.
(2.2)
dengan g(x,y) adalah citra biner dari citra grayscale f(x,y) dan T menyatakan nilai
ambang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan nilai
ambang T, yaitu metode histogram dan metode otsu.
2.8.2.1 Metode Histogram
Nilai T ditentukan berdasarkan histogram dari citra yang akan
diambangkan. Suatu citra yang memiliki objek tunggal dengan latar belakang
homogen biasanya memiliki histogram yang bimodal (memiliki dua maksimum
puncak).
2.8.3.2 Metode Otsu
Nilai T dihitung secara otomatis berdasarkan citra masukan, dengan
melakukan analisis diskriminan, yaitu menentukan suatu variabel yang dapat
membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis
diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan
objek dengan latar belakangnya.
22
2.8.3. Normalisasi Intensitas
Normalisasi atau pengaturan kontras dan intensitas cahaya dilakukan
dengan mengurangi perbedaan kekuatan penerangan dan dampak dari derau pada
sensor. Proses normalisasi intensitas dilakukan terhadap setiap piksel pada citra
asli sehingga pengaruh dari proses ini dapat dilihat dari histogramnya. Histogram
akan menunjukkan bahwa proses normalisasi sebenarnya hanya menggeser
histogram citra asli yang memiliki sebaran intensitas yang berbeda-beda menjadi
histogram yang memiliki sebaran sama (seragam). Bila hasil normalisasi terlalu
gelap, maka histogram akan bergeser ke kiri, dan bila terlalu cerah maka
histogram akan bergeser ke kanan.
2.8.4. Morphologi
Morphologi dapat dikatakan sebagai bentuk atau struktur. Dalam
pengolahan citra digital morphologi digunakan untuk mengidentifikasi dan
mengekstraksi keterangan citra yang bermakna berdasarkan properti bentuk
(shape) citra. Operasi morphologi secara umum digunakan untuk mengolah citra
biner yang memiliki dua kemungkinan yaitu 1 untuk foreground pixel dan 0 untuk
background pixel. Suatu objek dalam citra biner memiliki kelompok pixel yang
berhubungan atau bertetanggaan (connected pixels), ada dua definisi dari pixel
yang berhubungan yaitu : 4-connected dan 8-connected seperti pada gambar
berikut :
23
Sumber: Solomon, C dan Breckon T. 2011.
Gambar 2.5. Kelompok pixel yang berhubungan 4-connected dan 8-connected
Dalam operasi morphologi digunakan dua input himpunan yaitu citra biner
dan structuring elements (SE) yang sering disebut dengan kernel. SE merupakan
suatu matrik yang mempunyai centre pixel dan yang umumnya berukuran kecil.
Gambar berikut adalah contoh SE yang dapat digunakan dalam operasi
morphologi.
Sumber: Solomon, C dan Breckon T. 2011.
Gambar 2.6. Contoh structuring elements (SE)
Pada operasi morphologi terdapat dua operasi dasar yaitu dilasi dan erosi.
Kedua operasi dasar tersebut dapat digunakan untuk berbagai operasi morphologi
seperti opening, closing, hit and miss transform, thinning dan thickening. Operasi
24
opening digunakan untuk menghilangkan objek-objek kecil yang terdapat dalam
citra. Secara matematis proses opening dalam dinyatakan sebagai berikut :
0(A, B) = AoB = B (E(A, B), B)
.
(2.3)
2.8.5. Connected Component Labeling
Suatu pixel atau kumpulan pixel yang berhubungan dengan pixel yang lain
disebut dengan komponen terhubung (connected component), untuk membedakan
kelompok pixel yang terhubung dilakukan pemberian label secara unik. Proses
ekstraksi komponen terhubung menghasilkan objek baru dimana kelompok pixel
tersebut terhubung dengan diberikan nilai integer secara berurutan, misalnya latar
belakang memiliki nilai 0, pixel objek pertama diberikan nilai 1,pixel objek
berikutnya diberikan nilai 2 dan seterusnya. Suatu komponen terhubung bisa 4-
connected atau 8-connected. Berikut adalah langkah-langkah dalam melakukan
penandaan komponen terhubung dengan menggunakan aturan 4-connected. Proses
scanning citra dilakukan sepanjang baris sampai menemukan pixel p(nilai p
berada dalam himpunan V). bilai p sudah ditemukan makan dilanjutkan dengan
scanning pixel tetangga dari p, yaitu pixel di atas dan di kiri p, kemudian
dilakukan scanning berikut :
- Bila kedua pixel tetangga bernilai 0 maka berilah tanda (label) baru pada p
- Jika hanya satu saja dari pixel tetangga tersebut bernilai 1 maka berilah
tanda dari pixel tetangga tersebut pada p.
- Bila kedua pixel tetangga bernilai 1 dan memiliki tanda sama maka berilah
tanda dari pixel tetangga tersebut pada p.
25
- Bila kedua pixel tetangga bernilai 1 dan memiliki tanda berbeda maka
berilah tanda dari salah satu pixel tetangga tersebut pada p dan buat
catatan bahwa kedua tanda yang berbeda tersebut ekuivalen.
Proses terakhir dilakukan pengurutan pasangan-pasangan tanda yang
ekuivalen ke dalam kelas-kelas ekuivalen selanjutnya diberikan tanda berbeda
pada setiap kelas ekuivalen.
Penandaan komponen terhubung dengan 8 connected
- Dilakukan proses scanning citra dengan bergerak secara berurutan
sepanjang baris paling atas menuju ke bawah.
- Ketika proses scanning sampai pada pixel objek p, dilakukan pemeriksaan
4 ketetanggaan yang telah ditemui selama scanning sehingga proses
penandaan (labeling) terjadi keempat pixel ketetanggaan mempunyai nilai
0 maka diberi tanda baru pada pixel p, jika hanya salah satu pixel tetangga
yang mempunyai nilai 1, maka tanda tersebut diberikan pada p. jika dua
atau lebih pixel tetangga mempunyai nilai 1 maka salah satu tanda dari
pixel tetangga diberikan pada p, kemudian dicatat bahwa semua tanda dari
pixel tetangga yang bernilai 1 tersebut ekuivalen.
2.8.6. Run Length Encoding (RLE)
RLE merupakan teknik kompresi yang sering digunakan pada citra dengan
format bitmat termasuk TIFF, BMP dan PCX (Khan, A. 2010). Teknik RLE
digunakan luas pada teknologi facsimile yang menggunakan metode Huffman.
Teori dasar yang digunakan pada metode RLE adalah dari pada mengirim setiap
nilai 1 dan 0, lebih baik mengirim dalam bentuk hitungan yang berurutan dari
26
nilai 1 kemudian diikuti oleh nilai 0. Contoh RLE dapat dilihat pada gambar
berikut :
Sumber : Tomkins, D. A. D. 2000
Gambar 2.7. Contoh RLE sederhana
2.8.7. Bounding Box
Bounding box merupakan kotak persegi panjang pembatas objek dalam
citra. Area minimum dari bounding box didapat dari rumus berikut :
Aiea = majoiAxisLength - minoiAxisLength
.
(2.4)
Sumber : Huque, A.E. 2006.
Gambar 2.8. Major dan minor axis
Contoh minimum area bounding box seperti gambar berikut :
27
Sumber : Huque, A.E. 2006.
Gambar 2.9. bounding box
2.8.8. Transformasi Geometri (Cropping)
Salah satu jenis transformasi geometri atau perubahan bentuk adalah
proses pemotongan citra (cropping) yang bertujuan untuk mengambil elemen citra
yang diinginkan pada citra digital. Berikut contoh pemotongan citra sebesar
W x H.
Sumber : Sutoyo, T., dkk. 2009.
Gambar 2.10. Contoh cropping citra
Titik (x1,y1) dan (x2,y2) adalah koordinat titik pojok kiri atas dan pojok kanan
bawah citra yang akan di-crop. Adapun rumus yang digunakan adalah :
w = x
2
- x
1
dan H = y
2
- y
1
.
(2.5)
28
Sumber : Sutoyo, T., dkk. 2009.
Gambar 2.11. Contoh citra di-crop sebesar W x H
2.9. Luas Area Objek dengan Metode Momen (Moments)
Momen dapat menggambarkan suatu objek dalam hal area, posisi, dan
orientasi. Persamaan dasar dari momen suatu objek dapat didefinisikan sebagai
berikut :
m
]
= x
I
y x
y
j
a
xy
.
(2.6)
Dengan ordo dari momen adalah (i+j). x dan y menyatakan koordinat pixel,
sedangkan a
xy
menyatakan intensitas pixel. Momen tingkat ke-0 dan ke-1 (zero
and first order moments) didefinisikan sebagai berikut :
m
00
= a
xy
y x
.
(2.7)
m
10
= x. a
xy
y x
.
(2.8)
29
m
01
= y. a
xy
y x
.
(2.9)
Pada citra biner yang mana a
xy
akan bernilai 0 atau 1, momen tingkat ke-0 (m
00
)
adalah sama dengan area dari objek.
2.10. Color Moments
Color moments merupakan representasi yang padat dari fitur warna dalam
mengkarakterisasikan warna citra. Sebagian informasi distibusi warna disusun
dalam 3 urutan moment. Moment yang pertama () mewakili rata-rata warna,
moment yang kedua () menggambarkan standar deviasi, dan moment berikutnya
() menggambarkan kecondongan dari warna (Martinez dan Martinez,2002).
1. Mean :
p
c=
1
HN
p
]
c
N
]=1
M
=1
.
(2.10)
Dimana :
p =Momen
c = Komponen warna
p
]
c
= Nilai pixel (i,j) pada komponen warna c
M = Tinggi citra
N = Lebar citra
30
2. Standar Deviasi
o
c
= _
1
HN
(p
]
c
-p
c
)
2
N
]=1
M
=1
_
12
.
(2.11)
Dimana :
o = Standar Deviasi
c = Komponen warna
p
]
c
= Nilai pixel (i,j) pada komponen warna c
M = Tinggi citra
N = Lebar citra
p
c
= Nilai mean pada komponen warna c
3. Skewness
0
c
= _
1
HN
(p
]
c
-p
c
)
3
N
]=1
M
=1
_
13
.
(2.12)
Dimana :
0 = Standar Deviasi
c = Komponen warna
p
]
c
= Nilai pixel (i,j) pada komponen warna c
M = Tinggi citra
N = Lebar citra
p
c
= Nilai mean pada komponen warna c
31
2.11. Co-Occurrence
Matriks co-occurrence adalah matriks yang dibangun dengan
menggunakan histogram tingkat kedua. Matriks ini berukuran L x L, dimana L
menyatakan banyaknya tingkat keabuan, dengan elemen P(x
1
, x
2
) yang merupakan
distribusi probabilitas bersama dari pasangan titik-titik dengan tingkat keabuan x
1
yang berlokasi pada koordinat (j,k) dan x
2
yang berlokasi pada koordinat (m,n).
Koordinat pasangan titik-titik tersebut berjarak r dengan sudut .
2.11.1. Gray-Level Co-occurence Matrix (GLCM)
Pada analisis tekstur secara statistik, fitur tekstur dihitung berdasarkan
distribusi kombinasi intensitas pixel pada posisi tertentu, masing-masing
kombinasi dibedakan melalui statistik orde-pertama, orde-kedua dan statistik
orde-lebih tinggi. GLCM merupakan salah satu cara mengekstrak fitur tekstur
statistik orde-kedua (Hall-Beyer, M. 2007). Sebagai contoh sebuah citra 5 x 5
yang mempunyai 4 tingkat keabuan dengan jarak d=1 dan arah 0
o
seperti pada
Gambar 2.12 dan Gambar 2.13.
32
Gambar 2.12. Citra 5 x 5 dengan gray level 0, 1, 2, 3
Sumber : Wibawanto, 2008.
Gambar 2.13. Arah 0
o
, 45
o
, 90
o
, 135
o
2.12. Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation pertama kali diperkenalkan oleh
Rumelhart, Hinton dan William pada tahun 1986, kemudian Rumelhart dan Mc
Clelland mengembangkannya pada tahun 1988 (Subiyanto, 2000). Metode
Backpropagation atau propagasi balik merupakan metode yang sangat baik dalam
menangani masalah pengenalan pola-pola kompleks seperti kompresi data,
pendeteksian virus komputer, penidentifikasian objek, sistesis suara dari teks dan
lain-lain (Puspitaningrum, 2006).
33
Inti dari algoritma pembelajaran dengan metode Backpropagation ini
terletak pada kemampuannya untuk mengubah nilai-nilai bobotnya untuk
menanggapi adanya kesalahan. Untuk dapat menghitung kesalahan, pada proses
pembelajaran perlu adanya pola-pola keluaran yang dijadikan target oleh jaringan,
sehingga setiap keluaran yang dihasilkan oleh jaringan akan dibandingkan dengan
targetnya. Hasil dari perbandingan ini berupa error atau kesalahan. Oleh karena
itu, Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation merupakan jaringan dengan proses
pembelajaran secara terbimbing.
Setelah kesalahan diperoleh, selanjutnya jaringan melewatkan turunan-
turunan dari kesalahan ke lapisan tersembunyi menggunakan sambungan terbobot
yang masih belum diubah nilainya. Setiap simpul pada lapisan tersembunyi
menghitung jumlah terbobot dari kesalahan yang telah dipropagasikan balik untuk
menghitung sumbangan tidak langsungnya kepada kesalahan keluaran yang telah
diketahui. Setelah masing-masing simpul pada lapisan tersembunyi dan lapisan
keluaran menemukan besarnya kesalahan, simpul-simpul tersebut akan mengubah
bobot-bobotnya untuk mengurangi kesalahan tersebut. Perubahan bobot ditujukan
untuk meminimalkan jumlah kesalahan kuadrat jaringan. Oleh sebab inilah,
algoritma Backpropagation dikatakan sebagai suatu prosedur untuk mendapatkan
paket bobot yang meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan. Jumlah kuadrat
kesalahan akan semakin mengecil dengan berjalannya waktu dan iterasi yang
dilakukan oleh jaringan tersebut.
Fungsi aktivasi merupakan fungsi matematis yang berguna untuk
membatasi dan menentukan jangkauan output suatu neuron. Fungsi aktivasi untuk
Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation harus memiliki beberapa karakteristik
34
penting, yaitu kontinyu, dapat dideferensialkan, dan monoton tanpa penurun.
Fungsi aktivasi biasanya digunakan untuk mencari nilai asimtot maksimum dan
minimum. Fungsi aktivasi yang biasa digunakan untuk jaringan Backpropagation
adalah fungsi sigmoid biner dan fungsi sigmoid bipolar. Di mana fungsi sigmoid
biner memiliki jangkauan antara 0 dan 1, sedangkan fungsi sigmoid bipolar
memiliki jangkauan antara -1 dan 1.
Metode pembelajaran Backpropagation menggunakan indek performansi
kesalahan kuadrat rata-rata atau Mean Square Error (Hagan, 1996). Kesalahan
kuadrat rata-rata dapat diperoleh dari (Fausett, 1994) :
a. Kesalahan kuadrat dibagi dengan jumlah komponen keluaran.
b. Kesalahan kuadrat total dibagi dengan jumlah data pelatihan.
X
1
Z
1
Z
j
1
Z
p
1
Y
1
Y
k
Y
m
X
i
X
n
ij np
. . .
. . . . . .
. . .
Sumber : Fausett, L. 1994.
Gambar 2.14. Saraf Tiruan Backpropagation Dengan 1 Lapisan Tersembunyi
35
Pada jaringan Backpropagation, terdapat beberapa alternatif untuk
melakukan pembaharuan bobot, di antaranya adalah pembaharuan bobot standar,
pembaharuan bobot dengan momentum, dan pembaharuan bobot dengan delta-
bar-delta. Pada pembaharuan bobot dengan momentum, perubahan bobot berada
pada kombinasi gradien sekarang dan gradien sebelumnya. Dalam hal ini,
digunakan laju pembelajaran yang kecil untuk menghindari gangguan
pembelajaran ketika sepasang pola pembelajaran yang tidak biasa diberikan.
Dalam proses pembelajaran, kekonvergenan akan lebih cepat dicapai jika
momentum ditambahkan pada rumus pembaharuan bobot. Untuk menggunakan
momentum, bobot (pembaharuan bobot) dari satu atau lebih pola pembelajaran
sebelumnya harus disimpan. Sebagai contoh, bentuk paling sederhana dari
Backpropagation dengan momentum, bobot baru untuk langkah pembelajaran (t +
1) berdasarkan bobot pada langkah pembelajaran (t) dan (t 1). Perumusan
matematis untuk Backpropagation dengan momentum adalah :
w
]k
(t +1) = w
]k
(t) + oo
k
z
]
+ ) 1 ( ) ( [ t w t w
jk jk
]
.
(2.13)
Atau
) ( ) 1 ( t w z t w
jk j k jk
+ = +
.
(2.14)
Dan
)] 1 ( ) ( [ ) ( ) 1 ( + + = + t v t v x t v t v
ij ij i j ij ij
.
(2.15)
Atau
) ( ) 1 ( t v z t v
ij i j ij
+ = +
.
(2.16)
di mana parameter momentum dibatasi pada jangkauan 0 sampai 1.
36
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Greenhouse Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran. Waktu penelitian dimulai bulan
Agustus 2012 sampai dengan bulan November 2012.
3.2. Bahan dan Alat penelitian
3.2.1. Bahan
Bahan yang digunakan adalah tanaman sawi hijau dari media hidroponik
yang ditanam dengan media pasir, dipelihara dalam greenhouse yang dibuat
dengan bahan plastik UV. Jumlah tanaman sawi yang digunakan dalam penelitian
sebanyak 240 tanaman.
3.2.2. Alat penelitian
Perangkat yang digunakan adalah
1. Kamera digital Charge Coupled Device (CCD)
2. Kotak akuisisi citra
3. 1 buah lampu TL cool daylight 5 watt 6500 K .
4. 1 unit computer
5. Perangkat lunak Matlab R2009b yang beroperasi pada Microsoft Windows
XP.
BAB III
METODE PENELITIAN
37
3.3. Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
3.3.1. Persiapan
3.3.1.1 Penanaman Sawi
Penelitian ini dimulai dengan menanam sawi secara hidroponik
menggunakan media tanam pasir, tanaman sawi dibagi menjadi beberapa
perlakukan pemberian pupuk tunggal ZA sebagai sumber Nitrogen,TSP sebagai
sumber Fosfor dan KCL sebagai sumber Kalium, seperti pada tabel berikut :
Tabel 3.1. Perlakuan pemberian pupuk N, P, dan K dalam Gram/tanaman.
No
Perlakuan
Pemberian Pupuk
( Gram /tanaman)
ZA TSP KCL
Nitrogen Fosfor Kalium
1 0 1 0
2 0 1 1
3 1 1 0
4 1 1 1
5 0 1 2
6 2 1 0
7 1 1 2
8 2 1 1
9 2 1 2
10 0 1 3
11 3 1 0
12 1 1 3
13 3 1 1
14 2 1 3
15 3 1 2
16 3 1 3
38
Semua perlakuan pemberian pupuk tunggal ZA sebagai sumber Nitrogen,
TSP sebagai sumber phosfor dan KCL sebagai sumber kalium, dicampur dengan
pupuk Lauxin sebagai nutrisi mikro dilarutkan dalam 1 liter air.
3.3.1.2. Kotak Akuisisi dan Kamera Digital
Kamera digital yang digunakan dalam penelitian ini adalah Canon
Powershot A 1200 dengan 12 megapixels yang dipasang dalam kotak akuisisi
dengan latar gelap, tanpa flash light, sebagai sumber cahaya digunakan lampu
neon cool day light 6500 K. Berikut merupakan gambar desain kotak akuisisi citra
daun sawi hijau.
Gambar 3.1. Kotak akuisisi citra daun sawi hijau
kamera digital
daun sawi hijau
sumber
cahaya
latar gelap
3.3.2. Gambaran Umum Sistem
Gambar 3.2. Gambaran Umum Sistem
40
3.3.3. Pengolahan Citra
3.3.3.1 Akuisisi citra
Pengambilan citra dari daun sawi hijau dilakukan dengan menggunakan
kamera digital CCD. Pengambilan citra daun sawi hijau dilakukan dari bagian atas
agar keseluruhan daun dapat di-capture. Pengambilan foto dari tanaman sawi
dilakukan setiap 5 hari pada jam 5 sore dimulai pada umur 10 hari setelah bibit
dipindahkan dari tempat penyemaian sampai tanaman sawi siap dipanen (30 hari).
Kamera digital CCD yang digunakan adalah Canon Digital Camera PowerShot
A1200 dengan setting sebagai berikut :
Format Citra : JPG
ISO : 400
Aperture : F2.8
Shutter Speed : 1/10
3.3.3.2 Segmentasi dan Cropping Citra
Tahapan ini dilakukan untuk menghasilkan citra biner yang diperoleh dari
citra RGB dengan tujuan untuk memisahkan daun tanaman sawi dengan
background yang terdiri dari tanah dan plastik polybag. Tahapan ini merupakan
tahapan yang kritis dalam pengolahan citra karena diperlukan kualitas citra yang
baik agar dapat dilakukan ekstraksi fitur dan prosedur klasifikasi. Beberapa
penelitian sudah dilakukan untuk memperoleh region tanaman dari background
dengan menggunakan berbagai color spaces. Normalized Excess Green dan
Modified Hue (Woebbecke dkk. 1995) dikatakan sebagai metode unggul karena
rendahnya sensitifitas terhadap kondisi pencahayaan dan background noise.
41
1. Normalized Excess Green (NExG)
Penurunan rumus indek NExG berasal dari RGB color space, namun
karena tidak dinormalisasikan menyebabkan koordinat RGB sensitif terhadap
intensitas pencahayaan (Woebbecke dkk. 1995), cara yang lebih baik untuk
menjabarkan NExG adalah menggunakan koordinat kromatik :
NExG= 2 x g r b ........................................ ( 3..1)
Dimana r, g, dan b adalah :
r =
R
R +0 +B
........................................ ( 3..2)
g =
0
R +0 +B
........................................ ( 3..3)
b =
B
R +0 +B
........................................ ( 3..4)
Dimana R, G, dan B adalah channel merah, hijau dan biru intensitas pixel.
Pada penelitian ini pemisahan tanaman dengan background menggunakan
pengembangan algoritma yang dibuat oleh Meyer dengan metode ExG-ExR.
Dimana ExG= 4 x g r, dan ExR=r-g.
Adapun perintah yang digunakan pada Matlab adalah :
Red=citra_rgb(:,:,1);
Green = citra_rgb(:,:,2);
Blue = citra_rgb(:,:,3);
ExG= 4*Green-Red;
ExR=Red-Green;
42
metode Threshold OTSU menggunakan persamaan berikut :
2 2
/ ) ( ) (
T B
k k = ........................................ ( 3..5)
Dimana :
)] ( 1 )[ (
)] ( ) ( [
) (
2
2
k k
k k
k
T
B
= ........................................ ( 3..6)
=
=
L
i
i T T
P i
1
2 2
) ( ........................................ ( 3..7)
=
= =
L
i
i T
iP L
1
) ( ........................................ ( 3..8)
=
=
k
i
i
iP k
1
) ( ........................................ ( 3..9)
=
=
k
i
i
P k
1
) ( ..................................... ( 3.10)
P
i
= n
i
/ N, P
i
0,
=
L
i 1
P
i
= 1 ................................ ......(3. 11)
Pixel pada citra direpresentasikan ke dalam derajat keabuan L [1, 2, , L].
Jumlah Pixel dengan derajat keabuan i dinotasikan dengan n
i
dan jumlah
keseluruhan pixel dengan N = n
1
+ n
2
+ + n
i
. P
i
adalah representasi histogram,
k adalah nilai threshold.
Perintah thresholding Otsu di Matlab adalah :
level=graythresh(citra_warna);
43
bw=im2bw(citra_warna,level);
2. Morphology Opening
Algoritma morfologi opening pada penelitian ini digunakan untuk
menghapus objek selain objek daun sawi hijau. Objek selain daun sawi hijau
tersebut muncul saat akuisisi citra, karena pengaruh warna daun dan luas area
daun sawi hijau. Penghapusan objek dilakukan berdasarkan ukuran pixel objek
selain objek daun sawi hijau, untuk penentuan ukuran pixel yang akan dihapus
dilakukan dengan mencoba coba.
Pada Matlab perintah yang digunakan untuk melakukan operasi morfologi
opening pada citra biner adalah bwareaopen.
BW2 = bwareaopen(BW, P)
BW2 = bwareaopen(BW, P, conn)
Dimana :
BW = citra biner
conn = connectivity
P = ukuran pixel
3. Connected Component Labeling RLE
Proses labeling objek pada citra daun sawi hijau dilakukan untuk
mempermudah proses pemotongan citra, pemotongan citra dilakukan karena citra
hasil akuisisi khususnya saat tanaman sawi berumur 10 hari memiliki latar
belakang yang luas, sedangkan objek yang diperlukan hanya citra daun sawi hijau
44
saja. Pada Matlab fungsi yang digunakan untuk melakukan penandaan atau
labeling adalah bwlabel. Adapun syntax bwlabel sebagai berikut :
L = bwlabel(BW, n)
[L, num] = bwlabel(BW, n)
Dimana :
L = matrik hasil penandaan
n = 4-connected atau 8-connected
num = jumlah objek yang terhubung dalam citra biner.
BW = citra sawi hijau dalam biner
4. Bounding box
Setelah dilakukan penandaan objek pada citra kemudian dilakukan
pemilihan objek daun sawi hijau dan di-crop pada bagian daun saja. Pada matlab
fungsi yang digunakan untuk melakukan pemotongan adalah regionprops dengan
syntax sebagai berikut:
CitraCrop = regionprops(L,properties)
Dimana :
L = region citra yang ditandai
Properties yang digunakan adalah BoundingBox
45
5. Transformasi Geometri (Cropping)
Proses pemotongan citra (cropping) dilakukan setelah proses penandaan
objek (labeling) untuk memilih elemen citra yang diinginkan untuk digunakan
pada proses ekstraksi fitur warna dan tekstur. Pada Matlab fungsi yang digunakan
adalah imcrop dengan syntax sebagai berikut :
CitraHasilCrop = imcrop(I, rect)
Dimana :
I = citra yang akan di-crop
rect = 4 elemen posisi vector [xmin ymin lebar tinggi]
3.3.3.3 Perhitungan Area objek citra
Perhitungan area citra daun tanaman sawi hijau menggunakan metode
momen yang dinyatakan sebagai berikut (Putra, 2010) :
m
00
= a
xy
y x
............................................ (3. 12)
Sebelum pengukuran area objek citra daun tanaman sawi, dilakukan
konversi citra warna menjadi citra biner agar dapat dibedakan objek daun tanaman
sawi dengan background citra. Objek berwarna putih dan background berwarna
hitam. Area objek citra daun dihitung dengan cara menghitung jumlah pixel yang
berwarna putih
46
3.3.3.4 Ekstraksi Fitur Warna
1. Color Moments
Metode Color Moments handal terhadap perubahan ukuran(skala) karena
metode ini berdasarkan pada fitur dominan dari distribusi probabilitas warna.
Color moments merupakan parameter yang tepat digunakan untuk menghasilkan
feature vector yang dapat digunakan untuk kebutuhan klasifikasi dan efektif untuk
analisis citra berbasis warna. Adapun nilai output dari color moments adalah
mean, standard deviation dan skewness. Ketiga nilai tersebut dapat
merepresentasikan distribusi warna citra digital. Setiap citra sayur sawi dipisahkan
menjadi komponen warna hue, saturation, dan value. Masing-masing komponen
warna dihitung nilai Mean, standard deviation dan skewness-nya. Satu citra
tanaman sawi ditandai dengan 3 moments untuk setiap 3 channel warna.
Dilakukan perhitungan mean dari masing-masing komponen warna HSV
tanaman sawi, yaitu mean komponen warna H, S dan komponen V.
p
H,S,v=
1
HN
p
]
c
N
]=1
M
=1
............................................ (3. 13)
Standar Deviasi dari komponen warna H, S dan V.
o
H,S,v
= _
1
HN
(p
]
c
-p
c
)
2
N
]=1
M
=1
_
12
............................................ (3. 14)
Skewness dari komponen warna H, S dan V.
0
H,S,v
= _
1
HN
(p
]
c
-p
c
)
3
N
]=1
M
=1
_
13
............................................ (3. 15)
47
3.3.3.5 Ekstraksi fitur tekstur
Pada penelitian ini ekstraksi fitur tekstur yang dilakukan pada citra
tanaman sawi untuk trainning dan testing menggunakan metode GLCM (Gray
Level Cooccurrence Matrix). Ekstraksi fitur tekstur diambil dari empat arah (0
o
,
45
o
, 90
o
, dan135
o
) dengan jarak 1 pixel. Fitur tekstur yang diekstrak adalah
energy, kontras, homogenitas, korelasi serta entropi.
Entropy = -P|i, ]] log P|i, ]]
]
............................................ (3. 16)
Encrgy = P
2
|i, ]]
]
............................................ (3. 17)
Controst = (i -])
2
P|i, ]]
]
............................................ (3. 18)
Eomogcncity =
P|i, ]]
1 +|i -]]
]
............................................ (3. 19)
Corrclotion =
_ _ (i])(0ICH(i, ]) -p
p
]
L
]=1
L
=1
o
o
]
.(3. 20)
3.3.4 Penyusunan model jaringan syaraf tiruan
Data hasil pengolahan citra digital digunakan sebagai input pada jaringan
syaraf tiruan, adapun data input yang akan digunakan sebagai input adalah :
1. Mean
2. Standard Deviation
3. Skewness
48
4. Entropy
5. Energy
6. Contrast
7. Homogeneity
8. Correlation
9. Area
1. Normalisasi Data
Metode normalisasi data yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode standar distribusi normal (Standard Normal Distribution) agar data(fitur)
memiliki nilai rata-rata 0 (zero mean) dan standar deviasi 1. Adapun rumusnya
adalah :
Niloi boru =
|Niloi lomo (roto -roto)]
StonJor Jc:iosi
....................(3. 21)
2. Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
Jaringan saraf tiruan yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
Backpropagation. Untuk identifikasi Nitrogen dan Kalium digunakan sembilan
data yang merupakan hasil ektraksi fitur Color Moments warna HSV yaitu : Mean
H, Mean S, Mean V, Standar deviasi H, Standar deviasi S, Standar deviasi V,
Skewness H, Skewness S dan Skewness V ditambah dengan dua puluh data hasil
ekstraksi fitur tesktur GLCM yaitu : Entropy 0, Entropy 45, Entropy 90, Entropy
135, Energy 0, Energy 45, Energy 90, Energy 135, Contrast 0, Contrast 45,
Contrast 90, Contrast 135, Homogeneity 0, Homogeneity 45, Homogeneity 90,
Homogeneity 135. Correlation 0, Correlation 45, Correlation 90,dan Correlation
49
135. Untuk identifikasi umur tanaman digunakan satu model jaringan saraf tiruan
Backpropagation dengan tiga puluh data input yaitu : Mean H, Mean S, Mean V,
Standar deviasi H, Standar deviasi S, Standar deviasi V, Skewness H, Skewness S
dan Skewness V, Entropy 0, Entropy 45, Entropy 90, Entropy 135, Energy 0,
Energy 45, Energy 90, Energy 135, Contrast 0, Contrast 45, Contrast 90,
Contrast 135, Homogeneity 0, Homogeneity 45, Homogeneity 90, Homogeneity
135. Correlation 0, Correlation 45, Correlation 90, Correlation 135 dan luas area
daun.
Adapun target output identifikasi Nitrogen dan Kalium yang dibandingkan
dengan nilai output dari Backpropagation dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan target
output identifikasi umur tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.2. Target Output Identifikasi Nitrogen
Pemberian Pupuk ZA sebagai
sumber Nitrogen (Gram/Liter)
Target
Pupuk ZA = 0 0
Pupuk ZA antara 1-2 1
Pupuk ZA > 2 2
Tabel 3. 3. Target output identifikasi umur tanaman sawi hijau
Pemberian Pupuk KCL sebagai
sumber Kalium (Gram/Liter)
Target
KCL = 0 0
KCL antara 1-2 1
KCL > 2 2
Tabel 3.4. Target Output Identifikasi umur
Umur Target
Maksimum umur 10 HST 0
Umur antara 11 - 20 HST 1
Umur antara 21 30 HST 2
50
3. Pelatihan
Jumlah lapisan tersembunyi (hidden layer) belum ada aturan baku dalam
penentuannya. Menurut Tai-shan (2005) jumlah lapisan tersembunyi pada
jaringan saraf tiruan mempunyai hubungan langsung dengan lapisan output, input
dan pelatihan, sehingga digunakan persamaan berikut :
N
H
= N
x N
o
+ N
p
2 ............................................ (3. 22)
Dimana :
N
H
= jumlah lapisan optimal
N
i
= lapisan input
N
o
= lapisan output
N
p
= training sampel
Dari persamaan diatas jika menggunakan jumlah sample pelatihan
sebanyak 158 sampel maka jumlah lapisan yang diperoleh adalah sebanyak
N
H
= V9 x 1 + 1S82 = 82
51
Berikut gambar arsitektur jaringan saraf Backpropagation Model 1 dengan 1
hidden layer dan model 2 dengan 2 hidden layer:
Gambar 3.3. Model 1 dengan 1 hidden layer untuk identifikasi N dan K
52
Gambar 3.4. Model 2 dengan 2 hidden layer untuk identifikasi N dan K
53
Untuk mengetahui umur tanaman sawi hijau digunakan gabungan dari
fitur Color Moments HSV, GLCM sudut 0
o
,45
o
,90
o
, 135
o
dan luas area daun
tanaman. Berikut gambar arsitektur jaringan saraf tiruan Backpropagation untuk
mengetahui umur tanaman sawi hijau.
Gambar 3.5. Kombinasi 1 Hidden Layer untuk identifikasi umur
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Zn
X1-X3
X4-X6
X7-X9
X10-
X13
X14-
X17
X18-
X21
X22-
X25
Mean
H,S,V
Standar Deviasi
H,S,V
Skewness
H,S,V
Entropy
0,45,90,135
Energy
0,45,90,135
Contrast
0,45,90,135
Homogenety
0,45,90,135
X26-
X29
Corre!aton
0,45,90,135
out
X30
Luas area
54
Gambar 3.6. Kombinasi 2 Hidden Layer untuk identifikasi umur tanaman
55
4. Validasi Model
Dalam jaringan saraf tiruan, kinerja jaringan dapat dinilai berdasarkan niai
MSE (Mean Square Error) pada proses generalisasi terhadap contoh data input
output baru. Untuk mendapatkan nilai MSE dihitung dengan persamaan berikut :
HSE =
(p -o)
2
n
n
............................................ (3. 23)
Dimana
p = nilai prediksi jaringan saraf tiruan
a = nilai aktual yang diberikan
n = jumlah sample pada data validasi
3.3.5. Nama File Citra daun sawi hijau
Penamaan file citra yang dihasilkan kamera digital Canon PowerShot
A1200 secara otomatis diawali dengan IMG kemudian dilanjutkan dengan
urutan nomor file seperti misalnya 0000 diakhiri dengan ekstensi file JPG.
Setelah file citra hasil akuisisi dipindahkan dalam folder kemudian dilakukan
proses pergantian nama file dengan menggunakan aplikasi Renamer yang dibuat
dengan Matlab untuk menghasilkan penamaan file dengan format penamaan file
sebagai berikut :
NoFileCitra_KandunganNitrogenPKandunganKalium_UmurTanaman.JPG.
Contoh : 1_0P0_15.JPG
56
3.3.6. Validasi Hasil Pengujian
Persentase akurasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Akurosi (%) = j
A
B
[ x 1uu% ............................................ (3. 24)
Dimana :
A = jumlah data hasil pendugaan yang sama dengan target
B = jumlah data target
Hasil identifikasi Nitrogen, Kalium dan umur tanaman yang dihasilkan
perangkat lunak akan dibulatkan, jika output pengujian menghasilkan nilai > 0,5
maka akan dibulatkan menjadi 1, sedangkan jika output pengujian menghasilkan
nilai < 0,5 akan dibulatkan menjadi 0.
Proses pencocokan benar atau salahnya identifikasi Nitrogen, Kalium dan
umur tanaman yang dihasilkan oleh perangkat lunak dilakukan secara manual
dengan membandingkan caption dari nama file citra daun yang diuji dengan ouput
yang dihasilkan oleh perangkat lunak tersebut. Misalnya file citra daun dengan
nama file 1_0P0_15_cro1.jpg yang digunakan sebagai data uji untuk identifikasi
kandungan Nitrogen, output perangkat lunak menghasilkan identifikasi bahwa
citra tersebut mempunyai kandungan pupuk ZA 0 Gram/Liter, kemudian
dibandingkan dengan caption file citra 1_0P0_15_cro1.jpg, karena pada
karakter ketiga nama file citra adalah 0 berarti hasil uji perangkat lunak benar.
57
3.3.7. Pengujian Laboratorium
Uji laboratorium yang dilakukan adalah uji klorofil sebagai indikator
nutrisi, menurut Jones dkk (1991 dalam Apriawan, 2011) semakin tinggi Nitrogen
maka semakin tinggi kadar klorofil daun. Hasil uji klorofil yang diperoleh dari
laboratorium akan dijadikan pembanding hasil uji dengan menggunakan jaringan
saraf tiruan backpropagation.
58
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dibahas mengenai perangkat lunak (Software) yang telah
dibuat dan hasil uji coba dari perangkat lunak tersebut untuk mengidentifikasi
kandungan Nitrogen, Kalium dan umur tanaman sawi hijau.
4.1. Hasil Eksekusi Program
Berikut adalah tampilan GUI perangkat lunak identifikasi kandungan
Nitrogen dan Kalium daun tanaman sawi hijau
Gambar 4.1. Tampilan awal program saat dijalankan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
59
4.1.1. Image Resize, Segmentasi dan Cropping
Proses akuisisi citra dilakukan dengan menggunakan kamera digital 12
Mega Pixels. Citra yang diperoleh dari proses Akuisisi citra adalah citra dengan
ukuran 4000 x 3000 pixels, untuk mempercepat proses komputasi dilakukan
pengecilan ukuran citra menjadi 800 x 600 pixels. Berikut merupakan contoh hasil
akuisisi citra.
Gambar 4.2. Citra daun tanaman sawi hijau hasil akuisisi
Proses segmentasi dan cropping dilakukan untuk mendapatkan bagian
daun tanaman sawi dan mempersempit background hitam. Adapun tahapan proses
segmentasi citra daun sawi hijau dimulai dengan pemisahan red channel, green
channel dan blue channel dari citra RGB channel dengan syntax sebagai berikut :
R = citraRGB(:,:,1);
G = citraRGB(:,:,2);
B = citraRGB(:,:,3);
60
Berikut contoh hasil pemisahan red channel, green channel dan blue
channel citra RGB.
(a) (b) (c)
Gambar 4.3. (a) red channel, (b) green channel, (c) blue channel
Setelah pemisahan red channel, green channel dan blue channel citra RGB
channel dilakukan pengolahan dengan metode ExG= 4 x g r, ExR=r-g dan ExG-
ExR, sehingga dihasilkan citra seperti contoh gambar berikut:
Gambar 4.4. Citra hasil ExG-ExR
Hasil ExG-ExR diproses dengan Thresholding Otsu sehingga diperoleh
citra biner seperti contoh gambar berikut :
61
Gambar 4.5. Citra biner hasil Thresholding Otsu
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa selain objek daun sawi hijau juga
terdapat banyak titik-titik putih yang harus dihilangkan, maka dilakukan operasi
morphologi Opening untuk menghilangkan objek dengan ukuran dibawah 150
pixel dan labeling sehingga diperoleh citra seperti contoh berikut :
Gambar 4.6. Citra Biner hasil Opening dan Labeling
62
Gambar 4.7. Hasil segmentasi citra daun sawi hijau
Setelah proses segmentasi kemudian dilakukan proses cropping dengan
metode Region descriptor bounding box. Fungsi pada Matlab yang digunakan
adalah regionprops dan imcrop sehingga dihasilkan seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4.8. Citra hasil Cropping
Pada perangkat lunak yang dibuat ini, proses cropping otomatis untuk
banyak file citra sekaligus dapat dilakukan dengan meng-klik menu CROP
OTOMATIS, sehingga muncul option untuk memilih folder seperti tampilan
gambar berikut.
63
Gambar 4.9. Tampilan menu untuk Cropping Otomatis
Gambar 4.10. Tampilan Pemilihan Folder Citra yang akan di Crop
Proses Cropping dengan perangkat lunak ini dapat juga dilakukan secara
manual dengan meng-klik menu CROP MANUAL sehingga muncul option
cropping interaktif seperti pada gambar berikut :
64
Gambar 4.11. Tampilan Program untuk Cropping manual
4.1.2. Ekstraksi fitur warna dengan Color Moments HSV
Citra daun tanaman sawi hijau yang telah di-cropping kemudian dilakukan
konversi warna dari warna RGB menjadi warna HSV dengan menggunakan
fungsi rgb2hsv pada Matlab, sehingga dihasilkan gambar sebagai berikut.
Gambar 4.12. Konversi Citra RGB menjadi HSV
Selanjutnya dilakukan ekstraksi fitur warna dari citra HSV daun sawi hijau
tersebut dengan menggunakan metode Color Moments, sehingga didapatkan nilai
Mean, Standar Deviasi dan Skewness. Hasil yang diperoleh dengan menggunakan
program adalah seperti contoh berikut :
65
Gambar 4.13.Nilai Mean, Standar Deviasi dan Skewness HSV dan RGB
Berikut adalah coding perhitungan Color Moments HSV
4.1.3. Ekstraksi fitur tekstur dengan GLCM
Setelah dilakukan ekstraksi fitur warna dengan metode Color Moment
kemudian dilakukan ekstraksi fitur tekstur dari citra HSV yang sama dengan
menggunakan metode GLCM (Gray Level Cooccurrence Matrix), fitur tekstur
yang dihitung adalah Entropy, Energy, Contrast dan Homogeneity dan
function [mH,mS,mV,stdH,stdS,stdV,skH,skS,skV]= fitur_CM_HSV(c)
gambarHSV=rgb2hsv(c);
h=gambarHSV(:,:,1);
s=gambarHSV(:,:,2);
v=gambarHSV(:,:,3);
mH=mean2(h);
mS=mean2(s);
mV=mean2(v);
stdH=std2(h);
stdS=std2(s);
stdV=std2(v);
skH=skewness2(h);
skS=skewness2(s);
skV=skewness2(v);
66
Correlation dari 4 arah yaitu 0
o
, 45
o
, 90
o
, dan 135
o
dengan jarak 1 pixel. Hasil
perhitungan fitur-fitur tersebut dengan menggunakan program menghasilkan nilai
seperti contoh berikut :
Gambar 4.14. Nilai GLCM 0
o
, 45
o
,90
o
, dan 135
o
.
Berikut adalah coding untuk perhitungan Entropy, Energy, Contrast,
Homogeneity dan Correlation .
67
function [entropi0,energi0,contras0,homo0,corr0]=hasil_glcm0(c)
cropabu=rgb2gray(c);
glcm0=graycomatrix(cropabu,'offset',[0
1],'NumLevels',32,'Symmetric',false);
entropi0=entropy(glcm0);
energi0 =graycoprops(glcm0,'energy');
contras0=graycoprops(glcm0,'contrast');
homo0=graycoprops(glcm0,'homogeneity');
corr0=graycoprops(glcm0,'correlation');
function
[entropi45,energi45,contras45,homo45,corr45]=hasil_glcm45(c)
cropabu=rgb2gray(c);
glcm45=graycomatrix(cropabu,'offset',[-1
1],'NumLevels',32,'Symmetric',false);
entropi45=entropy(glcm45);
energi45 =graycoprops(glcm45,'energy');
contras45=graycoprops(glcm45,'contrast');
homo45=graycoprops(glcm45,'homogeneity');
corr45=graycoprops(glcm45,'correlation');
function
[entropi90,energi90,contras90,homo90,corr90]=hasil_glcm90(c)
cropabu=rgb2gray(c);
glcm90=graycomatrix(cropabu,'offset',[-1
0],'NumLevels',32,'Symmetric',false);
entropi90=entropy(glcm90);
energi90 =graycoprops(glcm90,'energy');
contras90=graycoprops(glcm90,'contrast');
homo90=graycoprops(glcm90,'homogeneity');
corr90=graycoprops(glcm90,'correlation');
function
[entropi135,energi135,contras135,homo135,corr135]=hasil_glcm135(c
)
cropabu=rgb2gray(c);
glcm135=graycomatrix(cropabu,'offset',[-1 -
1],'NumLevels',32,'Symmetric',false);
entropi135=entropy(glcm135);
energi135 =graycoprops(glcm135,'energy');
contras135=graycoprops(glcm135,'contrast');
homo135=graycoprops(glcm135,'homogeneity');
corr135=graycoprops(glcm135,'correlation');
68
4.1.4. Perhitungan Luas Area Daun Sawi Hijau dengan metode Moments
Perhitungan luas area daun dilakukan dengan menggunakan metode
Moments, dengan menghitung jumlah pixel yang berwarna putih pada citra daun
yang dirubah menjadi citra biner. Pada Matlab digunakan fungsi bwarea sehingga
menghasilkan nilai seperti contoh berikut :
Gambar 4.15. Citra biner daun sawi hijau.
Gambar 4.16. Nilai Area daun dengan metode Moments
4.1.5. Penyimpanan Data Menggunakan DBMS Mysql
Setelah ekstraksi fitur warna dan tekstur diperoleh maka dilanjutkan
dengan menyimpan data fitur ke dalam basis data, pada penelitian ini digunakan
DBMS Mysql 5.5 seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 4.
Berikut adalah coding untuk menyimpan ke basis data
url='jdbc:mysql://localhost:3306/'
koneksi=database(
fitur=[namafile,mr1,mg1,mb1,mh,ms,mv,str1,stg1,stb1,sth,sts,stv,sk
r1,skg1,skb1,skh,sks,skv,entropi0,energi0_1,contras0_1,homo0_1,cor
0_1,entropi45,energi45_1,contras45_1,homo45_1,cor45_1,entropi90,en
ergi90_1,contras90_1,homo90_1,
cor90_1,entropi135,energi135_1,contras135_1,homo135_1,cor135_1,lua
s1,vtarget];
namakolom={'nama'
'stddevR','stddevG'
essR','skewnessG'
'entropi0','energi0'
'entropi45','energi45'
','entropi90','energi90'
90','entropi135'
lation135','luas_area'
Penyimpanan Data Menggunakan DBMS Mysql
Setelah ekstraksi fitur warna dan tekstur diperoleh maka dilanjutkan
dengan menyimpan data fitur ke dalam basis data, pada penelitian ini digunakan
5.5 seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 4.17. Basis Data hasil ekstraksi fitur
Berikut adalah coding untuk menyimpan ke basis data Mysql.
'jdbc:mysql://localhost:3306/';
koneksi=database('dbsawi1','root','','com.mysql.jdbc.Driver'
fitur=[namafile,mr1,mg1,mb1,mh,ms,mv,str1,stg1,stb1,sth,sts,stv,sk
r1,skg1,skb1,skh,sks,skv,entropi0,energi0_1,contras0_1,homo0_1,cor
0_1,entropi45,energi45_1,contras45_1,homo45_1,cor45_1,entropi90,en
ergi90_1,contras90_1,homo90_1,...
cor90_1,entropi135,energi135_1,contras135_1,homo135_1,cor135_1,lua
'nama','meanR','meanG','meanB','meanH','meanS'
'stddevG','stddevB','stddevH','stddevS','stddevV'
'skewnessG','skewnessB','skewnessH','skewnessS'
'energi0','contrast0','homogeneity0',...
'correlation0',
'energi45','contrast45','homogeneity45'
'energi90','contrast90','homogeneity90'
'entropi135','energi135','contrast135','homogeneity135'
'luas_area','target'};
69
Setelah ekstraksi fitur warna dan tekstur diperoleh maka dilanjutkan
dengan menyimpan data fitur ke dalam basis data, pada penelitian ini digunakan
'com.mysql.jdbc.Driver',url);
fitur=[namafile,mr1,mg1,mb1,mh,ms,mv,str1,stg1,stb1,sth,sts,stv,sk
r1,skg1,skb1,skh,sks,skv,entropi0,energi0_1,contras0_1,homo0_1,cor
0_1,entropi45,energi45_1,contras45_1,homo45_1,cor45_1,entropi90,en
cor90_1,entropi135,energi135_1,contras135_1,homo135_1,cor135_1,lua
'meanS','meanV',
'stddevV','skewn
'skewnessS','skewnessV',
...
'homogeneity45','correlation45
'homogeneity90','correlation
'homogeneity135','corre
Adapun struktur tabel yang dibuat pada Mysql adalah sebagai berikut :
Gambar 4.18. Struktur
try
insert(koneksi,
msgbox('data berhasil disimpan'
catch
msgbox('Periksa kembali, error !!!!!'
return
end
Adapun struktur tabel yang dibuat pada Mysql adalah sebagai berikut :
Struktur tbfitur Model 2 untuk Pelatihan Backpropagation
insert(koneksi,'tbfitur',namakolom,fitur)
'data berhasil disimpan');
'Periksa kembali, error !!!!!');
70
Adapun struktur tabel yang dibuat pada Mysql adalah sebagai berikut :
Backpropagation
Gambar 4.19. Struktur
4.1.6. Data Citra Daun Tanaman Sawi Hijau
Data citra
dikelompokan menjadi dua, yaitu data citra untuk identifikasi
dan Kalium, serta data citra untuk identifikasi umur tanaman sawi hijau.
data citra yang digunakan untuk identifikasi
sebanyak 250 citra daun,
data citra dan data uji sebanyak 9
untuk identifikasi umur tanaman sebanyak 257
yaitu 149 data citra untuk data
Akuisisi citra untuk identifikasi Nitrogen dan Kalium dilakukan pada saat
tanaman sawi hijau berumur 15 hari setelah tanam
karena saat tanaman sawi hijau berumur 15 hari setelah tanam sudah mulai
. Struktur tb_hasil_uji_n1 Model 2 untuk Pengujian Jaringan
Backpropagation
Data Citra Daun Tanaman Sawi Hijau
hasil akuisisi yang digunakan dalam penelitian ini
dikelompokan menjadi dua, yaitu data citra untuk identifikasi kandungan
dan Kalium, serta data citra untuk identifikasi umur tanaman sawi hijau.
data citra yang digunakan untuk identifikasi kandungan Nitrogen dan Kalium
citra daun, yang dibagi menjadi dua, yaitu data latih sebanyak 158
a citra dan data uji sebanyak 92 data citra. Jumlah data citra yang digunakan
fikasi umur tanaman sebanyak 257 citra yang dibagi menjadi dua,
a citra untuk data latih dan 108 untuk data uji.
Akuisisi citra untuk identifikasi Nitrogen dan Kalium dilakukan pada saat
tanaman sawi hijau berumur 15 hari setelah tanam pada semua perlakuan pupuk
karena saat tanaman sawi hijau berumur 15 hari setelah tanam sudah mulai
71
Model 2 untuk Pengujian Jaringan
yang digunakan dalam penelitian ini
kandungan Nitrogen
dan Kalium, serta data citra untuk identifikasi umur tanaman sawi hijau. Jumlah
Nitrogen dan Kalium
yang dibagi menjadi dua, yaitu data latih sebanyak 158
Jumlah data citra yang digunakan
citra yang dibagi menjadi dua,
Akuisisi citra untuk identifikasi Nitrogen dan Kalium dilakukan pada saat
pada semua perlakuan pupuk,
karena saat tanaman sawi hijau berumur 15 hari setelah tanam sudah mulai
72
memperlihatkan status nutrisinya melalui daun, jika kurang dari 15 hari tanaman
sawi hijau belum menampakkan status nutrisinya, dan jika lebih dari 15 hari
setelah tanam, nantinya akan sulit memperbaiki kondisi status nutrisi jika terjadi
kekurangan Nitrogen atau Kalium maupun kelebihan Nitrogen dan Kalium pada
tanaman. Berikut grafik Color Moment pada saat tanaman berumur 10 hari dan 15
hari.
Gambar 4.20. Grafik Color Moments HSV citra daun sawi hijau umur 10 hari
Dari gambar 4.20 dapat dilihat bahwa tidak adanya perbedaan nyata pada
warna Hue yang bisa digunakan untuk membedakan status nutrisi 0P0 (diperoleh
dari pemberian 0 gram ZA sebagai sumber N, dan 0 gram KCL sebagai sumber K
yang dilarutkan dalam 1 liter air) sampai dengan 3P3 (diperoleh dari pemberian 3
gram ZA sebagai sumber N, dan 3 gram KCL sebagai sumber K yang dilarutkan
dalam 1 liter air). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rodriguez dkk. (2004)
bahwa tanaman muda belum dapat menyerap unsur-unsur yang terkandung dalam
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
0P0 0P2 1P0 1P2 2P0 2P2 3P0 3P2
N
i
l
a
i
meanH
meanS
meanV
stddevH
stddevS
stddevV
skenessH
skenessS
skenessV
2 !e". #$v. %v&. 'meanH(
73
pupuk ZA, TSP dan Kcl sebagai sumber Nitrogen, Fosfor dan Kalium secara
optimal, sehingga belum terlihat perbedaan yang signifikan pada organ tanaman,
khususnya daun.
Gambar 4.21. Grafik Color Moments HSV citra daun sawi hijau umur 15 hari
4.1.7. Normalisasi Data
Proses normalisasi data hasil ekstraksi fitur dilakukan dengan
menggunakan fungsi PRESTD pada Matlab. Berikut penulisan syntax PRESTD
yang digunakan.
[pn,meanp,stdp,tn,meant,stdt]=prestd(p,t)
Dimana :
p = data input sebelum normalisasi
t = data target sebelum normalisasi
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
0P0 0P1 0P2 0P3 1P0 1P1 1P2 1P3 2P0 2P1 2P2 2P3 3P0 3P1 3P2 3P3
N
i
l
a
i
meanH
meanS
meanV
stddevH
stddevS
stddevV
skenessH
skenessS
skenessV
2 !e". #$v. %v&. 'meanH(
pn = data input hasil normalisasi
meanp = mean data input
stdp = nilai standar deviasi input
tn = target yang sudah dinormalisasi
meant = nilai mean data target
stdt = nilai standar deviasi target.
Berikut adalah contoh data hasil ekstraksi fitur warna dan tekstur yang di
menjadi file dat.
Gambar 4.22
= data input hasil normalisasi
mean data input
= nilai standar deviasi input
= target yang sudah dinormalisasi
nilai mean data target
standar deviasi target.
Berikut adalah contoh data hasil ekstraksi fitur warna dan tekstur yang di
22. Contoh data hasil ekstraksi fitur dalam format
74
Berikut adalah contoh data hasil ekstraksi fitur warna dan tekstur yang di-eksport
. Contoh data hasil ekstraksi fitur dalam format dat
Berikut adalah contoh data yang
Gambar 4.
4.1.8 Pelatihan dan Pengujian Jaringan Saraf Tiruan
a. Metode Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan
Nitrogen dan Kalium
Pada Penelitian ini metode pelatihan (
traingdx dengan mengubah laju pemahaman dan menambahkan
momentum. Fungsi kinerja yang digunakan pada penelitian ini adalah MSE
(Mean Square Error
jaringan dengan target.
digunakan pada penelitian ini ada 2 kombinasi
hidden layer. Model pertama dengan 1
neuron, model 2 dengan 2
Berikut adalah contoh data yang telah dinormalisasi dan transposisi.
Gambar 4.23. Contoh data hasil normalisasi dalam format
Pelatihan dan Pengujian Jaringan Saraf Tiruan Backpropa
Metode Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan dengan untuk
Nitrogen dan Kalium
Pada Penelitian ini metode pelatihan (training) yang digunakan adalah
dengan mengubah laju pemahaman dan menambahkan
momentum. Fungsi kinerja yang digunakan pada penelitian ini adalah MSE
Mean Square Error) yang mengambil kuadrat error yang terjadi antara output
jaringan dengan target. Kombinasi Hidden layer (layer tersembunyi) yang
pada penelitian ini ada 2 kombinasi yaitu dengan 1 hidden layer
. Model pertama dengan 1 hidden layer dengan 40, 60, 80, 100 dan
model 2 dengan 2 hidden layer yaitu 40-20, 60-20, 80
75
dan transposisi.
Contoh data hasil normalisasi dalam format dat
Backpropagation
untuk identifikasi
) yang digunakan adalah
dengan mengubah laju pemahaman dan menambahkan faktor
momentum. Fungsi kinerja yang digunakan pada penelitian ini adalah MSE
yang mengambil kuadrat error yang terjadi antara output
(layer tersembunyi) yang
hidden layer dan 2
40, 60, 80, 100 dan
20, 80-20 dan 100-20
76
neuron, hidden layer output untuk kedua model menggunakan dengan 1 neuron.
Perintah dalam Matlab yang digunakan untuk metode traingdx adalah sebagai
berikut :
Net= newff(minmax(masukan),[80 1],{tansig,purelin},traingdx)
Net= newff(minmax(masukan),[80 20 1],{tansig,tansig,purelin},traingdx)
b. Parameter Training (pelatihan ) Jaringan Saraf Tiruan
Adapun parameter yang ditentukan pada pelatihan jaringan saraf tiruan yang
digunakan pada penelitian ini adalah :
net.trainParam.epochs= 20000
syntax diatas membuat maksimum iterasi adalah 20000.
net.trainParam.goal=0.000001
systax diatas untuk membatasi nilai MSE (Mean Square Error) agar iterasi
dihentikan.
net.trainParam.lr=0.001;
syntax diatas untuk menentukan laju pemahaman (learning rate) 0,001 dalam
pelatihan jaringan saraf tiruan.
net.trainParam.show=100
syntax diatas untuk menampilkan frekuensi perubahan MSE.
net.trainParam.mc=0.5
syntax diatas untuk menunjukkan perubahan momentum sebesar 0,5 dalam setiap
pelatihannya.
[net,tr]=train(net,pn,tn)
Syntax diatas untuk memulai pelatihan jaringan saraf tiruan, pada proses ini akan
dimunculkan grafik pelatihan dan nilai
c. Hasil Pelatihan dan Pengujian
Hasil pelatihan saraf tiruan
target output dalam mengidentifikasi 3
N, dimana : Tanpa Nitrogen
dan Nitrogen > 2 gram dalam 1 liter air.
1 hidden layer adalah sebagai berikut :
Gambar 4.24
diatas untuk memulai pelatihan jaringan saraf tiruan, pada proses ini akan
dimunculkan grafik pelatihan dan nilai error.
Hasil Pelatihan dan Pengujian Identifikasi Nitrogen
asil pelatihan saraf tiruan backpropagation pada penelitian ini
dalam mengidentifikasi 3 kelas pemberian pupuk ZA sebagai sumber
Tanpa Nitrogen (N = 0), Nitrogen antara 1-2 gram dalam 1 liter air
dan Nitrogen > 2 gram dalam 1 liter air. Adapun hasil pelatihan dengan kombinasi
adalah sebagai berikut :
24. Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-1 untuk 3
77
diatas untuk memulai pelatihan jaringan saraf tiruan, pada proses ini akan
pada penelitian ini untuk 1
ZA sebagai sumber
2 gram dalam 1 liter air
Adapun hasil pelatihan dengan kombinasi
3 kelas N
Gambar 4.
Gambar 4.26. Koefisien Korelasi pada
Dari Gambar 4.24 sampai Gambar 4.26
menggunakan jumlah
0,0000163 yang mendekati
0,9999 dalam waktu pelatihan 4 menit 4 detik.
data uji diperoleh akurasi 93,47%
contoh perhitungan akurasi dalam validasi adalah sebagai berikut :
Jumlah data uji yang digunakan untuk identifikasi N = 92
Jumlah data yang diidentifikasi dengan benar sesuai target = 86
Gambar 4.25. Grafik MSE pada Epoch 20000
. Koefisien Korelasi pada hidden layer 40-1 (R=0.9999)
i Gambar 4.24 sampai Gambar 4.26 dapat dilihat bahwa dengan
menggunakan jumlah neuron 40 pada 1 hidden layer menghasilkan MSE
yang mendekati net.trainParam.goal=0.000001 dan koefisien korelasi
dalam waktu pelatihan 4 menit 4 detik. Saat dilakukan pengujian
data uji diperoleh akurasi 93,47% dengan menggunakan Persamaan 3.24
contoh perhitungan akurasi dalam validasi adalah sebagai berikut :
Jumlah data uji yang digunakan untuk identifikasi N = 92
Jumlah data yang diidentifikasi dengan benar sesuai target = 86
78
1 (R=0.9999)
dapat dilihat bahwa dengan
menghasilkan MSE
dan koefisien korelasi
Saat dilakukan pengujian pada 92
dengan menggunakan Persamaan 3.24. Adapun
contoh perhitungan akurasi dalam validasi adalah sebagai berikut :
Maka dengan menggunakan Persamaan 3.24 diperoleh :
Akurosi
Penambahan jumlah
akurasi seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1. Hasil kombinasi 1
Neuron
40
60
80
100
Pelatihan dengan menggunakan kombinasi 2
neuron 40-20 dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.27. Hasil Pelatihan
nggunakan Persamaan 3.24 diperoleh :
Akurosi r
nw
lj
x 100r ly,z{r
Penambahan jumlah neuron menghasilkan MSE, koefisien korelasi dan
asi seperti pada Tabel 4.1.
. Hasil kombinasi 1 hidden layer 3 kelas kandungan N
MSE Koefisien Korelasi Akurasi (%)
0,0000163 0,9999
0,0000105 0,9999
0,00000349 1
0,0000339 0,9998
Pelatihan dengan menggunakan kombinasi 2 hidden layer
20 dapat dilihat pada gambar berikut :
Hasil Pelatihan 2 Hidden layer 40-20-1 untuk
79
menghasilkan MSE, koefisien korelasi dan
3 kelas kandungan N
Akurasi (%)
93,47
90,21
93,47
85,86
hidden layer dan jumlah
1 untuk 3 kelas N
Gambar 4.29
Dari Gambar 4.27 sampai Gambar 4.29
epoch diselesaikan dalam waktu 4 menit 47 detik
dan koefisien korelasi 1. Pad
diperoleh akurasi 97,82%. Hasil MSE, koefisien korelasi
penambahan jumlah neuron sampai 100
Gambar 4.28. MSE pada Epoch 20000
29. Koefisien Korelasi pada hidden layer 40-20
i Gambar 4.27 sampai Gambar 4.29 dapat dilihat bahwa pada 20000
diselesaikan dalam waktu 4 menit 47 detik dengan nilai MSE 0,00000235
dan koefisien korelasi 1. Pada saat digunakan untuk menguji 92 citra sawi
diperoleh akurasi 97,82%. Hasil MSE, koefisien korelasi dan akurasi
penambahan jumlah neuron sampai 100-20 diperoleh hasil seperti pada Tabel 4.2.
80
20-1 (R=1)
dapat dilihat bahwa pada 20000
dengan nilai MSE 0,00000235
a saat digunakan untuk menguji 92 citra sawi
dan akurasi dengan
asil seperti pada Tabel 4.2.
81
Tabel 4. 2. Hasil kombinasi 2 hidden layer 3 kelas kandungan N
Neuron MSE Koefisien Korelasi Akurasi (%)
40-20 0,00000235 1 97,82
60-20 0,0000047 1 96,73
80-20 0,00000211 1 93,47
100-20 0,00000171 1 96,73
Dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa akurasi terbaik diperoleh
dari kombinasi 2 hidden layer dengan jumlah neuron 40-20 yaitu 97,82 % saat
diuji dengan menggunakan 92 data citra daun tanaman sawi hijau yang berumur
15 hari, walaupun nilai MSE diperoleh hanya 0,00000235 yang lebih besar dari
pelatihan dengan jumlah neuron 100-20 yaitu 0,00000171, namun hasil pengujian
menghasilkan akurasi 96,73%. Koefisien korelasi yang dihasilkan dengan
menggunakan 2 kombinasi hidden layer menghasilkan nilai 1, sedangkan pada
kombinasi 1 hidden layer hanya dengan jumlah neuron 80 yang menghasilkan
nilai 1.
d. Hasil Pelatihan dan Pengujian Identifikasi Kalium
Hasil pelatihan saraf tiruan backpropagation pada penelitian ini untuk 1
target output dalam mengidentifikasi 3 kelas pemberian pupuk Kcl sebagai
sumber Kalium, dimana : Tanpa Kalium (K = 0), Kalium antara 1-2 gram dan
Kalium > 2 gram dalam 1 liter air. Adapun hasil pelatihan dengan kombinasi 1
hidden layer dan 2 hidden layer adalah sebagai berikut :
Gambar 4.30
30. Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-1 untuk 3 kelas K
Gambar 4.31. MSE pada Epoch 20000
82
1 untuk 3 kelas K
Gambar 4.32. Koefisien Korelasi pada
Dari Gambar 4.31 sampai 4.32
sebesar 0,113 yang sangat jauh dari
sebesar 0,9416. Waktu yang diperlukan untuk melaku
adalah 4 menit 15 detik. Pada saat digunakan untuk menguji 92 data citra
diperoleh akurasi sebesar 35,86%.
dengan menggunakan jumlah
Tabel 4. 3. Hasil kombinasi 1
Neuron
40
60
80
100
Koefisien Korelasi pada 1 hidden layer 40-1 (R=0,9416)
Dari Gambar 4.31 sampai 4.32 dapat dilihat bahwa nilai MSE diperoleh
sebesar 0,113 yang sangat jauh dari goal yang ditentukan, dan koefisien korelasi
Waktu yang diperlukan untuk melakukan pelatihan 158 data citra
adalah 4 menit 15 detik. Pada saat digunakan untuk menguji 92 data citra
diperoleh akurasi sebesar 35,86%. Hasil MSE, koefisien korelasi dan akurasi
dengan menggunakan jumlah neuron 60, 80 dan 100 dapat dilihat pada
. Hasil kombinasi 1 hidden layer 3 kelas kandungan K
MSE Koefisien Korelasi Akurasi (%)
0,113 0,9416
0,113 0,9414
0,113 0,9414
0,113 0,9412
83
1 (R=0,9416)
dapat dilihat bahwa nilai MSE diperoleh
yang ditentukan, dan koefisien korelasi
kan pelatihan 158 data citra
adalah 4 menit 15 detik. Pada saat digunakan untuk menguji 92 data citra
Hasil MSE, koefisien korelasi dan akurasi
80 dan 100 dapat dilihat pada Tabel 4.3.
3 kelas kandungan K
Akurasi (%)
35,86
43,47
40,21
31,52
Pelatihan dengan menggunakan kombinasi 2
neuron mulai dari 40-
Gambar 4.33. Hasil Pelatihan 1
Pelatihan dengan menggunakan kombinasi 2 hidden layer
-20 diperoleh hasil seperti gambar berikut :
. Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-20-1 untuk 3 kelas K
Gambar 4.34. MSE pada Epoch 20000
84
hidden layer dan jumlah
1 untuk 3 kelas K
Gambar 4.35. Koefisien Korelasi pada 2
Pada Gambar
dengan kombinasi 2 hidden layer d
0,112 dan koefisien korelasi 0,9420. Waktu yang dibutuhkan untuk melatih 158
data citra 20000 epoch adalah 5 menit 5 detik. Saat diujikan dengan menggunakan
92 data citra diperoleh akurasi sebesar 36,95%. Nilai
akurasi dari penggunaan jumlah neuron 60
pada Tabel 4.4 :
Tabel 4.4. Hasil kombinasi 2
Neuron
40-20
60-20
80-20
100-20
. Koefisien Korelasi pada 2 hidden layer 40-20-1 (R=0,9420)
Pada Gambar 4.33 sampai Gambar 4.35 dapat dilihat bahwa pelatihan
dengan kombinasi 2 hidden layer dan jumlah neuron 40-20-1 diperoleh nilai MSE
0,112 dan koefisien korelasi 0,9420. Waktu yang dibutuhkan untuk melatih 158
data citra 20000 epoch adalah 5 menit 5 detik. Saat diujikan dengan menggunakan
92 data citra diperoleh akurasi sebesar 36,95%. Nilai MSE, koefisien korelasi dan
akurasi dari penggunaan jumlah neuron 60-20, 80-20 dan 100-
. Hasil kombinasi 2 hidden layer 3 kelas kandungan K
MSE Koefisien Korelasi Akurasi (%)
0,112 0,9420
0,112 0,9418
0,113 0,9410
0,113 0,9416
85
1 (R=0,9420)
dapat dilihat bahwa pelatihan
1 diperoleh nilai MSE
0,112 dan koefisien korelasi 0,9420. Waktu yang dibutuhkan untuk melatih 158
data citra 20000 epoch adalah 5 menit 5 detik. Saat diujikan dengan menggunakan
MSE, koefisien korelasi dan
-20 dapat dilihat
3 kelas kandungan K
Akurasi (%)
36,95
45,65
43,47
40,21
86
Dari Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa hasil akurasi terbaik
hanya diperoleh sebesar 45,65% dengan menggunakan kombinasi 2 hidden layer,
jumlah neuron 60-20-1, nilai MSE sebesar 0,112 dan koefisien korelasi 0,9418.
Rendahnya akurasi jaringan saraf tiruan dalam melakukan identifikasi Kalium
disebabkan karena tidak adanya perbedaan yang signifikan pada warna dan tekstur
daun sawi hijau yang diberikan pupuk Kalium 0, 1, 2 atau 3 gram yang dilarutkan
dalam satu liter air. Hal ini ternyata disebabkan karena tanaman sawi hijau
Brassica Juncea L yang dipanen pada fase vegetatif hanya memerlukan unsur hara
makro Nitrogen untuk perkembangan bagian vegetatif tanaman sawi hijau
tersebut, sedangkan Fosfor dan Kalium dibutuhkan saat tanaman sawi hijau
memasuki fase generatif atau berumur lebih dari 35 hari setelah tanam (Rakhmiati
dkk. 2003).
e. Identifikasi Umur Tanaman dengan Input Color Moments, GLCM dan
Luas Area Daun
Pelatihan jaringan saraf tiruan Backpropagation untuk mengidentifikasi
umur tanaman menggunakan penggabungan input Color moments, GLCM dan
luas area daun, jumlah input yang digunakan adalah 30 input seperti pada Gambar
3.7. Kombinasi hidden layer yang digunakan sama dengan kombinasi hidden
layer untuk identifikasi Nitrogen dan Kalium yaitu 2 kombinasi hidden layer. 1
hidden layer dengan jumlah neuron 40,60,80 dan 100. 2 hidden layer dengan
jumlah neuron 40-20, 60-20, 80-20 dan 100-20, 1 layer output untuk identifikasi 3
kelas umur tanaman sawi. Adapun nilai MSE, Koefisien korelasi dan akurasi
pengujian umur tanaman sawi dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.36. Hasil Pelatihan 1
Gambar 4.
Hasil Pelatihan 1 Hidden layer 40-1 untuk 3 kelas umur
Gambar 4.37. Grafik MSE pada Epoch 20000
87
3 kelas umur
Gambar 4.38
Dari Gambar 4.36 sampai dengan Gambar 4.38
pelatihan dengan 1 hidden layer
masih lebih besar dari nilai
tiruan, nilai koefisien korelasi = 1, dalam 20000
selama 4 meni 18 detik.
dengan perlakukan pemberian pupuk ZA sebagai sumber N 1 gram dalam 1 lit
air dihasilkan 72,2%. Berikut adalah nilai MSE, koefisien korelasi dan akurasi
terhadap citra hasil uji umur dengan kombinasi 1 dan 2
Tabel 4. 5. Hasil kombinasi 1
Neuron
40
60
80
100
38. Koefisien Korelasi pada hidden layer 40-1 (R= 1)
r 4.36 sampai dengan Gambar 4.38 dapat dilihat bahwa hasil
hidden layer 40 neuron diperoleh nilai MSE 0,00000493 yang
masih lebih besar dari nilai goal yang ditetapkan pada parameter jaringan saraf
tiruan, nilai koefisien korelasi = 1, dalam 20000 epoch diperlukan waktu pelatihan
selama 4 meni 18 detik. Akurasi saat diuji dengan 108 citra daun tanaman sawi
dengan perlakukan pemberian pupuk ZA sebagai sumber N 1 gram dalam 1 lit
air dihasilkan 72,2%. Berikut adalah nilai MSE, koefisien korelasi dan akurasi
terhadap citra hasil uji umur dengan kombinasi 1 dan 2 hidden layer
. Hasil kombinasi 1 hidden layer 3 kelas umur tanaman sawi hijau.
MSE Koefisien Korelasi Akurasi (%)
0,00000499 1
0,0000154 0,9999
0,00000326 1
0,0000229 0,9999
88
1 (R= 1)
dapat dilihat bahwa hasil
40 neuron diperoleh nilai MSE 0,00000493 yang
rameter jaringan saraf
diperlukan waktu pelatihan
Akurasi saat diuji dengan 108 citra daun tanaman sawi
dengan perlakukan pemberian pupuk ZA sebagai sumber N 1 gram dalam 1 liter
air dihasilkan 72,2%. Berikut adalah nilai MSE, koefisien korelasi dan akurasi
hidden layer.
3 kelas umur tanaman sawi hijau.
Akurasi (%)
72,2
72,2
66,66
57,40
89
Tabel 4. 6. Hasil kombinasi 2 hidden layer 3 kelas umur tanaman sawi hijau
Neuron MSE Koefisien Korelasi Akurasi (%)
40-20 0,00000242 1 74,07
60-20 0,00000236 1 77,70
80-20 0,00000099 1 76,85
100-20 0,00000113 1 78,70
Dari Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa akurasi terbaik diperoleh
dari kombinasi 2 hidden layer dengan jumlah neuron 100-20 yaitu 78,70%,
walaupun nilai MSE yang diperoleh adalah 0,00000113 lebih besar daripada
pelatihan dengan jumlah neuron 80-20 yaitu 0,00000099. Akurasi hasil yang
kurang dari 80% dalam mengidentifikasi umur tanaman sawi hijau (Brassica
Junce L.) varietas Tosakan ini disebabkan karena perbedaan warna dan tekstur
daun dari umur 10 hari dengan 20 hari dan 30 hari tidak terlalu signifikan.
Perubahan warna, tekstur dan luas area daun dalam 10, 20 dan 30 hari setelah
tanam (MST) dapat dilihat pada grafik Gambar 4.39 dan Gambar 4.40.
90
Gambar 4.39. Grafik Warna dan Tekstur umur 10, 20 dan 30 hari.
Gambar 4.40. Perubahan luas area daun tanaman Sawi hijau.
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
N
i
l
a
i
10
20
30
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
10 20 30
L
u
a
s
a
r
e
a
Umur Tanaman Sawi Hijau
)m*"
tanaman
91
f. Tampilan Program Identifikasi Nitrogen, Kalium dan umur tanaman
Berikut adalah tampilan program saat menampilkan hasil identifikasi pupuk
ZA sebagai sumber Nitrogen.
Gambar 4.41. Tampilan program menampilkan hasil identifikasi Nitrogen
Berikut adalah tampilan program untuk menghasilkan identifikasi Kalium
tanaman sawi hijau.
92
Gambar 4.42. Tampilan program menampilkan hasil identifikasi Kalium
Berikut adalah tampilan program untuk mengidentifikasi umur tanaman sawi hijau
Gambar 4.43. Tampilan program menampilkan hasil identifikasi umur
93
g. Hasil uji klorofil
Pengujian klorofil di laboratorium dilakukan dengan menggunakan alat
spektrofotometer. Sampel daun yang digunakan adalah kurang lebih 0,1 gram
daun segar untuk setiap analisa klorofil. Pengambilan sampel daun diambil secara
acak pada tanaman dengan pemberian pupuk ZA 0, 1, 2 dan 3 gram dalam 1 liter
air, pada umur 15, 20, 25 dan 30 hari setelah tanam. Berikut adalah gambar grafik
hubungan mean warna Hue dengan klorofil dengan menggunakan data yang sudah
dinormalisasi dengan Z score.
Gambar 4.44. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 15 hari
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 1 2 3 4
N
o
r
m
.
H
u
e
d
a
n
K
l
o
r
o
f
i
l
Pupuk ZA (gr/l!
+$"m H
+$"m ,-$
94
Gambar 4.45. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 20 hari
Gambar 4.46. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 25 hari
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 1 2 3 4
N
o
r
m
.
H
u
e
d
a
n
K
l
o
r
o
f
i
l
Pupuk ZA (gr/l!
+$"m H
+$"m ,-$
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 1 2 3 4
N
o
r
m
.
H
u
e
d
a
n
K
l
o
r
o
f
i
l
Pupuk ZA ("r/l!
+$"m H
+$"m ,-$
95
Gambar 4.47. Grafik hubungan mean warna Hue dengan klorofil umur 30 hari
Dari Gambar 4.44 sampai Gambar 4.47 dapat dilihat bahwa semakin
meningkatnya pemberian pupuk ZA mulai 0, 1, 2 dan 3 gram dalam 1 liter air
maka semakin meningkat pula kadar klorofil daun sawi hijau, sedangkan dengan
pengolahan citra, nilai mean warna Hue meningkat pada pemberian pupuk ZA
dari 0 menuju 1 gram dalam 1 liter air, namun pada pemberian pupuk ZA 3 gram
dalam 1 liter air terjadi penurunan nilai warna Hue.
-2
-1,5
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
N
o
r
m
.
H
u
e
d
a
n
K
l
o
r
o
f
i
l
Pupuk ZA (gr/l!
+$"m H
+$"m ,-$
96
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Berikut kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan saran untuk
pengembangan penelitian yang berkaitan di masa mendatang.
5.1 Simpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :
1. Metode pengolahan citra digital dengan metode Color Moment, Gray
Level Co-occurrence Matrix dan jaringan saraf tiruan Backpropagation
dapat diimplementasikan dalam rancangan aplikasi untuk identifikasi
Nitrogen dan umur tanaman sawi hijau (Brassica Juncea L.) varietas
Tosakan.
2. Metode Color Moment, Gray Level Co-occurrence Matrix dan jaringan
saraf tiruan Backpropagation yang diusulkan dalam penelitian ini mampu
melakukan identifikasi Nitrogen melalui citra daun tanaman sawi hijau
(Brassica Juncea L.) varietas Tosakan dengan akurasi 97,82%, namun
tidak mampu melakukan identifikasi Kalium karena tanaman sawi yang
dipanen pada fase vegetatif belum membutuhkan Kalium.
3. Metode Color Moment, Gray Level Co-occurrence Matrix, Moments dan
jaringan saraf tiruan Backpropagation dapat digunakan untuk
mengidentifikasi umur tanaman sawi hijau (Brassica Juncea L.) varietas
Tosakan dengan akurasi 78,70%.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
97
5.2 Saran
Adapun saran-saran untuk pengembangan dan modifikasi ke arah yang lebih baik.
1. Perlu dilakukan perbaikan bagian akuisisi citra, dengan pengaturan
pencahayaan baik intensitas, sudut pencahayaan dan pemilihan kamera
yang digunakan untuk akuisisi citra daun sawi hijau (Brassica Juncea L.)
varietas Tosakan.
2. Penelitian perlu dilanjutkan sampai sawi hijau (Brassica Juncea L.)
varietas Tosakan ini memasuki fase generatif (sampai umur kurang lebih
90 hari setelah tanam) untuk mengetahui pengaruh Kalium pada daun dan
perubahan warna serta tekstur daun secara visual pada daun.
98
DAFTAR PUSTAKA
Acharya Tinku, Ajoy K. Ray. 2005. Image Processing Principles and
Application. New Jersey USA : A John Wiley & Sons. Mc., Publication. America.
Anonym. 2010. Peranan unsur hara.http://www.pupukcair.co.cc/2010/12/peranan-
unsur-hara.html. [diunduh : 28 Mei 2011]
Apriawan, S. 2011. Kadar Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Buncis
(phaseolus vulgaris l.) Pada Tingkat Penyediaan Air yang Berbeda. Skripsi S1
Universitas Pendidikan Indonesia.
Cahyono, B. 2003. Teknik dan Strategi Budi Daya Sawi Hijau (Pai-Tsai).
Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta
Fausett, L. 1994. Fundamentals Of Neural Networks. Prentice-Hall.
Furuya, S. 1987. Growth Diagnosis of Rice Plants by Means of Leaf Colour.
JARQ Vol. 20 (3): 147-153.
Gang Wu, S., Forrest Sheng Bao, Eric You Xu, Yu-Xuan Wang, Yi-Fan Chang,
dan Qiao-Liang Xiang . 2007. A Leaf Recognition Algorithm for Plant
Classification Using Probabilistic Neural Network. Tersedia di :
arxiv.org/pdf/0707.4289.
Ghasemi, M., Kazem Arzani, Abbas Yadollahi, Shiva Ghasemi, dan Saadat
Sarikhani Khorrami. 2011. Estimate of Leaf Chlorophyll and N Content in Asean
Pear (Pyrus Serotina Rehd.) by CCM-200. Tersedia di :
notulaebiologicae.ro/nsb/article/viewFile/5623/5353
Gonzales, R.C., and Woods, R.E. 2002. Digital Image Processing Second edition.
New Jersey: Prentice Hall.
Hall-Beyer, M. 2007. GLCM Texture: A Tutorial. National Council on
Geographic Information and Analysis Remote Sensing Core Curriculum.
Hapsari, B. 2002. Sayuran Genjah Bergelimang Rupiah. Trubus 33(396) : 30-31.
Haryanto, E., T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2001. Sawi dan Selada. Penebar
Swadaya. Jakarta. 117 p.
Heru, P dan Yovita, H. 2003. Hidroponik Sayuran Semusim Untuk Hobi dan
Bisnis. Gramedia. Jakarta.
99
Huque, A.E. 2006. Shape Analysis and Measurement for the HeLa cell
classification of cultured cells in high throughput screening. School of
Humanities & Informatics University of Skvde, Sweden.
Khan, A. 2010. Algorithm Study and Matlab Model for CCITT Group4 TIFF
Image Compression. Linkpings Universitet Institute Of Technology. Sweden.
Kim, K.S., G.A. Giacomelii, S. Sase, J.E. Son, S.W. Nam dan F. Nakazama. 2006.
Optimization of Growth Environment in a Plant Production Facility Using a
Chlorophyll Fluorescence Method. JARQ 40 (2): 149-156.
Lingga, Pinus. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar
Swadaya, Jakarta
Martinez, W.L dan Martinez, A.R. 2002. Computational Statistics Handbook With
Matlab. Florida : CRC Press LLC.
Meyer, G. E. dan J. C. Neto. 2008. Verification of color vegetation indices for
automated crop imaging applications. Computer and electronics in agriculture
63(2): 282-293.
Pratt, W.K. 2001. Digital Image Processing. PIKS inside. John Wiley & Sons Inc.
New York.
Putra, Darma IKG. 2009. Sistem Biometrika. Konsep Dasar, Teknik Analisis
Citra, dan Tahapan Membangun Aplikasi Sistem Biometrika. Andi Offset.
Yogyakarta.
Putra, Darma IKG. 2010. Pengolahan Citra Digital. Penerbit Andi. Yogyakarta
Puspitaningrum, D. 2006. Pengantar Jaringan Saraf Tiruan. Andi Offset.
Yogyakarta.
Pydipati, R., Burks, T. F. dan Lee, W. S. 2006. Identification of citrus disease
using color texture features and discriminant analysis. Comput. Electron. Agri.
52(1-2), 49-59 (2006).
Rakhmiati, Yatmin, dan Fahrurrozi. 2003. Respon tanaman sawi terhadap
proporsi dan takaran pemberian N. Jurnal Wacana Pertanian Vol. III. Hal 119-
121. Bandar Lampung.
Rodriguez, E., Ryan Sultan dan Amy Hilliker. 2004. Negative Effects of
Agriculture on Our Environment. The Traprock, Vol. 3, Mei 2004, pp 28 32.
Rukmana, R. 2002. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius, Yogyakarta
Samekto, R,. 2008. Pemupukan. PT Citra Aji Parama, Yogyakarta.
100
Siswadi. 2006. Tanaman Hidroponik. PT. Citra Aji Parama Yogyakarta.
Solomon, C dan Breckon T. 2011. Fundamentals of Digital Image Processing A
Practical Approach with Examples in Matlab. Wiley Blackwell, John Wiley &
Sons Ltd. USA.
Suhardiyanto, Herry. 2009. Teknologi Hidroponik Untuk Budidaya Tanaman. IPB
Bogor.
Sutoyo, T., Edy Mulyanto, Vincent Suhartono, Oky Dwi nurhayati dan Wijanarto.
2009. Teori Pengolahan Citra Digital. UDINUS Semarang dan ANDI Yogyakarta.
Sunarjono, H. 2004. Bertanam Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tai-shan, Yan. 2005. Glass Crack Detection Based on BP Neural Network Model.
Sci-Tech Information Development & Economy 15(8), 182183 (2005)
Tomkins, D. A. D. 2000. Rate Control In Bi-Level Image Coding. The University
of British Colombia.
Wibawanto, H., Adhi Susanto, Thomas Sri Widodo dan S. Maesadji
Tjokronegoro. 2008. Identifikasi Citra Massa Kistik Berdasar Fitur Gray-Level
Co-Occurrence Matrix. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2008
(SNATI 2008).
Woebbecke, D. M., G. E. Meyer, K. Von Bargen, and D. A. Mortensen. 1995.
Shape features for identifying young weeds using image analysis. Trans. Am. Soc.
Agric. Eng 38(1): 271-281.
Xu, G., Zhang, F., Shah, S.G., Ye, Y., Mao, H. 2009. Use of Leaf Color Images to
Identify Nitrogen and Potassium Deficient Tomatoes. Pattern Recognition Letters.
(2011), doi : 10.1016 / j. patrec . 2011.04.020.
Yao, X., Wencai Du, Siling Feng dan Jun Zou. 2010. Image-based Plant Nutrient
Status Analysis : An Overview. Proceedings of the 2010 IEEE International
Conference on Intelligent Computing and Intelligent Systems, Xiamen, China. pp.
460464.
101
LAMPIRAN
Berikut adalah data citra daun tanaman sawi hijau yang digunakan untuk
pelatihan jaringan saraf tiruan backpropagation dalam identifikasi Nitrogen
102
103
Berikut adalah data citra daun tanaman sawi yang digunakan untuk
pengujian dalam mengidentifikasi Nitrogen.
104
Berikut adalah data citra daun sawi hijau yang berumur 10, 15, 20, 25 dan
30 hari yang diberikan pupuk ZA 1 gram dalam 1 liter air, untuk pelatihan
identifikasi umur tanaman sawi hijau.
105
106
107
Berikut adalah tabel hasil pengujian identifikasi Nitrogen dengan
menggunakan 92 data citra daun sawi uji.
NO NAMA
Teridentifikasi
benar
Terindentifikasi
salah
1 11_0P0_15_cro1.jpg .
2 11_0P1_15_cro1.jpg .
3 11_0P2_15_cro1.jpg .
4 11_0P3_15_cro1.jpg .
5 11_1P0_15_cro1.jpg .
6 11_1P1_15_cro1.jpg .
7 11_1P2_15_cro1.jpg .
8 11_1P3_15_cro1.jpg .
9 11_2P0_15_cro1.jpg .
10 11_2P1_15_cro1.jpg .
11 11_2P2_15_cro1.jpg .
12 11_2P3_15_cro1.jpg .
13 11_3P0_15_cro1.jpg .
14 11_3P1_15_cro1.jpg .
15 11_3P2_15_cro1.jpg .
16 11_3P3_15_cro1.jpg .
17 12_0P0_15_cro1.jpg X
18 12_0P1_15_cro1.jpg .
19 12_0P2_15_cro1.jpg .
20 12_0P3_15_cro1.jpg .
21 12_1P0_15_cro1.jpg .
22 12_1P1_15_cro1.jpg .
23 12_1P2_15_cro1.jpg .
24 12_1P3_15_cro1.jpg .
25 12_2P0_15_cro1.jpg .
26 12_2P1_15_cro1.jpg .
27 12_2P2_15_cro1.jpg .
28 12_2P3_15_cro1.jpg .
29 12_3P0_15_cro1.jpg .
30 12_3P1_15_cro1.jpg .
31 12_3P2_15_cro1.jpg .
32 12_3P3_15_cro1.jpg .
33 13_0P0_15_cro1.jpg .
34 13_0P1_15_cro1.jpg .
35 13_0P2_15_cro1.jpg X
108
NO NAMA
Teridentifikasi
benar
Terindentifikasi
salah
36 13_0P3_15_cro1.jpg .
37 13_1P0_15_cro1.jpg .
38 13_1P1_15_cro1.jpg .
39 13_1P2_15_cro1.jpg .
40 13_1P3_15_cro1.jpg .
41 13_2P0_15_cro1.jpg .
42 13_2P1_15_cro1.jpg .
43 13_2P2_15_cro1.jpg .
44 13_2P3_15_cro1.jpg .
45 13_3P0_15_cro1.jpg .
46 13_3P1_15_cro1.jpg .
47 13_3P2_15_cro1.jpg .
48 13_3P3_15_cro1.jpg .
49 14_0P0_15_cro1.jpg .
50 14_0P1_15_cro1.jpg .
51 14_0P2_15_cro1.jpg .
52 14_0P3_15_cro1.jpg .
53 14_1P0_15_cro1.jpg .
54 14_1P1_15_cro1.jpg .
55 14_1P2_15_cro1.jpg .
56 14_1P3_15_cro1.jpg .
57 14_2P0_15_cro1.jpg .
58 14_2P1_15_cro1.jpg .
59 14_2P2_15_cro1.jpg .
60 14_2P3_15_cro1.jpg .
61 14_3P0_15_cro1.jpg .
62 14_3P1_15_cro1.JPG .
63 14_3P2_15_cro1.jpg .
64 14_3P3_15_cro1.jpg .
65 15_0P0_15_cro1.jpg .
66 15_0P1_15_cro1.jpg .
67 15_0P2_15_cro1.jpg .
68 15_0P3_15_cro1.jpg .
69 15_1P0_15_cro1.jpg .
70 15_1P1_15_cro1.jpg .
71 15_1P2_15_cro1.jpg .
72 15_1P3_15_cro1.jpg .
73 15_2P1_15_cro1.jpg .
109
NO NAMA
Teridentifikasi
benar
Terindentifikasi
salah
74 15_2P2_15_cro1.jpg .
75 15_2P3_15_cro1.jpg .
76 15_3P0_15_cro1.jpg .
77 15_3P1_15_cro1.JPG .
78 15_3P2_15_cro1.jpg .
79 15_3P3_15_cro1.jpg .
80 16_0P1_15_cro1.jpg .
81 16_0P2_15_cro1.jpg .
82 16_1P0_15_cro1.jpg .
83 16_1P1_15_cro1.JPG .
84 16_2P1_15_cro1.JPG .
85 16_2P2_15_cro1.jpg .
86 16_2P3_15_cro1.JPG .
87 16_3P0_15_cro1.jpg .
88 16_3P1_15_cro1.JPG .
89 17_0P1_15_cro1.jpg .
90 17_2P1_15_cro1.jpg .
91 18_0P1_15_cro1.jpg .
92 18_3P1_15_cro1.JPG .
TOTAL 97,82% 2,17%
Berikut adalah data citra daun sawi hijau yang digunakan untuk pengujian
identifikasi umur tanaman.
110
111
Berikut adalah tabel hasil pengujian identifikasi umur tanaman sawi hijau
dengan menggunakan 108 data citra daun sawi uji.
No Nama
Teridentifikasi
benar
Teridentifikasi
salah
1 10_1P0_10_cro1.jpg .
2 10_1P0_15_cro1.jpg .
3 10_1P0_30_cro1.jpg .
4
10_1P1_10_cro1.jpg .
5 10_1P1_25_cro1.jpg .
6 10_1P1_30_cro1.jpg .
7 10_1P2_15_cro1.jpg .
8 10_1P2_25_cro1.jpg .
9 10_1P2_30_cro1.jpg .
10 10_1P3_10_cro1.jpg .
11 10_1P3_15_cro1.jpg .
12 10_1P3_25_cro1.jpg .
13 10_1P3_30_cro1.jpg .
14 110_1P1_15_cro1.jpg .
15 11_1P0_10_cro1.jpg .
16
11_1P0_20_cro1.jpg .
17 11_1P0_25_cro1.jpg x
18 11_1P0_30_cro1.jpg .
19 11_1P1_10_cro1.jpg .
20 11_1P1_20_cro1.jpg .
21 11_1P1_25_cro1.jpg x
22 11_1P1_30_cro1.jpg .
23 11_1P2_10_cro1.jpg .
24 11_1P2_20_cro1.jpg .
25 11_1P2_25_cro1.jpg .
26 11_1P2_30_cro1.jpg .
27 11_1P3_10_cro1.jpg .
28
11_1P3_20_cro1.jpg x
29 11_1P3_25_cro1.jpg .
30 11_1P3_30_cro1.jpg .
31 12_1P0_10_cro1.jpg .
32 12_1P0_20_cro1.jpg .
33 12_1P0_25_cro1.jpg .
34 12_1P0_30_cro1.jpg .
35 12_1P1_10_cro1.jpg .
112
No Nama
Teridentifikasi
benar
Teridentifikasi
salah
36 12_1P1_20_cro1.jpg x
37 12_1P1_30_cro1.jpg .
38 12_1P2_10_cro1.jpg x
39
12_1P2_20_cro1.jpg x
40 12_1P2_25_cro1.jpg .
41 12_1P2_30_cro1.jpg .
42 12_1P3_10_cro1.jpg .
43 12_1P3_20_cro1.jpg x
44 12_1P3_25_cro1.jpg .
45 12_1P3_30_cro1.jpg .
46
13_1P0_10_cro1.jpg x
47 13_1P0_20_cro1.jpg .
48 13_1P0_30_cro1.jpg .
49 13_1P1_10_cro1.jpg .
50 13_1P1_20_cro1.jpg .
51
13_1P1_25_cro1.jpg .
52 13_1P1_30_cro1.jpg .
53 13_1P2_10_cro1.jpg x
54 13_1P2_20_cro1.jpg x
55 13_1P2_25_cro1.jpg .
56 13_1P2_30_cro1.jpg .
57 13_1P3_10_cro1.jpg .
58
13_1P3_20_cro1.jpg .
59 13_1P3_25_cro1.jpg .
60 13_1P3_30_cro1.jpg .
61 14_1P0_20_cro1.jpg x
62 14_1P0_25_cro1.jpg x
63
14_1P0_30_cro1.jpg .
64 14_1P1_10_cro1.jpg .
65 14_1P1_25_cro1.jpg .
66 14_1P1_30_cro1.jpg .
67 14_1P2_10_cro1.jpg .
68 14_1P2_20_cro1.jpg x
69 14_1P2_25_cro1.jpg .
70
14_1P2_30_cro1.jpg .
71 14_1P3_20_cro1.jpg x
72 14_1P3_25_cro1.jpg x
73 14_1P3_30_cro1.jpg .
113
No Nama
Teridentifikasi
benar
Teridentifikasi
salah
74 15_1P0_20_cro1.jpg x
75 15_1P0_25_cro1.jpg .
76 15_1P1_10_cro1.jpg .
77
15_1P1_20_cro1.jpg x
78 15_1P1_25_cro1.jpg .
79 15_1P1_30_cro1.jpg .
80 15_1P2_10_cro1.jpg .
81 15_1P2_20_cro1.jpg .
82 15_1P2_25_cro1.jpg x
83 15_1P2_30_cro1.jpg .
84
15_1P3_30_cro1.jpg .
85 16_1P0_20_cro1.jpg .
86 16_1P1_10_cro1.jpg .
87 16_1P1_20_cro1.jpg .
88 16_1P1_25_cro1.jpg .
89
16_1P1_30_cro1.jpg .
90 16_1P2_10_cro1.jpg .
91 16_1P2_20_cro1.jpg .
92 16_1P2_25_cro1.jpg .
93 16_1P2_30_cro1.jpg .
94 16_1P3_25_cro1.jpg .
95 16_1P3_30_cro1.jpg .
96
17_1P0_20_cro1.jpg .
97 18_1P0_20_cro1.jpg x
98 19_1P0_20_cro1.jpg x
99 19_1P1_20_cro1.JPG .
100 20_1P0_10_cro1.JPG .
101
20_1P0_20_cro1.JPG .
102 20_1P0_25_cro1.JPG .
103 21_1P0_25_cro1.JPG x
104 22_1P1_15_cro1.JPG x
105 23_1P1_15_cro1.JPG x
106 24_1P0_20_cro1.jpg .
107 26_1P1_15_cro1.JPG .
108
27_1P1_15_cro1.JPG .
TOTAL 78,70 % 21,30 %