentu, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan rendah. Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah.2 Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien : Diuretika

Bloker

ARB

Bloker

CCB

ACEI Gambar 2. Kemungkinan kombinasi obat antihipertensi.2

26

BAB 3 LAPORANKASUS 3.1 IDENTITAS PASIEN a. Nama b. Umur c. Jenis Kelamin d. Agama e. Suku f. Pendidikan g. Pekerjaan h. Status Perkawinan i. Alamat j. Kunjungan ke Puskesmas k. Kunjungan ke rumah 3.2 ANAMNESIS a. Keluhan utama b. Keluhan tambahan susah tidur c. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang dengan keluhan kepala pusing dan tengkuk terasa pegal sejak 2 hari yang lalu sebelum berobat ke Puskesmas Lhoksukon. Nyeri kepala dirasakan di kepala bagian bawah disertai rasa pegal dan kaku pada leher dan bahu yang bersifat hilang timbul terutama jika kurang istirahat. Selain itu pasien juga mengeluh : Kepala pusing : kaki bengkak, kelelahan, jantung berdebar-debar, : Ny. M : 58 tahun : Perempuan : Islam : Aceh : SMP (tidak tamat) : Ibu rumah tangan/binatu : Menikah/Janda : Desa Kp. Baro, Lhoksukon : 03 Januari 2014 : 04 Januari 2014

27

sering sulit tidur, merasa gelisah dikarenakan banyak pikiran yang membebaninya. Pasien juga merasa sering melihat hal-hal ghaib pada saat tidur malam hari sehingga menambah ketakutan dan sulit tidur. Keluhan lainnya pasien merasa mudah capek dan lelah terutama saat mencuci pakaian dan berjalan serta jantungnya yang dirasakan berdebar-debar. Pasien juga mengeluhkan kakinya yang bengkak dan terasa nyeri terutama pada daerah lutut dan sendi-sendinya. Pasien tidak ada keluhan mual, muntah, nafsu makan tidak ada masalah, tidak ada gangguan BAB dan BAK. Pasien mengaku telah menderita tekanan darah tinggi sejak 4 tahun yang lalu dan sering berobat ke Puskesmas Lhoksukon untuk berobat mengontrol tekanan darahnya. d. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat hipertensi (+) 4 tahun yang lalu, riwayat gout arthritis (+), Riwayat dyspepsia (+), Riwayat DM (-), Riwayat Penyakit jantung (-), Riwayat alergi (-). e. Riwayat pemakaian obat : Pasien mengkonsumsi obat anti hipertensi yang didapat dari Puskesmas, ex: Captopril 12,5 mg. f. Riwayat penyakit keluarga : Dari keluarga diketahui ayah pasien juga menderita hipertensi.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK A. Status Present Keadaan umum Tekanan darah Frekuensi nadi : Baik : 150/90 mmHg : 84x/i, regular

28

Frekuensi napas Temperatur BB TB

: 16x/I, teratur : 36,5 Celcius : 64 kg : 156

IMT : 64 kg/(1,56 m)2 : 26,29 kg/m Kesan B. Status Generalis Kepala Mata : bentuk normal, rambut sedikit beruban : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor Hidung Telinga Mulut Leher Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : simetris, NCH (-), rhinorea (-/-), deviasi septum (-/-) : serumen (+/+), othorea (-/-), : caries (-), lidah normal, pembangkakan tonsil T1/T1 : tidak ada pembangkakan KGB leher : : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di ICS V dua jari medial MCL sinistra : Batas atas : ICS III MCL sinistra Batas kanan : ICS IV parasternal line dextra Batas kiri : ICS V dua jari medial MCL sinistra Auskultasi : M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, bising jantung (-) : Overweight

29

Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris : Stem fremitus simetris kanan dan kiri : Sonor pada seluruh lapangan paru : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), rhonki (-/-) : : simetris, tidak terdapat pembengkakan : soepel, nyeri tekan (-), hepar, lien, renal tidak teraba : timpani : bising usus (+) normal :

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

Ekstremitas

Superior : Oedema (-), sianosis (-), kemerahan (-) Inferior : Oedema (-), sianosis (-), kemerahan (+/+), bengkak (+/+) 3.4 RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK DIAGNOSIS Pem. Darah rutin dan Kadar Glukosa Darah Kolesterol total, HDL, LDL Kadar asam urat EKG Foto Thoraks

3.5 Diagnosis Banding Hipertensi Penyakit Jantung Hipertensi / HHD CHF (Congestif Hearth Failure)

30

3.6 Diagnosa Kerja Hipertensi Grade I 3.7 Terapi Puskesmas Captopril 25mg (2x1) Piroxicam 10 mg (2x1) Calcium Bicarbonat (2x1) Ctm (2x1) B-complex 3x1 3.8 Prognosa Quo Ad vitam Quo Ad fungsionam Quo Ad sanationam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam

3.9 Resume Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada hari Sabtu 4 Januari 2014, didapatkan bahwa pasien adalah penderita hipertensi derajat 1 dengan TD : 150/90 mmHg. Pasien telah terdiagnosis hipertensi sejak 4 tahun yang lalu namun tidak rutin berobat ke Puskesmas. Keluhan lain yang ditemukan yaitu pasien cepat terasa lelah, jantung berdebar-debar dan kakinya yang bengkak serta terasa nyeri Anjuran pemeriksaan yang diperlukan seperti pem. Kolesterol, KGD, EKG dan Foto Thorak untuk menegakkan ataupun penapisan terhadap kemungkinan komplikasi dai penyakitnya.

31

3.10

Faktor risiko lingkungan fisik dari penyakit Tidak ada pengaruh langsung, tetapi keadaan rumah yang gelap, ventilasi kurang dan udara dalam ruangan yang panas, serta keadaan sekitar rumah yang tidak bersih bisa menimbulkan berbagai macam penyakit lain.

3.11

Faktor risiko lingkungan biologis dari penyakit Rentan terjadi pada usia diatas 40 tahun. Genetik/turunan penyakit hipertensi dari orangtuanya.

3.12

Faktor risiko perilaku dari penyakit Mengkonsumsi ikan asin dan garam Mengkonsumsi makanan berlemak, kopi Obesitas Stres Tidak ada olahraga secara rutin dan teratur

3.13

Faktor risiko sosial ekonomi Tingkat ekonomi yang rendah Tingkat pendidikan yang rendah Pasien tinggal sendiri di rumah

3.14

Penentuan Masalah Kesehatan Sosial Ekonomi Hiper tensi JK pola makan lingkungan Fisik Biologi umur diet garam Perilaku Promosi Preventif jeniskela

32

3.15

Upaya Promotif Meningkatkan pengetahuan pasien tentang gaya hidup yang baik untuk menjaga kesehatan. Meningkatkan pengetahuan tentang efek samping yang dapat di timbulkan dengan gaya hidup yang kurang sehat, sehingga mereka mempunyai kesehatannya. Memberitahukan kepada anggota keluarga agar segera membawa keluarga yang memiliki gejala hipertensi ke pelayanan kesehatan untuk segera diperiksa dan mendapatkan pengobatan untuk mencegah komplikasi. keinginan mengubah perilaku untuk menjaga

3.16

Upaya Preventif Mengurangi asupan garam. Mengontrol tekanan darah. Menghindari kegemukan (obesitas). Membatasi konsumsi lemak. Meningkatkan aktifitas fisik. Banyak mengkonsumsi buah dan sayuran segar. Menurunkan konsumsi kafein. Mengendalikan penyakit dengan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang kaya sumber kalium, magnesium dan susu. Berusaha membina hidup yang positif.

33

3.17

Upaya Kuratif

Upaya diagnosis dan terapi yang tepat yang bertujuan untuk mengontrol penyakit penderita, mencegah terjadinya komplikasi, dan menurunkan tingkat penderita penyakit tersebut.

3.18

Upaya Rehabilitatif

Kontrol penyakit ke dokter minimal sebulan sekali Monitoring : Tekanan darah Kerusakan organ target : 3.19 Mata (aneurisma, retinopati hipertensi) Ginjal (nefropati hipertensi) Jantung (HHD) Otak (Stroke)

Upaya Psikologis Manajemen stress dengan baik Mengikuti berbagai kegiatan di desa seperti : pengajian islamiah

34

Dokumentasi Kunjungan ke rumah Pasien

35

DAFTAR PUSTAKA 1. Ganong, W.R., 2002, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 20, Jakarta: EGC. 2. Gray, Huon H.; Dawkins, K.D.; Morgan, J.; Simson, I., 2002, Lecture Notes Kardiologi, Ed. 4, Jakarta: Erlangga. 3. Gunawan, Leny, 2001, Hipertensi, Yogyakarta: Kanisius. 4. Hartono, Andry, 2006, Terapi Gizi & Diet Rumah Sakit, Jakarta: EGC 5. Price, S.A.; Wilson, L.M, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC. 6. Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Ed. 2, Jakarta: EGC. 7. Sudoyo, Aru W.; Setiohadi, B.; Alwi, I.; Simadibrata, M.; Setiati, S., 2007, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed. 4. Jakarta : IPD FKUI. 8. Sukandar, Elin Yulianah; Andrajati, R.; Sigit, J.I.; Adnyana, I.K.; Setiadi, A.A.P; Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, Jakarta: PT. ISFI. 9. Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). Hypertension Diagnosis and Treatment. Bloomington (MN): Institue for Clinical Systems

Improvement (ICSI); 2008 October 10. McPhee, Stephen J, et al. Current Medical Diagnosis and Treatment 2009. New York: McGrawHill: 2009

36

Anda mungkin juga menyukai