ABSTRAK
1
Gambar 1. Plot gempabumi dengan kedalaman sumber dangkal dan menengah
di wilayah Sumatera-Andaman, tahun 1973 - 2007, dari katalog BMG & NEIC.
METODOLOGI
TEKTONIK SETTING
Relasi Getenberg-Richter
Wilayah Sumatera merupakan bagian dari
busur kepulauan Sunda, yang terbentang Metode untuk mengetahui parameter
dari kepulauan Andaman-Nicobar hingga seismik dan tektonik suatu wilayah adalah
busur Banda (Timor). Busur Sunda dengan hubungan Gutenberg-Richter
merupakan busur kepulauan hasil dari atau magnitude-frequency relation
interaksi lempeng samudera (lempeng Indo- (MFR) yang dituliskan sebagai :
Australia bergerak ke utara dengan
kecepatan 7 cm pertahun) yang menunjam di log n( M ) = a − bM ...............
bawah lempeng benua (Lempeng Eurasia). (1)
Penunjaman lempeng terjadi di selatan busur
Sunda berupa palung (trench). Disamping dimana n(M) adalah jumlah
itu, penunjaman lempeng juga menghasilkan gempabumi dengan magnitude M
busur volkanik dan non-volkanik. Busur dan n(M) adalah jumlah kumulatif.
volkanik terdiri dari rangkaian gunung Nilai-a merupakan parameter
berapi yang menjadi tulang punggung pulau- seismik yang besarnya bergantung
pulau busur Sunda, sedangkan busur banyaknya even dan untuk wilayah
nonvolkanik merupakan rangkaian pulau- tertentu bergantung pada
pulau yang terletak di sisi samudera busur penentuan volume dan time
volkaniknya. Pada zona kovergensi ini window. Nilai-b merupakan
terdapat aktivitas tektonik dan vulkanisme parameter tektonik biasanya
akibat penunjaman lempeng, dimana mendekati 1 dan menunjukkan
kedalaman zona Benioff di bawah Sumatera jumlah relatif dari getaran yang
mencapai kedalaman sekitar 100 - 170 km. kecil dan yang besar. Nilai-b dapat
ditentukan dengan metode least
square atau maksimum likelihood.
2
Metode maksimum likelihood Magnitude Histogram
menggunakan persamaan yang 1000
diberikan Utsu (1965) yaitu 800
Number
log e 0.4343 600
b= = …......(2)
M − M min M − M min 400
200
dimana M adalah magnitude rata-rata dan
Mmin adalah magnitude minimum. Standar 0
deviasi menggunakan formula dari Shi dan -5 0 5 10
Magnitude
Bold (1982) sebagai berikut :
Gambar 2. Histogram magnitude vs jumlah
gempa, katalog BMG & NEIC (1973 -
∑(M − M ) / n( n − 1) ..
n
δb = 2.30b 2
2 2007).
i
i =1
3
Gambar 3. Plot kumulatif gempabumi dan
gempa mgnitude lebih besar 6.8 (warna
kuning).
Gambar 4. Distribusi frekuensi-
HASIL DAN ANALISIS magnitude kegempaan di wilayah
Sumatera, slope dari kurva
Perhitungan dan pemetaan merupakan nilai-b dari relasi
parameter seismotektonik Gutenberg-Richter.
dilakukan dengan software ZMAP,
dengan memilih radius konstan, Analisis
jumlah gempa yaitu 80, dan Mc
yang digunakan. Selanjutnya nilai-b Plot kumulatif gempabumi dimana
dihitung menggunakan luasan menunjukkan adanya perubahan arah slope
lingkaran yang berpusat pada node sekitar tahun 2004 (Gambar 3), yang
(pusat grid). menunjukkan adanya peningkatan aktivitas
kegempaan setelah mulai tahun 2004
terutama setelah gempa Aceh (26 Desember
Distribusi Frekuensi-Magnitude
2004). Dari distribusi frekuensi magnitude
(Gambar 4) diketahui kelengkapan
Distrubusi frekuensi magnitude (Gambar 4)
magnitude (Mc) dari katalog 4,9, hal ini
menggambarkan distribusi katalog tentang
menunjukkan kombinasi katalog BMG dan
bagaimana hubungan magnitude dan jumlah
NEIC merekam dengan baik gempa dengan
gempa yang terjadi. Parameter paling
magnitude terkecil 4,9. Dari distribusi
penting dalam menentukan nilai-b dan nilai-
frekuensi magnitude diperoleh parameter
a adalah magnitude completenes (Mc)
seismotektonik secara umum, nilai b yaitu
dimana diperlukan deskripsi akurat dari Mc
1,03, sedangkan nilai-a yaitu 8,5. Dengan
lokal karena Mc pada wilayah penelitian
wilayah kegempaan Sumatera yang relatif
sangat bervariasi. Mc ini dapat diperoleh
luas besarnya nilai-b seperti hasil penelitian
dengan cukup akurat dari data observasi
sebelumnya di beberapa wilayah lain (misal
dengan mengasumsikan sebuah power-law
Wyss, 1973) didapatkan nilai-b mendekati
distribution sehingga kehilangan data
satu. Nilai-a menunjukkan tingkat keaktifan
diujung katalog dapat dimodelkan. Nilai Mc
gempabumi, dengan nilai-a 8,5 berarti
di wilayah penelitian seperti pada Gambar 4,
wilayah Sumatera memiliki keaktifan
dimana Mc sekitar 4,6. Nilai Mc ini sangat
kegempaan yang tinggi. Besarnya
berpengaruh terhadap penentuan nilai-b
arameter ini bergantung
dengan metode maksimum likelihood.
banyaknya even dan untuk wilayah
tertentu bergantung pada
4
penentuan volume dan time Korelasi stress yang tinggi dengan nilai-b
window. yang relatif rendah jelas terlihat, hal ini
dibuktikan dengan terjadinya gempa-gempa
Pada periode observasi (Januari 1973 - besar pada wilayah dengan nilai-b yang
November 2004), variasi parameter rendah pada tahun berikutnya. Berdasarkan
seismotektonik secara spatial dapat dilihat hasil penelitian para ahli sebelumnya bahwa
pada gambar 5.a dan gambar 6.a. Pada nilai-b yang rendah biasanya bekorelasi
Gambar 5.a tampak variasi spatial nilai-b dengan tingkat stress yang tinggi, sedangkan
hingga bulan November 2004, terlihat nilai-b rendah sebaliknya. Selain itu,
adanya nilai-b yang relatif rendah, yaitu di wilayah dengan heterogenitas yang besar
sekitar Andaman, pulau Simeuleu, Nias, berkorelasi dengan harga nilai-b yang tinggi
kepulauan Mentawai dan sekitar Bengkulu. (Mogi, 1962).
Gambar 5. a) Peta variasi spatial nilai-b wilayah Sumatera, periode observasi (1973 - 2004),
b) Peta variasi nilai-b, periode analisis (1973 - 2008).
Gambar 6. a) Peta variasi spatial nilai-a wilayah Sumatera, periode observasi (1973 - 2004),
5
b) Peta variasi nilai-a, periode analisis (1973 - 2008).
Distribusi spatial nilai-a (Gambar 6.a) wilayah sebelah barat Padang, hal ini juga
tampak mirip dengan sebaran nilai-b, perlu diwaspadai sebagai zona yang
dimana nilai-a yang rendah juga terjadi di berpotensi gempa besar. Scholz (1968)
wilayah sekitar Andaman, pulau Simeuleu, adalah yang pertama menyatakan bahwa
Nias, kepulauan Mentawai dan sekitar nilai-b memilki hubungan yang jelas
Bengkulu. Nilai-a yang rendah terhadap stress di dalam suatu volume
menunjukkan aktivitas kegempaan yang batuan. Dalam eksperimennya, ia
relatif rendah, yang berarti adanya mengamati bahwa penurunan b dengan
akumulasi energi (asperity) di wilayah- kenaikan stress di dalam batuan. Pada
wilayah tersebut, demikian sebaliknya penelitian akhir-akhir ini pada katalog
dengan wilayah dengan nilai-a yang rendah. global dan katalog regional yang berbeda
Nilai absolut dari b dan variabilitasnya, menjukkan bahwa nilai-b secara signifikan
sangat bergantung pada akurasi dari katalog lebih rendah untuk even yang terkait dengan
gempabumi, homogeitas dan panjang thrust dibandingkan dengan normal dan
katalog, tehnik perhitungan dan algoritma patahan strike-slip (Schorlemmer et al.,
yang digunakan. 2005). Karena tipe patahan secara langsung
dibangkitkan oleh orientasi dan magitude
Parameter seismotektonik pada periode ada regime stress suatu wilayah, hal ini
analisis (Januari 1973 - Juni 2008) secara membuktikan bahwa stress memiliki
spatial tampak pada Gambar 5.b dan 6.b, pengaruh pada b.
pada Gambar 5.b tampak nilai-b yang
rendah di sekitar Andaman, Aceh, pulau Pada Gambar 8. gempabumi dengan
Simeuleu, Nias, kepuleuan Mentawai dan magnitude 6,8 di wilayah ini memiliki
sekitar Bengkulu. Dari analisis sebelumnya periode ulang yang berbeda-beda yaitu
dapat ditafsirkan di wilayah ini masih sekitar 5 hingga sekitar 23 tahun. Periode
berpeluang terjadi gempa besar diwaktu ulang sekitar lima tahun meliputi sekitar
yang akan datang. Indikasi tersebut juga pulau Enggano dan kepulauan Mentawai,
tampak dari variasi spatial parameter sedangkan periode ulang sekitar 8 tahun
seismik atau nilai-a, dimana pada wilayah meliputi Aceh dan pulau Simeuleu. Periode
tersebut memiliki nilai-a yang relatif rendah. ulang yang pendek biasanya berkorelasi
Dari variasi spatial parameter dengan nilai-b dan nilai-a yang tinggi.
seismotektonik dan densitas kegempaan Periode gempabumi yang pendek
(Gambar 8) juga mengindikasikan adanya berkorelasi dengan wilayah yang memiliki
zona gap kegempaan (seismic gap) di aktivitas kegempaan yang relatif tinggi.
6
Gambar 7. a) Peta densitas kegempaan wilayah Sumatera, periode observasi (1973-2004).
b) Peta densitas kegempaan wilayah Sumatera , periode analisis (1973-2008).
Bengkulu yang memiliki nilai-b rendah
sebelum gempa-gempa besar pada tahun
berikutnya.
2 Parameter seismotektonik pada periode
analisis, (Januari 1973 – Juni 2008)
secara spatial didapatkan nilai-b yang
rendah di sekitar Andaman, Aceh, pulau
Simeuleu, Nias, kepuleuan Mentawai
dan sekitar Bengkulu. Dari analisis
sebelumnya dapat ditafsirkan di wilayah
ini masih berpeluang terjadi gempa
besar diwaktu yang akan datang.
3 Periode ulang gempabumi dengan
magnitude 6,8 di wilayah Sumatera
Gambar 8. Peta periode ulang gempabumi, bervariasi sekitar 5 hingga sekitar 23
M=6,8 di wilayah Sumatera. tahun. Periode ulang sekitar lima tahun
diantaranya meliputi sekitar pulau
KESIMPULAN Enggano dan kepulauan Mentawai.
7
acceleration. Bull. Seismol. Soc. Stationarity of b-values, J. of
Am., 32: 163-191. Geophys. Res. 109, B12307,
doi10.1029 /2004-JB003234.
3. Hamilton, W., 1979, Tectonics of
Indonesian Region, U.S Geol. Survey, 11. Ustu, T. (1965), A method in
Prof. Paper, 1078, Whasington, 345 pp. determining the value of b in a
formula logn =a-bM showing
4. Hanks, T.C. and Kanamori, H.,
the magnitude frequency for
1979. A moment magnitude
earthquakes. Geophys. Bull.
scale. J. Geophys. Res., 84:
Hokkaido Univ., 13, 99-103.
2348-2350.
5. Ishimoto, M. and Iida, K., 1939. 12. Wesnouski, S.G., Scholz, C.H.,
Shimazaki, K. and Matsuda, T.,
Observations sur les seismes
1983. Earthquake frequency
enregistres par le
distribution and the mechanics
microsismographe construit
of faulting. J. Geophys. Res., 88:
dernierement (1). Bull.
9331-9340.
Earthquake Res. Inst., Univ.
Tokyo 17: 443-478 (in Japanese 13. Wiemer S., and M. Wyss, (2002),
with French abstract). Mapping spatial variability of the
frequency-magnitude distribution of
6. Mogi, K., 1962. Magnitude-
earthquakes, Adv. Geophys., 45, 259–
frequency relationship for
302.
elastic shocks accompanying
fractures of various materials 14. Wyss, M., (1973), Towards a
and some related problems in physical understanding of
earthquakes. Bull. Earthquake earthquake frequency
Res. Inst. Univ. Tokyo, 40: 831- distribution. Geophys. J. R.
883. astron. Soc., 31, 341– 359.
7. Nuannin, P.-, Kulhanek, O. and
Persson, L., 2005. Spatial and
temporal b value anomalies
preceding the devastating off
coast of NW Sumatra
earthquake of December 26,
2004. Geophys. Res. Let., 32,
L11307.
8. Shi, Y., and B.A. Bolt (1982),
The standard error of the
magnitude-frequency b value,
Bull. Seismol. Soc. Am., 72,
1677-1687.
9. Scholz, C. H. 1968. The
frequency-magnitude relation of
microfracturing in rock and its
relation to earthquakes. Bull.
Seismol. Soc. Am., 58: 399-415.
10. Schorlemmer, D., S. Wiemer,
and M. Wyss (2004), Earthquake
statistics at Parkfield,