Anda di halaman 1dari 21

PERCOBAAN III

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TERHADAP DPPH



A. Tujuan
1. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak daun tapak dara
(Catharanthus roseus) terhadap radikal bebas DPPH.
2. Untuk menghitung IC
50
aktivitas antioksidan ekstrak daun tapak dara
(Catharanthus roseus).

B. Dasar Teori
1. Antioksidan
Dalam pengertian kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa
pemberi elektron (electron donors), secara bologis, pengertian
antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam
dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara
mendorong satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan
sehingga aktivitas senyawa oksidasi tersebut bisa dihambat.
Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena
berikatan dengan fungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi seperti ini
terutama untuk menjaga integritas dan fungsinya membran lipid, protein
sel dan asam nukleat serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi gen
dalam imun sel.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi
3 kelompok yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier.
a. Antioksidan primer (antioksidan endogenus)
Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis. Suatu
senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat
memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal,
kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah
menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja
dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru
atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul
yang kurang reaktif.
Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dimutase (SOD),
katalase, glution peroksida (GSH-Px). Sebagai antioksidan enzim-
enzim tersebut menghambat pembentukkan radikal bebas dengan
cara memutus reaksi berantai (polimerisasi) kemudian mengubahnya
menjadi produk yang lebih stabil.
b. Antioksidan sekuder (antioksidan eksogenus)
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau
non-enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini juga disebut
pertahanan preventif. Antioksidan non-enzimatis dapat berupa
komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah-
buahan. Kerja sistem antioksidan non-enzimatik yaitu dengan cara
memotong reaksi okidasi berantai dari radikal bebas atau dengan
cara menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas tidak akan berekasi
dengan komponen selular.
Antioksidan dan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C,
karoten, flavanoid, asam urat, bilirubin, dan albumin. Senyawa
antioksidan dan non-enzimatis bekerja dengan cara menangkap
radikal bebas (free radical scavenger), kemudian mencegah
reaktivitas amplifikasinya. Ketika jumlah radikal bebas berlebihan,
kadar antioksidan non-enzimatik yang dapat diamati dalam cairan
biologis menurun.
c. Antioksidan tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-
repair dan mentionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini
berfungsi dalam perbaikan biomolekular yang rusak. Akibat
reaktivitas radikal bebas kerusakan DNA yang terinduksi senyawa
radikal bebas didirikan oleh rusaknya single dan double strand, baik
gugus non-basa maupun basa.
(Winarsi, 2007)
2. DPPH
DPPH (1,1-dipheni-2-P-pikrihidrazil) merupakan senyawa radikal
bebas yang paling stabil dibandingkan dengan contoh-contoh radikal
bebas yang lainnya, sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi cukup
dilarutkan dan tidak perlu dibuat recenter paratus dengan cara
mereaksikan perekasi-pereaksi sebagaimana yang dilakukan pada radikal
bebas nitrit oksida. Senyawa ini jika disimpan dalam keadaan kering dan
kondisi penyimpanan yang baik akan tetap stabil selama bertahun-tahun.
(Haryono, 2007)
Senyawa radikal DPPH biasanya digunakan sebagai substrat untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan. Radikal DPPH adalah radikal bebas
stabil dan menerima satu elektron atau hidrogen menjadi molekul yang
tetap. Pengujian aktivitas penangkap radikal bebas DPPH secara
spektrofotometer dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan larutan
DPPH.
Efek penangkapan radikal bebas DPPH meningkat dengan
peningkatan jumlah ekstrak. Aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH
umumnya naik dengan penambahan ekstrak sampai dengan kondisi
tertentu, kemudian aktivitas akan turun dengan penambahan konsentrasi
yang lebih besar lagi.
(Suryanto, 2009)
Potensi antioksidan penangkapan radikal ditentukan dengan
menggunakan DPPH, suatu radikal sintetik yang stabil dalam larutan air
atau metanol dan mampu menerima sebuah elektron atau radikal
hidrogen untuk menjadi molekul diamagnetik yang stabil. DPPH pada uji
ini ditangkap oleh antioksidan yang melepaskan hidrogen, sehingga
membentuk DPPH tereduksi (Dp-Hidrazin). Perubahan warna violet
DPPH menjadi kuning diikuti penurunan serapan pada panjang
gelombang maksimum (517 nm) ini menunjukkan adanya aktivitas
antioksidan yang dapat dilihat dari 1% rendaman (Prastiwi, 2010).

3. Tapak Dara (Catharanthus roseus)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Famili : Apocynaceae
Genus : Catharanthus
Spesies : Catharanthus roseus
b. Morfologi
Tanaman tapak dara merupakan semak yang tidak terlalu besar.
Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah ini menyebar di dataran
rendah sampai ketinggian 800 m di atas permukaan laut. Tapak dara
dapat tumbuh di tempat yang agak terlindung maupun terbuka.
(Muhlisah, 2007)
Tapak dara memiliki nama daerah ratul-ratul, usia, cakar ayam,
kembang serdadu, dan kembang sari cina. Tapak dara termasuk
tanaman semak atau terna tahunan yang tingginya bisa mencapai 200
cm. Batangnya berbentuk bulat tidak berkayu. Daunnya merupakan
daun tunggal berantai pendek. Helai daun berbentuk elips dengan
ujung runcing dan tepi rata (Dewani, 2008).
c. Kandungan kimia
Ada 70 macam alkaloid ditemukan di akar, batang, daun dan biji
tapak dara, termasuk 28 bi-indole alkaloid. Selain itu, tapak dara
mengandung alkaloid antikanker yaitu vinblistin (VLB), vincristine
(VCR), leurosine (VLR), vicadioline, leurosidine, dan catharantine.
(Muhlisah, 2007)
4. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang umumnya digunakan
untuk analisa kimia kuantitatif, namun juga dapat digunakan untuk
analisa kimia semi kuantitatif. Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis
didasarkan pada fenomena penyerapan sinar oleh spesi kimia tertentu di
daerah ultra lembayung (ultraviolet) dan sinar tampak (visible).
Meskipun tidak sepeka analisa dengan teknologi nuklir, analisa
dengan spektrofotometri sinar tampak (colourimetry) memiliki kepekaan
yang cukup tinggi dan mudah dilakukan.
Interaksi radiasi dengan suatu spesi dapat berupa penyerapan
(absorbansi), pemendaran (luminesensi), pancaran (emisi), dan
penghamburan (scattering), tergantung pada sifat materi.
(Huda, 2001)
Jika suatu molekul sederhana dikenakan suatu radiasi
elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi
elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antar molekul dan
radiasi akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat
keadaan tereksitasi (Gandjar, 2011).

C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Batang pengaduk
b. Cawan porselin
c. Corong kaca
d. Gelas kimia 100 mL
e. Kuvet
f. Labu ukur 25 mL
g. Labu ukur gelap 100 mL
h. Pipet tetes
i. Pipet volume 10 mL
j. Propipet
k. Rak tabung
l. Spatel
m. Spektrofotometri UV-Vis
n. Tabung reaksi bertutup
2. Bahan
a. Aluminium foil
b. Ekstrak daun tapak dara
c. DPPH 40 ppm
d. Metanol
e. UC 1000

D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan DPPH
a. Ditimbang 4 mg Kristal DPPH
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur gelap 100 mL
c. Ditambahkan metanol hingga tanda batas
d. Dihomogenkan dengan cara membolak-balikkan labu

2. Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH
a. Dimasukkan 2 mL larutan DPPH 40 ppm ke dalam tabung reaksi
bertutup
b. Ditambahkan 2 mL metanol, dihomogenkan dan dibiarkan di tempat
gelap selama 30 menit pada suhu kamar
c. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 510-520 nm dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis, ditentukan panjang
gelombang maksimumnya
3. Pembuatan larutan stok bahan uji
a. Ditimbang ekstrak sebanyak 25 mg, digunakan metanol sebagai
pelarut
b. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL lalu ditambahkan metanol
hingga tanda batas
c. Dihomogenkan dengan membolak-balik labu ukur
4. Pembuatan variasi konsentrasi
a. Dihitung volume larutan stok yang digunakan untuk membuat
variasi konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, dan 200 ppm dalam
25 mL
b. Dimasukkan ekstrak sesuai perhitungan ke dalm labu ukur 25 mL
c. Dihitung volume pelarut yang ditambahkan pada masing-masing
konsentrasi
d. Dihomogenkan antara pelarut dan ekstrak dengan cara membolak-
balik labu
5. Pembuatan control UC 1000 vitamin C
a. Dipipet 3,5 mL UC 1000 lalu ditambahkan metanol secukupnya
b. Dimasukkan dalam labu ukur 25 mL lalu ditambahkan methanol
sampai tanda batas
6. Pembuatan variasi konsentrasi vitamin C
a. Dihitung volume larutan stok yang digunakan untuk membuat
variasi konsentrasi 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, dan 8 ppm dalam
25 mL
b. Dimasukkan vitamin C sesuai perhitungan ke dalm labu ukur 25 mL
c. Dihitung volume pelarut yang ditambahkan pada masing-masing
konsentrasi
d. Dihomogenkan antara pelarut dan vitamin C dengan cara membolak-
balik labu
7. Pengujian aktivitas antioksidan
a. Dimasukkan 2 mL larutan ekstrak bahan uji dengan variasi
konsentrasi pada masing-masing tabung reaksi bertutup
b. Ditambahkan 2 mL larutan DPPH 40 ppm
c. Dihomogenkan dan dibiarkan ditempat gelap selama 30 menit pada
suhu kamar
d. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 515 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan blanko yang terdiri
dari 2 mL larutan DPPH dan 2 mL metanol
e. Dihitung persen aktivitas antioksidan IC
50
pada ekstrak bahan uji
8. Pengujian antioksidan untuk vitamin C
a. Dimasukkan 2 mL larutan vitamin C dengan variasi konsentrasi pada
masing-masing tabung reaksi bertutup
b. Ditambahkan 2 mL larutan DPPH 40 ppm
c. Dihomogenkan dan dibiarkan ditempat gelap selama 30 menit pada
suhu kamar
d. Diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum 515 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan blanko yang terdiri
dari 2 mL larutan DPPH dan 2 mL metanol
e. Dihitung persen aktivitas antioksidan IC
50
pada vitamin C

E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
a. Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tapak dara
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi (A) % Aktivitas
Antioksidan I II III x
Blanko (0) - - - 0,366 0
50 0,190 0,152 0,141 0,161 56,01
100 0,167 0,162 0,159 0,162 55,74
150 0,213 0,244 0,219 0,225 38,52
200 0,255 0,236 0,227 0,239 34,69

b. Aktivitas antioksidan vitamin C
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi (A) % Aktivitas
Antioksidan I II III x
Blanko (0) - - - 0,528 0
4 0,372 0,342 0,374 0,364 31,08
5 0,288 0,298 0,304 0,297 43,75
6 0,235 0,207 0,207 0,216 59,04
7 0,185 0,176 0,168 0,176 66,67
8 0,113 0,087 0,082 0,094 82,14

2. Perhitungan
a. Pembuatan stok larutan ekstrak
25 mg
50 mL

25 mg
0,05 L

500 ppm
b. Pembuatan stok larutan kontrol vitamin C
1000 mg
140 mL

1000 mg
0,14 L

7143 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

7143 ppm x V
1
= 1000 ppm x 25 mL
V
1
= 3,5 mL
c. Pembuatan seri konsentrasi larutan ekstrak
1) 50 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

500 ppm x V
1
= 50 ppm x 25 mL
V
1
= 2,5 mL
2) 100 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

500 ppm x V
1
= 100 ppm x 25 mL
V
1
= 5 mL
3) 150 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

500 ppm x V
1
= 150 ppm x 25 mL
V
1
= 7,5 mL
4) 200 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

500 ppm x V
1
= 200 ppm x 25 mL
V
1
= 10 mL
d. Pembuatan seri konsentrasi larutan kontrol vitamin C
1) 4 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

1000 ppm x V
1
= 4 ppm x 25 mL
V
1
= 0,1 mL
2) 5 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

1000 ppm x V
1
= 5 ppm x 25 mL
V
1
= 0,125 mL
3) 6 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

1000 ppm x V
1
= 6 ppm x 25 mL
V
1
= 0,15 mL
4) 7 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

1000 ppm x V
1
= 7 ppm x 25 mL
V
1
= 0,175 mL
5) 8 ppm
M
1
x V
1
= M
2
x V
2

1000 ppm x V
1
= 8 ppm x 25 mL
V
1
= 0,2 mL
e. Persen aktivitas antioksidan
Persen aktivitas
A blanko-A sampel
A blanko
x 100
1) Persen aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun tapak dara
a) Konsentrasi 50 ppm
Persen aktivitas
0,366 - 0,161
0,366
x 100
Persen aktivitas = 56,01 %
b) Konsentrasi 100 ppm
Persen aktivitas
0,366 - 0,162
0,366
x 100
Persen aktivitas = 55,74 %
c) Konsentrasi 150 ppm
Persen aktivitas
0,366 - 0,225
0,366
x 100
Persen aktivitas = 38,52 %
d) Konsentrasi 200 ppm
Persen aktivitas
0,366 - 0,239
0,366
x 100
Persen aktivitas = 34,69 %

2) Persen aktivitas antioksidan vitamin C
a) Konsentrasi 4 ppm
Persen aktivitas
0,528 - 0,364
0,528
x 100
Persen aktivitas = 31,06 %
b) Konsentrasi 5 ppm
Persen aktivitas
0,528 - 0,297
0,528
x 100
Persen aktivitas = 43,75 %
c) Konsentrasi 6 ppm
Persen aktivitas
0,528 - 0,216
0,528
x 100
Persen aktivitas = 59,04 %
d) Konsentrasi 7 ppm
Persen aktivitas
0,528 - 0,176
0,528
x 100
Persen aktivitas = 66,67 %
e) Konsentrasi 8 ppm
Persen aktivitas
0,528 - 0,0,94
0,528
x 100
Persen aktivitas = 82,19 %
f. Penentuan IC
50

1) Ekstrak metanol daun tapak dara
a = 66,535 b = -0,162 r = -0,932
y = bx + a
50 = -0,162x + 66,535
-0,162x = -16,535
x
-16,35
-0,162

x = 102,06 ppm
Jadi, IC
50
dari ekstrak metanol daun tapak dara yaitu pada
konsentrasi 102,06 ppm.
2) Vitamin C
a = -18,556 b = 12,518 r = 0,995
y = bx + a
50 = 12,518x 18,556
12,518x = 68,556
x
68,556
12,518

x = 5,476ppm
Jadi, IC
50
dari vitamin C yaitu pada konsentrasi 5,476 ppm.
3. Reaksi
a. DPPH + Antioksidan


F. Pembahasan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menyumbangkan satu atau lebih
elektron kepada radikal bebas serta mampu mencegah terjadinya oksidasi dari
pangan sehingga tidak terjadi radikal bebas. Antioksidan dibedakan menjadi
tiga berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu antioksidan primer, sekunder dan
tersier. Antioksidan primer (endogenus atau enzimatik) dengan mekanisme
kerja memberikan atom hidrogen secara cepat kepada radikal dan segera
menjadi senyawa yang stabil. Contoh antioksidan primer adalah enzim
superoksida dimutase (SOD), katalse, dan glucation peroksidase (eksogenus
alan non-enzimatis). Antioksidan sekunder dengan mekanisme kerjanya
menghambat pembentukan oksigen reaktif dengan cara pengkhelatan metal
atau dirusak pembentukannya. Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin E,
vitamin C dan -karoten. Antioksidan berfungsi dalam perbaikan
biomolekular yang rusak akibat reaktivitas dari radikal bebas.
Radikal bebas ialah molekul yang pada orbit terluarnya mempunyai satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Sifatnya sangat labil dan sangat
reaktif. Senyawa radikal bebas ini berpotensi merusak DNA sehingga
mengacaukan sistem info genetika dan berlanjut pada pembentukan sel
kanker.
Ekstrak metanol daun tapak dara diperoleh melalui ekstraksi dengan
metode soxhlet. Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan atau penarikan
suatu senyawa dari dalam organisme dengan menggunakan pelarut yang
sesuai. Prinsip ekstraksi menggunakan soxhlet adalah menggunakan pelarut
yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi terus-menerus
dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Digunakan
pelarut metanol, karena metanol bersifat semipolar sehingga diharapkan dapat
menarik senyawa kimia baik yang polar maupun non polar dari daun tapak
dara. Kemudian ekstrak yang masih bercampur dengan pelarut metanol
dipisahkan dengan rotary evaporator. Prinsip kerja rotary evaporator adalah
penurunan tekanan pada labu alas bulat dan putaran dengan kecepatan
tertentu, karena teknik tersebut pelarut akan menguap dan zat yang tidak
menguap akan mengendap karena putaran dengan kecepatan tertentu
menyebabkan tumbukan antar partikel. Berdasarkan teori daun tapak dara
mengandung alkaloid, flavonoid, steroid dan terpenoid. Kandungan alkaloid
yang terkandung seperti vincristine dan vinblastine yang berkhasiat sebagai
antikanker. Kandungan alkaloid tersebutlah alasan pengambilan ekstrak daun
tapak dara untuk diuji aktivitas antioksidannya. Mekanisme alkaloid sebagai
antioksidan adalah dengan cara mendonorkan atom H pada radikal bebas.
Mekanisme ini menunjukkan bahwa alkaloid bekerja sebagai antioksidan
primer.
Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu
bahan adalah dengan cara menggunakan radikal bebas DDPH atau 1,1-
diphenyl-picryhidrazil. DPPH adalah radikal bebas sintetik yang bersifat
stabil dan beraktivitas dengan cara menarik elektron bebas pada molekul lain,
sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas. Proses
tersebut akan terjadi terus menerus tanpa adanya antioksidan. DPPH tidak
larut dalam air atau disebut senyawa hidrofobik. Metode DPPH memiliki
beberapa keuntungan yaitu cepat pengerjaan, sensitif dan hanya
membutuhkan sedikit sampel. Kerugiannya adalah penggunaan DPPH harus
dilakukan secara hati-hati karena DPPH mudah teroksidasi oleh cahaya,
oksigen, dan pH.
Percobaan ini menggunakan kontrol positif yaitu vitamin C karena
kemampuan senyawa ini telah terbukti sebagai antioksidan. Sehingga dapat
dibandingkan dengan ekstrak uji yang diharapkan memiliki potensi sebagai
antioksidan lebih tinggi daripada vitamin C. Vitamin C termasuk antioksidan
sekunder karena mekanisme kerjanya dengan cara menghilangkan senyawa
oksigen reaktif dengan atau tanpa bantuan enzim.
Prinsip pengukuran antioksidan dengan cara pengukuran penangkapan
radikal bebas sintetik yaitu DPPH dalam pelarut organik seperti metanol
karena DPPH bersifat hidrofobik yang dilakukan pada suhu kamar oleh suatu
senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan. Proses penangkapan terjadi
melalui mekanisme pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan
oleh DPPH, sehingga DPPH menangkap satu elektron dari senyawa
antioksidan. Reduksi DPPH menjadi DPPH-H menyebabkan perubahan
warna pada DPPH yang semula ungu akan memudar menjadi kuning.
Perubahan warna akan sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap
dengan DPPH sehingga dapat diukur dengan spektrofotometer pada kisaran
panjang gelombang 512-520 nm.
Prinsip kerja spektrofotometri, didasarkan pada fenomena penyerapan
sinar oleh spesi kimia tertentu di daerah ultra lembayung dan sinar tampak,
dimana sumber tenaga radiasi berasal dari sinar lampu hidrogen atau lampu
fungesten kemudian sumber tenaga tersebut menghasilkan radiasi
polikromatik. Radiasi ini dirubah menjadi monokromatik oleh monokromator.
Selanjutnya radiasi monokromatik melewati cuplikan atau sel penyerap.
Radiasi yang melewati cuplikan diteruskan ke detektor untuk dicatat hasilnya.
Parameter untuk menggambarkan hasil pengujian dengan metode DPPH
adalah IC
50

(Inhibition Concentration). IC
50
merupakan konsentrasi larutan
sampel untuk menghambat 50 % radikal bebas sintetik DPPH. Semakin kecil
nilai IC
50
maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya karena dengan
konsentrasi kecil sudah dapat menghambat 50 % radikal bebas sintetik DPPH.
Tahap pertama adalah pembuatan larutan stok ekstrak daun tapak dara
dan Vitamin C. Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan
pengerjaan dalam pembuatan larutan variasi konsentrasi. Pembuatan larutan
stok dilakukan dengan cara melarutkan sejumlah gram ekstrak dan vitamin C
ke dalam sejumlah volume metanol yang telah dihitung, sehingga diperoleh
larutan stok dengan konsentrasi 500 ppm. Penggunaan pelarut metanol karena
DPPH bersifat hidrofobik sehingga dapat larut dalam metanol. Setelah itu
dibuat larutan variasi konsentrasi dengan cara diencerkan dari larutan stok
sehingga didapat 4 variasi konsentrasi yaitu 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm dan
200 ppm. Larutan variasi konsentrasi digunakan sebagai larutan uji yang
bertujuan untuk membandingkan aktivitas antioksidan pada konsentrasi yang
berbeda.
Tahap kedua adalah pembuatan larutan DPPH. Pembuatan dilakukan
dengan cara melarutkan kristal DPPH dengan metanol. Pengunaan pelarut
metanol karena DPPH bersifat hidrofobik sehingga dapat larut dalam metanol.
Kemudian dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum pada larutan
DPPH. Hal tersebut bertujuan untuk mendapat serapan maksimum dari
panjang gelombang maksimum sehingga diperoleh konsentrasi maksimum.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer yang menyatakan bahwa absorbansi
sebanding dengan konsentrasi. Hasil percobaan didapatkan panjang
gelombang maksimum larutan DPPH adalah 516 nm. Larutan DPPH harus
diletakkan dalam botol cokelat dan pembuatan harus dilakukan ditempat
gelap agar DPPH tidak mengalami autooksidasi. Autooksidasi adalah oksidasi
suatu senyawa karena udara atau cahaya. Jika DPPH mengalami autooksidasi
maka akan mengganggu hasil pengamatan. Larutan DPPH yang digunakan
adalah konsentrasi 40 ppm. Karena telah mewakili jumah radikal bebas yang
akan distabilkan dengan donor proton (H
+
) oleh senyawa dari ekstrak.
Tahap ketiga adalah pengujian aktivitas antioksidan dengan penambahan
larutan DPPH (sebagai radikal bebas) dalam masing-masing variasi
konsentrasi ekstrak uji dan vitamin C, dihomogenkan dan didiamkan di
tempat gelap selama 30 menit. Proses pendiaman selama 30 menit bertujuan
agar terjadi reaksi yang optimal antara DPPH dan vitamin C maupun senyawa
antioksidan yang berasal dari ekstrak uji. Diletakkan ditempat gelap DPPH
tidak mengalami autooksidasi. Jika DPPH mengalami autooksidasi maka
akan menggangu hasil pengamatan. Setelah didiamkan didapatkan larutan
yang semula ungu memudar menjadi kuning. Hal tersebut karena elektron
ganjil dari DPPH telah berpasangan dengan hidrogen dari antioksidan pada
ekstrak uji atau oksigen reaktif telah ditangkap oleh vitamin C sehingga
membentuk DPPH-H yang tereduksi yang stabil. Kemudian dilakukan
pengukuran absorbansi pada larutan uji menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum yaitu 516 nm. Pengukuran absorbansi juga
dilakukan pada larutan blanko yang hanya berisi larutan DPPH dan metanol,
karena metanol merupakan pelarut yang digunakan untuk melarutkan ekstrak
yang dikhawatirkan memiliki absorbansi juga begitu juga dengan DPPH
sehingga dapat menyebabkan kesalahan dalam pengamatan. Jika digunakan
larutan blanko, maka absorbansi yang terbaca hanya absorbansi yang dimiliki
oleh sampel. Larutan blanko berfungsi sebagai pembanding. Tujuan
pembuatan larutan blanko ini adalah untuk mengetahui besarnya serapan oleh
zat yang bukan analit (ekstrak). Dalam pengukuran dibuat tiga replikasi untuk
mengurangin nilai kesalahan pada percobaan sehingga didapat hasil yang
akurat.
Nilai absorbansi yang digunakan dalam menentukan persamaan regresi
linier dan persen aktivitas antioksidan. Absorbansi yang terbaca di
spektrofotometer adalah DPPH. Dimana penyerapan sinar oleh ekstrak di
daerah ultra lembayung dan sinar tampak, dimana sumber tenaga radiasi
berasal dari sinar lampu hidrogen atau lampu fungesten kemudian sumber
tenaga tersebut menghasilkan radiasi polikromatik. Radiasi ini dirubah
menjadi monokromatik oleh monokromator. Selanjutnya radiasi
monokromatik melewati cuplikan atau sel penyerap. Radiasi yang melewati
cuplikan diteruskan ke detektor untuk dicatat hasilnya. Pada konsentrasi
ekstrak uji dan vitamin C yang rendah didapatkan absorbansi yang besar. Hal
tersebut karena jumlah antioksidan yang kecil sehingga hanya sedikit atom
hidrogen yang dapat diberikan kepada DPPH sehingga hanya sedikit DPPH
yang dapat diubah menjadi DPPH-H, warna larutan yang dihasilkan masih
ungu pekat yang menandakan konsentrasi DPPH yang masih tinggi, pekatnya
larutan tersebut menyebabkan energi yang digunakan sinar untuk
melewatinya semakin tinggi sehingga absorbansi yang dihasilkan semakin
besar, sedangkan pada konsentrasi yang tinggi didapatkan absorbansi yang
kecil karena jumlah antioksidan yang besar sehingga banyak atom hidrogen
yang dapat diberikan kepada DPPH sehingga hanya banyak DPPH yang dapat
diubah menjadi DPPH-H, warna larutan yang dihasilkan mendadak memudar
menjadi kuning yang menandakan konsentrasi DPPH yang kecil, warna
larutan yang semakin memudar tersebut menyebabkan energi yang digunakan
sinar untuk melewatinya semakin rendah sehingga absorbansi yang dihasilkan
semakin kecil.
Hasil yang diperoleh dari persen aktivitas antioksidan ekstrak metanol
daun tapak dara (Catharantus roseus L.) dari konsentrasi 50 ppm, 100 ppm,
150 ppm, dan 200 ppm secara berurutan ialah 56,01%, 55,79%, 38,52%, dan
37,69% dengan nilai IC
50
102,067 ppm. Sedangkan persentase aktivitas
antioksidan vitamin C dengan konsentrasi 4 ppm, 5ppm, 6 ppm, 7 ppm dan 8
ppm secara berurutan ialah 31,06%, 43,75%, 59,09%, 66,67%, dan 82,19%
dengan nilai IC
50
5,476 ppm.
Berdasarkan teori suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat
kuat jika nilai IC
50
kurang dari 50 ppm, kuat jika nilai IC
50
50-100 ppm,
sedang IC
50
100-150 ppm dan lemah jika IC
50
150-200 ppm. Berdasarkan
teori tersebut, vitamin C tergolong antioksidan sangat kuat sedangkan ekstrak
daun tapak dara tergolong antioksidan sedang. Sehingga dapat disimpulkan,
kemampuan antioksidan ekstrak daun tapak dara lebih lemah dibandingkan
vitamin C.
Data yang diperoleh tidak saling berhubungan baik, karena pada ekstrak
peningkatan konsentrasi menunjukkan penurunan aktivitas antioksidan.
Dikaitkan dengan teori semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi
aktivitasnya. Hal ini tidak sesuai dengan ekstrak karena bisa saja terjadi
banyak kesalahan pada saat pengujian misalnya banyak senyawa pengganggu
yang tidak terisolasi sehingga mengurangi aktivitas antioksidan ekstrak.
Selain itu juga terjadi reaksi autooksidasi pada DPPH sehingga dapat
mengurangi aktivitas radikal bebasnya. Dapat juga terjadi karena waktu
pendiaman antara DPPH dan ekstrak yang kurang lama sehingga aktivitas
antioksidan yang diberikan kurang optimal.

G. Kesimpulan
Berdasarkan pecobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Nilai IC
50
ekstrak daun tapak dara adalah 102,067 ppm.
2. Nilai IC
50
vitamin C adalah 5,476 ppm.
3. Kemampuan antioksidan ekstrak daun tapak dara lebih lemah
dibandingkan vitamin C.



DAFTAR PUSTAKA
Dewiani dan Maloedyn Sitanggang. 2008. Terapi Jus dan 38 Ramuan Tradisional
untuk Diabetes. Agro Media Pustaka: Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib. 2011. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Haryoto, Broto Santoso dan Hafid Nugroho. 2007. Aktivitas Antioksidan Fraksi
Polar Ekstrak Metanol dari Kulit Kayu Batang Shorea accuminatissima
dengan Metode DPPH. Jurnal Ilmu Dasar Vol. 8 No. 2.
Huda, Nurul. 2001. Pemeriksaan Kinerja Spektrofotometri UV-Vis GBC 911A
Menggunakan Pewarna Tartazine CL 19140 Sigma Epsilon IISN 0853-9013
No. 22-21.
Muhlisah, Fauziah. 2007. Tanaman Obat Keluarga. Penebar Swadaya: Depok.
Prastiwi, Rahmawai dkk. 2010. Perbandingan Daya Antioksidan Ekstrak Metanol
Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L.) dengan Rutin Terhadap Radikal
Bebas 1,1-diphenil-2-Pikrihidrazil (DPPH). Pharmacy Vol. 7 No. 1.
Soenanto, Hardi. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan
Obesitas. PT. Elex Media Kompetindo: Jakarta.
Suryanto, Edi dan Frenly Wehantouw. 2009. Aktivitas Penangkap Radikal Bebas
dari Ekstrak Fenolik Daun Sukun (Artocarpus allitilis). C. F. Chem. Prog Vol.
2 No.1.
Winarsih, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius:
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai