Anda di halaman 1dari 5

Reforma

Agraria BPN

Reforma Agraria merupakan implementasi dari mandat Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI), Nomor
IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Keputusan MPR RI Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI
untuk Menyampaikan Saran atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh
Presiden, DPR, BPK dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003. Salah
satu butir saran dimaksud kepada Presiden Republik Indonesia, terkait dengan
perlunya Penataan Struktur Penguasaan, Pemilikan, Pemanfaatan dan
Penggunaan Tanah.

Reforma Agraria atau secara legal formal disebut juga dengan Pembaruan
Agraria adalah proses restrukturisasi (penataan ulang susunan) kepemilikan,
penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian (khususnya tanah).
Dalam pasal 2 TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 dijelaskan bahwa "Pembaruan
agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
sumberdaya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan
perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia".

Dalam tataran operasional Reforma Agraria di Indonesia dilaksanakan
melalui 2 (dua) langkah yaitu:
. Penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan berdsarkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA).
. Proses Penyelenggaraan Land Reform Plus, yaitu penataan aset tanah bagi
masyarakat dan Penataan akses masyarakat terhadap sumber-sumber
ekonomi dan politik yang memungkinkan masyarakat untuk
memanfaatkan tanahnya secara baik. Di dalam penyelenggaraan Land
Reform Plus diselenggarakan dua hal penting yaitu Aset Reform dan Akses
Reform

Maksud dan Tujuan Reforma Agraria
Maksud Reforma Agraria:
. menciptakan sumber-sumber kesejahteraan masyarakat yang berbasis
agraria
. menata kehidupan masyarakat yang lebih berkeadilan
. meningkatkan berkelanjutan sistem kemasyarakatan kebangsaan dan
kenegaraan indonesia, serta
. meningkatkan harmoni kemasyarakatan.

Tujuan Reforma Agraria:
. mengurangi kemiskinan
. menciptakan lapangan kerja
. memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama
tanah

. menata ulang ketimpangan penguasaan pemilikan, penggunaan dan


pemanfaatan tanah dan sumber-sumber agraria
. mengurangi sengketa dan konflik pertanahan dan keagrariaan
. memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup
. meningkatkan ketanahan pangan dan energi masyarakat.

Prinsip-Prinsip Reforma Agraria
. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman
dalam unifikasi hukum;
. mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas
sumberdaya manusia Indonesia;
. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan
optimalisasi partisipasi rakyat;
. mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,
pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria dan sumberdaya
alam;
. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik
untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap
memperhatikan daya tampung dan dukung lingkungan;
. melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan
kondisi sosial budaya setempat;
. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan
dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam;
. mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman
budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam;
. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah
(pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat),
masyarakat dan individu;
. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat
nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat,
berkaitan dengan alokasi dan manajemen sumberdaya agraria dan
sumberdaya alam.


Arah Kebijakan Reforma Agraria

. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-


undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkronisasi
kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-undangan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip Reforma Agraria.
. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan dengan memperhatikan
kepemilikan tanah untuk rakyat, baik tanah pertanian maupun tanah
perkotaan.
. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan
registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.

. Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria


yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik
dimasa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum
dengan didasarkan atas prinsip-prinsip Reforma Agraria.
. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka mengemban
pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang
berkenaan dengan sumberdaya agraria yang terjadi.
. Mengupayakan pembiayaan dalam melaksanakan program pembaruan
agraria dan penyelesaian konflik-konflik sumberdaya agraria yang terjadi.

Dasar Hukum Reforma Agraria
.
.
.
.
.

UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 amandemen keempat


Tap MPR Nomor IX/ MPR/ 2001
Keputusan MPR Nomor 5/MPR/2003
Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960)
Perpres No. 10 Tahun 2006


Objek Reforma Agraria

Tanah merupakan komponen dasar dalam reforma agraria, maka pada
dasarnya tanah yang ditetapkan sebagai objek reforma agraria adalah tanah-
tanah negara dari berbagai sumber yang menurut peraturan perundang-
undangan dapat dijadikan sebagai objek reforma agrarian. Karenanya kegiatan
penyediaan tanah merupakan langkah strategis bagi keberhasilan reforma
agraria. Salah satu contoh sumber tanah objek reforma agrarian adalah tanah
terlantar. Menurut Pasal 9 PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar, tanah terlantar yang sudah ditetapkan menjadi
tanah negara akan menjadi salah satu objek reforma agraria.
Subjek Reforma Agraria

Pada dasarnya subyek Reforma Agraria adalah penduduk miskin di
perdesaan baik petani, nelayan maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin
dalam kategori ini dapat dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat
dengan lokasi, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan kaum miskin dari
daerah lain (perdesaan dan perkotaan).

Ruang Lingkup Reforma Agraria

Ada dua hal utama dalam ruang Lingkup Reforma Agraria

Penataan Hukum

Upaya penataan kembali sistem politik dan hukum pertanahan dimulai
dengan penataan produk hukum yang mengatur pertanahan. Ada 582 produk
hukum yang mengatur masalah pertanahan, tapi banyak di antaranya yang
tumpang tindih, kontradiktif, dan ada beberapa masalah pertanahan yang tidak
diatur sama sekali. Salah satu contohnya adalah pengaturan penguasaan dan
pemilikan tanah untuk pertanian. Penguasaan dan pemilikan lahan perseorangan
untuk pertanian diatur melalui 4 peraturan, yaitu UU No.1 Th 1958, UU No.2 Th

1960, UU Pokok Agraria pasal 7 dan 17, dan UU No.56/60. Tetapi, sama sekali
tidak ada pengaturan kepemilikan badan hukum di bidang pertanian, atau
perseorangan yang non pertanian, dan juga badan hukum yang bukan pertanian.
Upaya-upaya penataan politik dan hukum pertanahan di atas, dilakukan melalui
penyempurnaan, penyusunan dan penerbitan peraturan perundang-undangan
dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan
berbagai peraturan turunannya.

Jumlah Peraturan/Perundangan Bidang Pertanahan


Jenjang
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah
Peraturan/Keputusan Presiden
Instruksi Presiden
Peraturan/Keputusan Menteri/Kepala BPN RI
Surat Edaran Menteri/Kepala BPN RI
Instruksi Menteri/Kepala BPN RI

Jumlah
12
48
22
4
243
209
44

Land Reform Plus



Di dunia, ada empat model reforma agraria yang umumnya diterapkan.
Variasi lokal dari tiap-tiap model bisa beragam bergantung pada masing-masing
negara, namun empat model berikut dapat memberi gambaran umum
bagaimana reforma agraria dijalankan.
. Pertama, reforma agraria radikal. Dalam model ini, tanah orang kaya
diambil dan dibagikan kepada rakyat. Reforma agraria model ini terbukti
gagal dan tidak berkelanjutan di banyak negara, karena prinsip keadilan
diterabas, sehingga konflik sosial bukan diselesaikan namun justru
diperhebat.
. Kedua, reforma agraria berdasarkan konsensus bersama untuk
membagikan tanah yang berlebih kepada masyarakat. Apakah pola ini
bisa diterapkan di Indonesia? Untuk sekarang tidak bisa karena dana yang
dibutuhkan amatlah besar.
. Ketiga, model kolonisasi tanah. Ini juga jelas tidak bisa dilakukan di negeri
yang merdeka.
. Keempat, market based agrarian reform atau reforma agraria yang
metode pengalihannya didasarkan pada mekanisme pasar.
Karena itulah reforma agraria yang paling pas untuk Indonesia adalah reforma
agraria yang berupa land reform plus, yaitu pendekatan dua jenjang asset reform
dan access reform.
. Pertama, tanah yang dikuasai negara dan dimungkinkan oleh undang-
undang, didistribusikan pada masyarakat. Hal ini merupakan sebagian
langkah asset reform yakni penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan
perundangan pertanahan.
. Kedua, setelah menerima tanah, masyarakat diberi akses dan integrasi

dalam sistem ekonomi-politik serta permodalan sehingga terbentuk


pergerakan pasar yang baru. Ini sebagian dari access reform yakni proses
penyediaan akses bagi penerima manfaat terhadap sumber ekonomi dan
politik, seperti: partisipasi ekonomi politik, modal, pasar, teknologi,
pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan yang
memungkinkan mereka untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber
kehidupan. Ini artinya, BPN RI tidak akan berhenti sampai pada
pembagian tanah. Setelah rakyat mendapat tanah, akses ke sektor
ekonomi bagi rakyat juga harus dibangun agar tanah tersebut bisa
menjadi sumber ekonomi mereka.Agar tujuan tersebut bisa dicapai, obyek
dan subyek Reforma Agraria perlu diidentifikasi secara cermat dan rinci.
Tanah yang diredistribusi adalah tanah tanah-tanah yang terkena
ketentuan landreform berasal darikelebihan maksimum, absentee, dan
bekas swapraja, serta tanah negara yang telah ditegaskan menjadi obyek
landreform. Kegiatan Redistribusi didukung oleh dua kegiatan pokok
yakni kegiatan inventarisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah (P4T) guna memperoleh data dan informasi mengenai
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Kegiatan
lainnya adalah penegasan tanah obyek landreform yakni menetapkan dan
merubah status Tanah yang langsung dikuasai negara menjadi Tanah
Obyek Landreform (TOL) untuk selanjutnya Diredistribusikan kepada
Petani Penggarap.


Tahun
1961-2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2005-2011
Kenaikan
(%)




Penegasan Tanah Objek Land Reform


Penerima
Rata-
Jumlah
Rata-
(KK)
Rata
Bidang
Rata
Luas (Ha)
-
-
-
-
2.398.001
-
-
-
-
5.842
5.228

5.727

6.253
36.849

41.338

85.348
136.421

159.595

249.397
107.528

131.075

151.278
99.018

123.742

165.188
96.880

116.865

166.091
481.924
80.320 578.342
96.390 829.397




Rata-
Rata
55.767







138.232
248

Anda mungkin juga menyukai