Oleh:
I Made Someita
(1002105077)
A.
DEFINISI
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera
kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang
tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma
tumpul maupun trauma tembus.
B.
EPIDEMIOLOGI
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di Amerika Serikat kejadian cedera
kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita
meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai
tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Fauzi, 2002).
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih
dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per
tiga dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita.
Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera
bagian tubuh lainnya (Smeltzer and Bare, 2002).
C.
ETIOLOGI
1.
Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera
kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a.
Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b.
Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2.
3.
Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.
D.
4.
Jatuh
5.
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak,
yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul
rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena
benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat
terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak
bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah
edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan
TIK
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran
otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Sedangkan
patofisiologi
menurut
Markum
(1999).
trauma
pada
kepala
menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada
besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari
benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang
diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga
akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan
tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay
oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak
terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra
Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung
meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan
nutrisi kurang (Satya, 1998).
Pathway
Trauma kepala
Ekstra kranial
Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan
vaskuler
Tulang kranial
Intrakranial
Terputusnya
kontinuitas jaringan
tulang
-Perdarahan
-Hematoma
Resiko
infeksi
Nyeri
Iskemia
Peningkatan TIK
Kejang
Perubahan
perfusi jaringan
Hipoksia
-Perubahan outoregulasi
-Odem cerebral
Gangg. Neurologis
fokal
Mual muntah
Papilodema
Defisit Neurologis
Pandangan kabur
Girus medialis lobus
temporalis tergeser
Herniasi unkus
Penurunan
fungsi
pendengaran
Gangg. persepsi
sensori
Defisit
volume cairan
Tonsil cerebelum tergeser
Mesesenfalon tertekan
1. Bersihan jln.
nafas
2. Obstruksi jln.
nafas
3. Dispnea
4. Henti nafas
5. Perub. Pola
nafas
Resiko injuri
Kerusakan
integritas kulit
Immobilisasi
Gangg. kesadaran
Cemas
Defisit perawatan
diri
E. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1.
Berdasarkan Mekanisme
a.
Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b.
Trauma Tembus
Trauma
yang
terjadi
karena
tembakan
maupun
tusukan
benda-benda
tajam/runcing.
2.
GCS 13 - 15
hematoma
b.
GCS 9 - 12
c.
3.
GCS 3 8
a.
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi
pintu masuk infeksi intrakranial.
b.
Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara
anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi
pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter
daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis
lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi
fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan
bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batles sign, lesi
nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1.
2.
Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
3.
c.
Cedera Otak
1)
cidera
tidak
diingat
(amnezia
antegrad),
tetapi
biasanya
Perdarahan Intrakranial
a)
Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat
robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis
haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti pada frontal, parietal,
occipital dan fossa posterior.
b)
Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan
corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan.
Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri
meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara
durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda
meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c)
Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan
berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar
jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah).
Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
d)
Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak.
Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga
karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
subduralis haematoma.
4.
Berdasarkan Patofisiologi
a.
F.
MANIFESTASI KLINIK
1.
2.
Kebingungan
3.
Iritabel
4.
Pucat
5.
6.
Pusing
7.
8.
Terdapat hematoma
9.
Kecemasan
10.
11.
Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
G.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan
melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan
diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
2.
MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3.
Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4.
EEG (Elektroencepalograf)
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5.
X-Ray
Mendeteksi
perubahan
struktur
tulang
(fraktur),
perubahan
struktur
BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7.
PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8.
dilakukan
jika diduga
terjadi perdarahan
subarachnoid
dan untuk
ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial
10.
Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial
11.
Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
G.
PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1.
Observasi 24 jam
2.
3.
4.
Terapi obat-obatan.
a.
b.
Terapi
hiperventilasi
(trauma
kepala
berat),
untuk
mengurangi
vasodilatasi.
c.
d.
e.
Pada trauma berat cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam
pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500 - 3000 TKTP).
5.
I. KOMPLIKASI
1.
Hemorrhagie
2.
Infeksi
3.
c.
Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea/takipnea, sakit
kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai
data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
d.
Keadaan umum
2).
3).
TTV
4).
Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
5).
Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
6).
Sistem Perkemihan
Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9). Sistem Persarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan
sensasi sebagian tubuh.
a. Nervus cranial
N.I
N.II
penglihatan
: gangguan mengunyah
N.VII, N.XII
N.VIII
NO
KOMPONEN
VERBAL
MOTORIK
NILAI
1
2
3
HASIL
Tidak berespon
Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
4
5
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
Reaksi membuka
mata (EYE)
c.
Setiap
Dengan perintah
Tidak berespon
Rangsang nyeri
Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
Spontan
Fungsi motorik
ekstremitas
internasional :
RESPON
Kekuatan normal
Kelemahan sedang
Kelemahan berat (antigravity)
Kelemahan berat (not antigravity)
Gerakan trace
Tak ada gerakan
SKALA
5
4
3
2
1
0
AIRWAY
Identitas
Tgl/ Jam
Triage
Transportasi
:
No. RM
: P1/ P2/ P3
Diagnosis Medis
: Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain
:
:
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Agama
Status Perkawinan
Pendidikan
Sumber Informasi
Pekerjaan
Hubungan
Suku/ Bangsa
Keluhan Utama
Jalan Nafas
: Paten
Tidak Paten
Obstruksi
: Lidah
Cairan
Benda Asing
Darah
Oedema
Gurgling
crowing
Muntahan
Suara Nafas : Snoring
Keluhan Lain: ... ...
Masalah Keperawatan:
Tidak Ada
Tidak ada
secara
BREATHING
Nafas
: Spontan
Tidak Spontan
Asimetris
Irama Nafas
: Cepat
Dangkal
Normal
Pola Nafas
: Teratur
Tidak Teratur
Jenis
: Dispnoe Kusmaul
Suara Nafas
: Vesikuler
Sesak Nafas
: Ada
Cyene Stoke
Wheezing
Lain
Ronchi
Tidak Ada
Tidak Ada
Pernafasan Perut
Nadi
: Teraba
Tidak teraba
N: x/mnt
CIRCULATION
: Ya
Tidak
Sianosis
: Ya
Tidak
CRT
: < 2 detik
> 2 detik
Akral
: Hangat
Dingin
Pendarahan
Turgor
: Elastis
Diaphoresis: Ya
S: ... ...C
Tidak ada
Lambat
Tidak
DISABILITY
: Eye ...
Verbal ...
Motorik ...
Pupil
: Isokor
Unisokor
Pinpoint
Tidak Ada
Medriasis
Kekuatan Otot :
EXPOSURE
Keluhan Lain :
Masalah Keperawatan:
Deformitas
: Ya
Tidak
Contusio
: Ya
Tidak
Abrasi
: Ya
Tidak
Penetrasi
: Ya
Tidak
Laserasi
: Ya
Tidak
Edema
: Ya
Tidak
Luka Bakar
: Ya
Tidak
: ... ...
: ... ...
: ... ...
FIVE INTERVENSI
Masalah Keperawatan:
Monitoring Jantung : Sinus Bradikardi
Sinus Takikardi
Saturasi O2 : %
Kateter Urine : Ada
Tidak
Tidak
GIVE COMFORT
(H 10 SAMPLE
Nyeri : Ada
Tidak
Problem
: ... ...
Qualitas/ Quantitas
: ... ...
Regio
: ... ...
Skala
: ... ...
Timing
: ... ...
Lain-lain
: ... ...
Masalah Keperawatan:
Keluhan Utama
Allergi
Medication/ Pengobatan
Leher
Dada
Ekstremitas
Masalah Keperawatan:
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi,
gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medula
oblongata
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
5. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
7. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan kontinuitas yang rusak akibat trauma kepala.
4.
Evaluasi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi,
gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intracranial teratasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medula
oblongata teratasi
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia teratasi.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran
teratasi.
5. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah teratasi.
6. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intracranial teratasi.
7. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial teratasi.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan kontinuitas yang rusak akibat trauma kepala
teratasi.
9. Ansietas berhubungan dengan kesadaran menurun mengenai kondisi penyakit akibat
trauma kepala teratasi.
10. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi teratasi.
11. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States
of America : Mosby.
NANDA (2005) Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006. NANDA
International. Philadelphia.
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta : EGC.
Potter, P. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, praktek, edisi 4.
EGC, Jakarta.
Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth
volume 3.Jakarta:EGC