Anda di halaman 1dari 42

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %. (2) Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. (1) Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di SMF Paru RSUP Persahabatan tahun 2001 infeksi juga merupakan penyakit paru utama, 58 % diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 11,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis, pada penderita rawat inap 58,8 % kasus infeksi dan 14,6 % diantaranya kasus nontuberkulosis. Di RSUP H. Adam Malik Medan 53,8 % kasus infeksi dan 28,6 % diantaranya infeksi nontuberkulosis. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka kematian antara 20-35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat pertahun. (5, 6)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. (2).

Gambar 1. Penyakit Pneumonia

2.2. Epidemiologi Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu sampai dua tahun. WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian ini terjadi di negaranegara berkembang. Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar 6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan kontrak
2

pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke Unit perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Individuindividu ini juga lebih cenderung memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk pneumonia. (1)

2.3. Etiologi Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif. Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif atau Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus), pneumonia,

Streptococcus

piogenes,

Staphylococcus

aureus,

Klebsiela

Legionella, Haemophilus influenza. (2) Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Proses Terjadinya (4) Bakteri Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu, demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh. Sistem imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk bakteri berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit. Bermacam-macam bakteri dapat menyebabkan pneumonia, yang tersering adalah Streptococcus pneumoniae

(pneumococcus) dapat disebarkan apabila orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat menjadi lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat virus. Virus Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia. Contohnya termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex,
3

and respiratory syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan antar manusia ke manusia lain melalui batuk, bersin atau menyentuh objek dengan tangan yang terkontaminasi yang berkontak dengan cairan dari orang yang terinfeksi. Jamur Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang paling sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/ lingkungan. Aspirasi Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran pernafasan, menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.

Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena pneumonia, yaitu antara: 1. Usia lebih dari 65 tahun. 2. Merokok. 3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun dikarenakan penyakit kronis lain. 4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma, PPOK, dan emfisema. 5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes dan penyakit jantung. 6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama. 7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke, obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas. 8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius atas oleh virus (2)

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia bervariasi tergantung: 1. Usia.
4

2. Status lingkungan. 3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara). 4. Status imunisasi. 5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (2)

Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada peneumonia selain diatas
(4)

adalah:

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus. Etiologi menurut umur, dibagi menjadi: 1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan). Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis: tersering, Sifilis congenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain: Pasase transplasental, aspirasi mekonium, dan CAP. 2. Usia > 2 12 bulan. Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis. 3. Usia 1 5 tahun Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus tersering Chlamydia pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun (disebut pneumonia atipikal). 4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa

S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia (pneumonia atipikal) terbanyak. Ada beberapa factor lain yang dapat meningkatkan resiko infeksi oleh pathogen tertentu pada pneumonia komunitas
(4)

seperti dibawah ini:

2.4. Patofisiologi Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit. (2) Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan : 1. Inokulasi langsung 2. Penyebaran melalui pembuluh darah 3. Inhalasi bahan aerosol 4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (2) Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat
6

mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse) (2) Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia (2) Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang sama (2) Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu: 1. Stadium I (4 12 jam pertama/ kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari selsel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. (3) 2. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. (3) 3. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. (3) 4. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. (3)

2.5. Klasifikasi 1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia) b. Pneumonia pneumonia) c. Pneumonia aspirasi d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan (2) 2. Berdasarkan bakteri penyebab nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial

a. Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia c. Pneumonia virus d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised) (2) 3. Berdasarkan predileksi infeksi a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Di bawah ini gambar foto radiologi pada pneumonia lobaris:

b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. Di bawah ini gambar foto thorax bronkopneumonia:

c. Pneumonia interstisial (2)

2.6. Diagnosa 1. Gambaran klinis a. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada. Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan faktor infeksi: Evaluasi faktor predisposisi : PPOK : H. Influenza Penyakit kronik : lebih dari satu kuman kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob Penurunan imunitas : gram negatif Kecanduan obat bius : staphylococcus Bedakan lokasi infeksi PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae Rumah jompo PN : Staphylococcus aureus Usia pasien Bayi : virus Muda : M. Pneumoniae Dewasa : S. Pneumoniae Awitan Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae b. Pemeriksaan fisik Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi (2)
10

2. Pemeriksaan penunjang a. Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia

sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4 12 minggu. b. Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (2)

Dibawah ini beberapa kriteria diagnostik pneumonia nosokomial menurut CDC:

11

2.7. Diagnosa Banding 1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan. (4) 2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. (4) 3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan. (4) 4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paruparu). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius. (4)
12

5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan penyempitan saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen. Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi asma. (4)

2.8. Penatalaksanaan Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa 2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia. 3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu (2)

Pengobatan Pneumoni dibagi menjadi dua antara lain : a. Pneumoni Komunitas Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung paru dan tanpa adanya faktor peubah (resiko pneumokokkus resisten, infeksi gram negatif, resiko infeksi P. Aeruginosa-RPA. Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit jantung paru dengan atau tanpa adanya faktor peubah. Kelompok IIIa. : pasien dirawat di RS diluar ICU. Kelompok IIIb. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit jantung pare dan tidak ada faktor pengubah. Kelompok IV : pasien dirawat di ICU ( a. Tanpa resiko persisten P. Aeruginosa-RPA dan b. Dengan resiko).

13

b. Pneumoni Nosokomial Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia nosokomial yang tidak disertai faktor resiko untuk patogen resisten jamak, dengan onset dini pada semua tingkat berat sakit adalah dengan spektrum terbatas : antibiotik

Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :

14

Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada faktor resiko resistensi maka antibiotik diberikan secara kombinasi, jika tidak ada resiko maka diberikan monoterapi. Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil bakteriologik dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.

2.9. Komplikasi Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. (2) Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor risiko). Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan. (1)

15

Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnnya. Bakteremia: Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain. (1) Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3% penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita yang dirawat di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau komplikasinya. (1)

2.10. Prognosis Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. (4) 1. Pneumonia Komunitas Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di antaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien. (4) 2. Pneumonia nasokomial Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai 70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteremia terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp. (4).

16

BAB III PNEUMONIA KOMUNITI


3.1. Pneumonia Komuniti Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia (2).

3.2. Etiologi Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut (2): Klebsiella pneumoniae 45,18% Streptococcus pneumoniae 14,04% Streptococcus viridans 9,21% Staphylococcus aureus 9% Pseudomonas aeruginosa 8,56% Steptococcus hemolyticus 7,89% Enterobacter 5,26% Pseudomonas spp 0,9%

3.3. Diagnosis Pneumonia Komuniti Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini:
17

a. Batuk-batuk bertambah b. Perubahan karakteristik dahak/purulen c. Suhu tubuh > 380C (aksila) /riwayat demam d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki e. Leukosit > 10.000 atau < 4500

3.4. Penilaian Derajat Keparahan Penyakit Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di bawah ini : Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini (2). a. Kriteria minor: Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg

18

b. Kriteria mayor adalah sebagai berikut : Membutuhkan ventilasi mekanik Infiltrat bertambah > 50% Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok) Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialysis c. Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah: 1. Skor PORT lebih dari 70 2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini. Frekuensi napas > 30/menit Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral Foto toraks paru melibatkan > 2 lobuS Tekanan sistolik < 90 mmHg Tekanan diastolik < 60 mmHg Pneumonia pada pengguna NAPZA d. Kriteria perawatan intensif Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif. (2)

3.5. Pneumonia atipik Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp. Penyebab lain

19

Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus. (2)

3.6. Penatalaksanaan Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah: (2) a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir Pecandu alcohol Penyakit gangguan kekebalan Penyakit penyerta yang multiple Bakteri enterik Gram negative Penghuni rumah jompo Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru Mempunyai kelainan penyakit yang multiple Riwayat pengobatan antibiotik
20

b. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi: a. Penderita rawat jalan Pengobatan suportif / simptomatik - Istirahat di tempat tidur - Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi - Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas - Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit - Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif Pengobatan suportif / simptomatik - Pemberian terapi oksigen - Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif. (2)

21

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti. c. Pengobatan pneumonia atipik: Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan : Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin) Fluorokuinolon respiness Doksisiklin(2) d. Terapi Sulih (switch therapy) Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan. (2)

22

Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral. Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan. (2) e. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti: Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna Penderita sudah tidak panas 8 jam Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk) Leukosit menuju normal/normal

3.7. Evaluasi pengobatan Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 1. (2)

23

3.8. Prognosis Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 35%.(2)

3.9. Pencegahan Pola hidup sehat termasuk tidak merokok Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti tipe 3. (2)

24

BAB IV LAPORAN KASUS

3.1

Identitas pasien Nama Umur Jenis kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan Status perkawinan Pekerjaan Alamat : KGA : 40 tahun : Laki-laki : Bali : Indonesia : Hindu : Tamat SMA : Belum Menikah : Tidak Bekerja : Jl. Puri Buana II no. 19 Buana Raya Denpasar

3.2 Anamnesis Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama: sesak nafas Pasien datang ke UGD RSUP Sanglah dalam keadaan sadar diantarkan oleh keluarganya dengan keluhan utama sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk RS. Sesak nafas dirasakan terus menerus sepanjang hari dan tidak hilang timbul. Sesak tidak berubah dengan adanya perubahan posisi. Sesak dirasakan seperti susah saat akan bernafas. Tidak ada faktor yang memperberat atau memperingan keluhan sesak pasien. Sesak awalnya muncul 1 hari sebelum masuk RS. Sesak lama-lama dirasakan makin memberat hingga pasien masuk ke rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya panas badan. Panas badan dirasakan sejak 12 jam sebelum masuk RS. Panas dirasakan diseluruh badan, dirasakan terus menerus. Rasa panas dirasakan sampai pasien menggigil. Panas dikatakan sedikit reda dengan obat penurun panas tetapi tidak beberapa lama dikatakan tinggi lagi. Panas tidak membaik dengan istirahat. Panas awalnya
25

dirasakan pasien sejak 12 jam sebelum masuk RS. Panas dikatakan tiba-tiba tinggi, saat dilakukan pengukuran temperatur sendiri, keluarga pasien mengatakan temperaturnya sekitar 40oC. Panas badan dikeluhkan makin memberat sehingga pasien datang ke rumah sakit. Pasien juga menngeluhkan batuk yang dirasakan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk dirasakan terus menerus sepanjang hari dengan intensitas sedang. Batuk juga disertai dengan dahak yang berwarna kuning. Pasien mengatakan setiap batuk selalu disertai dengan dahak. Batuk tidak hilang dengan obat batuk yang dibeli pasien, dan tidak hilang juga dengan istirahat. Batuk awalnya muncul sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dan dirasakan makin memberat. Riwayat batuk kering, darah disangkal. Keluhan lain seperti nyeri dada yang menjalar, keringat malam, batuk darah, batuk kering, penurunan berat badan, mual, dan muntah disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan nafsu makan dan minum nya cukup baik. Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi, lauk, dan sayur. Pasien juga mengatakan tidak ada masalah dengan keluhan buang air kecil dan buang air besar. BAK dikatakan 4-5 kali sehari dengan volume 250 cc tiap kencing. BAB 1-2 kali sehari dengan konsistensi lunak, berwarna coklat tiap BAB. Riwayat penyakit dahulu Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan-keluhan seperti ini maupun sakit batuk-batuk disertai demam dan sesak. Pasien memiliki riwayat penyakit Generalized Brain Atrophy yang didiagnosis sejak 3 tahun yang lalu oleh dokter spesialis saraf. Pasien rutin kontrol dan minum obat untuk penyakitnya tersebut. Riwayat pengobatan pasien yaitu pasien mengonsumsi obat Brain Act untuk penyakit sarafnya dan mengonsumsi bisolvon sirup serta parasetamol. Pasien sudah mencoba minum obat batuk dan panas, tetapi keluhan tidak membaik. Riwayat penyakit sistemik lainnya seperti Pneumonia, Tuberkulosis, Jantung, Diabetes Mellitus, Asma, dan Hipertensi disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga Pasien mengatakan salah satu saudara sepupunya ada yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien. Sepupu pasien dikatakan mengalami batuk26

batuk yang baru muncul 3 hari disertai dengan panas badan tetapi belum memeriksakan dirinya ke dokter, hanya minum obat batuk dan obat penurun panas saja. Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit Tuberkulosis, Jantung, Diabetes Mellitus, Asma, dan Hipertensi. Riwayat pribadi dan sosial Pasien saat ini tidak bekerja. Pasien sudah 3 tahun terakhir tidak bekerja sejak terdiagnosis dengan Generalized Brain Atrophy oleh dokter spesialis saraf. Pasien sebelum sakit bekerja sebagai akuntan. Saat ini pasien hanya beristirahat di rumah, sambil sesekali berjalan keluar rumah untuk mencari angin. Pasien saat ini tinggal bersama adik kandung serta keluarganya di Denpasar. Pasien mengatakan 1 minggu sebelum sakit sempat menginap selama 3 hari di rumah saudara sepupunya yang mengalami riwayat batuk berdahak, panas badan sejak 3 hari sebelumnya. Pasien memiliki riwayat merokok sejak muda sebanyak 5-6 batang setiap harinya, tetapi sejak 3 tahun yang lalu sudah berhenti merokok. Pasien juga memiliki riwayat mengonsumsi minuman beralkohol semasa masih muda, tetapi minum dikatakan hanya kadang-kadang.

3.3 Pemeriksaan Fisik Status Present Kesan sakit Kesadaran GCS Tensi Nadi Respirasi Suhu badan TB BB BMI Status General Mata palpebra -/27

: sedang : kompos mentis : E4V5M6 : 110/70 mmHg : 126 x/menit, reguler : 30 x/menit : 400C : 165 cm : 55 kg : 20 kg/m2

: anemia -/-, ikterus -/-, reflek pupil +/+ isokor, edema

THT Leher Thorak Cor Inspeksi Palpasi Perkusi

: sekret -/- , hiperemis pada faring (-), Tonsil T1/T1 : JVP PR+0 cm H2O , Pembesaran limfe (-) : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba di ICS V MCL S : batas kiri: ICS V MCL S batas kanan: ICS II PSL D pinggang jantung (+) Auskultasi : S1S2 tunggal reguler murmur (-) : gerak pernafasan simetris statis dan dinamis, : VF N N , nyeri tekan (-) N N Perkusi Auskultasi : dullness/dullness :
ves ves ,ronki bves ves bves ves -

Po Inspeksi Palpasi

, wheezing

+ + -

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi

: distensi (-), denyut epigastrial (-) : Bising Usus (+) normal : Hepar Lien : tidak teraba : tidak teraba

Perkusi Ekstremitas: hangat + +


+ +

: timpani (+) edema - -

28

3.3 Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (2/12/2013)

TES WBC % NE %LY %MO %EO % BA #NE #LY #MO #EO #BA RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT

HASIL 14,3 82,5 9,51 6,49 1,09 0,421 11,8 1,36 0,927 0,001 0,028 4,06 11,6 35,5 87,4 28,6 32,8 337

NORMAL 4.10 11.00 47.00 80.00 13.00 40.00 2.00 11.00 0.00-5.00 0.00-2.00 2.50 7.50 1.00 4.00 0.10 1.20 0,00-0,50 0-0,1 4.50 5.90 13.50 17.50 41.00 53.00 80.00 100.00 26.00 34.00 31.00 36.00 150.00 440.00

UNIT 10^3/L % % % % % 10^3/L 10^3/L 10^3/L 10^3/L 10^3/L 10^6/L g/dL % fL Pg g/dL 10^3/L

REMAKS TINGGI TINGGI RENDAH

TINGGI

Kimia Darah (2/12/2013)


Parameter Glukosa Sewaktu Ureum BUN Result 116 48 21 Unit mg/dL mg/dL mg/dL Remarks Reference range 0-200 10-50 8-23

29

SGOT SGPT Creatinine Na K

12,4 10,2 0,92 143 3,95

U/L U/L mg/dL mmol/L mmol/L

0-37 0-42 0,6-1,1 136-145 3,5-5,1

Elektrokardiografi (2/12/2013)

Irama : Sinus Heart Rate : 117 x/ menit Axis : Normal Interval PR : Normal Kompleks QRS : Normal ST Segment : Normal Gelombang T : Normal Kesimpulan : Sinus Takikardia + HR 117x / menit

30

Analisis Gas Darah (2 Desember 2013) Parameter PH pCO2 pO2 HCO3 TCO2 SO2c Natrium Kalium
-

Result 7,48 31 133 23,1 24,1 99 141 3,6

Unit mmHg mmHg mmol/L mmol/L % Mmol/L Mmol/L

Remarks Tinggi Rendah Tinggi

Reference range 7,35 7,45 35,00 45,00 80,00 100,00 22,00 26,00 24,00 30,00 -136,00 145,00 3,50 5,10

Alkalosis respiratorik

Foto Thorax (2 Desember 2013)

Cor : besar dan bentuk kesan normal Pulmo : tampak infiltrat di para hiler dan para cardial di paru kanan Sinus pleura kanan kiri tajam Diafragma kanan kiri normal Tulang-tulang : tidak tampak kelainan Kesan : Pneumonia
31

3.4 Diagnosis Community Acquired Pneumonia (CAP) PSI Class IV o Sepsis o Alkalosis Respiratorik

3.5 Penatalaksanaan MRS IVFD NaCl 0,9% 20 tpm Diet 1900 kkal TKTP ( 30 Kkal/KgBB ) O2 4 liter per menit nasal kanul Parasetamol 3 x 500 mg i.o. Cefotaxime 3 x 1 gr i.v. Eritromisin 4 x 500 mg p.o. Ambroxol 3 x 1 Chest Fisioterapi

3.6 Monitoring Vital sign Keluhan Tanda-tanda gagal nafas

3.7 Prognosis Ad Functionam Ad Vitam : Dubius ad Bonam : Dubius ad Bonam

Ad Sanascionam : Dubius

32

BAB V HASIL KUNJUNGAN LAPANGAN

4.1 Alur Kunjungan Lapangan Penulis melakukan kunjungan ke rumah pasien pada hari Selasa, 14 Januari 2014, pukul 12:00 wita dan disambut dengan hangat oleh keluarga pasien. Kunjungan lapangan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah dan mendalami langsung keadaan riil yang ada pada pasien, serta menemukan permasalahan yang ada serta mencari solusi penyelesaiannya. Adapun intervensi yang kami lakukan adalah: a. Edukasi pada pasien untuk meningkatkan pengetahuan pasien atau keluarga tentang penyakit pneumonia (faktor risiko, kekambuhan, pencegahan) serta pentingnya menghindari pajanan agen penyebab penyakit. b. Memberikan motivasi moril kepada pasien dan keluarga terkait pneumonia dan berbagai permasalahannya c. Menyadarkan pasien atau keluarga akan pentingnya menjaga sistem kekebalan tubuh dengan memenuhi kebutuhan nutrisi serta beraktivitas dengan baik d. Memberi edukasi kepada pasien tentang resistensi kuman akibat putus minum obat dan motivasi untuk kepatuhan minum obat e. Memberikan edukasi tentang kekambuhan penyakit pneumonia, serta memberi motivasi kepada pasien agar pasien bisa mengedukasi keluarganya ataupun orang si sekitarnya yang memiliki gejala yang sama agar segera memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan.

4.2 Daftar Permasalahan Adapun sejumlah permasalahan yang masih menjadi kendala pasien dalam hal menghadapi penyakitnya :
33

1. Pasien dan keluarga masih belum memahami mengenai penyakit pneumonia itu sendiri (faktor risiko, cara penularan serta pencegahan penularan). 2. Pasien selain menderita infeksi pneumonia juga menderita Brain atrophy sejak 3 tahun yang lalu sehingga selain membuat mentalnya sedikit terganggu juga berakibat pada kelemahan pada tubuhnya sehingga pasien terbatas aktivitasnya sehari-hari. 3. Pasien dan keluarganya tinggal di rumah yang dekat dengan tempat pembakaran sampah sehingga menyebabkan sering menghirup asap yang bisa memperburuk kondisinya.

4.3 Analisis kebutuhan pasien 4.3.1 Kebutuhan fisik-biomedis Kecukupan Gizi Nutrisi Harian Keluarga Jenis Karbohidrat Nasi Roti Mie Lainnya Protein Hewani Nabati Sayur Buah Lainnya 1 potong 1 potong 1 mangkok 1 biji/potong 2 kali 3 kali 3 kali 1 kali 14 kali 21 kali 21 kali 7 kali 1 gelas nasi 3 kali 21 kali Jumlah Jadwal/hari Jadwal/minggu

Menurut pengakuan adik pasien, dalam sehari pasien makan dua sampai tiga kali sehari dengan uraian menu untuk sarapan berupa nasi, daging atau ikan atau telur, tahu, tempe dan sayuran. Pada pagi hari pasien biasa makan nasi dengan lauk tahu, tempe, telur, dan sayuran. Sedangkan untuk makan siang menu
34

makanan pasien dikatakan sama dengan menu pada saat pagi. Untuk menu malam harinya pasien biasanya makan nasi dengan lauk sayur, tahu, tempe, telor, kadang ayam, ataupun ikan laut. Diantara jam makan, pasien biasa makan buah untuk selingan. Pasien biasa makan pisang ataupun pepaya. Pasien mengaku tidak mengalami kendala dalam pola makannya, serta nafsu makan dikatakan seperti biasa. Adik pasien mengatakan tidak ada diet khusus untuk penyakit pasien, hanya disarankan untuk makan makanan tinggi kalori serta protein. Perhitungan kebutuhan kalori pada pasien dengan menentukan terlebih dahulu berat badan idealnya kemudian menghitung jenis aktivitas yang dilakukan. Adapun perhitungannya memakai rumus Brocca: Berat Badan Ideal =90% x (tinggi badan (cm) 100) x 1 kg =90%x (165-100)x 1kg = 58,5 kg Jumlah Kebutuhan Kalori = 58,5 kg x 30 Kal = 1.755 kal Pasien memiliki aktivitas ringan sehingga untuk kebutuhan kalorinya tidak ditambah. Namun pasien sedang dalam kondisi sakit sehingga kebutuhan kalorinya ditambah menjadi = 1755 + (10/100 x 1755) = 1930,5 kalori. Akses pelayanan kesehatan Pneumonia merupakan penyakit yang sangat berbahaya jika tidak mendapatkan penanganan karena selain berbahaya bagi diri sendiri juga dapat menular pada orang lain. Pasien tinggal di wilayah Monang-maning yang akses pelayanan kesehatan tergolong sangat mudah dijangkau. PUSKESMAS, Klinik, praktek dokter swasta, RSUP Sanglah sebagai pusat layanan kesehatan terdekat. Biasanya pasien berobat dan kontrol penyakit saraf ke klinik di depan Poltabes di dekat rumahnya. Tetapi sejak pasien di rawat inap, pasien kontrol penyakit pneumonia ke poli paru RSUP Sanglah dan tetap kontrol penyakit saraf ke klinik dekat rumahnya. Lingkungan Saat ini pasien tinggal bersama 3 orang, yaitu adik pasien beserta istri dan keponakan pasien. Pasien tinggal di rumah adik pasien dengan luas bangunan serta pekarangan sebesar 128 m2. Pasien sudah tinggal di rumah tersebut sejak tahun 1992. Rumah pasien berhimpitan dengan rumah-rumah di sekitarnya.
35

Keadaan rumah pasien tergolong cukup layak untuk dihuni. Rumah pasien dapat merupakan bangunan permanen, bercat warna putih, dan lantainya terbuat dari keramik. Sirkulasi udara pada rumah pasien tergolong cukup baik. Pada ruang tamu terlihat terdapat dua jendela besar. Pencahayaan di rumah pasien tergolong cukup baik. Atap rumah pasien terbuat dari genteng. Rumah pasien terdiri atas 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur kecil dan 1 ruang tamu, 1 ruang makan, dan 1 ruang persembahyangan. Kamar tidur pasien berukuran 3 x 3 m2. Pada kamar pasien terdapat dua jendela besar dan lubang ventilasi di atasnya. Sumber air minum untuk pasien berasal dari air aqua, sedangkan untuk MCK berasal dari air PDAM. . 4.3.2 Kebutuhan Bio-psikososial Lingkungan Biologis Dalam lingkungan biologis/keluarga pasien terdapat saudara pasien yang mengalami hal serupa seperti pasien, tetapi tidak tinggal serumah dengan pasien. Pasien mengatakan sebelum sakit, sempat menginap selama beberapa hari di rumah saudaranya tersebut. Pasien mengatakan rumah saudaranya cukup kumuh, pengap dan kotor. Namun, keluarga yang serumah dengan pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Paparan dengan penderita pneumonia diduga menjadi faktor penting timbulnya penyakit pneumonia pada pasien ini. Kualitas kehidupan sehari-hari pasien dikatakan kurang, meskipun pasien bisa melakukan semua aktivitas dasar seperti makan, minum, mengontrol BAB dan BAK tanpa bantuan, pasien agak kesulitan dalam berjalan, membersihkan diri. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit saraf pasien yang menyebabkan pasien mengalami kelemahan pada tubuhnya.

Faktor Psikososial dan Kultural Pasien tidak memiliki tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya

karena sudah tidak mampu bekerja lagi, sehingga kebutuhan pasien ditanggung oleh adik pasien. Pasien tidak menikah dan tidak memiliki istri dan anak. Anggota keluarga pasien, terutama yang ikut tinggal serumah dengan pasien, cukup memahami kondisi pasien saat ini, serta cukup mendukung
36

kesembuhan pasien. Secara umum adik pasien dan keluarganya memahami gambaran besar mengenai penyakit pasien serta ikut menjaga supaya penyakit pasien tidak kambuh. Sebagai contoh, istri adik pasien setiap hari memasak untuk kebutuhan gizi pasien yang optimal, adik pasien membersihkan rumah agar kondisi rumah kondusif untuk kesembuhan pasien .

4.3 Saran dan KIE a. Pasien perlu mengetahui tentang penyakitnya, faktor-faktor risiko yang harus dihindari untuk mencegah kekambuhan penyakitnya, serta mengenali gejala pneumonia dan cara menanganinya. KIE yang diberikan: - Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut dan dapat kambuh apabila ada pencetus yang berulang. - Faktor-faktor risiko pemicu kekambuhan pada pasien ini: terpapar penderita lain dengan pneumonia, sirkulasi udara dalam rumah yang kurang baik, dan aktivitas yang berlebihan, dan gizi yang kurang. Maka dari itu diperlukan juga peranan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien. - Pasien mengenakan masker atau kain penutup hidung dan mulut saat dalam masa penyembuhan, berada di dekat penderita pneumonia, bepergian keluar rumah. b. Ventilasi udara di rumah pasien perlu dimaksimalkan penggunaannya, agar udara bersih dapat masuk dengan lebih efektif KIE yang diberikan: - Ventilasi yang tidak efektif tidak hanya menimbulkan rasa tidak nyaman bagi anggota keluarga namun juga meningkatkan risiko kambuhnya penyakit pada pasien. - Jendela-jendela kamar perlu lebih sering dibuka terutama pada pagi hari agar sirkulasi udara berjalan dengan baik, dan debu-debu di dalam rumah dapat berpindah ke luar rumah. - Bersamaan dengan itu perlu diperhatikan pula kebersihan ventilasi udara (bebas dari debu, sarang laba-laba, dll).

37

c. Pasien sebaiknya menjaga kondisi tubuh agar tetap bugar dan jangan membiarkan diri terlalu lelah dan begadang sampai dini hari. KIE yang diberikan: - Pasien harus selalu memperhatikan jadwal kegiatannya agar tidak terlalu lelah karena dapat memperburuk kondisi fisiknya - Pasien harus selalu memperhatikan waktu untuk istirahat pada malam harinya. - Tidak memaksakan diri untuk melakukan kegiatan yang berlebihan serta begadang apabila merasa kondisi tubuhnya menurun. d. Mengikuti pola makan yang baik dengan gizi seimbang sesuai dengan pola yang telah dianjurkan. KIE yang diberikan: - Tetap mengkonsumsi makanan sesuai dengan orang normal pada umumnya, yang mengandung karbohidrat, protein dan lemak dengan porsi yang telah ditentukan. - Jenis lauk dan sayuran dapat bervariasi agar pasien tidak merasa bosan, namun dengan tetap memperhatikan proporsinya sesuai dengan pola yang dianjurkan. e. Melakukan kontrol ke poli interna RSUP Sanglah secara teratur serta rajin dan terbuka dalam melaporkan perkembangan kondisi tubuhnya serta penyakitnya kepada dokter. KIE yang diberikan: - Datang ke poliklinik RSUP Sanglah untuk kontrol obat secara teratur dan sesuai jadwal poli divisi Pulmonologi. - Menyampaikan dengan sebenar-benarnya perkembangan kondisi dirinya kepada dokter poliklinik, termasuk keluhan yang sudah membaik, keluhan yang belum membaik, serta apabila ada keluhan baru. - Memanfaatkan waktu kontrol di poliklinik untuk berdiskusi dengan dokter mengenai penyakitnya ataupun hal-hal yang masih belum dimengerti oleh pasien. f. Tetap optimis menjalani hidup dan jangan merasa terbebani oleh penyakit yang dideritanya saat ini.
38

KIE yang diberikan: - Senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalani peribadatan sesuai keyakinan yang dianut pasien. - Penyakit yang diderita pasien bukanlah alasan untuk menghentikan aktivitas pasien ataupun alasan bagi pasien untuk menarik diri dari kehidupan sosialnya. - Kepada anggota keluarga yang lain supaya senantiasa mendukung pasien dalam mencapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan penyakitnya, serta melakukan tindakan nyata yang dapat mencegah kekambuhan tersebut (seperti menjaga kebersihan rumah, tidak merokok di dalam rumah dan sekitar pasien)

Foto pasien dengan dokter muda

Gambar 1. Pasien dan dokter muda

39

Gambar 2. Kamar tidur pasien

Gambar 3. Kamar mandi pasien

40

Gambar 4. Kamar mandi pasien

Denah Rumah Pasien


Kamar mandi Dapur

Kamar tidur

Ruang tamu Kamar tidur

U
Garasi mobil

taman

41

DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,

antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163: 173054. 2. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 3. Fauci, et al,. 2009. Harrisons Manual Of Medicine. 17th Edition. By The Mc Graw-Hill Companies In North America. 4. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit FK UI. 5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta 2002. 6. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.

42

Anda mungkin juga menyukai