Anda di halaman 1dari 94

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id










































ommit to user


KEEFEKTIFAN KOMPRES TEPID SPONGE YANG ILAKUKAN
IBU DALAM MENURUNKAN DEMAM PADAANAK:
RANDOMIZED CONTROL TRIAL
DI PUSKESMAS MUMBULSARI
KABUPATEN JEMBER


TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan








Disusun oleh:
MOHAMMAD ALI HAMID
S-540809209



PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

LEMBA
ii
AR PERSET

























TUJUAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user

LEMBA
iii
AR PENGE
























ESAHAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


iv

LEMBAR PERNYATAAN


Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti :
Nama : MOHAMMAD ALI HAMID
NIM : S-540809209

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul KEEFEKTIFAN
KOMPRES TEPID SPONGE YANG DILAKUKAN IBU DALAM
MENURUNKAN DEMAM PADA ANAK: RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI
PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti sendiri dalam tesis tersebut telah diberi
citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka
peneliti bersedia menerima sanksi akademik.


Surakarta, 15 April 2011
Yang membuat pernyataan


Mohammad Ali Hamid
















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


v

Halaman Persembahan

Tesis ini kupersembahkan untuk :
Abuyeh wa Ummi
Untuk segala curahan kasih sayang dan iringan doa yang tak pernah
putus
Untuk ketegaran diri dan kesabaran menanti
Untuk kegalauan hati yang menghampiri
Dan untuk semua tuntunan serta pesan yang berarti
Allah SWT must be really love me to give me such a parent like you...

My Bana
Untuk semua perhatian dan bantuan...
Untuk kedekatan, dukungan dan kebersamaan...
Untuk pengertian yang tiada tara...
Untuk ketaatan yang luar biasa...
Maafkan atas segala ego dan kesalahpahaman...

My Kevi en
Senyummu...
Tangisanmu
Rengekanmu
Intelegensimu
Kelucuanmu
Kenakalanmu
Sungguh luar Biasa
I Love U So Much





perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


vi

ABSTRAK

MOHAMMAD ALI HAMID, NIM: S-540809209. JUDUL: KEEFEKTIFAN
KOMPRES TEPID SPONGE YANG DILAKUKAN IBU DALAM
MENURUNKAN DEMAM PADA ANAK: RANDOMIZED CONTROL TRIAL DI
PUSKESMAS MUMBULSARI KABUPATEN JEMBER. Komisi Pembimbing I:
Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. Pembimbing II: DR. Nunuk Suryani,
MPd. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana.
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.



Kompres hangat konvensional adalah pemberian kompres hangat yang
dilakukan pada reseptor suhu pada tubuh dengan menggunakan media botol
disposibel yang diberi air hangat pada klien dengan peningkatan suhu tubuh 37,5
o
C yang berguna untuk mengeluarkan panas tubuh. Tepid sponge adalah sebuah
teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh
darah besar superficial dengan teknik seka. Tujuan dari tesis ini adalah mengetahui
keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam menurunkan
demam pada anak.
Disain penelitian ini menggunakan Randomized Control Trial yang
digunakan untuk mengetahui keefektifan kompres tepid sponge yang dilakukan Ibu
dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam. Instrumen yang digunakan pada
penelitian ini adalah termometer aksila, termometer air, dan lembar observasi.
Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 anak, yang diambil dengan teknik simple
random sampling.
Analisis yang digunakan adalah t test dengan P value perbedaan rerata
penurunan suhu masing-masing kelompok pada menit ke-5=0,079, menit ke-
15=0,956, menit ke-30=0,030, menit ke-60=0,000, menit ke-90=0,032 dan menit ke-
120=0,010.
Penurunan suhu tubuh pada kelompok tepid sponge mulai terjadi pada menit
ke-6 dan terus menurun tajam hingga menit ke-90 mencapai 1
0
C. Penurunan suhu
tubuh pada masing-masing kelompok terjadi setelah perlakuan sampai pada menit
ke-90. Setelah itu suhu tubuh anak cenderung meningkat kembali.
Kesimpulan penelitian ini adalah kompres hangat tepid sponge yang
dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu anak dengan demam. Rekomendasi
penelitian ini tepid sponge diberikan pada anak dengan demam, maupun kejang
demam untuk menurunkan suhu tubuh anak.

Kata kunci : kompres konvensional, tepid sponge, suhu dan demam










perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


vii

ABSTRACT

MOHAMMAD ALI HAMID, NIM: S-540809209. TITLE: THE EFFECTIVENESS
OF TEPID SPONGE COMPRESS DOING BY MOTHERS IN REDUCING
HYPERTHERMIA OF CHILDREN: RANDOMIZED CONTROL TRIAL IN LOCAL
GOVERMENT CLINIC OF MUMBULSARI, REGENCY OF JEMBER.
Commision Of Counselor I: Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. Counselor II:
DR. Nunuk Suryani, MPd. Thesis: Masters Progrmas in Family Medicine, Post
Graduate Program Of Sebelas Maret University Of Surakarta. 2011.


Conventional warm compress is an extending of warm compress that is
done to the temperature receptor of the body by using disposable bottle that is filled
by warm water to the client with the increasing of temperature 37,5C that is
functioned to decrease the temperature. Tepid Sponge compress is a warm compress
technique by mixing blok compress technique in superficial blood vessels with
washing technique.This research aimed to know the effectiveness of Tepid Sponge
compress doing by mothers in reducing hyperthermia of children.
The design of this research uses Randomized Control Trial to know the
effectiveness of Tepid Sponge compress doing by mothers in reducing hyperthermia
of children. The instruments in this research are axillary thermometer, water
thermometer and observation sheets. The samples of this research are 30 children
that are taken by simple random sampling.
The analysis using t test with P value of mean differences of lowering
body temperature of each groups to 5
th
minute= 0,079, 15
th
minute= 0,956, 30
th

minute= 0,030, 60
th
minute= 0,000, 90
th
minute= 0,032 and 120
th
minute= 0,010.
The lowering of body temperature of tepid sponge group starts at 6
th
minute
and continues lowered until 90
th
minute up to 1
0
C. The lowering of body
temperature of each groups start after treatment until 90
th
minutes. After that time the
body temperature starts rise up again.
The conclusion of this research is tepid sponge warm compress is effective
in reducing hyperthermia of children. The recommendation of this research is tepid
sponge is given to the children either who suffer fever or febril convultion to
decrease the childrens temperature.

Keywords; Conventional compress, tepid sponge, temperature and fever.











perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Keefektifan
Kompres Tepid Sponge Yang dilakukan Ibu Dalam Menurunkan Demam Pada Anak:
Randomized Control Trial Di Puskesmas Mumbulsari Kabupaten Jember.
Terselesaikannya tesis ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah
banyak membantu, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Prof. DR. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan dukungan.
2. Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. DR. dr. Didik Tamtomo, M.Kes., MM, PAK., selaku Ketua Program Studi
Kedokteran Keluagra Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan kesempatan dalam penyusunan penelitian ini.
4. P. Murdani K., dr. MHPed., selaku Ketua Minat Utama Pendidikan Profesi
Kesehatan Program Studi Kedokteran Keluagra Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan
dalam penyusunan penelitian ini.
5. Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. pembimbing I dalam penyusunan
penelitian ini yang telah banyak memberikan masukan.
6. DR. Nunuk Suryani, MPd. selaku pembimbing II dalam penyusunan penelitian
ini yang dengan sabar memberikan arahan dan masukan.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


ix

7. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Kedokteran Keluagra Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak
membantu.

Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penyusunan tesis ini. Oleh
karena itu peniliti mengharap saran dan kritik yang bersifat konstuktif bagi
kesempurnaan penelitian ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Jember, April 2011

Penulis














perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


x

DAFTAR ISI

Halaman
Judul ......... i
Lembar Persetujuan............................................................................. ii
Lembar Pengesahan............................................................................. iii
Lembar Pernyataan.............................................................................. iv
Halaman Persembahan......................................................................... v
Abstrak... vi
Abstract.. vii
Kata Pengantar . viii
Daftar Isi .... x
Daftar Gambar ... xii
Daftar Tabel xiii
Daftar Lampiran xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah 6
D. Perumusan Masalah. 7
E. Tujuan Penelitian 7
F. Manfaat Penelitian.. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori.. 9
1. Konsep Pendidikan Kesehatan.. 9
2. Konsep Anak. 13
3. Konsep Demam. 23
4. Kompres Hangat Konvensional.. 37
5. Kompres Hangat Tepid Sponge. 38
B. Penelitian yang Relevan... 40
C. Kerangka Berpikir.... 45
D. Hipotesis Penelitian. 46

BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian....... 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 47
C. Populasi dan Sampel...................................................... 47
D. Rancangan Peneltian....................................................... 48
E. Variabel Penelitian........................................................... 48
F. Definisi Operasional........................................................ 49
G. Instrumen Penelitian........................................................ 50
H. Teknik Pengumpulan Data............................................. 50
I. Analisis Data................................................................... 51



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


xi

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.. .. 52
1. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian. 52
2. Data Khusus 54
B. Pembahasan.... 63
C. Keterbatasan Penelitian..... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan... 78
B. Implikasi 78
C. Saran................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA . 82

LAMPIRAN-LAMPIRAN



































perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


xii

DAFTAR GAMBAR



Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Demam. 27


Gambar 2.2 Kerangka Berpikir........ 45


Gambar 3.1 Kerangka Penelitian........ 48


Gambar 4.1 Kurva Rerata Perubahan Suhu Menurut Waktu.. 62
























perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


xiii

DAFTAR TABEL


Halaman
Tabel 4.1 Distribusi Karekteristik Responden.... 52

Tabel 4.2 Suhu Awal Responden Kelompok Kompres
Konvensional dan Tepid Sponge............................... 54

Tabel 4.3 Suhu Akhir Responden Kelompok Kompres
Konvensional dan Tepid Sponge............................... 55

Tabel 4.4 Fluktuasi Suhu Responden Kelompok
Kompres Konvensional... 56

Tabel 4.5 Fluktuasi Suhu Responden Kelompok
Kompres Tepid Sponge... 57

Tabel 4.6 Perbedaan Rerata Nilai Suhu Awal dan Suhu Akhir
Responden Dengan Perlakuan Kompres
Konvensional dan Tepid Sponge............................... 58

Tebel 4.7 Penurunan Suhu Tubuh Menurut Waktu Pada
Responden Dengan Perlakuan Kompres
Konvensional dan Tepid Sponge................................ 49

















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


xiv

DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1 Ganchart Kegiatan Penelitian

Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3 Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4 Kuisioner Penelitian

Lampiran 5 Protokol Intervensi

Lampiran 6 SAP Teknik Kompres Konvensional

Lampiran 7 SAP Teknik Kompres Tepid Sponge

Lampiran 8 Kriteria Penilaian Status Hidrasi

Lampiran 9 Kriteria Penilaian Status Nutrisi

Lampiran 10 Tabulasi Data Penelitian Kelompok Kompres Konvensional

Lampiran 11 Tabulasi Data Penelitian Kelompok Kompres Tepid Sponge

Lampiran 12 Print Out Analisis Data

Lampiran 13 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 14 Daftar Riwayat Hidup

















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan sumber daya manusia suatu bangsa. Anak harus hidup
sejahtera agar tumbuh dan berkembang dengan optimal untuk melaksanakan tugas-tugas
pembangunan dimasa yang akan datang. Sebaliknya penuruanan kualitas hidup anak akan
memiliki efek jangka panjang terhadap kehidupan pribadinya sebagai individu maupun
sebagai bagian dari kehidupan sosialnya. Anak yang status kesehatannya sering
terganggu kelak akan tumbuh menjadi pribadi yang lemah dan tidak siap untuk
mengemban tugas sebagai agen penerus bangsa (Bidulph, dalam Damayanti, 2008).
Faktor yang mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah wilayah
tropis, dimana wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk
berkembangbiak contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare. Berbagai penyakit
itu biasanya semakin mewabah pada musim peralihan. Terjadinya perubahan cuaca
tersebut mempengaruhi perubahan kondisi kesehatan anak. Kondisi anak dari sehat
menjadi sakit mengakibatkan tubuh bereaksi untuk meningkatkan suhu yang disebut
sebagai demam ( Damayanti, 2008).
Demam pada anak umumnya disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat
dikenali dan demam menghilang pada masa yang pendek (Nelson, 2000). Peningkatan
suhu tubuh pada anak sangat berpengaruh terhadap fisiologis organ tubuhnya, karena luas
permukaan tubuh relatif kecil dibandingkan pada orang dewasa, menyebabkan
ketidakseimbangan organ tubuhnya. Peningkatan suhu tubuh yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan dehidrasi, letargi, penurunan nafsu makan sehingga asupan gizi berkurang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


2

termasuk kejang yang mengancam kelangsungan hidupnya, lebih lanjut dapat
mengakibatkan terganggunya proses tumbuh kembang anak (Reiga, 2010).
Protokol Kaiser Permanete Appointment and Advice Call Center mendefinisikan
demam atau febris untuk semua umur yaitu temperature rektal diatas 38
o
C, aksilar 37,5
dan diatas 38,2
o
C dengan pengukuran membrane tympani. Sedangkan demam tinggi bila
suhu tubuh diatas 39,5
o
C, dan hiperpireksia bila suhu > 41
o
C (Kania, 2010).
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh
orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke Unit Gawat Darurat (UGD) anak,
meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat orang tua atau pengasuh
menjadi risau. Hasil penelitian menunjukkan 80% orang tua fobia terhadap demam
(Kania, 2010). Demam yang berhubungan dengan infeksi kurang lebih 29-52%
sedangkan 11-20% dengan keganasan, 4% dengan penyakit metabolik dan 11-12%
dengan penyakit lain. Dampak demam jika tidak mendapatkan penanganan lebih lanjut
antara lain dehidrasi sedang hingga berat, kerusakan neurologis dan kejang demam
(Valita, 2008).
Secara definitif terdapat dua tindakan untuk menurunkan suhu tubuh pada klien
dengan febris, yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi fisik. Pemberian obat
antipiretik merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna
khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis,
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang demam
(Kania 2010). Terapi fisik dapat dilakukan dengan menempatkan anak diruangan bersuhu
dan bersirkulasi baik, mengganti pakaian anak dengan pakaian yang tipis dan menyerap
keringat, memberikan hidrasi yang adekuat, dan memberikan kompres (Rina, 2007).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


3

Penanganan demam pada anak dengan terapi fisik dapat dilakukan dengan
kompres hangat. Beberapa penelitian tentang pengaruh kompres hangat dalam
menurunkan suhu anak dengan febris telah dilakukan. Purwanti (2006), dan Valita (2008)
melalui penelitiannya telah membuktikan ada pengaruh pemberian kompres hangat
(teknik blok aksila) terhadap penurunan suhu anak demam. Triredjeki (2002)
menyimpulkan kompres hangat (teknik blok axila) lebih efektif dalam menurunkan suhu
anak febris dibandingkan dengan kompres dingin yang dicobakan pada 30 anak usia 5-12
tahun dengan cara random ordinal (Damayanti, 2008). Namun pada penelitian ini tidak
memperhitungkan faktor status nutrisi klien sebagai faktor perancu dalam hasil
pengukuran penurunan suhu tubuh. Selain itu pengukuran penurunan suhu tubuh pada
kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan dilakukan pada waktu yang
bervariasi (tidak konsisten), misalnya pengukuran dilakukan 10 menit setelah perlakuan.
Sehingga metode ini bisa menjadi penyebab terjadinya ketidakakuratan hasil penelitian.
Pemberian kompres hangat pada aksila sebagai daerah dengan letak pembuluh
darah besar merupakan upaya memberikan rangasangan pada area preoptik hipotalamus
agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju
hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh
sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang
lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter dan Perry, 2005).
Salah satu teknik untuk menurunkan suhu tubuh adalah dengan tepid sponge
dengan cara yang benar (Thomas, 2008). Tepid sponge dengan cara benar menurunkan
demam lebih cepat 15 menit dari pada hanya dengan obat anti piretik (Alves, 2008).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


4

Tepid Sponge merupakan alternatif teknik kompres hangat yang marak diteliti
dinegara maju maupun di negara berkembang lainnya. Tujuan utama teknik kompres ini
adalah menurunkan suhu tubuh febris. Teknik ini mulai di kembangkan dan di teliti di
negara maju seperti Amerika dan Inggris. Hingga ahir-ahir ini teknik ini terus di teliti dan
meluas kenegara lain seperti Brazil, Singapura, dan india. Alves et all. (2008)
mempublikasikan hasil penelitiannya yang menunjukkan percepatan penurunan suhu
klien febris yang mendapatkan terapi antipiretik dan Tepid Sponge dibandingkan dengan
klien yang hanya mendapatkan terapi antipiretik saja (Alves et All., 2008). Namun pada
penelitian ini tidak mempertimbangkan adanya pengaruh tipe demam, status nutrisi dan
hidrasi terhadap penurunan suhu pada anak. Sehingga banyak faktor perancu yang tidak
dipertimbangkan yang akan mengaburkan hasil penelitian.
Teknik Tepid Sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini
menggunakan kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, melainkan langsung
dibeberapa tempat yang memilliki pembuluh darah besar. Selain itu masih ada perlakuan
tambahan yaitu dengan memberikan seka di beberapa area tubuh sehingga perlakuan
yang terapkan terhadap klien pada teknik ini akan semakin komplek dan rumit
dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan kompres blok langsung diberbagai
tempat ini akan memfasilitasi penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan lebih gencar.
Selain itu pemberian seka akan mempercepat pelebaran pembuluh darah perifer akan
memfasilitasi perpindahan panas dari tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin
mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga, 2010).
Keperawatan sebagai pelayanan professional, dalam aplikasinya harus dilandasi
oleh dasar keilmuan keperawatan yang kokoh. Perawat harus mampu berfikir logis, kritis
dalam menelaah dan mengidentifikasi fenomena respon manusia. Banyak bentuk-bentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


5

pengetahuan dan keterampilan berfikir kritis harus dilakukan pada setiap situasi klien,
termasuk dalam penanganan masalah febris. Perawat tidak boleh ketinggalan informasi,
hasil penemuan dan riset terbaru, atau bahkan mengembangkan riset terkait yang
berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapinya (Tawi,2008).
Tepid Sponge merupakan salah satu teknik kompres hangat untuk menurunkan
suhu tubuh febris. Hingga akhir-akhir ini teknik ini terus di teliti dan meluas ke negara
lain seperti Brazil dan Singapura. Alves et all. (2008) mempublikasikan hasil
penelitiannya yang menunjukkan percepatan penurunan suhu klien febris yang
mendapatkan terapi antipiretik dan Tepid Sponge dibandingkan dengan klien yang hanya
mendapatkan terapi antipiretik saja (Alves et all., 2008)
Dalam keperawatan komunitas, penanganan demam secara mandiri oleh orang
tua khususnya ibu penting untuk dilakukan. Karena prognosis anak dengan demam dapat
menjadi kejang demam yang merupakan salah satu gawat darurat anak apabila tidak
segera ditangani. Teknik kompres Tepid Sponge merupakan teknik kompres yang mudah
yang dapat dilakukan dengan mudah oleh tenaga kesehatan bahkan oleh orang tua
khususnya ibu apabila telah mendapatkan pendidikan kesehatan.
Data dari Puskesmas mumbulsari menyebutkan peningkatan pasien anak dengan
demam pada bulan Nopember Desember 2010 masing-masing 15, 17, dan 20 anak pada
bulan Desember 2010 dimana 80% dari pasien adalah pasien Askeskin (PKM
Mumbulsari, 2010).
Berdasarkan permasalahan diatas, penulis bermaksud melakukan penelitian yang
akan menganalisis keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan Ibu dalam
menurunkan demam pada anak di Puskesmas Mumbulsari.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


6

B. Identifikasi Masalah Penelitian
Demam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap suatu infeksi. Umur
anak dan tanda serta gejala yang muncul sangat penting dalam menentukan
kemungkinan adanya penyakit yang serius (Kania, 2010). Pada suatu kondisi tertentu
klien dengan demam membutuhkan pertolongan terapi yang salah satunya bisa
menggunakan terapi non farmakologis berupa kompres hangat, seperti kompres hangat
teknik konvensional blok aksila dan teknik Tepid Sponge. Namun pada penerapannya
perawat akan mendapatkan kendala dalam menentukan teknik kompres hangat yang
paling tepat dan cepat dalam menurunkan suhu tubuh kliennya apabila klien masih
berada di rumah.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang teknik
kompres antara lain adalah tingkat pendidikan, umur, lingkungan, pekerjaan, keluarga,
minat, pengalaman, kebudayaan dan informasi yang didapatkan sebelumnya dari orang
lain. Dengan dilakukannya pendidikan kesehatan kepada Ibu tentang teknik kompres
Tepid Sponge diharapkan Ibu dapat melakukan pertolongan pertama pada anak demam
apabila dalam penelitian ini terbukti efektif.

C. Pembatasan Masalah
Mengingat terbatasnya waktu, tenaga dan biaya maka peneliti hanya akan meneliti
keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan dalam menurunkan demam
pada anak.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


7

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan tersebut di atas, maka
masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan: Apakah teknik kompres Tepid
Sponge yang dilakukan ibu efektif dalam menurunkan demam pada anak?

E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu
dalam menurunkan demam pada anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh anak yang dilakukan teknik kompres
Tepid Sponge.
b. Mengidentifikasi penurunan suhu tubuh anak yang dilakukan teknik kompres
konvensional.
c. Menganalisis keefektifan teknik kompres Tepid Sponge yang dilakukan ibu dalam
menurunkan demam pada anak.

F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoris
Memberikan bukti-bukti empiris bahwa teknik kompres tepid sponge yang
dilakukan ibu efektif dalam menurunkan demam pada anak.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


8

2. Manfaat Praktis
a. Bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan acuan perkembangan materi keperawatan
khususnya dibidang keperawatan komunitas dan pendidikan kesehatan untuk
meningkatkan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi kepada klien dan keluarga.
b. Bagi instansi terkait, masukan bagi institusi untuk lebih meningkatkan mutu
pelayanan dan meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan pada klien
dengan demam, hususnya pada area keperawatan anak.
c. Bagi klien dan keluarga, memberikan informasi dan motivasi kepada klien dan
keluarga untuk meimilih dan menerapkan perawatan demam dengan tepat dan
mandiri.
d. Bagi masyarakat, memberikan informasi dan pengetahuan tambahan kepada
masyarakat tentang pentingnya teknik kompres yang tepat untuk menangani masalah
demam di kehidupan sehari-hari.
e. Bagi peneliti, memberikan pengetahuan tambahan tentang materi keperawatan
terutama dibidang keperawatan anak dan pendidikan kesehatan sehingga nantinya
dapat dijadikan bahan penyuluhan kepada masyarakat dalam upaya peningkatan
kemandirian masyarakat dalam menangani masalah demam.
f. Bagi peneliti selanjutnya, menjadi landasan dan pengembangan pada penelitian
berikutnya dalam memperluas keilmuan keperawatan khususnya pada area
keperawatan anak dan kebutuhan dasar manusia.
g. Bagi dunia keperawatan, memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori
keperawatan khususnya di area keperawatan anak dan komunitas.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Konsep Pendidikan Kesehatan
Semua petugas kesehatan telah mengakui bahwa pendidikan kesehatan penting untuk
menunjang program-program kesehatan yang lain. Akan tetapi pada kenyataannya pengakuan
ini tidak didukung oleh kenyataan. Artinya dalam program-program pelayanan kesehatan
kurang melibatkan pendidikan keehatan. Meskipun program itu mungkin telah melibatkan
pendidikan kesehatan tetapi kurang kurang memberikan bobot. Argumentasi mereka adalah
karena pendidikan kesehatan itu tidak segera dan jelas memperlihatkan hasil. Dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan itu tidak segera segera membawa manfaat bagi
masyarakat dan yang mudah mudah dilihat atau diukur. Hal ini memang benar karena
pendidikan adalah merupakan behavioral investment jangka panjang. Hasil investment
pendidikan kesehatan baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian (Notoatmojo, 2003).
Dalam waktu yang pendek pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan masyarakat. Sedangkan peningkatan pengetahuan saja belum akan
berpengaruh langsung terhadap indikator kesehatan. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh
kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah dari pendidikan kesehatan. Selanjutnya
perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada mendekatnya indikator kesehatan masyarakat
sebagai keluaran (outcome) pendidikan kesehatan.
Hal-hal berbeda dengan program kesehatan yang lain, terutama program pengobatan
yang dapat langsung memberikan hasil terhadap penurunan kesakitan (Notoatmojo, 2003).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


10

1.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di bidang kesehatan.
Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu praktek pendidikan. Oleh
sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada
bidang kesehatan.
Konsep dasar pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih
dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat.
Konsep ini berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia sebagai mahluk sosial dalam
kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan
bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa, lebih pandai, lebih mampu,
lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut, seorang individu, kelompok atau
masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar itu mempunyai ciri-
ciri: belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau
masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar
adalah bahwa perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk
waktu yang relatif lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha dan
disadari, bukan karena kebetulan. (Notoatmojo, 2003).
1.2 Peran Pendidikan Kesehatan
Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu
kepada H. L. Blum. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai salah satu Negara
yang sudah maju, Belum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling
besar terhadap status kesehatan. Kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


11

andil kedua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil yang paling kecil terhadap
status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap status
kesehatan di Negara-negara berkembang, terutama di Indonesia belum ada penelitian.
(Notoatmojo, 2003).
1.3 Proses pendidikan kesehatan
Seperti telah disebutkan di atas bahwa prinsip pokok pendidikan kesehatan adalah
proses belajar. Didalam kegiatan belajar terdapat 3 persoalan pokok, yakni persoalan masukan
(input), proses dan persoalan keluaran (output).
Persoalan masukan dalam pendidikan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran
didik) yaitu individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan
berbagai latar belakangnya.
Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan
(perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Didalam proses ini terjadi perubahan timbal balik
antara berbagai faktor, antara lain: subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator), metode
dan teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan
keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau perubahan
perilaku dari subjek belajar.
Beberapa ahli pendidikan mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi proses
belajar ke dalam 4 kelompok besar, yakni faktor materi (bahan belajar), lingkungan,
instrumental dan subjek belajar. Faktor instrumental ini terdiri dari perangkat keras
(hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga dan perangkat lunak (software)
seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi dan sebagainya. Subyek belajar dalam
pendidikan kesehatan dapat berupa individu, kelompok, atau masyarakat (Notoatmojo, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


12

1.4 Metode pendidikan kesehatan
1.4.1 Pendidikan individu
Metode ini bersifat individual digunakan untuk membina perilaku atau membina
seseorang mulai tertarik untuk melakukan suatu perubahan perilaku. Bentuk pendekatan ini
antara lain:
1. Bimbingan dan penyuluhan (guidance dan counceling)
Cara ini menjadikan kontak antara keluarga dengan petugas lebih intensif. Klien dengan
kesadaran dan penuh pengrtian menerima perilaku tersebut.
2. Metode pendidikan kelompok
Metode tergantung dari besar sasaran kelompok serta pendidikan formal dari sasaran.
a..Kelompok besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan lebih dari 15
orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah pertama, ceramah, yaitu metode
yang baik untuk sasaran dengan pendidikan tinggi atau rendah. Kedua, seminar, yaitu
metode yang baik untuk sasaran dengan pendidikan menengah keatas berupa presentasi
dari satu atau beberapa ahli tentang topik yang menarik dan aktual.
b.Kelompok kecil
Jumlah sasaran yang kurang dari 15 orang, metode yang cocok untuk kelompok ini
adalah: Pertama, diskusi kelompok, kelompok bisa bebas berpartisipasi dalam diskusi
sehingga formasi duduk peserta diatur saling berhadapan. Kedua, curah pendapat (brain
storming) merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Usulan atau komentar yang
diberikan peserta terhadap tanggapan-tanggapannya, tidak dapat diberikan sebelum
pendapat semuanya terkumpul. Ketiga, bola salju, kelompok dibagi dalam pasangan
kemudian dilontarkan masalah atau pertanyaan untuk diskusi mencari kesimpulan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


13

Keempat, memainkan peran yaitu metode dengan anggota kelompok ditunjuk sebagai
pemegang peran tertentu untuk memainkan peranan. Kelima, stimulasi merupakan
gabungan antara role play dan diskusi kelompok
3. Metode pendidikan massa
Metode ini menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat
umum (tidak membedakan umur,jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi dan
sebagainya). Pada umumnya pendekatan ini tidak langsung, biasanya menggunakan media
massa, contoh metode ini antara lain ceramah umum.
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah, biasanya
sering digunakan pada acara hari kesehatan nasional, pejabat berpidato dihadapan massa
untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan.
1. Pidato atau diskusi melalui media elektronik.
2. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan tentang suatu
penyakit.
3. Artikel atau tulisan yang terdapat dalam majalah atau koran tentang kesehatan.
4. Bilboard yang dipasang di pinggir jalan, spanduk, poster dan sbagainya
(Efendi, 2008).
2. Konsep Anak
Memahami anak-anak dan pertumbuhan serta perkembangan mereka merupakan
hal yang esensial untuk meningkatkan kesehatan dan menetapkan pola yang sehat.
Perawtan harus memiliki pemahaman yang jelas tentang pertumbuhan yang normal serta
tahap perkembangan untuk membimbing dan meningkatkan kondisi normal dan untuk
mendeteksi dan mencegah kondisi abnormal. Praktik keperawatan yang di terapkan harus
didasarkan pada prinsip pertumbuhan dan perkembangan yang diatur dan diarahakan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


14

membantu anak-anak dan keluarga dalam beradaptasi terhadap perubahan kondisi
eksternal maupun internal (Potter dan Perry, 2005).
1. Pengertian Anak
Secara umum berdasarkan teori perkembangan periode anak dimulai dari sejak
lahir dan berahir hingga remaja akhir (0-21 tahun). Pengklasifikasian anak dalam konsep
keperawatan di gambarkan oleh Wong kedalam empat tahapan pertumbuhan yang dimulai
dari periode bayi, periode masa kanak-kanak awal, masa kanak-kanak pertengahan, dan
masa kanak-kanak akhir. Kemudian wong membagi tiap periode tersebut kedalam
beberapa tahap berdasarkan usia anak (Potter dan Perry, 2005).
UU RI Nomor 23 tahun 2002, bab 1 pasal 1 menegaskan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Manusia sebagai klien dalam keperawatan anak adalah individu yang unik yang masih
dalam proses tumbuh kembang. Perlindungan anak adalah segala kgiatan yang menjamin
dan melindungan anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sedangkan hak anak adalah
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,
keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara (Rohmah, 2009).
2. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakann hal yang berurutan, proses
yang dapat diprediksi mulai dari masa pembentukan dan berlanjut sampai kematian.
Seluruh manusia mengalami kemajuan melalui fase pertumbuhan dan perkembangan yang
pasti tetapi tahapan dan perilaku kemajuan ini sifatnya sangat individual sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


15

memungkinkan perbedaan pencapaian tahapan pertumbuhan dan perkembangan dari satu
anak dengan yang lainnya (Suriadi dan Yuliani, 2006).
Penelitian terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia menghasilkan
beberapa teori perkembangan. Teori ini bermacam-macam berdasarkan bagaimana
manusia dilihat dan aspek perkembangan yang ditekankan. Beberapa teori melihat
perkembangan sebagai proses yang berlangsung terus, berpindah dari hal-hal yang
sederhana kearah yang kompleks. Teori lain melihat bahwa proses tersebut tidak
berlangsung terus, dengan pilihan periode hubungan keseimbangan dan
ketidakseimbangan. Profesi pelayanan kesehatan sering menggunakan kerangka kerja teori
yang berbeda sebagai dasar untuk keperawatan. Karena teori berbeda-beda, penting untuk
mengkomunikasikan secara efektif dengan profesi kesehatan lain ketika memberikan
pelayanan kesehatan yang dikoordinasi, dan perawat harus mengenal teori perkembangan
yang umum (Potter dan Perry, 2005).
Suriadi dan Yuliani (2006) mendefinisikan pertumbuhan sebagai peningkatan
ukuran fisik, keseluruhan atau sebagian yang dapat diukur. Grafik perumbuhan ini meliputi
tinggi, berat badan, dan diameter pada lipatan kulit. Sedangkan perkembangan
didefinisikan sebagai rangkaian peningkatan keterampilan dan kapasitas untuk berfungsi.
Pertumbuhan fisik merupakan hal yang kuantitatif, atau dapat di ukur, aspek
peningkatan ukuran fisik individu sebagai hasil peningkatan dalam jumlah sel. Indikator
ukuran pertumbuhan meliputi perubahan tinggi dan berat badan, gigi, struktur skelet,
karakteristik seksual. Perkembangan adalah aspek progresif adaptasi terhadap lingkungan
yang bersifat kualitatif. Maturasi merupakan proses berkembang dan bertumbuh menjadi
penuh. Hal tersebut meliputi kemampuan biologis individu, kondisi fisiologis dan
keinginan untuk belajar perilaku yang lebih matur (Potter dan Perry, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


16

3. Tahap Pertumbuhan Anak
a. Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian berkurang
secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun
b. Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik
c. Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun)
d. Pertumbuhan kecepatannya berkurang berangsur-angsur sampai suatu waktu (kira-
kira umur 18 tahun) berhenti (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 2005).

Pertumbuhan tinggi tidak seragam sepanjang hidup. Misalnya, sebelum lahir
kecepatan pertumbuhan maksimum terjadi pada bulan keempat dari kehidupan janin,
dengan kemajuan yang melambat sesudahnya. Walaupun demikian, jika dibandingkan
dengan bayi dan anak pada hakekatnya di saat lahir bayi bertumbuh dengan sangat cepat
(Sacharin, 1996).
Dalam tahun pertama panjang badan bayi bertambah 23 cm (di negara maju 25
cm), sehingga anak pada umur 1 tahun panjangnya menjadi 71 cm (75 cm di negara maju).
Kemudian kecepatan pertumbuhan berkurang sehingga setelah umur dua tahun kecepatan
pertumbuhan berkurang sehingga setelah umur 2 tahun kecepatan pertambahan panjang
badan kira-kira 5 cm pertahun.
Pada masa prasekolah dan sekolah anak akan tampak kurus yaitu karena
pertumbuhan beberapa organ, jumlah jaringan bertambah sedemikian rupa sehingga jumlah
jaringan lemak dibawah kulit mengurang.
Masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa merupakan masa yang sangat
penting. Masa ini disebut masa akil balik. Sesaat sebelum dan sewaktu masa akil balik,
jaringan lemak terdapat lagi di bawah kulit, sehingga berat badan bertambah pula. Selama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


17

masa ini terdapat perbedaan mengenai jarak lemak yang terdapat pada pria dengan wanita.
Pada anak wanita lemak banyak terdapat di sekitar panggul, payudara, dan anggota gerak,
sedangkan pada pria di punggung. Perubahan jaringan lemak dan berat badan pada anak
wanita berlangsung beberapa tahun setelah akil balik, sedangkan pada anak pria berat
badan setelah masa akil balik tidak nyata bertambah. Penambahan berat badan ini
tergantung pada makanan, hormon atau faktor keturunan (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak, 2005).
4. Periode Usia Perkembangan Anak
a. Periode prenatal: Masa konsepsi hingga lahir
1) Embrionik: 2-8 minggu
2) Fetus: 8-40 minggu (lahir)
Rata-rata pertumbuhan yang cepat dan ketergantungan total membuat
masa ini menjadi salah satu periode yang paling genting dalam proses
perkembangan. Hubungan antara kesehatan maternal dan tanda yang pasti
pada bayi baru lahir menekankan pentingnya perawatan prenatal yang
adekuat untuk kesehatan dan kesejahteraan bayi.
b. Periode bayi: Lahir sampai 12 atau 18 bulan
1) Neonatus: Lahir sampai 28 hari
2) Bayi: Satu sampai mendekati 12 bulan
Periode bayi merupakan salah satu perkembangan motorik, kognitif, dan
sosial yang cepat. Melalui hubungan timbal-balik dengan pemberian
perawatan (orang tua), bayi menetapkan dasar kepercayaan di dunia dan
dasar untuk hubungan interpersonal di masa yang akan datang. Tahapan
psikoseksual pada usia ini adalah sensori oral.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


18

c. Masa kanak-kanak awal: 1-6 tahun
1) Todler: 1 sampai 3 tahun
Pikiran praoperasional, fase prakonseptual (berpikir transduktif).
2) Prasekolah: 3 sampai 6 tahun
Periode ini, yang meluas dari masa anak-anak mencapai peningkatan
daya gerak sampai mereka masuk sekolah, yang ditandai dengan aktivitas
dan penemuan intens. Ini adalah waktu penandaan perkembangan fisik dan
kepribadian. Perkembangan motorik meningkat secara stabil. Anak-anak
pada usia ini mendapatkan bahasa dan perluasan hubungan sosial, belajar
standar peran, meningkatkan kontrol diri dan penguasaan, mengembangkan
peningkatan kesadaran tentang ketergantungan dan kemandirian, dan
mulai mengembangkan konsep diri. Pikiran praoperasional, fase intuitif
(berpikir transduktif) (Wong, 2003).
Masa prasekolah berkorelasi dengan tingkat prelogikal yang
ditandai dengan pemikiran mistik, egosentris, dan pemikiran yang
didominasi dengan persepsi bukan abstraksi. Pemikiran mistik meliputi
animisme, dan kepercayaan yang tidak realistik tentang kekuatan dan
harapan. Anak mungkin percaya bahwa hujan turun karena ada orang yang
sedang membawa payung, matahari terbenam karena lelah, dan perasaan
kecewa pada sibling yang membuat dia sakit (Kliegman et all., 2007).
d. Masa kanak-kanak pertengahan: 6 sampai 11 atau 12 tahun
Seringkali dikatakan sebagai usia sekolah, periode perkembangan ini
merupakan periode dimana anak diarahkan untuk menjauh dari kelompok
keluarga dan berada di tengah dunia yang lebih luas dari hubungan teman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


19

sebaya. Terdapat kematangan yang stabil pada perkembangan fisik, mental, dan
perkembangan sosial, dengan menekankan pada perkembangan moral yang lebih
awal menjadi lebih penting dalam hubungannya dengan kehidupan yang akan
datang. Ini merupakan periode kritis perkembangan konsep diri.
e. Masa kanak-kanak akhir: 11 sampai 21 tahun
1) Praremaja: 10-13 tahun
2) Remaja: 13-18 tahun
3) Remaja akhir: 18-21 tahun
Periode kacau dari maturasi yang cepat dan perubahan yang dikenal
sebagai remaja dipertimbangkan periode transisi yang dimulai pada saat
mulainya pubertas dan berlanjut sampai titik masuk ke arah dunia dewasa,
yang mungkin terjadi setelah lulus sekolah menengah atas, lulus kuliah, atau
sesudahnya. Maturasi biologis dan kepribadian ada bersama kegelisahan fisik
dan emosi, dan terdapat pendefinisian ulang mngenai konsep diri. Pada
remaja ahir, anak mulai menginternalisasi semua nilai yang telah dipelajari
sebelumnya dan lebih berfokus pada individu daripada kelompok (Potter dan
Perry, 2005).
5. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Menurut Potter dan Perry (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Kekuatan alami
1) Hereditas: genetik menetapkan pembawaan jenis kelamin, ras, rambut,
warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh, dan beberapa keunikan
psikologis yang lebih mendalam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


20

2) Tempramen: tempramen ditandai dengan alam perasaan psikologis dimana
anak dilahirkan dan termasuk tipe perilaku mudah, lambat sampai hangat,
dan sulit. Hal tersebut mempengaruhi interaksi antara individu dan
lingkungan.
b. Kekuatan eksternal
1) Keluarga
Tujuan keluarga untuk melindungi dan memberi makan anggota
keluarganya. Fungsi keluarga meliputi keinginan untuk bertahan hidup, rasa
aman, bantuan terhadap perkembangan emosi dan sosial, bantuan dengan
mempertahankan hubungan, penjelasan mengenai masyarakat dan dunia,
dan bantuan dalam mempelajari peran dan perilaku. Keluarga memberi
pengaruh nilai, kepercayaan, adat istiadat, dan pola spesifik dari interaksi
dan komunikasi. Posisi ordinal dan jenis kelamin mempengaruhi interaksi
dan komunikasi individu dalam keluarga.
2) Kelompok teman sebaya
Kelompok teman sebaya memberi pelajaran lingkungan yang baru
dan berbeda. Kelompok teman sebaya memberi pola dan struktur yang
berbeda dalam hal interaksi dan komunikasi, memerlukan gaya perilaku
yang berbeda. Fungsi kelompok teman sebaya termasuk memberikan
individu belajar mengenai kesuksesan dan kegagalan, untuk memvalidasi
dan menantang pikiran, perasaan dan konsep.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


21

3) Pengalaman hidup
Pengalaman hidup dan proses pembelajaran membiarkan individu
berkembang dengan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari pada
kebutuhan yang perlu dipelajari.
Proses pembelajaran meliputi beberapa tahapan, yaitu:
a) Mengenali kebutuhan untuk mengetahui tugas
b) Penguasaan keterampilan untuk menjalankan tugas
c) Penguasaan tugas
4) Kesehatan lingkungan
Tingkat kesehatan mempengaruhi respon individu terhadap
lingkungan dan respons orang lain pada individu tersebut.
5) Kesehatan prenatal
Faktor prekonsepsi (misal faktor genetik dan kromosom, umur
maternal, kesehatan) dan pasca konsepsi (misal nutrisi, peningkatan berat
badan, pemakaian tembakau dan alkohol, masalah medis, dan penggunaan
layanan prenatal) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dari fetal
6) Nutrisi
Pertumbuhan diatur oleh faktor makanan. Nutrisi yang adekuat
mempengaruhi apa dan bagaimana kebutuhan fisiologis, maupun kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya dipenuhi.
7) Istirahat tidur dan olahraga
Keseimbangan antara istirahat, tidur dan olahraga merupakan hal
yang penting untuk memudahkan tubuh. Keseimbangan mendorong
kesehatan fisiologis dan psikologis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


22

8) Status kesehatan
Sakit atau luka berpotensi mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan. Sifat dan durasi masalah kesehatan mempengaruhi
dampaknya. Sakit atau cidera yang berkepanjangan bisa menyebabkan
ketidakmampuan untuk mengatasi dan menjawab kebutuhan dan tugas tahap
perkembangan.
9) Lingkungan dan tempat tinggal
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
meliputi musim, iklim, kehidupan sehari-hari, dan status sosial ekonomi.
6. Kebutuhan Spesifik pada Anak
Menurut Rohmah (2009) anak mempunyai kebutuhan yang spesifik(fisik,
psikologis, sosial, spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Kebutuhan dasar
anak secara garis besar dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Kebutuhan fisik-biomedis (asuh): pangan (gizi/ nutrisi, kebutuhan paling
penting); perawatan kesehatan dasar (antara lain imunisasi, pemberian ASI,
penimbangan bayi secara teratur dan periodik, pengobatan sederhana); papa
(pemukiman layak); hygiene, sanitasi, sandang, kesegaran jasmani, dan rekreasi.
b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih): pada tahun-tahun pertama kehidupan,
ikatan erat, mesra dan selaras antara ibu dan anak merupakan syarat mutlak
untuk menjamin suatu proses tumbuh kembang yang selaras, baik fisik mental
maupun psikososial. Peran dan kehadiran ibu sedini dan sepermanen mungkin
menjalin rasa aman pada bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisis (kulit/
mata) dan psikis sedini mungkin (antara lain mendekapkan bayi pada ibunya
sesegera mungkin setelah lahir).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


23

c. Kebutuhan akan stimulasi mental (asah) yang merupakan cikal bakal bakal
proses pembelajaran (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Harus dimulai sedini
mungkin, teritama pada 4 tahun pertama kehidupan. Stimulasi mental ini
mengembangkan aspek mental psikososial: agama, etika, moral, kecerdasan,
kreatifitas, keterampilan, kemandirian, kepribadian, produktivitas dan
sebagainya.
Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga
bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial
ekonomi, melainkan masa depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan
secara individual. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa
dan lingkungannya artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi
dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri. Lingkungan yang
dimaksud bisa berupa keluarga (orang tua), pengurus panti (bila anak berada pada
panti asuhan), atau bahkan tanpa orang tua bagi mereka yang hidupnya
menggelandang. Semua individu tersebut menjadi klien dalam keperawatan anak.
3. Konsep Demam
1. Pengertian Demam
Demam adalah kenaikan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikan titik
ambang regulasi panas hipotalamus. Pusat regulasi/ pengatur panas hipotalamus
mengendalikan suhu tubuh dengan menyeimbangkan sinyal dari reseptor-reseptor
neuronal perifer dingin dan panas. Faktor pengatur lainnya adalah suhu darah yang
bersirkulasi dalam hipotalamus. Integrasi sinyal-sinyal ini mempertahankan agar suhu
di dalam tubuh normal pada titik ambang 37
o
C (98,6
o
F) dan sedikit berkisar antara 1-
1,5
o
C. Suhu aksila mungkin 1
o
C lebih rendah daripada suhu di dalam tubuh, sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


24

karena vasokonstriksi kulit, dan suhu oral mungkin rendah palsu karena adanya
pernapasan yang cepat (Nelson, 2000).
Menurut Dorland (2006) hipertermia/ Febris/ Demam: pertama, peningkatan
suhu tubuh di atas normal; hal ini dapat diakibatkan oleh stress fisiologik, seperti
ovulasi, sekresi hormon thyroid berlebihan, olahraga berat; sampai lesi sistem saraf
pusat, atau infeksi oleh mikrorganisme; atau ada pejamu proses non infeksi seperti
radang atau pelepasan bahan-bahan tertentu, seperti leukemia. Disebut juga dengan
pyrexia. Kedua, Setiap penyakit yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh.
Demam diasosiasikan sebagai bagian dari respon fase akut, gejala dari suatu
penyakit dan perjalanan patologis dari suatu penyakit yang mengakibatkan kenaikan
set-point pusat pengaturan suhu tubuh (Styrt dan Sugarman 2005).
Demam dalam bahasa yunani kuno berasal dari pyretos yang berarti api.
Istilah febril berasal dari terminologi latin febris yang berarti demam. Demam atau
yang sering disebut dengan Pireksia atau hipertermia terkontrol adalah gejala medis
yang umum ditemukan, ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas batas normal
36.537.5 C (98100 F) yang berhubungan dengan peningkatan set-point pusat
pengaturan regulasi temperatur. Peningkatan set-point ini akan memicu kenaikan
tonus otot dan menggigil. Kenaikan suhu tubuh umumnya akan diikuti dengan
perasaan dingin, dan akan merasa hangat saat suhu tubuh yang baru tercapai. Demam
merupakan salah satu respon imun tubuh yang berusaha menetralkan infeksi bakteri
maupun virus. Demam dapat disebabkan oleh berbagai kondisi (Wikipedia, 2009).
Demam anak umumnya disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan
demam dapat menghilang sesudah masa yang singkat. Anak berumur antara 6 bulan
hingga 5 tahun menghadapi risiko untuk mengalami kejang demam sederhana,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


25

sedangkan mereka yang mendertia epilepsy idiopatik dapat mengalami peningkatan
frekuensi kejang sebagai bagian penyakit demam nonspesifik (Nelson, 2000).
Istilah demam memiliki arti naiknya temperatur tubuh di atas batas normal,
dapat disebabkan oleh kelainan di dalam otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik
yang mempengaruhi pusat pengaturan temperatur. Banyak protein, dan beberapa zat
tertentu lainnya, terutama toksin liposakarida yang dilepaskan oleh bakteri, dapat
menyebabkan peningkatan set-point termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan
efek seperti ini disebut dengan pirogen. Pirogen yang dilepaskan oleh bakteri toksik
atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan
demam selama keadaan sakit. Ketika set-point pusat pengaturan temperatur
hipotalamus meningkat lebih tinggi dari tingkat normal, semua mekanisme untuk
meningkatkan temperature tubuh akan bekerja, termasuk pengubahan panas dan
peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa jam setelah set-point ditingkatkan
ke derajat yang lebih tinggi temperatur tubuh juga akan mendekati tingkat ini sehingga
akan terjadi demam (Guyton dan Hall, 1997).
Demam berbeda dengan hipertermia. Peningkatan suhu tubuh bukan karena
perubahan set-point, melainkan akibat insufisiensi termoregulasi tubuh atau produksi
panas yang berlebihan (Thompson, 2005). Peningkatan panas hipotalamus mungkin
disebabkan oleh olahraga berat, hipertermia maligna, syndrome neuroleptik maligna,
hipertiroidisme. Pengurangan kehilangan panas bisa disebabkan oleh pemakaian
selimut berlapis-lapis, keracunan atropine, atau terpajan lingkungan bersuhu tinggi
(Nelson, 2000).


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


26

2. Mekanisme Terjadinya Demam
Demam/pireksia dihubungkan denngan beberapa perbedaan kondisi penyakit.
Berbagai faktor eksternal dapat mempengaruhi secara langsung pusat regulasi suhu
tubuh di hipotalamus untuk menaikkan set point. Meskipun terdapat banyak
ketidakjelasan tentang tahap intermediet didalam prosesnya, namun ini diketahui
bahwa semua jenis faktor demam dapat menyebabkan produksi dan pelepasan
beberapa pirogen internal (substansi penyebab demam).
Toksin dari bakteri misalnya endotoksin bekerja pada monosit dan makrofag
untuk menghasilkan berbagai macam sitokin yang bekrja sebagai pirogen endogen.
Pirogen selanjutnya membawa pesan melalui reseptor yang ada di tubuh untuk
disampaikan kepusat pengatur panas hipotalamus. Pirogen ini akan merangsang
pelepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin
(PGE2). Sitokinin juga dihasilkan oleh sel-sel di SSP apabila terjadi rangsangan oleh
infeksi.
Rangsangan ini akan menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara
menyempitkan pembuluh darah tepid an menghambat sekresi kelenjar keringat.
Pengeluaran panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan
pengeluaran panas dan inilah yang menimbulkan demam. Saat suhu tinggi akan
aktivitas sel makrofag dan sel limfosit T akan dirangsang untuk memerangi zat asing
tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang menghasilkan asam amino yang
berperan dalam pembentukan antibody atau sistem kekebalan tubuh. Secara ringkas
proses terjadinya demam akan disajikan pada gambar 1.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


27






























3. Mekanisme Pengaturan Kembali Set-point pada Demam
Menurut Nelson (2000) Berbagai macam agen infeksius, imunologis, atau
agen yang berkaitan dengan toksin (pirogen eksogen) mengimbas produksi pirogen
endogen oleh sel-sel radang hospes. Pirogen endogen ini adalah sitokin, misalnya
interleukin (IL-1, IL-1, IL-6), faktor nekrosis tumor (TNF, TNF-), dan
interferon- (INF). Pirogen endogen menyebabkan demam dalam waktu 10-15 menit,
sedangkan respon demam terhadap pirogen eksogen (misalnya, endotoksin) timbul
lambat memerlukan sintesis dan pelepasan sitokin pirogenik. Sitokin endogen yang
sifatnya pirogenik secara langsung menstimulus hipotalamus untuk memproduksi
prostaglandin E
2,
yang kemudian mengatur kembali titik ambang pengaturan suhu.
Peningkatan
Set-point
Konservasi Panas
Produksi Panas
Demam
Prostaglandin
Trauma / Ischemic
injury
Inflamasi Infeksi
Pirogen
Endogen
Pirogen
Eksogen
Monosit / Makrofag
Daerah Preoptik
Hipotalamus
Sitokinin
Gambar 2.1: Mekanisme dasar terjadinya demam (Valita, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


28

Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhu lewat
rangkaian simpatetik dan saraf efferent adrenergik akan memicu konservasi panas
(dengan cara vaskonstriksi) dan kontraksi otot (menggigil). Jalur autonomik dan
endokrine ikut menurunkan penguapan dan mengurangi jumlah cairan yang akan
dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudah sesuai dengan termostat, suhu
tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata. Saat rangsangan sitokin telah menurun,
termostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas dan penambahan
jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri dalam
menyesuaikan dengan perilaku (Kaspan, 2006).
4. Fungsi Demam
Demam diketahui terjadi pada semua hewan yang diteliti. Peningkatan suhu
pada demam dapat meningkatkan kerja fagosit untuk mencapi tujuannya. Metabolisme
tubuh meningkat yang dapat meningkatkan fagositosis melalui peningkatan aliran
darah. Demam pada infeksi virus dapat merangsang interferon yang dapat membatasi
perjalanan infeksi virus. Namun, demam tinggi dapat merusak sel, terutama sel-sel di
susunan saraf pusat (Tamboyang dan Corwin, 2000).
5. Karakteristik Demam
a. Kedinginan. Apabila set-point pusat pengatur temperatur hipotalamus berubah
tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat lebih tinggi dari nilai normal sebagai
akibat dari penghancuran jaringan, zat pirogen atau dehidrasi, temperatur tubuh
biasanya membutuhkan waktu beberapa jam untuk mencapai set-point temperatur
yang baru. Temperatur darah yang lebih rendah dari set-point hipotalamus akan
mengakibatkan reaksi umum yang menyebabkan kenaikan temperatur tubuh.
Selama ini orang akan menggigil dan merasa sangat dingin meski temperatur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


29

tubuhnya di atas normal. Kulit menjadi dingin karena terjadi vasokonstriksi, dan
orang tersebut akan gemetar hingga suhu yang seseuai dengan set-point barunya
tercapai. Kemudain orang tersebut akan merasa panas. Selama faktor yang
menyebabkan pengontrol temperatur diatur terus pada nilai yang tinggi,
temperatur tubuh diatur lebih kurang dengan cara normal tetapi pada tingkat set-
point temperatur yang tinggi (Guyton dan Hall, 1997).
b. Krisis, atau kemerahan
Set-point pengatur temperatur hipotalamus akan segera turun saat faktor-faktor
yang mengakibatkan perubahan set-point dihilangkan. Pada kondisi ini temperatur
tubuh masih tinggi, sedangkan hipotalamus berusaha menurunkan suhu tubuh
sesuai dengan set-point yang telah kembali normal. Keadaan ini analog dengan
pemanasan yang berlebihan pada area preoptik-hipotlamus anterior, yang
menyebabkan keringat banyak dan kulit tiba-tiba menjadi panas karena
vasodilatasi di semua tempat. Perubahan yang tiba-tiba ini dalam demam dikenal
sebagai krisis, atau lebih tepatnya kemerahan. Pada masa lampau, sebelum
diberi antibiotika, krisis selalu dinantikan karena saat krisis terjadi dokter dengan
segera akan mengetahui penurunan suhu tubuh kliennya akan terjadi (Guyton dan
Hall, 1997).
6. Tipe Demam
a. Demam remiten: setiap hari suhu naik dan kembali turun tetapi tetap di atas suhu
normal
b. Demam intermiten: suhu naik dan akan turun kembali ke ambang suhu normal
tubuhnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


30

c. Demam menetap: suhu tubuh berada di atas ambang batas normal dan berfluktuasi
tidak lebih dari 1
o
C (Nelson, 2000)
d. Demam Pel-Ebstein: demam spesifik yang diasosiasikan dengan Hodgkin's
lymphoma. Suhu tubuh akan meningkat selama minggu pertama, dan akan
menurun diminggu berikutnya, dan seterusnya (Wikipedia, 2009).
Menurut Nelwan, tipe demam dapat dibagi menjadi lima antara lain:
a. Demam septik, yaitu suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering
disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang tinggi tersebut
turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam hektik.
b. Demam remiten, dimana suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai titik normal. Perbedaan suhu yang tercatat dapat mencapai dua derajat
dan tidak sebesar perbedaan yang tercatat pada demam septik.
c. Demam intermiten, yaitus suhu badan dapat turun ketingkat yang normal selama
bebarapa jam dalam satu sehari. Bila demam seperti ini terjadi setiap dua hari
sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu, merupakan variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari
satu derajat. Pada tingkat demam yang terus-menerus tinggi disebut hiperpireksia.
e. Demam siklik, dimana terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula ( Persatuan Ahli Penyakit
Dalam Indonesia, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


31

7. Klasifikasi Demam pada Anak
Kuman beredar dalam darah tidak berenang dalam plasma, tetapi ada
dalam lekosit (intraseluler), limfosit atau makrofag. Keberadaan kuman tidak konstan
dari waktu ke waktu, dan hanya dapat bertahan sementara sebelum menempel dan
berhasil membuat koloni pada jaringan atau dihancurkan oleh sel-sel radang.
Bakteremia digunakan sebagai gold standard deteksi kuman penyebab (postulat
Koch). Kuman hanya berada dalam darah dalam waktu terbatas, sehingga hasil biakan
kuman tidak selalu positif, tergantung pada jumlah darah sampel, jumlah kuman dan
virulensi.
Pada umumnya penggolongan demam anak berdasarkan fokus demam,
antara lain:
a. Demam dengan fokus yang jelas (overt focus)
Anak demam dengan fokus yang jelas akan mudah dikenali secara klinik.
Fokus terdapat pada anak besar, akibat kemampuan tubuhnya melokalisir radang.
Fokus dapat memberikan dugaan akan kemungkinan penyebab etiologik (kuman)
dari kelainan anatomik tersebut. Infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis,
enteritis bakterial, abses, merupakan fokus yang jelas dan pada usia tertentu
kumannya dapat diduga. Detritus yang muncul pada tonsil, furunkel pada kulit,
nanah dari liang telinga, dapat memberikan gambaran kuman apa yang
menyebabkan infeksi. Pemeriksaan biakan jaringan pada fokus dapat menjelaskan
kuman penyebab, fokus pada bayi kecil mungkin disertai bakteremia.
b. Demam tanpa fokus yang jelas (occult focus)
Infeksi selain menyebabkan kelainan anatomik juga dapat menyebabkan
kelainan fungsional, akibat reaksi radang. Fokus yang tidak jelas, gejala kliniknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


32

disebabkan oleh adanya mediator yang menyebabkan perubahan faal. Demam
tanpa fokus ini pada usia muda makin tidak jelas gejala kliniknya, karena
keterbatasan tubuh merespon infeksi. Gabungan gejala juga bisa mengakibatkan
demam tanpa fokus yang jelas, misalnya pada anak diare dengan parasit malaria
dalam darah, pneumonia pada anak anemia, kebocoran plasma akibatdemam
berdarah pada anak. Fase lanjutan beberapa penyakit menunjukkan adanya gejala
klinik yang jelas, namun bayi muda belum mampu melokalisir reaksi radang dan
menyebabkan rekasi radang yang sistemik.
c. Demam tanpa penyebab yang jelas (unknown origin)
Deman ini biasanya terdapat pada infeksi kronik dan berjalan lambat, tidak
menunjukkan fokus dan tidak terdapat gejala lain yang mencolok, kecuali demam.
Reaksi radang tidak hanya akibat adanya infeksi tetapi akibat kerusakan jaringan
dan kematian sel, seperti pada anak dengan keganasan atau anak dengan penyakit
autoimun. Pencarian sumber demam menjadi makin rumit dan mahal dan
seringkali tidak tuntas akibat ketidakmampuan teknologi dan finasial (Kaspan,
2006).
3. Konsep Kompres Hangat
1. Pengertian Kompres Hangat
Menurut kamus kedokteran Dorland (2006), kompres berasal dari bahasa
latin compressus yang berarti bantalan dari linen atau materi lain yang dilipat-lipat,
dikenakan dengan tekanan; kadang-kadang mengandung obat, dapat basah ataupun
kering, panas ataupun dingin.
Kompres adalah sepotong balutan kasa yang dilembabkan dengan cairan
hangat yang telah diprogramkan (Potter & Perry, 2005).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


33

Harold (dalam Ambrili, 2007) mendefinisikan kompres hangat sebagai
penggunaan panas yang lembab dengan cara memasukkan kain woll kedalam air
mendidih kemudian diperas.
Jadi kompres hangat merupakan penggunaan panas untuk tujuan tertentu
dengan cara menempelkan atau menekan suatu bahan/ alat yang mengandung panas
selama kurun waktu tertentu.
2. Tujuan Kompres Hangat
Menurut Kozier (dalam Agustiningsih 2008) tujuan penggunaan kompres
hangat adalah sebagai berikut:
a. Membantu penyembuhan luka
b. Mengurangi rasa nyeri lokal
c. Memberikan kenyamanan
d. Memberikan rasa hangat
e. Meningkatkan aliran darah
Menurut Hegner (2003), tujuan kompres antara lain:
a. Membantu menurunkan suhu tubuh
b. Mengurangi rasa sakit atau nyeri
c. Membantu mengurangi perdarahan
d. Membatasi peradangan
3. Efek Panas
Menurut Gabrielle (2001) efek panas dapat dibagi menjadi tiga group:
a. Fisik
Kalor menyebabkan zat cair, padat dan gas mengalami pemuaian segala arah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


34

b. Kimia
Kecepatan reaksi kimia akan meningkat dengan peningkatan temperature.
Ini terlihat pada reaksi oksidasi. Permeabilitas membran sel akan meningkat
sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi peningkatan
metabolism seiring dengan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan
tubuh.
c. Biologis
Efek kalor terhadap biologis merupakan sumasi dari efek panas terhadap
fisik dan kimia. Adanya peningkatan sel darah putih secara total dan fenomena
reaksi peradangan serta adanya dilatasi (pelebaran) pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta peningkatan tekanan kapiler.
Tekanan O
2
dan CO
2
di dalam darah akan meningkat sedangkan pH darah akan
mengalami penurunan.
Kozier (dalam Ambrili 2007) mengungkapkan bahwa panas mempunyai efek
yang berbeda dalam tubuh, efek tersebut juga tergantung dari lamanya pemberian
panas. Efek pemberian panas 15-30 menit diantaranya :
a. Vasodilatasi
Kulit akan menjadi kemerahan dan hangat sebagaimana aliran darah kulit
berdilatasi, dana akan mengakibatkan peningkatan aliran darah.
b. Reduksi dari viskositas darah
Penurunan dari viskositas darah juga akibat dari peningkatan aliran darah.
c. Peningkatan metabolism lokal
Metabolism terbaik sejak peningkatan aliran darah lebih banyak membawa
oksigen ke jaringan dan membawa hasil produk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


35

d. Penurunan aliran darah sekitar pusat
Ketika kapiler kulit distensi, mereka dapat membawa satu setengah sampai dua
pertiga dari total volume darah
e. Stimulasi dari reseptor kulit
Implus dari reseptor panas dikirim ke hipotalamus yang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu:
1) Anterior meningkatkan stimulasi panas ketika kehilangan panas
2) Posterior menurunkan panas tubuh ketika di stimulasi
4. Macam macam Teknik Kompres Penurun Suhu Tubuh
Beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh
antara lain:
a. Kompres hangat basah
b. Kompres hangat kering (buli-buli)
c. Kompres dingin basah
d. Kompres dingin kering (kirbat es)
e. Bantal dan selimut listrik
f. Lampu penyinaran, busur panas (Anas Tamsuri dalam Reiga, 2010)
5. Fisiologi Kompres Hangat
Demam merupakan akibat perubahan set point hipotalamus. Pirogen seperti
bakteri atau virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat bakteri dan virus
tersebut masuk kedalam tubuh, pirogen bekerja sebagai antigen, mempengaruhi
system imun dan sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi untuk meningkatkan
pertahanan tubuh melawan infeksi. Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi,
tubuh meproduksi dan menghemat panas, dan membutuhkan beberapa jam untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


36

mencapai set point yang baru. Selama periode ini orang tersebut menggigil, gemetar,
dan merasa kedinginan meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berahir
ketika set point baru tercapai. Selama fase berikutnya suhu tubuh pasen akan stabil,
dan pasen akan merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah melampaui batas
atau pirogen telah dihilangkan maka akan terjadi fase ketiga yaitu episode febris. Set
point hipotalamus turun, menimbulkan respon pengeluaran panas, kulit menjadi
hangat dan kemerahan karena vasodilatasi. Diaphoresis membantu efaporasi
pengeluaran panas. Ketika demam berhenti maka klien menjadi afebris (Potter dan
Perry, 2005).
Pemberian kompres panas/hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal
ke hypothalamus melalui susmsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka
terhadap panas di hypothalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang
memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah
diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah
pengaruh hypotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi ini
menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (Potter
dan Perry, 2005).
Sebagian besar produksi panas di dalam tubuh dihasilkan pada organ dalam
seperti hati, jantung, dan otot rangka selama bekerja. Kemudian panas ini dihantarkan
dari organ dan jaringan yang lebih dalam kekulit, dimana panas hilang ke udara dan
sekitarnya. Oleh karena itu, laju hilangnya panas ditentukan hampir seluruhnya oleh
dua faktor yaitu seberapa cepat pans dapat di konduksi kemudian dapat dihantarkan
dari kulit sekitarnya (Guyton, 1997)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


37

4. Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila
1. Pengertian Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila
Kompres hangat Konvensional blok aksila adalah pemberian kompres hangat
yang dilakukan pada reseptor suhu pada tubuh dengan menggunakan media botol
disposable yang diberi air hangat pada klien dengan peningkatan suhu tubuh
37,5
o
C yang berguna untuk mengeluarkan panas tubuh (Valita, 2007).
2. Tujuan Kompres Konvensional Blok Aksila
Kompres hangat bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh dan mencegah
terjadinya situasi yang dapat lebih memperburuk kondisi klien (Hegner, 2003).
Pemakaian kompres hangat terbukti efektif menurunkan suhu tubuh pada anak
dengan demam (Valita, 2007).
3. Teknik Kompres Konvensional Blok Aksila
a. Persiapan
1) Pembalut atau kain segitiga atau sapu tangan
2) Perlak kecil dan alasnya
3) Mangkok
4) Bengkok
5) Sampiran
b. Pelaksanaan
1) Memberitahu dan menjelaskan kepada klien tentang prosedur yang akan
diberikan
2) Menutup tirai bila perlu
3) Membawa alat-alat ke dekat pasien
4) Mencuci tangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


38

5) Memasang alas di bagian bawah aksila
6) Menuangkan air hangat kedalam mangkok yang berisi kain kasa. Suhu air
40
o
C (Valita, 2007; Suminto, 2004).
7) Mengambil sepotong kain kasa lalu diperas
8) Membentangkan kain kasa tersebut pada aksila
9) Mengganti kasa tiap 2 menit dengan kain kasa yang direndam dalam air
hangat, dan kain kasa yang sudah dipakai dibuang ke bengkok
10) Melakukan prosedur yang sama selama 15-20 menit
11) Merapikan klien
12) Membereskan alat-alat
13) Mencuci tangan (Suminto, 2004).
5. Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge
1. Pengertian Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge
Tepid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan
teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan teknik seka.
Telah di uji di berbagai negara dimana di setiap publikasi riset menghasilkan
kesimpulan yang bervariasi. Namun fakta menunjukkan bahwa pemberian
acetaminophen yang diiringi dengan pemberian hydrotheraphy Tepid Sponge
memiliki keunggulan dalam mempercepat penurunan suhu anak dengan demam pada
satu jam pertama dibandingkan dengan anak yang hanya diberi acetaminophen saja
(Wilson, 1995)
Temperatur tubuh yang mencapia 39
o
C akan mengakibatkan kulit hangat,
kemerahan, dan nyeri kepala. Pemilihan tepid sponge sebagai terapi dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


39

menurunkan suhu dan mengurangi ansietas yang diakibatkan oleh penyakitnya
(Janis, 2010).
2. Tujuan Tepid Sponge
Tujuan Utama dari tepid sponge adalah menurunkan suhu klien khususnya
pada anak dengan demam.
3. Manfaat Tepid Sponge
Menurut Janis (2010) manfaat dari pemberian tepid sponge adalah
menurunkan suhu tubuh yang sedang mengalami demam, memberikan rasa nyaman,
mengurangi nyeri dan ansietas yang diakibatkan oleh penyakit yang mendasari
demam. Tepid sponge juga sangat bermanfaat pada anak yang memiliki riwayat
kejang demam dan penyakit liver (Wilson, 1995).
4. Teknik tepid sponge
a. Persiapan
1) Handuk/saputangan
2) Selimut
3) Baju mandi (jika ada)
4) Perlak
5) Handschoen
6) Thermometer
7) Mangkuk atau bak berisi air hangat.
b. Pelaksanaan
1) Mengkaji kondisi klien.
2) Menjelaskan prosedur yang akan dilaksanakan kepada klien
3) Membawa peralatan ke dekat klien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


40

4) Mencuci tangan
5) Menutup pintu dan jendela sebelum memulai prosedur
6) Mengatur posisi klien senyaman mungkin
7) Menempatkan perlak dibawah klien
8) Memakai sarung tangan
9) Membuka pakaian klien dengan hati-hati
10) Mengisi bak dengan air hangat. Suhu air 28-32
o
C (Alves et all., 2008).
11) Memasukkan handuk/saputangan ke dalam bak.
12) Memeras handuk/ saputangan dan menempatkan handuk/saputangan di dahi,
ketiak, dan selangkangan.
13) Mengusap bagian ekstremitas klien selama lima menit. Kemudian bagian
punggung klien selama 5-10 menit
14) Memonitor respon klien
15) Mengganti pakaian klien dengan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
16) Mengganti sprei (bila memungkinkan) dan memindahkan perlak dan alat-alat
yang dipakai
17) Mendokumentasikan tindakan

B. Penelitian yang Relevan
1. Kompres Hangat Konvensional Teknik Blok Aksila
a. Penelitian yang dilakukan oleh Triredjeki (2002) yang melakukan penelitian
tentang perbandingan kompres dingin dan kompres hangat. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian eksperimen, menggunakan sampel anak umur 5
sampai 12 tahun dengan cara random ordinal berjumlah 30 anak. Hasil dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


41

penelitian tersebut adalah kompres hangat lebih efektif dari pada kompres dingin
untuk menurunkan panas melalui proses evaporasi.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2006) yang berjudul Pengaruh
Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pasien Anak Hipertermi di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode pre
eksperimen dengan design one group pre test dan post test design, sampel
yang di ambil anak umur 2 tahun sampai 12 tahun. Hasil dari penelitian ini
adalah adanya pengaruh pemberian kompres hangat pada penurunan suhu anak
demam.
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti dengan penelitian
yang dilakukan sekarang adalah pada metode penelitian yang digunakan.
Purwanti menggunakan metode penelitian pre eksperimen dengan design one
group pre test dan post test yang menitikberatkan pada perbedaan suhu
sebelum dan sesudah dilakukan kompres hangat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan sekarang menggunakan metode
penelitian eksperimen dengan desain Randomized Control Trial yang
menitikberatkan pada perbedaan penurunan suhu pada kedua kelompok
perlakuan. Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah anak dengan usia 1
12 tahun.
c. Valita (2007), melalui penelitiannya yang berjudul Perbedaan Penurunan Suhu
Klien Febris antara Kompres Hangat Pada Reseptor Suhu (Aksila) dengan Tanpa
Kompres Hangat (Studi Kasus di Ruang Anak RSU Dr Saiful Anwar Malang)
menunjukkan bahwa ada perbedaan penurunan suhu yang signifikan pada klien
febris antara klien dengan pemberian kompres hangat dan klien tanpa pemberian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


42

kompres hangat pada reseptor suhu aksila.
Penelitian ini menggunakan jenis eksperimen kuasi dengan pre-test and
post-test witht control group design dengan teknik sampling purposive sampling
dengan jumlah sample 20 orang. Perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah teknik dan jumlah sampel penelitian yang akan diambil.
Dimana pada penlitian ini akan menggunakan teknik simple random sampling
dengan jumlah sampel 30 orang.
d. Penelitian yang dilakukan oleh Suminto (2004) yang berjudul Perbandingan
Keefektifan Penggunaan Kompres Hangat di Temporal dengan Kompres Hangat
di Aksila dalam Menurunkan Suhu Tubuh Pasien Dengan Demam Thypoid di
Rumah Sakit Tingkat III Baladhika Husada Jember menunjukkan bahwa
pemberian kompres hangat di aksila lebih cepat dalam menurunkan suhu tubuh
pada klien dengan demam tifoid dibandingkan dengan pemberian kompres
hangat ditemporal.
Metode yang dipakai oleh Suminto adalah eksperimen kuasi dengan
rancangan pre-test and post-test two group without control group design ,
metode yang juga dipakai oleh penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
Namun perbedaanya adalah pada jumlah sampel dan teknik samplingnya dimana
pada penelitian yang dilakukan oleh suminto adalah menggunakan purposive
sampling dengan jumlah 20 sampel, sedangkan pada penelitian ini jumlah
sampel diperbanyak menjadi 30 sampel dengan menggunakan teknik simple
random sampling.
Riset terkait di atas memiliki beberapa kekurangan diantaranya tidak
mempertimbangkan adanya pengaruh tipe demam, status nutrisi dan status
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


43

cairan terhadap penurunan suhu pada anak. beberapa faktor diatas akan menjadi
perancu yang dapat mengaburkan hasil penelitian. Oleh karena itu pada penlitian
yang akan saya lakukan ini akan memasukkan faktor-faktor diatas untuk
meminimalisir faktor bias yang akan mempengaruhi hasil penelitian.
2. Kompres Hangat Teknik Tepid Sponge
a. Penelitian Alves dan Almeida (2008) yang berjudul Tepid Sponging Plus
Dipyrone Versus Dipyrone Alone in Reducing Body Temperature in Febrile
Children menunjukkan kelompok perlakuan dengan tepid sponge dan Dipyrone
memiliki kemampuan menurunkan suhu tubuh anak dengan febris dibandingkan
dengan anak yang hanya mendapatkan Dipyrone, meskipun dilaporkan
penambahan tepid sponge mengakibatkan sedikit ketidaknyamanan, dan
iritabilitas pada mayoritas responden.
Riset ini menggunakan metode True Experimental dengan disain pre-
test and post-test two group without control group design (p < 0,001). Jumlah
sampel mencapai 120 anak dengan usia 6 60 bulan yang didapatkan dengan
teknik simple random sampling. Desain yang digunakan ini sama dengan desain
yang akan digunakan oleh penulis pada penelitian yang akan dilakukan bulan
ini. Meskipun penelitian yang akan dilakukan masih menggunakan metode
eksperimen semu dengan jumlah sample yang lebih sedikit yaitu 30 anak dengan
cara non random sampling. Namun penulis berusaha untuk memodifikasi
beberapa faktor yang terkait dengan variabel penelitian agar hasil penelitian
tetap valid dan bisa dipertanggungjawabkan.
b. Melalui Department of Child Health Nursing of India, Bantonisamy et all.
(2008) dengan risetnya yang berjudul Comparative Effectiveness of Tepid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


44

Sponging and Antipyretic Drugs Versus Only Antipyretic Drug in The
Management of Fever Among Children membuktikan bahwa anak dengan
perlakuan Tepid Sponge dan antipiretik mengalami penurunan suhu tubuh yang
lebih cepat dibandingkan dengan anak yang hanya diberi antipiretik saja. Namun
dua jam setelah perlakuan kedua kelompok tersebut mencapai suhu yang sama.
Peneltitan ini menggunakan metode true experimental dengan rancang
bangun pre-test and post-test group with control group design. Jumlah sampel
150 anak dengan usia 6 bulan 12 tahun dengan cara randomisasi.
Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Sharber (1997) menghasilkan
kesimpulan yang sama dengan peneliti terdahulu. Namunn pada penelitian ini
menggunakan metode eksperimen semu yang diterapkan pada 20 anak dengan
usia 5-68 tahun.
c. Liverpool School of Tropical Medicine Melalui riset yang dilakukan oleh Mahar
et all. (1994) dengan judul Tepid Sponging to Reduce Temperature in Febrile
Children in a Tropical Climate membuktikan bahwa pemberian antipiretik dan
tepid sponge mempercepat penurunan suhu tubuh pada anak dengan demam di
wilayah dengan iklim tropis.
Penelitian yang dilaksanakan di Department of the Children's Hospital,
Bangkok, Thailand ini menggunakan metode true experimental dengan rancang
bangun pre-test and post-test group with control group design. Sample di ambil
pada anak dengan usia 6-53 bulan sebanyak 75 sampel dengan teknik simple
random sampling.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


45

Namun pada beberapa penelitian diatas tidak mempertimbangkan
adanya tipe demam, status nutrisi dan hidrasi terhadap penurunan suhu pada
anak. sehingga penulis merasa perlu menambahkan faktor-faktor tersebut
sebagai faktor yang turut dipertimbangkan dalam peneltian dengan cara
memasukkan ketiga faktor tersebut kedalam kriteria eksklusi sample penelitian.
Sehingga dengan demikian diharapkan faktor bias penelitian akan berkurang dan
riset ini mampu menghasilkan kesimpulan yang akurat dan bisa
dipertanggungjawabkan.

C. Kerangka Berpikir











: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.2: Kerangka berpikir Efektivitas Kompres Tepid Sponge
yang Dilakukan Ibu Dalam Menurunkan Demam Pada Anak
Pendidikan Kesehatan
Ibu
Menurunkan set point
thermostat
hipotalamus
Pemberian kompres
hangat
konvensional
teknik blok aksila
Anak demam dengan
karakteristik:
1. Umur
2. Tipe demam
3. Status hidrasi
4. Status nutrisi
Penurunan suhu
tubuh anak
Menurunkan set point
thermostat
hipotalamus
Pemberian kompres
hangat teknik Tepid
Sponge
Meningkatkan
vasodilatasi
vaskuler
Ibu
Evaporasi dan
konduksi panas
meningkat
Confounding Variable
1. Suhu lingkungan
2. Pengaruh hormonal
3. Stres
Pendidikan Kesehatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


46

D. Hipotesis Penelitian
Kompres Tepid Sponge yang Dilakukan Ibu Efektif Dalam Menurunkan Demam
Pada Anak.
















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


47

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain Randomized Control Trial (RCT).

B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mumbulsari kabupaten Jember pada
tanggal 6 Pebruari sampai dengan 15 Maret 2011.

C. Populasi dan Sampel
Populasi sasaran pada penelitian ini adalah anak dengan demam. Sedangkan
populasi sumbernya adalah anak dengan demam yang dirawat di Puskesmas Mumbulsari.
Sampel dipilih dengan simple random sampling. Adapun kriteria restriksi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: kriteria inklusi antara lain: Anak demam yang
dirawat Puskesmas Mumbulsari dengan usia 112 tahun, mendapatkan terapi antipiretik
parasetamol, orang tua mengijinkan anak untuk menjadi responden, orang tua bersedia
diberikan pendidikan kesehatan dan kooperatif. Kriteria ekslusinya antara lain: Klien
penderita demam siklik, klien mengalami dehidrasi berat, klien dengan kekurangan
nutrisi kronis ataupun dengan obesitas. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 30 anak.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


48

D. Rancangan Penelitian











Gambar 3.1 Kerangka penelitian

E. Variabel Penelitian
1. Variabel independen
a. Teknik kompres konvensional blok aksila yang dilakukan Ibu
b. Teknik kompres tepid sponge yang dilakukan Ibu
2. Variabel dependen
Penurunan suhu tubuh.
Populasi Sasaran
Semua anak dengan demam
Populasi Sumber
Anak dengan demam yang dirawat
di Puskesmas Mumbulsari
Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat
Restriksi
Informed
Consent
Setuju partisipasi Menolak partisipasi
Sampel
Randomisasi
Kompres tepid sponge Kompres konvesional
Pengukuran suhu tubuh
Uji t
Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


49

F. Definisi Operasional
Definisi operasional dari masing-masing variable adalah sebagai berikut :
1. Kompres hangat konvensional teknik blok aksila adalah Pemberian kompres hangat
selama 15-20 menit yang ditempatkan di ketiak klien anak dengan usia 1-12 tahun
yang mengalami peningkatan suhu > 37,5
o
C aksila akibat perubahan set point
pengaturan suhu tubuhnya.
Alat ukur : Protap tindakan pemberian kompres hangat konvensional teknik blok
aksila
2. Kompres hangat teknik Tepid Sponge adalah pemberian kompres hangat yang
ditempatkan dibeberapa reseptor suhu tubuh dan ektremitas dengan cara
menempelkan washlap dan menyeka selama 10-15 menit pada klien anak dengan usia
1-12 tahun dengan kenaikan suhu tubuh > 37,5
o
C aksila akibat perubahan set poin
pengaturan suhu tubuhnya.
Alat ukur : Protap tindakan pemberian kompres hangat konvensional teknik blok
aksila
3. Penurunan suhu tubuh pada anak adalah perubahan suhu tubuh anak dengan usia 1-12
tahun yang mengalami peningkatan suhu > 37,5
o
C yang didapatkan dari pengukuran
perbedaan suhu tubuh responden sebelum diberi perlakuan dengan suhu tubuh setelah
diberi perlakuan dengan parameter : Pengukuran suhu tubuh dengan termometer oral
dilakukan beberapa kali, yaitu 5, 15, 30, 60, 90 dan 120 menit terhitung setelah
pemberian kompres dihentikan.
Alat ukur : Termometer dan lembar observasi
Hasil ukur : Perbedaan suhu oral sebelum dan sesudah diberi perlakuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


50

G. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah termometer oral. Hasil pengukuran dengan termometer
oral ini kemudian dimasukan pada lembar observasi untuk ditabulasi.

H. Teknik Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
Sebelum membuat proposal penelitian, peneliti melakukan studi
pendahuluan terlebih dahulu, kemudian peneliti membuat proposal penelitian.
Setelah proposal penelitian ini disetujui oleh institusi (Program Studi Kedokteran
Keluarga Program Pasca Sarjana Universiras Sebelas Maret Surakarta) peneliti
mengajukan ijin penelitian proposal kepada Kepala Puskesmas Mumbulsari untuk
dapat melakukan penelitian ditempat tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan
Setelah mendapatkan ijin dari Puskesmas Mumbulsari peneliti akan
mengadakan pendekatan dengan responden dan keluarga yang ada di Puskesmas
Mumbulsari untuk mendapatkan persetujuan dari orang tua calon responden selaku
penanggung jawab dari responden penelitian.
Metode penentuan klien anak yang akan menjadi responden adalah sebagai
berikut:
a. Peneliti akan menemui klien anak dengan demam yang akan menjadi calon
responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.
b. Calon responden yang telah memenuhi kriteria inklusi akan diberi informed
consent agar calon responden dalam hal ini yang diwakili oleh orang tua klien
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


51

tahu maksud dan tujuan dari penelitian ini, sekaligus sebagai bukti legal bahwa
klien telah bersedia menjadi responden.
c. Setiap responden yang ditemui diberi penomeran secara berurutan dari nomor 1
hingga nomor 30
d. Pemilahan responden didasarkan pada nomer urut, setiap responden akan diberi
penomeran dari angka 1 sampai dengan 30. Kemudian responden akan di acak
untuk menentukan apakah masuk dalam kelompok kontrol atau dalam kelompok
perlakuan.
e. Setelah dipilah, Ibu klien akan diberi pendidikan kesehatan tentang perlakuan
kompres hangat blok aksila untuk kelompok kontrol dan kompres hangat Tepid
Sponge untuk kelompok perlaku

sesuai dengan protokol intervensi yang ada
pada lampiran.
f. Setelah dilakukan perlakuan, hasil pengukuran suhu akan dimasukkan kedalam
lembar observasi dan kemdian ditabulasi.
g. Setelah data terkumpul, data tersebut akan dicek kemudian data akan ditabulasi
untuk kemudian dikaji. Hasil dari tabulasi data akan diolah sesuai dengan uji
statistik.

I. Analisis Data
Data kontinu karakteristik sampel dideskripsikan dalam mean, median, modus,
dan standart deviasi, nilai minimal, dan nilai maksimal. Sedangkan data katagorikal
dideskripsikan dalam frekuensi dan persen. Keefektifan Tepid Sponge dalam menurunkan
demam pada anak dianalisis dengan menggunakan uji t.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


52

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 6
Pebruari 15 Maret 2011 pada anak dengan demam yang dirawat di Puskesmas Mumbulsari
dengan jumlah responden sebanyak 30 anak. Data akan disajikan dalam bentuk tabel,
diagram, dan narasi yang meliputi: data umum yang berisi karakteristik responden yang
meliputi: usia, staus hidrasi, dan status nutrisi, juga data khusus yang meliputi penurunan suhu
pada anak dengan demam yang diberi perlakuan kompres hangat konvensional dan juga pada
anak yang diberi kompres hangat dengan metode tepid sponge. Kemudian data yang ada di
analisis dan diuji dengan T-Test untuk mengetahui keefektifan kompres dengan metode Tepid
Sponge yang dilakukan Ibu dalam menurunkan suhu pada anak dengan demam.

1. Gambaran Karakteristik Demografi Subyek Penelitian
Tabel 4.1
Distribusi Responden Pada Kelompok Konvensional dan Tepid Sponge Menurut
Karakteristik Pada Anak Dengan Demam Di Puskesmas Mumbulsari 2011
n = 30
Data
Demografi
Kelompok
Konvensional
Kelompok
Tepid Sponge

Total

P Value
n % N % n %
Umur:
1-3 tahun
4-12 tahun

4
11

26,7
73,3

9
6

60
40

13
17

43,3
56,7

0,141
Status Nutrisi:
Kurang
Baik

6
9

40,0
60,0

4
11

26,7
73,3

10
20

33,3
66,7

0,699
Status Hidrasi :
Dehidrasi ringan-
sedang
Tanpa Dehidrasi

7

8

46,7

53,3

9

6

60,0

40,0

16

14

53,3

46,7

0,714
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


53

Hasil analisis karakteristik demografi tentang umur diperoleh bahwa pada umur
1-3 tahun memiliki jumlah yang berbeda yaitu 4 responden (26,7 %) pada kelompok
konvensional dan 9 responden (60%) pada kelompok tepid sponge. Sedangkan pada
responden dengan usia 4-12 tahun terdapat 11 responden (73,3 %) pada kelompok
konvensional, sedangkan pada kelompok tepid sponge terdapat 6 responden (40 %). Hasil
uji statistik diperoleh nilai P Value antara kedua kelompok tersebut adalah P = 0,141, jadi
tidak didapatkan perbedaan kelompok umur antara kelompok perlakuan kompres hangat
konvensional dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge
Analisis distribusi responden berdasarkan status nutrisi menunjukkan distribusi
terbanyak berada pada status gizi baik, yaitu sebanyak 9 responden (60%) pada kelompok
perlakuan kompres hangat konvensional dan 11 responden (73,3 %) pada kelompok
perlakuan kompres hangat Tepid Sponge. Responden dengan status gizi kurang sebanyak
6 anak (40%) pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional, dan sebanyak 4
anak (26,7%) pada kelompok perlakuan kompres hangat Tepid Sponge. Hasil uji statistik
diperoleh nilai P Value antara kedua kelompok tersebut adalah P = 0,699, jadi tidak
didapatkan perbedaan karakteristik status nutrisi antara kelompok perlakuan kompres
hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge.
Hasil analisis karakteristik demografi status hidrasi diperoleh bahwa pada
kelompok perlakuan kompres hangat konvensional responden dengan dehidrasi ringan-
sedang sebanyak 7 responden (46,7%), sedangkan responden dengan status hidrasi
adekuat (tanpa dehidrasi) sebanyak 8 responden (53,3%). Sedangkan pada kelompok
perlakuan kompres hangat Tepid Sponge responden dengan dehidrasi ringan sedang
sebanyak sembilan anak (60%), sedangkan responden dengan tanpa dehidrasi sebanyak 6
anak (40%). Hasil uji statistik diperoleh nilai P Value antara kedua kelompok tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


54

adalah P = 0,714, jadi tidak didapatkan perbedaan karakteristik status hidrasi antara
kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres
hangat tepid sponge.
Dari data statistik karakteristik responden yang telah diuji homogenitasnya
ditemukan bahwa ketiga karakteristik pada variabel umur, status nutrisi, dan status hidrasi
yang di uji memiliki P > yang artinya Ho gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa karakteristik sampel pada kedua kelompok adalah homogen.

2. Data Khusus
1. Suhu awal responden pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan
kompres hangat tepid sponge.
Tabel 4.2
Suhu Awal Responden Pada Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Konvensional Dan
Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari 2011
n = 30
Deskriptif Konvensional Tepid Sponge
N
Mean
Median
Modus
Std. Deviasi
Minimum
Maximum
15
38,8
38,500
38,3
0,8207
38,0
40,5
15
39,1
39,000
38,5
0,705
38,4
40,5

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai suhu awal antara
kelompok kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Pada
kelompok kompres hangat konvensional nilai rata-rata = 38,8
o
C, median = 38,5
o
C,
modus = 38,3
o
C, standar deviasi = 0,8207
o
C, nilai minimum = 38,0
o
C, dan
maksimum = 40,5
o
C. Sedangkan pada kelompok tepid sponge nilai mean = 39,1
o
C,
median = 39
o
C, modus = 38,5
o
C, standar deviasi 0,705, nilai maksimum = 38,4
o
C,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


55

dan nilai maksimumnya = 40,5
o
C. Data diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata,
median, modus, nilai maksimum dan minimum lebih besar pada kelompok perlakuan
tepid sponge.
2. Suhu akhir responden pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan
kompres hangat tepid sponge.
Tabel 4.3
Suhu Akhir Responden Pada Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Konvensional Dan
Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari
n = 30
Deskriptif Konvensional Tepid Sponge
N
Mean
Median
Modus
Std. Deviasi
Minimum
Maximum
15
38,5
38,3
38,2
0,7618
37,5
40,4
15
38,2
38,100
37,5
0,6501
37,1
39,4

Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan nilai suhu akhir antara
kelompok kompres hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Pada
kelompok kompres hangat konvensional nilai rata-rata = 38,5
o
C, median = 38,3
o
C,
modus = 38,2
o
C, standar deviasi = 0,7618
o
C, nilai minimum = 37,5
o
C, dan
maksimum = 40,4
o
C. Sedangkana pada kelompok tepid sponge nilai mean = 38,2
o
C, median = 38,1
o
C, modus = 37,5
o
C, standar deviasi 0,6501, nilai maksimum =
37,1
o
C, dan nilai maksimumnya = 39,4
o
C. Tidak seperti data pada suhu awal
sampel, data diatas menunjukkan bahwa nilai rata-rata, median, modus, nilai
maksimum dan minimum lebih kecil pada kelompok tepid sponge.
3. Nilai suhu awal dan suhu akhir pada anak dengan perlakuan kompres hangat
konvensional dan kompres hangat tepid sponge.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


56

Tabel 4.4
Tabulasi fluktuasi Suhu Responden Mulai Suhu Awal Hingga Suhu Diakhir Pengukuran Pada
Anak Dengan Demam Yang Mendapat Perlakuan
Kompres Hangat Konvensional Puskesmas Mumbulsari 2011
n = 15
No
Resp
.
Nama
Responden
No.
Register

Suhu
Awal
Suhu Setelah Perlakuan
Penurunan
Suhu Pada
Akhir
Pengukuran
5' 15' 30' 60' 90' 120'
1 SC
2968
38,2 38 38,2 38,9 38,5 38,5 38,4 -0,2
2 AR
2913
40,5 39,4 39,3 39,6 39,4 39,1 39,3 1,2
3 I
2976
38,7 38,4 38,3 37,5 38 37,7 37,6 1,1
4 SN
2957
38,6 38,3 37,8 37,9 37,9 36,5 37,8 0,8
5 H
2073
38,9 38,9 39,7 39,2 38,8 38,7 38,9 0
6 V
2961
38,8 38,4 38,7 39,3 39,1 38,6 38,4 0,4
7 SH
1731
38,3 39,2 39,2 39 39,1 38,7 37,5 0,8
8 R
2962
38,3 38 38,3 38 38,3 38,4 38,2 0,1
9 A
3929
40,5 39,2 39,4 39,7 40,2 40,5 40,4 0,1
10 R
4771
38,4 38,4 38,6 38,4 38,2 37,5 37,5 0,9
11 L
4770
38 38,2 38 38,2 38,2 38,3 38,2 -0,2
12 C
3635
38,5 37,1 37,4 37,6 37,9 38,5 39,3 -0,8
13 N
2861
38,4 38,1 38,4 38,1 38,4 38,3 38,3 0,1
14 K
4774
40 40 40,5 40,1 39,1 37,8 38,8 1,2
15 L
2862
38,3 38 38,3 38 38,3 38,4 38,2 0,1


















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


57

Tabel 4.5
Tabulasi fluktuasi Suhu Responden Mulai Suhu Awal Hingga Suhu Diakhir Pengukuran Pada
Anak Dengan Demam Yang Mendapat Perlakuan
Kompres Hangat Tepid Sponge Di Puskesmas Mumbulsari 2011
n = 15

No
Resp
Nama
Responden
No.
Register
Suhu
Awal
Suhu Setelah Perlakuan
Penurunan
Suhu Pada
Akhir
Pengukuran
5' 15' 30' 60' 90' 120'
16 D
4157
38,6 39,5 39,2 39 38,4 38,6 38,9 -0,3
17 H
4776
38,5 39,5 38,3 37,8 38,2 38,5 38,7 -0,2
18 R
4765
40,5 40,4 39,1 38,9 38,9 38,6 39,4 1,1
19 MB
4753
40,5 39,5 39,3 38,5 38,7 38,5 39 1,5
20 KJ
4782
38,7 38,1 38,1 37,7 37,4 37,2 37,5 1,2
21 S
2944
38,4 39 38,9 38,1 38 37,7 37,5 0,9
22 R
2985
39,2 39,4 39,5 39 38,7 38,2 38 1,2
23 N
2984
39,9 39,8 40 39,3 39 39,1 38,5 1,4
24 A
4784
38,5 38,6 38,3 38,2 37,8 37,9 37,7 0,8
25 R
4789
39,5 39,5 39,5 37,5 37,5 37,6 37,5 2
26 F
4897
38,5 38,5 37,5 38 37 37,2 37,1 1,4
27 N
4785
39,2 39,3 39,2 39 38,2 38 38,3 0,9
28 FQ
4780
39,2 38,9 40 38,2 38 38,1 38,1 1,1
29 AV
4781
38,7 38,7 38,5 38,2 37,7 37,7 38 0,7
30 RS
4685
39 38,9 39 38,5 38,2 37,9 38,1 0,9










perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


58

Tabel 4.6
Perbedaan Rerata Nilai Suhu Awal dan Suhu Akhir pada Anak dengan Perlakuan Kompres
Hangat Konvensional dan Kompres Hangat Tepid Sponge
Di Puskesmas Mumbulsari 2011
n = 30
Kelompok
Responden
Suhu Tubuh P Value
Suhu Awal Suhu Akhir Selisih Suhu
N
o
C N
o
C
o
C
Kelompok
konvensional
Kelompok tepid
sponge
15

15
38,8

39,1

15

15
38,5

38,2
0,3

0,9
0,038

0,000

Bila dilihat dari tabel 4.6, perbedaan suhu awal dan suhu akhir terjadi pada
kedua kelompok perlakuan yaitu kelompok perlakuan konvensional dan kelompok
tepid sponge. Pada kelompok konvensional nilai rerata suhu awal 38,8
o
C dan suhu
akhir 38,5
o
C, dengan rerata selisih suhu tubuh sebesar 0,3
o
C. Setelah dilakukan uji
statistik dengan menggunakan t-test untuk mengetahui adanya perbedaan antara suhu
awal dan suhu akhir yang diartikan sebagai nilai penurunan suhu tubu pada
kelompok perlakuan kompres hangat konvensional didapatkan nilai P value 0,038
yang artinya ada perbedaan yang signifikan antara suhu awal dan suhu akhir setelah
diberi perlakuan. Demikian pula pada kelompok tepid sponge, nilai rerata suhu awal
adalah 39,1
o
C dan suhu akhirnya 38,2
o
C menghasilkan rerata perbedaan suhu
sebesar 0,9
o
C. Hasil uji statistik memberikan hasil P value 0,000 yang artinya ada
perbedaan yang signifikan pada suhu sebelum dan sesudah diberi perlakuan.




perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


59

4. Perbedaan penurunan suhu pada kelompok kompres hangat konvensional dan tepid
sponge
Tabel 4.7 Mean Penurunan Suhu Tubuh Menurut Waktu Pada Anak Demam
Dengan Kompres Konvensional dan Kompres Tepid Sponge Di Puskesmas
Mumbulsari 2011

Kelompok
Mean Penurunan Suhu (C
0
)
5 15 30 60 90 120
Konvensional 0,32 0,15 0,19 0,20 0,46 0,37
Tepid Sponge -0,05 0,17 0,73 1,01 1,07 0,97
P Value 0,079 0,956 0,030 0,000 0,032 0,010

Tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa pengukuran suhu pada menit ke-5 dan
ke-15 tidak didapatkan perbedaan penurunan suhu tubuh secara signifikan antara
kelompok kompres konvensional dan kelompok kompres hangat tepid sponge.
Penurunan suhu tubuh tampak nyata berbeda mulai menit ke-30 sampai dengan menit
ke-120.
Pada menit ke-5 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan
kompres konvensional adalah 0,32
0
C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid
sponge adalah -0,05
0
C artinya justru terjadi peningkatan suhu tubuh pada anak. P
value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-5 pada kedua kelompok adalah 0,079
yang menunjukkan tidak adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua
kelompok.
Pada menit ke-15 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan
kompres konvensional adalah 0,15
0
C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid
sponge adalah 0,17
0
C artinya penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-15 lebih
besar pada kelompok kompres tepid sponge walaupun nilai perbedaan 0,02
0
C secara
klinis tidak bermakna. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-15 pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


60

kedua kelompok adalah 0,956 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan penurunan
suhu tubuh antara kedua kelompok.
Pada menit ke-30 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan
kompres konvensional adalah 0,19
0
C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid
sponge adalah 0,73
0
C artinya penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-30 lebih
besar pada kelompok kompres tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,54
0
C dimana
secara klinis perbedaan tersebut bermakna pada kondisi pasien. P value perbedaan
rerata penurunan pada menit ke-30 pada kedua kelompok adalah 0,030 yang
menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok.
Pada menit ke-60 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan
kompres konvensional adalah 0,20
0
C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid
sponge adalah 1,01
0
C sehingga penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-60
lebih besar pada kelompok kompres tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,81
0
C.
Perbedaan suhu tubuh yang mendekati 1
0
C secara klinis sangat bermakna pada kondisi
pasien. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-60 pada kedua kelompok
adalah 0,000 yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua
kelompok.
Pada menit ke-90 rerata penurunan suhu tubuh pada kelompok perlakukan
kompres konvensional adalah 0,46
0
C sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid
sponge adalah 1,07
0
C, jadi penurunan suhu tubuh pada anak pada menit ke-90 lebih
besar pada kelompok kompres tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,61
0
C walaupun
Perbedaan penurunan suhu tubuh anak pada kedua kelompok ini menurun
dibandingkan pada menit ke-60.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


61

P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-90 pada kedua kelompok
adalah 0,032 yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua
kelompok.
Pada akhir pengukuran yaitu pada menit ke-120 rerata penurunan suhu tubuh
pada kelompok perlakukan kompres konvensional adalah 0,37
0
C sedangkan pada
kelompok kompres hangat tepid sponge adalah 1,07
0
C, jadi rerata penurunan suhu
tubuh pada kedua kelompok perlakuan mulai menurun dibandingkan menit ke-90.
Artinya suhu anak pada kedua kelompok mulai meningkat lagi. Walaupun demikian
penurunan suhu tubuh anak pada menit ke-120 lebih besar pada kelompok kompres
tepid sponge dengan nilai perbedaan 0,6
0
C yang secara klinis bermakna pada kondisi
anak. P value perbedaan rerata penurunan pada menit ke-120 pada kedua kelompok
adalah 0,010 yang menunjukkan adanya perbedaan penurunan suhu tubuh antara kedua
kelompok.










perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


62

Siklus penurunan suhu tubuh pada kedua kelompok dapat dilihat pada kurva
berikut ini.
Gambar 4.1
Kurva Rerata Perubahan Suhu Diberbagai Waktu Pengukuran Suhu Pada Kelompok
Perlakuan Kompres Hangat Konvensional dan
Kelompok Perlakuan Kompres Hangat Tepid Sponge
Di Puskesmas Mumbulsari 2011
n = 30



Gambar 4.1 menunjukkan perbedaan rerata fluktuasi suhu dari waktu
kewaktu, dimulai dari sebelum perlakuan hingga di akhir periode pengukuran pada
kelompok perlakuan kompres hangat konvensional dan kelompok perlakuan kompres
hangat tepid sponge. Pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional
tampak penurunan suhu sebanyak 0,3
o
C pada 5 menit setelah pemberian kompres
hangat dihentikan. Kemudian suhu kembali meningkat mendekati suhu awal sebelum
perlakuan diberikan, dan kembali menunjukkan penurunan suhu dimenit ke-30 dan
60. Penurunan yang cukup berarti terjadi diantara menit ke-60 dan 90 sebanyak 0,4

38.8
38.5
38.7
38.6 38.6
38.4
38.5
39.1
39.2
39
38.4
38.14
38.1
38.2
38.8
38.9
38.7
38.1
37.84
37.8
37.9
37
37.5
38
38.5
39
39.5
S
u
h
u

T
u
b
u
h

0
C
Konvensional
TepidSponge
AdjustedTepidSponge
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


63

o
C, dan setelah menit ke-90 menunjukkan tren kenaikan suhu hingga di ahir
pengukuran terpaut 0,3
o
C dengan suhu awal tubuh sebelum perlakuan diberikan.
Kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge memiliki fluktuasi suhu
yang berbeda dengan kelompok perlakuan kompres hangat konvensional. Lima
menit awal setelah perlakuan dihentikan terjadi kenaikan suhu 0,1
o
C. Penurunan
suhu mulai terjadi pada menit ke-6 dan terus menurun tajam hingga menit ke-90
mencapai 1
o
C, dan setelah itu menunjukkan tren peningkatan suhu tubuh hingga
diakhir pengukuran. Data diatas ditulis dengan ketelitian satu angka dibelakang
koma.

B. Pembahasan
Hasil uji homogenitas dengan menggunakan Chi Square dengan jumlah
responden masing-masing golongan 15 anak dengan karakteristik usia, status hidrasi, dan
status nutrisi menghasilkan P value > . Dengan demikian Ho gagal ditolak yang berarti
sampel berdistribusi normal. Data ini untuk memastikan bahwa apapun hasil dari
penelitian bukan dipengaruhi oleh karakteristik responden melainkan hasil dari perlakuan
yang diberikan kepada kedua kelompok perlakuan.
1. Suhu awal anak pada kelompok kompres hangat konvensional
Berdasarkan tabulasi data dengan jumlah sampel 15 anak menunjukkan
bahwa terjadi variasi suhu antara satu anak dengan yang lainnya. Rentang perbedaan
suhu tubuh pada sampel ini terjadi dengan rentang suhu mulai 38 40,5
o
C, dengan
rata-rata suhu sebesar 38,8
o
C. Median suhu pada kelompok perlakuan kompres
hangat konvensional sebesar 38,5
o
C, dengan 38,3
o
C sebagai nilai suhu yang sering
muncul pada kelompok perlakuan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


64

Suhu tubuh pada anak sangat berfluktuasi. Hal ini diakibatkan termostat pada
anak masih belum matur, sehingga mudah berubah dan sensitiv terhadap perubahan
suhu lingkungan. Termostat anak akan matur saat anak memasuki usia remaja.
Seiring dengan pencapaian maturitas tersebut, suhu tubuh anak akan meningkat
dengan variasi suhu 0,54
o
C (Potter dan Perry, 2005). Selain itu perbedaan proses
penyakit yang terjadi pada masing-masing responden menyebabkan pematokan suhu
tubuh yang berbeda antara satu responden dengan responden yang lain (Guyton dan
Hall, 1997).
Peneliti beranggapan bahwa sangat wajar jika pada 15 responden terjadi
perbedaan atau variasi suhu karena kondisi pada anak yang menjadi responden
ditinjau dari usia, maturitas, dan sensitivitas respon terhadap suhu lingkungan juga
berbeda. Selain itu variasi diurnal tiap anak turut memberikan pengaruh terhadap
perbedaan suhu pada setiap anak. Fenomena ini juga akan terjadi pada kelompok
responden kompres hangat tepid sponge. Namun variasi ini bukan menjadi suatu
masalah dalam penelitian, karena peniliti hanya mengukur besar penurunan suhu
yang didapatkan dari selisih suhu antara suhu awal dan suhu akhir tanpa melihat
apakah suhu akhir pengukuran telah mencapai batas suhu normal atau tidak.
2. Suhu awal anak pada kelompok kompres hangat tepid sponge
Tabulasi data suhu awal pada kelompok kompres hangat tepid sponge
menunjukkan variasi suhu awal yang tidak jauh berbeda dengan kelompok kompres
hangat konvensional. Rentang perbedaan suhu tubuh pada sampel ini terjadi dengan
rentang suhu mulai 38,4 40,5
o
C, dengan rata-rata suhu sebesar 39,1
o
C. Median
suhu pada kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge sebesar 39
o
C, dengan
38,5
o
C sebagai nilai suhu yang sering muncul pada kelompok perlakuan ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


65

Sama halnya dengan responden pada kelompok perlakuan kompres hangat
konvensional, peneliti bernggapan bahwa variasi suhu pada anak yang menjadi
responden pada kelompok kompres hangat tepid sponge bisa disebabkan oleh
perbedaan usia, maturitas, variasi diurnal dan sensitifiatas responden terhadap
perubahan suhu lingkungan yang juga berbeda.
3. Suhu akhir anak pada kelompok kompres hangat konvensional
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi suhu di akhir periode
pengukuran dimana rentang perbedaan suhu terjadi pada 37,5 40,5
o
C. Nilai rata-
rata suhu diakhir periode pegukuran adalah 38,5
o
C, dan median suhu 38,3
o
C. Suhu
yang sering muncul pada kelompok responden ini adalah 38,2
o
C.
Suhu pada anak dengan demam dipengaruhi proses penyakit yang terjadi
pada anak. Terutama pada anak dengan infeksi, tingkat infeksi yang menentukan
seberapa banyak pirogen eksogen dilepaskan yang direspon dengan pelepasan
pirogen endogen tubuh yang akan menentukan seberapa tinggi set point baru akan
dipatok (Nelson, 2000). Perbedaan suhu eksternal juga akan menentukan perbedaan
suhu anak setelah perlakuan (guyton dan Hall, 1997).
Peneliti beranggapan bahwa perbedaan suhu akhir pada masing-masing
responden juga diakibatkan oleh perbedaan tingkat stres yang dimiliki oleh tiap
individu. Stres memicu peningkatan pelepasan epineprin yang akan meningkatkan
metabolisme tubuh dan mengakibatkan peningkatan suhu tubuh. Stres pada anak
yang sedang menjalani hospitalisasi berbeda-beda, bergantung pada pengalaman
hospitalisasinya dimasa lalu. Tetapi stress akibat perlakuan yang diberikan dapat
diminimalkan karena kompres dilakukan oleh Ibunya sendiri bukan oleh petugas
kesehatan. Sehingga faktor stress karena stranger anxiety dapat diabaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


66

Selain itu perbedaan suhu awal pada tiap responden tentu saja menjadi salah
satu alasan terjadinya perbedaan suhu responden di akhir pengukuran. Sehingga
peneliti beranggapan bahwa wajar jika terjadi perbedaan output suhu tubuh
responden jika input berupa suhu awal responden sudah berbeda. Fenomena ini tentu
juga akan terjadi pada kelompok responden kompres hangat konvensional.
4. Suhu akhir anak pada kelompok kompres hangat tepid sponge
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi suhu di akhir periode
pengukuran dimana rentang perbedaan suhu terjadi pada 37,1 39,4
o
C. Nilai rata-
rata suhu diakhir periode pegukuran adalah 38,2
o
C, dan median suhu 38,1
o
C. Suhu
yang sering muncul pada kelompok responden ini adalah 37,5
o
C.
Sama halnya seperti yang terjadi pada responden dengan kelompok
perlakuan kompres hangat konvensional, suhu akhir yang terukur merupakan hasil
dari perkawinan antara perlakuan, proses penyakit, serta sensitifitas individu
terhadap perbedaan suhu eksternal (Nelson, 2000; Guyton dan Hall, 1997). Peneliti
juga berpendapat bahwa perbedaan suhu akhir pada tiap responden sangatlah lazim
terjadi karena input yang berupa suhu awal sudah berbeda sehingga wajar jika suhu
akhir pada tiap-tiap responden juga berbeda. Selain itu perbedaan tingkat stres pada
responden juga akan memberikan pengaruh terhadap perbedaan suhu responden di
akhir pengukuran.
5. Perbedaan suhu awal dan suhu akhir responden yang diberi perlakuan kompres
hangat konvensional.
Sebanyak 15 responden pada kelompok perlakuan kompres hangat
konvensional dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir pengukuran sangat
beragam. Sebanyak 3 responden (20%) mengalami kenaikan suhu mulai dari 0,2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


67

0,8
o
C. Seorang responden bersuhu stagnan, dan 11 responden (73%) mengalami
penurunan suhu berkisar antara 0,1-1,2
o
C.
Hasil uji statistik dilakukan berdasarkan nilai rerata
suhu sebelum perlakuan dan pada akhir periode pengukuran kelompok perlakuan
kompres hangat konvensional mendapatkan hasil signifikasi sebesar 0,038 berarti <
0,05. Dengan demikian ada perbedaan yang signifikan antara suhu awal sebelum
perlakuan dan setelah perlakuan diberikan. Data menunjukkan bahwa nilai rata-rata
suhu tubuh anak setelah perlakuan lebih kecil dibandingkan dengan sebelum
perlakuan, yang berarti terjadi penurunan suhu tubuh anak dengan demam setelah
perlakuan diberikan.
Hasil ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh purwanti
(2006) yang berjudul Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh
Pasien Anak Hipertermi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh valita dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan Penurunan
Suhu Klien Febris Antara Kompres Hangat Pada Reseptor Suhu (Aksila) Dengan
Tanpa Kompres Hangat (Studi Kasus Di Ruang Anak RSU dr. Saiful Anwar
Malang).
Namun meskipun berbagai penelitian terkait menyimpulkan bahwa
pemberian kompres hangat konvensional dapat menurunkan suhu tubuh pada anak
dengan demam, pada kenyataanya pemberian kompres hangat ini tidak selalu
berhasil dalam menurunkan suhu anak. Seperti yang terjadi pada penelitian ini, dari
15 responden yang diberi perlakuan ternyata ada 3 responden yang mengalami
kanaikan suhu, dan 1 responden didapatkan suhu yang stagnan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


68

Berdasarkan analisa peneliti perbedaan hasil ini dipengaruhi oleh beberapa
hal mulai dari penyakit, suhu eksternal, hormonal, obat-obatan, dan stres. Berbagai
hal diatas memungkinkan terjadinya perbedaan hasil terhadap penurunan suhu tubuh
anak pada akhir pengukuran. Demam (peningkatan suhu) sangat dipengaruhi oleh
kondisi penyakit khususnya infeksi yang dialami oleh responden. Pirogen endogen
yang dilepaskan pada proses infeksi akan langsung mempengaruhi pusat pengatur
suhu tubuh yang akan mengakibatkan kenaikan suhu tubuh responden.
Tak dapat dipungkiri bahwa tingkat infeksi yang terjadi pada responden
beragam sehingga memungkinkan terjadinya kenaikan suhu tubuh meskipun telah
diberi perlakuan kompres hangat, seperti yang terjadi pada 3 responden pada
penelitian ini dimana ketiga responden ini tercatat sebagai pasien yang masuk dengan
penyakit infeksi. Hal ini juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Valita
(2007) dimana dari sepuluh responden, ada seorang responden yang mengalami
kenaikan suhu setelah diberi perlakuan dengan status pasien dengan penyakit infeksi
saat masuk rumah sakit.
6. Perbedaan suhu awal dan suhu akhir responden yang diberi perlakuan kompres
hangat tepid sponge
Sebanyak 15 responden pada kelompok perlakuan kompres hangat tepid
sponge dievaluasi dan suhu yang dihasilkan pada akhir pengukuran sangat beragam.
Sebanyak 2 responden (13%) mengalami kenaikan suhu mulai dari 0,2 0,3
o
C.
Sedangkan sisanya sebanyak 13 responden (87%) mengalami penurunan suhu
berkisar antara 0,7-2
o
C.
Kelompok perlakuan kompres hangat tepid Sponge mendapatkan hasil
signifikasi sebesar 0,000 berarti < 0,05. Dengan demikian ada perbedaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


69

signifikan antara suhu awal sebelum perlakuan dan setelah perlakuan diberikan. Data
menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu tubuh anak setelah perlakuan lebih kecil
dibandingkan dengan sebelum perlakuan, yang berarti terjadi penurunan suhu tubuh
pada anak dengan demam setelah perlakuan diberikan.

Penelitian ini diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahar A.
F. et all. (1994) dengan judul Tepid Sponging to Reduce Temperature in Febrile
Children in a Tropical Climate juga menghasilkan kesimpulan bahwa pemberian
tepid sponge berpengaruh terhadap penurunan suhu pada anak dengan demam. Tidak
seperti penelitian lainnya, riset yang menggunakan metode true experimental ini
memasukkan faktor iklim sebagai faktor yang turut diperhitungkan dalam penelitian.
Pada prinsipnya tepid sponge merupakan teknik kompres hangat yang
mengkombinasikan beberapa tempat sekaligus. Sebagaimana diketahui bahwa
berbagai penelitian hingga berbagai pakar telah mengungkapkan efektifitas kompres
hangat terhadap penurunan suhu anak dengan demam. Sebagaimana diungkapkan
oleh Potter dan Perry (2005) bahwa pemberian kompres hangat pada daerah tubuh
akan memberikan sinyal kehipotalamus yang akan mengakibatkan pengeluaran
sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi pembuluh perifer. Terjadinya
vasodilatasi ini yang menyebabkan pembuangan panas tubuh melalui kulit
meningkat. Selanjutnya dengan set point yang baru hipotalamus akan menstabilkan
suhu tubuh.
Namun terdapat sedikit perbedaan hasil penelitian antara penelitian yang
dilaksanakan oleh peneliti dengan beberapa penelitian terkait. Diantarnya penelitian
yang dilakukana oleh Department of Child Health Nursing of India, Bantonisamy et
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


70

all. (2008) dengan risetnya yang berjudul Comparative Effectiveness of Tepid
Sponging and Antipyretic Drugs Versus Only Antipyretic Drug in The Management
of Fever Among Children menghasilkan kesimpulan bahwa penambahan tepid
sponge terhadap pemberian antipiretik pada anak dengan demam hanya mempercepat
penurunan suhu tubuh pada anak diawal pengukuran. Namun setelah dua jam pasca
perlakuan dihentikan, suhu tubuh pada anak yang diberi perlakuan antipiretik dan
tepid sponge sama dengan anak yang hanya diberi antipiretik saja.
Penelitian Alves (2008) menghasilkan kesimpulan bahwa pemberian tepid
sponge dan antipiretik efektif untuk menurunkan suhu anak pada 30 menit awal, dan
menunjukkan tren level suhu yang lebih tinggi dibandingkan anak yang hanya diberi
antipiretik saja. Adapun pada hasil penelitian ini sendiri menghasilkan kesimpulan
bahwa tepid sponge efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam
selama 90 menit awal, setelah itu akan terjadi kenaikan suhu seperti semula.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil mengenai lama efek
terapi tepid sponge dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam antara
penelitian ini dengan penelitian terkait lainnya.
Menurut peneliti perbedaan diakibatkan oleh pengaruh eksternal yaitu
berupa luas washlap yang kontak dengan tubuh dan suhu lingkungan pada daerah
beriklim tropis. Rasio body surface area dibanding dengan luas total washlap
kompres yang diberikan hampir sebanding, yang artinya luas kontak washlap dengan
kulit cukup luas sehingga lebih baik dalam memfasilitasi perpindahan kalor secara
konduksi dibandingkan dengan evaporasi karena suhu lingkungan di wilayah tropis
lebih tinggi dibandingkan dengan wilyah iklim yang lainnya. Seperti halnya yang
dijelaskan oleh Mahar A. F. (1994) bahwa tepid sponge sangat efektif dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


71

membantu penurunan suhu anak dengan demam yang berada di iklim tropis. Begitu
juga Alves dan Almeida (2008) menegaskan bahwa penambahan tepid sponge
terhadap antipiretik memberikan hasil yang baik jika diterapkan pada anak yang
berada di iklim tropis.
7. Perbedaan penurunan suhu pada kelompok perlakuan kompres hangat konvensional
dan kelompok perlakuan kompres hangat tepid sponge
Sebanyak 30 responden dipecah menjadi dua kelompok perlakuan kompres
hangat konvensional dan kompres hangat tepid sponge. Tabel 4.7 menunjukkan
bahwa pengukuran suhu pada menit ke-5 dan ke-15 tidak didapatkan perbedaan
penurunan suhu tubuh secara signifikan antara kelompok kompres konvensional dan
kelompok kompres hangat tepid sponge. Penurunan suhu tubuh tampak nyata berbeda
mulai menit ke-30 sampai dengan menit ke-120.
Besar selisih rerata penurunan suhu tubuh antara kedua kelompok perlakuan
berbeda setiap waktu pengukuran, dimana kelompok perlakuan kompres hangat tepid
sponge memiliki derajat penurunan suhu yang lebih besar dibandingkan dengan
kelompok kompres konvensional dengan selisih terbesar mencapai 0,81
0
C pada
menit ke-60. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompres hangat tepid
sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu tubuh pada anak dengan
demam.
Tepid sponge merupakan sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah besar superficial dengan
teknik seka (Wilson, 1995). Seperti pada kompres hangat konvensional, tepid sponge
bekerja dengan cara mengirimkan implus ke hipotalamus bahwa lingkungan sekitar
sedang dalam keadaan panas. Keadaan ini akan mengakibatkan hipotalamus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


72

berespon dengan mematok set poin suhu tubuh yang lebih tinggi dengan cara
menurunkan produksi dan konservasi panas tubuh (Guyton, 1997).
Namun menurut peneliti kompres hangat tepid sponge lebih efektif dalam
menurunkan suhu anak dengan demam dibandingkan dengan kompres hangat
konvensional disebabkan adanya seka tubuh pada teknik kompres hangat tepid
sponge akan mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer disekujur tubuh
sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan sekitar akan lebih cepat
dibandingkan hasil yang diberikan oleh kompres konvensional yang hanya
mengandalkan reaksi dari stimulasi hipotalamus.
Perbedaan rasio body surface area dengan jumlah luas washlap yang kontak
dengan pembuluh darah perifer yang berbeda antara teknik kompres hangat
konvensional dan kompres hangat tepid sponge akan turut memberikan perbedaan
hasil terhadap percepatan penurunan suhu responden pada kedua kelompok
perlakuan tersebut.
Berdasarkan protap tindakan, terdapat keunggulan yang dimiliki teknik
kompres hangat konvensional dibandingkan dengan teknik kompres hangat tepid
sponge diantaranya suhu air yang lebih hangat, dan durasi pemberian kompres yang
lebih panjang. Selain itu, kecilnya jumlah washlap yang kontak dengan tubuh
memberikan kenyamanan yang lebih dibandingkan dengan teknik tepid sponge yang
hampir sekujur tubuhnya dibalut dengan washlap. Namun seperti yang dijelaskan di
paragraf sebelumnya, kombinasi cara kerja pada tepid sponge mengakibatkan tepid
sponge yang dilakukan Ibu lebih unggul dalam menurunkan suhu pada anak dengan
demam dibandingkan dengan kompres hangat konvensional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


73

Selain itu perbedaan cara kerja antara kompres hangat konvensional dengan
kompres hangat tepid sponge menyebabkan perbedaan karakteristik fluktuasi suhu
setelah perlakuan dihentikan dan seberapa lama masing-masing teknik mampu
memberikan efek terapi berupa penurunan suhu anak. Gambar 4.1 menunjukkan
pada kelompok kompres hangat konvensional fluktusi penurunan suhu tidak konstan
dengan rerata efek terapi selama 10-15 menit. Setelah itu suhu berfluktuasi dan
cenderung tidak stabil. Sedangkan pada kelompok kompres hangat tepid sponge
penurunan suhu relatif konstan dengan efek terapi yang cukup lama yaitu 90 menit.
Setelah 90 menit perlakuan dihentikan, suhu tubuh pada anak akan mengalami
kenaikan.
Berdasarkan perbedaan karakteristik ini peneliti menyimpulkan bahwa untuk
memperoleh hasil yang maksimal maka penerapan masing-masing teknik ini harus
dibedakan sesuai dengan karakteristik fluktuasi suhu dan lama efek terapi yang
dimiliki oleh masing-masing teknik. Untuk teknik kompres hangat konvensional,
kompres bisa diberikan oleh Ibu secara remitten yaitu terus menerus hingga
penurunan suhu tubuh yang diinginkan tercapai. Hal ini diakibatkan oleh pendeknya
efek terapi pada kompres konvensional sehingga penghentian kompres setelah
pemberian kompres selama 20-25 menit sesuai dengan protap tindakan tidak akan
memberikan pengaruh yang berarti terhadap penurunan suhu dibandingkan dengan
kompres hangat teknik tepid sponge.
Sedangkan pada tepid sponge pemberian kompres dapat diberikan sesuai
dengan protap tindakan yaitu selama 10-15 menit, kemudian pemberian kompres
dihentikan, washlap diambil dan tubuh dibiarkan terbuka. Hal ini akan memfasilitasi
evaporasi melalui kulit yang telah berdilatasi kelingkungan sekitar menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


74

maksimal. Tepid sponge dapat kembali diberikan setelah 90 menit kemudian. Ini
merupakan waktu yang tepat karena setelah 90 menit efek terapi tepid sponge mulai
menghilang yang ditandai dengan kembali meningkatnya suhu pada anak. Pemberian
tepid sponge yang selanjutnya akan mencegah kenaikan suhu lebih lanjut.
C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti dalam menerapkan penelitian ini sudah berupaya semaksimal mungkin
agar hasil yang diperoleh benar-benar valid dan bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Berbagai upaya telah dilakukan peneliti untuk mendapatkan hasil
maksimal, minimal tidak terjadi bias.
Penyeleksian sampel dilakukan dengan ketat dengan cara memilih teknik
sampling yang sesuai serta penentuan kriteria inklusi dan eksklusi sedimikian rupa untuk
mencegah terjadinya bias hasil akibat pengaruh dari karakteristik yang dimiliki oleh
masing-masing sampel. Peneliti kembali melakukan uji homogenitas sampel untuk
kembali memastikan bahwa hasil yang diperoleh memang benar-benar efek dari
perlakuan yang diberikan, bukan karena perbedaan karakteristik pada kedua kelompok
perlakuan. Selain itu untuk menghindari terjadinya perbedaan skill Ibu dalam
implementasi pada anaknya baik pada kompres konvensional maupun pada kompres
tepid sponge, peneliti mengobservasi cara kerja Ibu dalam melakukan implementasi
supaya sesuai dengan protap tindakan.
Penelitian ini memeliki beberapa keterbatasan sehingga berpengaruh pada hasil
penelitian antara lain:



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


75

1. Alat ukur
Salah satu alat ukur pada penelitan ini adalah termometer aksila yang hasil
pengukurannya bisa dipengaruhi oleh pemberian kompres hangat di aksila. Selain itu
akurasi termometer jenis ini kurang mendekati suhu tubuh yang sebenarnya
dibandingkan dengan termometer rektal sehingga akan menimbulkan bias.
2. Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini relatif kecil yaitu 30 responden.
Terbatasnya jumlah sampel ini bisa berpengaruh pada akurasi hasil penelitian dan
kemampuannya untuk digeneralisasi pada populasi yang besar.
3. Suhu anak dengan demam dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang tidak
dikondisikan pada penelitian ini, antara lain:
a. Masing-masing anak berbeda dalam pemberian jenis antipiretik. Sehingga
perbedaan jenis antipiretik ini bisa menjadi faktor perancu dalam penelitian ini.
b. Peneliti memiliki keterbatasan untuk menghomogenkan suhu ruangan yang turut
mempengaruhi suhu tubuh responden sebelum ataupun sesudah perlakuan.
Untuk melakukan pengkondisian ini ruangan harus ber-AC, sedangkan
kenyataan yang ada dilapangan peneliti hanya diperkenankan melakukan
penelitian di ruangan bangsal, yang tidak memilki fitur AC di ruangan.
c. Status hormonal responden hususnya hormon yang langsung mempengaruhi
metabolisme tubuh akan turut mempengaruhi fluktuasi suhu responden. Untuk
mengontrol status hormonal dengan akurat dibutuhkan skrining khusus yang bisa
menelan biaya diluar batas kemampuan peneliti.
d. Stres merupakan hal turut mempengaruhi fluktuasi suhu tubuh seseorang. Saat
penelitian ini dilakukan, stres merupakan faktor yang tidak terkaji oleh peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


76

karena bagaimanapun stres pada anak merupakan hal yang sulit dikaji dan
dikontrol. Stres pada anak bisa muncul dari pengalaman hospitalisasi dimasa lalu
yang kurang menyenangkan akibat penerapan prinsip atraumatic care yang
masih parsial. Selain itu resistensi anak yang menjadi responden terhadap
pemberian kompres hangat sangatlah bervariasi. Pada anak yang memiliki
tingkat resistensi tinggi pemberian kompres hangat bisa menjadi stresor
tersendiri yang berperan terhadap peningkatan suhu responden walaupun
tindakan tersebut dilakukan oleh Ibunya sendiri.












perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


77

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
1. Penurunan suhu tubuh pada anak dengan perlakukan kompres konvensional maupun
kompres hangat tepid sponge terjadi pada pengukuran suhu tubuh menit ke-5 sampai
menit ke-90. Setelah itu suhu tubuh anak kembali naik.
2. Perbedaan rerata penurunan suhu tubuh antara anak yang dilakukan kompres
konvensional dan anak dengan kompres hangat tepid sponge terjadi pada mulai menit
ke-30 sampai dengan menit ke-120. Pada menit ke-5 dan ke-15 tidak terdapat
perbedaan penurunan suhu yang signifikan antara kedua kelompok.
3. Kompres hangat tepid sponge yang dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu
tubuh pada anak dengan demam.
2. Implikasi
1. Uji statistik memperlihatkan dengan jelas bahwa kompres hangat tepid sponge yang
dilakukan Ibu efektif dalam menurunkan suhu tubuh anak dengan demam. Melalui
penelitian ini diharapkan mampu mengenalkan tepid sponge sebagai metode non
farmakologis yang terbukti efektif dan aman dalam menurunkan suhu tubuh anak
dengan demam sehingga dapat diterapkan di khalayak luas.
2. Tepid sponge sebagai metode kompres hangat yang memberikan efek penurunan suhu
yang konstan dan berlangsung lama sangat cocok untuk anak yang sedang mengalami
kejang demam dan membantu menurunkan suhu pada anak dengan demam di wilayah
beriklim tropis seperti Indonesia. Tepid sponge juga sangat dianjurkan pada anak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


78

berusia 6 bulan 5 tahun, karena pada usia ini resiko kejang demam lebih tinggi
dibanding dengan usia lainnya (Guyton dan Hall, 1997).
3. Banyaknya jumlah washlap yang kontak dengan kulit pada metode tepid sponge
mengakibatkan responden merasa hangat, dengan demikian metode ini sangat
dibutuhkan pada anak dengan demam yang sedang berada pada fase menggigil karena
tepid sponge tidak hanya membantu menurunkan suhu tubuhnya tetapi juga
memberikan rasa hangat pada anak yang sedang menggigil sesaat sebelum set point
yang baru tercapai.
4. Tepid sponge memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan konvensional,
dengan demikian tepid sponge cocok dan dianjurkan untuk berbagai kondisi anak
dengan demam. Namun pada anak yang memiliki tingkat resistensi tinggi terhadap
pemberian tepid sponge, pemberian kompres metode konvensional patut
diperhitungkan untuk menggantikan pemberian tepid sponge (dengan catatan tidak
berisiko kejang demam), karena pemberian tepid sponge pada anak yang memilki
tingkat resistensi tinggi dapat memicu stres anak yang akan meningkatkan suhu
tubuhnya walaupun tindakan ini dilakukan oleh Ibunya sendiri..
5. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan bagi para orang tua, maupun
instansi yang sebelumnya mengalami kebingungan dalam menentukan metode mana
yang paling paling tepat dalam membantu menurunkan suhu tubuh anak dengan
demam sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
3. Saran
1. Bagi Orang Tua Anak
Perlu meningkatkan pengetahuan mengenai tehnik kompres hangat yang tepat
sesuai dengan kondisi anaknya. Orang tua bisa memberikan tepid sponge pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


79

anaknya yang sedang demam, ataupun kejang demam sebelum ibu menjangkau
pelayanan kesehatan lebih lanjut. Sedangkan pada anak yang menolak pemberian tepid
sponge, pemberian kompres konvensional bisa diberikan sebagai penggantinya.
Adapun mengenai teknik pelaksanaan dari kedua metode kompres tersebut ibu bisa
menanyakan pada puskesmas atau rumah sakit terdekat.
2. Bagi Instansi Terkait
Mengingat telah terbukti bahwa kompres hangat tepid sponge yang dilakukan
Ibu efektif dalam menurunkan suhu pada anak dengan demam hendaknya protap
kompres hangat tepid sponge segera bisa diterapkan khususnya di Puskesmas
Mumbulsari. Pemberian tepid sponge bisa dilakukan sesuai protap tindakan yaitu 10-
15 menit. Kemudian washlap diambil dan membiarkan tubuh terbuka selama 90 menit.
Setelah itu jika suhu anak belum mencapai derajat suhu tubuh yang diinginkan tepid
sponge dapat diberikan kembali dengan cara dan durasi yang sama seperti
sebelumnya.
Walaupun demikian bukan berarti konvensional tidak diperlukan lagi.
Konvensional dapat diberikan sebagai pengganti tepid sponge pada anak yang
menolak pemberian tepid sponge. Kompres hangat konvensional dapat diberikan
secara remitten hingga penurunan suhu tubuh anak yang diinginkan tercapai. Peneliti
menyarankan kepada instansi terkait untuk tidak menghilangkan protap kompres
hangat konvensional yang telah ada sebelumnya, karena pemilihan kedua metode
kompres hangat yang akan diberikan harus disesuaikan dengan kondisi anak
dilapangan.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user


80

3. Bagi Perawat Anak
Perlu diadakan sosialisasi pada para orang tua tentang penanganan anak
demam menggunakan kompres hangat baik di lingkup rumah sakit maupun di lingkup
komunitas. Penjelasan mengenai kompres hangat tepid sponge untuk diberikan pada
anak sesuai dengan kondisi anak, hingga cara pemberiannya
4. Bagi Peneliti Lain
Perlu diadakan penelitian lain yang lebih dalam dengan mengendalikan suhu
lingkungan, tingkat stres, dan status hormonal. Penggunaan termometer rektal sebagai
alat ukur yang paling akurat tanpa harus melanggar etik. Selain itu disarankan untuk
melakukan penambahan jumlah sampel yang jauh lebih banyak daripada penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai